Anda di halaman 1dari 18

A Placebo-Controlled Trial of Antimicrobial Treatment for Acute Otitis Media

Paula A. Thtinen, M.D., Miia K. Laine, M.D., Pentti Huovinen, M.D., Ph.D., Jari Jalava, Ph.D., Olli Ruuskanen, M.D., Ph.D., and Aino Ruohola, M.D., Ph.D.

Abstrak
Latar belakang : Untuk mengetahui kemanjuran pengobatan antimikroba pada anak dengan otitis media akut yang masih kontroversial.

Metode : Dalam uji coba secara acak, dengan metode double-blind dari bulan Maret 2006 dan Desember 2008 (tidak termasuk bulan Juni and Juli) pada anak-anak usia 6 -35 bulan dengan otitis media akut dan didiagnosis dengan menggunakan kriteria yang ketat, untuk menerima amoksisilin-klavulanat (161 anak) atau plasebo (158 anak) selama 7 hari. Hasil primer adalah waktu untuk kegagalan pengobatan dari dosis pertama sampai kunjungan akhir-pengobatan pada hari ke 8. Definisi kegagalan pengobatan didasarkan pada kondisi keseluruhan anak (termasuk efek samping) dan tanda otoscopic otitis media akut.

Hasil : Kegagalan pengobatan terjadi pada 18,6% dari anak-anak yang menerima amoksisilinklavulanat, dibandingkan dengan 44,9% dari anak-anak yang menerima plasebo (P <0,001). Perbedaan antara kelompok-kelompok itu sudah tampak pada kunjungan pertama yang dijadwalkan pada (hari 3), di mana waktu itu (hari ke 3) didapatkan bahwa 13,7% kegagalan pengobatan dari anak-anak yang menerima amoksisilin klavulanat, dibandingkan dengan 25,3% dari mereka yang menerima plasebo. Secara keseluruhan, amoksisilin klavulanatmengurangi pengembangan untuk kegagalan pengobatan sebesar 62% (rasio hazard, 0,38; 95% confidence interval [CI], 0,25-0,59, P <0,001) dan perlu pengobatan penyelamatan oleh 81% (6,8% vs 33,5%; rasio hazard, 0,19; 95% CI, 0,10 sampai 0,36, P <0,001). Analgesik atau antipiretik dapat diberikan kepada 84,2% dan 85,9% dari anak-anak di amoksisilin klavulanat-dan kelompok plasebo. Efek samping yang merugikan secara 1
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

signifikan lebih umum terjadi pada kelompok amoksisilin klavulanat daripada kelompok plasebo. Sebanyak 47,8% dari anak-anak di amoksisilin klavulanat-kelompok mengalami diare, dibandingkan dengan 26,6% pada kelompok plasebo (P <0,001); 8,7% dan 3,2% dari anak-anak dalam kelompok masing-masing memiliki eksim (P = 0,04).

Kesimpulan : Pengobatan dengan antimikroba pada anak-anak dengan otitis media akut lebih bermanfaat dibandingkan dengan plasebo, meskipun pengobatan dengan antimikroba memiliki efek samping yang lebih merugikan dari plasebo. Pada studi/penelitian di masa depan diharapkan mengidentifikasi pasien yang mungkin memperoleh manfaat terbesar, dalam rangka untuk meminimalkan efek samping yang tidak perlu pada antimikroba.

2
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

Pendahuluan
Otitis media akut adalah infeksi bakteri pada anak usia dini yang paling umum terjadi. Dan agen antimikroba telah menjadi pengobatan utama untuk infeksi ini sejak tahun 1950, ketika studi pertama dilakukan didapatkan hasil bahwa terapi antimikroba meningkatkan outcome yang baik bagi pengobatan. Namun demikian para ahli telah

menyarankankan untuk melakukan observasi terlebih dahulu sebelum dilakukan pemberian terapi antimikroba, sehingga beberapa pedoman merekomendasikan untuk pengelolaan otitis media akut

periode observasi sebelum antimikroba, dimana terapi ini bahkan

mempertimbangkan rekomendasi-rekomendasi yang sebagian besar didasarkan pada metaanalisis yang menyimpulkan bahwa agen antimikroba dapat menghilangkan gejala dari otitis media akut. Namun, beberapa ahli telah menyarankan bahwa studi asli disertakan dalam meta-analisis memiliki keterbatasan penting, seperti bias dalam pemilihan pasien, berbagai kriteria diagnostik, dan dosis optimal dari spektrum antimikroba atau dosis antimikroba. Kami melakukan studi secara acak, dengan metode double-blind pada kelompok plasebo terkontrol, didapatkan hasil studi tentang kemanjuran terapi antimikroba dalam kelompok usia dengan angka kejadian otitis media akut tertinggi . Tujuan kami adalah untuk menilai efektivitas pengobatan antimikroba untuk otitis media akut ketika kriteria diagnostik yang ketat digunakan dan cakupan antimikroba dan dosis dari pengobatan aktif yang memadai.

Metode Pasien dan Kriteria Diagnostik Pada studi ini dilakukan penelitian pada anak-anak dengan usia 6 -35 bulan dengan gejala otitis media akut yang memenuhi syarat untuk skrining diagnostik kami, yaitu : Kriteria Eksklusi : 1) pengobatan antimikroba yang sedang berlangsung. 2) otitis media akut dengan perforasi membran timpani spontan. 3) Terapi steroid sistemik atau hidung dalam 3 hari sebelumnya. 4) terapi antihistamin dalam 3 hari sebelumnya. 5) Oseltamivir terapi dalam 3 hari sebelumnya. 3
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

6) Alergi terhadap penisilin atau amoksisilin. 7) Tympanostomy pada membran timpani. 8) Infeksi berat yang membutuhkan pengobatan antimikroba sistemik. 9) terpapar Epstein-Barr infeksi virus dalam 7 hari sebelumnya. 10) sindrom Down atau kondisi lain yang mempengaruhi penyakit telinga tengah (sumbing misalnya). 12) muntah yang parah atau gejala lain yang melanggar dosis oral. Kriteria Inklusi : 1. Pertama, telinga bagian tengah harus dideteksi dengan cara pemeriksaan otoscopic dan didapatkan hasil yang menunjukkan setidaknya dua dari membran timpanidengan temuan sebagai berikut: posisi membran melotot , penurunan atau tidak ada mobilitas, warna abnormal atau opacity bukan karena jaringan parut, atau udaracairan interface. 2. Kedua, setidaknya salah satu dari tanda-tanda inflamasi akut berikut yang ada di membran timpani yang harus ada, yaitu: tampak eritematosa yang berbeda atau goresan atau vaskularisasi yang meningkat, membran timpani menggembung, atau warna membran kekuningan. 3. Ketiga, anak harus memiliki akut gejala, seperti demam, sakit telinga, atau gejala pernapasan.

Desain studi Ini adalah metode penelitian yang dilakukan secara acak, double-blind, dan placebocontrolled, dimana penelitian ini adalah untuk mempelajari khasiat pengobatan antimikroba sehubungan dengan resolusi gejala dan tanda-tanda otitis media akut. Hipotesis dari studi ini adalah bahwa amoksisilin klavulanat akan mengurangi risiko kegagalan pengobatan. Pada kunjungan pendaftaran (hari 1), pasien yang datang dengan gejala, sejarah medis, dan demografi dan karakteristik klinis dicatat, kemudian dilakukan pengambilan sampel dari daerah nasofaring dan pemeriksaan klinis dilakukan menyeluruh yang mencakup pemeriksaan otoscopic dan tympanometric. Detail hasil sampling dari pemeriksaan nasofaring , kultur bakteri, analisis resistensi dari bakteri untuk agen antimikroba, dan pemeriksaan otoscopic akan dirangkum dan dilihat hasilnya apakah sesuai dengan kriteria diagnostik yang dicari. Pasien yang memenuhi syarat akan dilakukan pengacakan untuk menerima amoksisilin klavulanat dengan dosis (40 mg amoksisilin per kilogram berat tubuh 4
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

per hari ditambah 5,7 mg per kilogram klavulanat hari, dibagi menjadi dua dosis sehari) atau plasebo selama 7 hari. Kapsul plasebo adalah serupa dengan pengobatan aktif dimana tiap kapsulnya berisikan 640 mg lactose monohydrate. Setelah diberikan obat yang sesuai

dengan kriteria diagnostik, orangtua diberikan buku harian dan diminta untuk mencatat gejala, dosis obat studi dan obat lain yang diminum, untuk melihat hasil dari pengobatan. Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh 38 C atau lebih tinggi. Kami mendorong penggunaan analgesik dan antipiretik agen dan memungkinkan penggunaan analgesik tetes telinga dan tetes hidung atau dekongestan semprotan. Pemberian obat dilakukan pada kunjungan pertama, dan kemudian diamati efek pemberian obat pada hari ke 2 setelah masa pemberian obat, sehingga pada hari ke 3 dapat dilakukan penelitian dari efek obat yang mengalami kegagalan. Sedangkan kunjungan akhirpengobatan dijadwalkan dilakukan pada hari ke 8, karena pada hari ke 8 adalah masa habisnya dosis terakhir dari studi obat yang diberikan. Pada hari ke 8, buku harian yang digunakan untuk mencatat gejala, dosis obat studi dan obat lain yang diminum harus dikembalikan, untuk melihat hasil studi obat kapsul, dan kepatuhan untuk mempelajari obat diperkirakan gagal pada studi ini. Orang tua diminta untuk menghubungi dokter setiap kali mereka berpikir bahwa kondisi anak tidak membaik, tidak memuaskan atau memburuk, sehingga kunjungan tambahan telah diatur pada setiap hari dalam seminggu. Dan jika memungkinkan, pada studi ini dokter yang sama akan memeriksa pasien yang sama berturutturut pada saat kunjungan dilakukan.

5
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

6
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

Outcomes Hasil utama/primer yang diharapkan dalam studi ini adalah waktu kegagalan pengobatan, yang dinilai dari 6 komponen independen yang telah ditentukan, yaitu: 1. Tidak adanya perbaikan kondisi setelah obat diberikan 2. Memburuknya kondisi anak 3. Tidak adanya perbaikan dalam tanda-tanda otoscopic pada kunjungan akhir pada hari 8 4. Perforasi membran timpani pada infeksi yang parah (misalnya, mastoiditis atau pneumonia) 5. Penyakit sistemik yang memerlukan pengobatan open-label antimikroba 6. Adanya alasan lain untuk menghentikan obat studi (misalnya, sebuah efek yang

merugikan atau ketidakpatuhan pada obat studi) pada setiap waktu. Saat kegagalan pengobatan adalah saat dimana setiap dokter yang terlibat dalam penelitian mengkonfirmasi setiap komponen penilaian di atas untuk pertama kalinya, agar diketahui kemungkinan penyebab kegagalan. Pada studi ini beberapa komponen dapat dikonfirmasi secara bersamaan, namun ini bukan keharusan. Dua komponen pertama didasarkan pada penilaian orang tua dari anak yang masuk dalam kriteria diagnostik pada studi ini, dimana setiap orangtua akan menilai kondisi anak secara keseluruhan, termasuk yang merugikan (sehat, baik, tidak ada perbaikan, atau lebih buruk), sedangkan empat komponen lainnya dinilai oleh dokter studi.

Hasil Sekunder Pada hasil sekunder yang dinilai oleh dokter studi adalah : 1. Waktu untuk inisiasi pengobatan penyelamatan 2. Data pasien yang menggunaan analgesik atau agen antipiretik 3. Absensi anak dari penitipan siang hari dan pekerjaan orangtua 4. Resolusi setiap gejala didasarkan pada rekaman dalam buku harian yang diberikan

Analisis statistik Dalam penelitian ini kami memperkirakan bahwa dengan meneliti 260 pasien, maka penelitian ini akan memiliki kekuatan 90% untuk mendeteksi pengurangan absolut dari 15% tingkat kegagalan pengobatan di kelompok amoksisilin klavulanat dibandingkan dengan kelompok plasebo, dengan asumsi tingkat kegagalan sebanyak 25% pada pengobatan di kelompok plasebo, dengan persentasi kesalahan sebesar 0,05. Pada studi ini kami berencana

7
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

untuk mendaftarkan 320 pasien untuk meningkatkan tingkat keberhasilan sebanyak 20% dari penelitian. Metode Kaplan-Meier digunakan untuk menganalisis waktu pada data dengan penggunaan uji log rank; bahaya rasio dan interval kepercayaan dihitung berdasarkan model regresi Cox, dimana hasil pada tiap kategoris dibandingkan dengan penggunaan uji chikuadrat. Semua analisa dilakukan pada data dari need-to-treat populasi. Semua nilai P dilaporkan dua-sisi dan belum disesuaikan untuk beberapa pengujian. Semua analisa dilakukan dengan penggunaan software SPSS, versi 16,0.

8
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

Hasil

9
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

Hasil primer Kegagalan pengobatan

terjadi pada 30 dari 161 anak-anak menerima (18,6%) yang

amoksisilin

klavulanat dan 71 dari 158 anak menerima (44,9%) plasebo yang (P

<0,001). Analisis KaplanMeier menunjukkan bahwa pemisahan untuk antara kurva

kedua

kelompok

sudah jelas, dimana pada kunjungan hari 3 (Gambar 2A). Pada saat itu, 13,7% dari anak-anak di kelompok amoksisilin klavulanat dan 25,3% pada kelompok

plasebo memiliki kegagalan pengobatan. antara kurva Pemisahan terus

meningkat selama hari 3-7 pengobatan dan mencapai puncaknya pada kunjungan akhir pengobatan yaitu pada hari 8. Secara keseluruhan, resiko kegagalan pengobatan amoksisilin klavulanat sebesar 62% (rasio hazard, 0,38; 95% confidence interval [CI], 0,25-0,59;P <0,001). Untuk menghindari kegagalan pengobatan dalam 1 anak, harus mengobati 3-8 anak (95% CI, 2,7-6,2) yang diberikan amoksisilin klavulanat. Masing-masing dari 6 komponen penilaian hasil primer terjadi dibandingkan pada kedua kelompok penelitian (Gbr. 3). Dimana kategori kegagalan pengobatan didasarkan pada kondisi keseluruhan anak-anak pada masing-masing kelompok penelitian di dalam studi ini.

10
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

Hasil sekunder Pengobatan penyelamatan dimulai pada 11 dari 30 anak-anak di kelompok amoksisilin klavulanat (36,7%) dan di 53 dari 71 anak-anak di kelompok plasebo (74,6%) yang memiliki kegagalan pengobatan (P <0,001). Kebutuhan untuk perawatan penyelamatan menurun sebanyak 81% dengan pengobatan amoksisilin klavulanat dibandingkan dengan kelompok plasebo (rasio hazard, 0,19; 95% CI, 0,10-0,36, P <0,001) (Gambar 2B). Jadi, penyelamatan pengobatan yang diperlukan dalam kasus sebesar 6,8% pada kelompok amoksisilin klavulanat dan 33,5% pada kelompok plasebo (Gambar 3, dan Tabel 2 dalam Lampiran Tambahan). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok dalam penggunaan analgesik atau agen antipiretik (Gambar 3), antara anak-anak yang menerima analgesik atau antipiretik, dengan durasi pengobatan rata-rata adalah 3-6 hari dan 3-4 hari dalam kelompok amoksisilin klavulanat dan kelompok plasebo , masing-masing dengan (P = 0,45). Ketidakhadiran dari penitipan dilaporkan untuk 107 dari 672 anak (15,9%) pada peserta dalam kelompok amoksisilin klavulanat dan untuk 144 dari 568 anak (25,4%) pada penitipan peserta pada kelompok plasebo, (95% CI, -13,9 -4,9 untuk; P <0,001). Pada kunjungan akhir pengobatan yaitu pada hari ke 8, ada hasil pengobatan yang secara signifikan lebih baik sehubungan dengan kondisi keseluruhan dan tanda-tanda otoscopic anak-anak yang diterapi dengan amoksisilin klavulanat dibandingkan dengan plasebo (P<0,001 untuk kedua hasil) (Gambar 4). Secara keseluruhan kondisi tidak membaik atau memburuk pada 11 anak (6,8%) pada kelompok amoksisilin klavulanat dibandingkan dengan 47 anak (29,7%) pada kelompok plasebo (22,9 poin persentase yang kurang dengan amoksisilin-klavulanat; 95% CI, -31,4 -14,4 ). Pada pemeriksaan Otoscopic tanda-tanda tidak membaik atau memburuk pada 8 anak (5,0%) di kelompok amoksisilin klavulanat dan 60 anak (38,0%) pada kelompok plasebo, dimana masing-masing kelompok mengalami penurunan 33,0 poin persentase dengan amoksisilin klavulanat-; 95% CI, -42,0 untuk -24,0). Pada studi ini didapatkan hasil bahwa pengobatan dengan amoksisilin klavulanat secara signifikan dapat mempercepat resolusi demam, penurunan nafsu makan, penurunan aktivitas, dan lekas marah atau perubahan mood pada anak. Efek samping atau dampak pengobatan pada resolusi demam sudah dapat dilihat pada 6 jam setelah dosis pertama diberikan, dan efek pada resolusi gejala-gejala lainnya seperti nafsu makan yang buruk, penurunan

aktivitas,dan lekas marah terlihat pada studi yang dilakukan pada hari ke 2.

11
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

Tidak ada efek samping yang signifikan dari kelompok amoksisilin klavulanat pada resolusi sakit telinga seperti yang dilaporkan oleh orang tua, sakit telinga seperti yang dilaporkan oleh anak-anak, menggosok telinga, tidur gelisah, atau berlebihan menangis (Gambar 2 dalam Lampiran Tambahan) adalah gejala yang muncul setelah berakhirnya masa studi pengobatan, sedangkan pada penelitian ini juga terbukti bahwa anak-anak yang telah menerima pengobatan dengan amoksisilin klavulanat memiliki bakteri patogen nasofaring yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak-anak yang menerima pengobatan plasebo. (Tabel 4 dalam Lampiran Tambahan).

12
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

Suatu kejadian yang buruk/Efek samping pengobatan Efek samping yang buruk pada studi ini terjadi pada 85 anak (52,8%) dalam kelompok amoksisilin klavulanat dan 57anak (36,1%) pada kelompok plasebo (peningkatan sebesar 16,7 poin persentase dengan amoksisilin klavulanat-;95% CI, 5,8-27,6; P = 0,003) (Tabel 2). Pada kedua kelompok tidak ada kasus mastoiditis, akan tetapi kelompok mengalami infeksi 2 anak-anak di

plasebo yang

parah, dimana salah satu telah pneumokokus dan yang mengalami bakteremia lainnya telah

melakukan radiografi,

pemeriksaan dikonfirmasi

mengalami pneumonia. Efek samping yang paling umum adalah diare, 77 yang anak

mempengaruhi (47,8%) dalam

kelompok

amoksisilin klavulanat dan 42 anak (26,6%) pada plasebo

kelompok

(peningkatancdari 21,2 poin persentase dengan amoksisilin-klavulanat; 95% CI, 10,6-31,9). Diare yang terjadi dilaporkan tidak sampai menyebabkan komplikasi yang parah, karena diare tidak berair atau berdarah, dan diare yang terjadi juga tidak sampai mengakibatkan penghentian obat studi di penelitian ini. Eksim sendiri secara signifikan lebih umum di terjadi pada kelompok amoksisilin klavulanat dibandingkan kelompok plasebo. Anak-anak dengan infeksi berat dan perforasi dari membran timpani biasanya diberi penyelamatan pengobatan sebelum menjadi terlalu parah.

13
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

THERAPY WORKSHEET

What question did the study ask ? Patients Intervention Comparison Outcome (s) Anak-anak usia 6 - 35 bulan dengan otitis media akut Pemberian amoksisilin-klavulanat Pemberian plasebo yang berisikan lactose monohydrate Waktu untuk kegagalan pengobatan

Are the results of this single preventive or therapeutic trial valid? Was the assignment of patients to treatments randomised? Was the randomisation list concealed? Iya, randomnisasi dilakukan dengan komputer pada anak-anak usia 6-35 bulan dengan otitis media akut dan didiagnosis dengan menggunakan kriteria yang ketat, untuk menerima amoksisilin-klavulanat (161 anak) atau plasebo (158 anak) selama 7 hari Iya, karena pengacakan dilakukan melalui komputer dengan metode double blind, jadi si pengacak maupun pasien yang diacak tidak tahu Iya, data dikumpulkan atau di randomnisasi pada 6500 anak (seluruh populasi) yang sesuai dengan usia 6-35 bulan, dari 6500 anak didapatkan 1062 anak terdiagnosis otitis media akut dari bulan maret 2006-desember 2008. Were all patients analysed in the groups to Iya, subjek yang memenuhi kriteria adalah 322 which they were randomised? anak, 162 anak diperlakukan untuk menerima amoksisilin-klavulanat dan 160 anak

Was follow-up of patients sufficiently long and complete?

diperlakukan untuk menerima plasebo, dan sesuai dengan baseline characteristic (Table 1). Were patients and clinicians kept blind to treatment? Iya, karena dalam studi ini baik peneliti/dokter ataupun orangtua dari anak yang didiagnosis menderita OMA sesuai dengan kriteria klinis, tidak mengetahui tentang penelitian, karena masing-masing diberi buku harian yang akan 14
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

diambil pada akhir penelitan. Were the groups treated equally, apart from the experimental treatment? Iya, tidak ada perbedaan perlakuan antara anak yang diperlakukan untuk menerima

pengobatan amoksisilin-klavulanat dan mereka yang diperlakukan untuk menerima

pengobatan plasebo. What were the results? Secara keseluruhan kegagalan pengobatan terjadi pada 30 dari 161 anak-anak (18,6%) yang menerima amoksisilin klavulanat dan 71 dari 158 anak (44,9%) yang menerima plasebo (P <0,001). Pada hari ke 3 penelitian, didapatkan hasil 13,7% dari anak-anak di kelompok amoksisilin klavulanat dan 25,3% pada kelompok plasebo memiliki kegagalan pengobatan, dimana hasilnya terus membaik pada penelitian akhir yaitu pada hari ke 8. Pengobatan penyelamatan dimulai pada 11 dari 30 anak-anak di kelompok amoksisilin klavulanat (36,7%) dan di 53 dari 71 anak-anak di kelompok plasebo (74,6%) yang memiliki kegagalan pengobatan (P <0,001). Kebutuhan untuk perawatan penyelamatan pada hari ke 3 menurun sebanyak 81% dengan pengobatan amoksisilin klavulanat dibandingkan dengan kelompok plasebo (rasio hazard, 0,19; 95% CI, 0,10-0,36, P <0,001). Pada hari ke 8 penyelamatan pengobatan yang diperlukan dalam kasus sebesar 6,8% pada kelompok amoksisilin klavulanat dan 33,5% pada kelompok plasebo. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok dalam penggunaan analgesik atau agen antipiretik (Gambar 3), antara anak-anak yang menerima analgesik atau antipiretik, dengan durasi pengobatan rata-rata adalah 3-6 hari dan 3-4 hari dalam kelompok

amoksisilin klavulanat dan kelompok plasebo , masing-masing dengan (P = 0,45). Pada kunjungan akhir pengobatan yaitu pada hari ke 8, ada hasil pengobatan yang secara signifikan lebih baik sehubungan dengan kondisi keseluruhan dan tanda-tanda otoscopic anak-anak yang diterapi dengan amoksisilin klavulanat dibandingkan dengan plasebo (P<0,001 untuk kedua hasil). ). Secara keseluruhan kondisi tidak membaik atau memburuk pada 11 anak (6,8%) pada kelompok amoksisilin klavulanat dibandingkan dengan 47 anak (29,7%) pada kelompok plasebo (22,9 poin persentase yang kurang dengan amoksisilinklavulanat; 95% CI, -31,4 -14,4 ). Pada studi ini didapatkan hasil bahwa pengobatan dengan amoksisilin klavulanat secara signifikan dapat mempercepat resolusi demam, penurunan nafsu makan, penurunan 15
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

aktivitas, dan lekas marah atau perubahan mood pada anak dibandingkan dengan kelompok plasebo. Efek samping yang paling umum adalah diare, yang mempengaruhi 77 anak (47,8%) dalam kelompok amoksisilin klavulanat dan 42 anak (26,6%) pada kelompok plasebo (peningkatan dari 21,2 poin persentase dengan amoksisilin-klavulanat; 95% CI, 10,631,9).

Are the valid results of this randomised trial important? Berdasarkan general result dari jurnal ini, didapatkan hasil validitas bahwa : Amoksisilin klavulanat Plasebo Kegagalan pengobatan terjadi pada 30 dari Kegagalan terjadi pada 71 dari 158 anak 161 anak-anak (18,6%) yang menerima (44,9%) yang menerima plasebo. Dapat amoksisilin klavulanat. Terbukti dapat mengurangi kegagalan pengobatan. mengurangi kegagalan pengobatan lebih baik dari plasebo dengan hasil (P <0,001). Dapat menekan insidensi penyelamatan Terjadi peningkatan insidensi pengobatan sampai 36,7% (hanya 11 anak) penyelamatan menjadi 74,6% (53 anak) dengan (P <0,001). dengan (P <0,001) dan confident interval mencapai 95% Pada kunjungan akhir pengobatan terbukti Pada kunjungan akhir kurang dapat dapat memperbaiki kondisi keseluruhan dan memperbaiki kondisi keseluruhan dan otoscopic anak dengan nilai (P <0,001) otoscopic anak dengan nilai (P <0,001 dan CI 95%) Terbukti dapat mempercepat resolusi Terbukti kurang dapat mempercepat resolusi demam, penurunan nafsu makan, demam, penurunan nafsu makan, penurunan penurunan aktivitas, dan lekas marah atau aktivitas, dan lekas marah atau perubahan perubahan mood pada anak. mood pada anak. Efek samping yang dapat terjadi adalah Efek samping yang dapat terjadi adalah diare, yaitu sebesar 47,8% (77 anak) dengan diare 26,6% (42 anak) dan infeksi CI 95%. pneumokokus bakterimia dengan CI 95%.

16
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

Can you apply this valid, important evidence about therapy in caring for your patient? Do these results apply to your patient? Is your patient so different from those in Secara umum tidak berbeda jauh the study that its results cannot apply? Is the treatment feasible in your setting? Iya, karena ada sedikit kemiripan

karakteristik pasien, pemberian perlakuan pengobatan amoksisilin-klavulanat dapat dilakukan. What are your patients potential benefits and harms from the therapy?

Keuntungannya

adalah

pemberian

pengobatan

amoksisilin-klavulanat

dapat

mengurangi kegagalan pengobatan dan secara signifikan dapat mempercepat resolusi demam, penurunan nafsu makan, penurunan aktivitas, dan lekas marah atau perubahan mood pada anak dibandingkan dengan kelompok plasebo. Dan kekurangannya adalah penggunaan amoksisilin-klavulanat dapat menyebabkan diare pada anak. Method I: f Risk of the outcome in your patient, relative to patients in the trial. Expressed as a decimal ____-____ NNT/f = ___-___ / ___-___ = ___-___ (NNT for patients like yours) Method II: 1/(PEER x RRR) Your patients expected event rate if they received the control treatment (PEER) = ___-___ 1/(PEERxRRR) = 1/____-____ = ___-___ (NNT for patients like yours) Are your patients values and preferences satisfied by the regimen and its consequences?

Iya, karena menurut laporan via telepon dari para orangtua dari anak yang menerima pengobatan dengan menggunakan amoksisilin-klavulanat pada studi ini mengatakan bahwa penggunaan obat tersebut dapat mempercepat resolusi demam, penurunan nafsu makan, penurunan aktivitas, dan lekas marah atau perubahan mood pada anak dibandingkan dengan kelompok plasebo. Do your patient and you have a clear assessment of their values and preferences? -

17
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

Are they met by this regimen and its consequences?

18
Stase Ilmu Penyakit THT - RSUD Sragen

Anda mungkin juga menyukai