Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN DAN APLIKASI DISCHARGE PLANING PADA KLIEN DENGAN BAYI HIPERBILIRUBINEMIA

Disusun Dalam Rangka Seminar Mata Ajaran Keperawatan Maternitas

Oleh : Subhan

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2002

KATA PENGANTAR

Atas karunia Allah SWT akhirnya kelompok kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada Klien dengan Bayi Hiperbilirubinimea yang disusun dalam rangaka Seminar Mata Ajaran Keperawatan Maternitas. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadarai keterbatasan kemampuan baik dalam pengalam maupun pengetahuan serta waktu yang tersedia sehingga kami yakin dalam penyajian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian kami telah berusaha secara maksimal dengan memanfaatkan bantuan dari berbagai fihak . Bantuan diperoleh sejak praktek di Rumah Sakit sampai tersusunnya makalah ini. Untuk itu perkenankan pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih Kepada Yang Terhormat : 1. Direktur Rumah Sakit Budi Kemuliaan, yang telah memberikan ijin mahasiwa untuk praktek di Rumah Sakit . 2. Ibu Nesti Sinaga,SKp, sebagai pembimbing praktek lapangan di Rumah Sakit Budi Kemuliaan yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama praktek sampai tersusunnya makalah ini. 3. Seluruh staf Dosen FIK UI yang telah memberikan materi dan pengarahan yang berguna untuk pelaksanaan praktek Maternitas. 4. Staf Kepustakaan FIK UI dan rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan praktek Maternitas. Harapan kami semoga hasil yang telah dicapai dalam kegiatan praktek Maternitas bermanfaat . Untuk sempurnanya penulisan ini diharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN

Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan. Perawatan Ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi (misal; luminal) pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti. Asuhan keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di rumah. Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan asuhan keperawatan secara paripurna. Untuk itu dalam penulisan makalah ini mempunyai maksud : 1. Agar perawat memiliki intelektual dan mampu menguasai ketrampilan dan tehnik terutama yang berkaitan dengan perawatan klien dan keluarga dengan bayi Ikterus (Hiperilirubinemia), 2. Agar Perawat mampu mempersiapkan klien dan keluarga ikut serta dalam proses perawatan selama di Rumah Sakit dan perewatan lanjutan di rumah. Atas dasar hal tersebut diatas maka kami menyusun makalah dengan judul Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada klien dengan Bayi Hiperbilirubinemia Adapun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan bayi Hyperbilirubinemia yang mendapat Fototherapi. menggunakan metode Studi Kepustakaan, Dalam penulisan makalah ini kami

wawancara, Partisipasi Aktif dalam pemberian Asuhan Keperawatan.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Batasan-Batasan 1. Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987): Timbul pada hari kedua-ketiga Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg % Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu

2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. 3. Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. D. Etiologi 1. Peningkatan produksi : Hemolisis, ABO. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan

Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia. misalnya pada

2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan

Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. 3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati Toksoplasmosis, Siphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif E . Metabolisme Bilirubin Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis. dan darah merah seperti Infeksi ,

Diagram Metabolisme Bilirubin

ERITROSIT HEMOGLOBIN HEM BESI/FE BILIRUBIN INDIREK ( tidak larut dalal air ) BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN ALBUMIN MELALUI HATI BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN GLUKORONAT/ GULA RESIDU BILIRUBIN DIREK ( larut dalam air ) BILIRUBIN DIREK DIEKSRESI KE KANDUNG EMPEDU Melalui Duktus Billiaris KANDUNG EMPEDU KE DEUDENUM BILIRUBIN DIREK DI EKSKRESI MELALUI URINE & FECES Hati GLOBIN Terjadi pada Limpha, Makofag Terjadi dalam plasma darah

F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991). G. Penata Laksanaan Medis Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : 1. Menghilangkan Anemia 2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi 3. Meningkatkan Badan Serum Albumin 4. Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : 1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. 2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. 3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. 4. Tes Coombs Positif 5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. 6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. 7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. 8. Bayi dengan Hidrops saat lahir. 9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk : 1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. 2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) 3. Menghilangkan Serum Bilirubin 4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil. Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika. Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus: 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama. Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar Bilirubin Serum berkala. Darah tepi lengkap. Golongan darah ibu dan bayi. Test Coombs. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar

bila perlu. 2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir. Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas golongan lain. Hal ini diduga misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll). Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD. Pemeriksaan lain bila perlu. darah ABO atau Rh, atau

kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama. Sepsis. Dehidrasi dan Asidosis. Defisiensi Enzim G6PD. Pengaruh obat-obat. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif. Hipotiroidisme Breast milk Jaundice. Infeksi. Hepatitis Neonatal. Galaktosemia.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:

Pemeriksaan Bilirubin berkala. Pemeriksaan darah tepi. Skrining Enzim G6PD. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

ASUHAN KEPERAWATAN Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Pengkajian 1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI. 2. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas. 3. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak. 4. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988) 2. Diagnosa, Tujuan , dan Intervensi Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh. 1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare. Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air diantara menyusui atau memberi botol. 2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi

Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5 - 37 C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam. 3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan

hiperbilirubinemia dan diare Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya. 4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding. Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya. 5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi. Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan Intervensi : Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah. 6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi Intervensi : Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan. 7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi

Intervensi : Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program. Aplikasi Discharge Planing. Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah. Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994): 1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun. 2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu. 3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi. 4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin. 5. Mengajarkan tentang perawatan kulit : Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat. Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak. Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit. Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan . Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak.

Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : 1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 celsius) 2. Perawatan tali pusat / umbilikus 3. Mengganti popok dan pakaian bayi 4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru 5. Temperatur / suhu 6. Pernapasan 7. Cara menyusui 8. Eliminasi 9. Perawatan sirkumsisi 10. Imunisasi 11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya : letargi ( bayi sulit dibangunkan ) demam ( suhu > 37 celsius) muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x) diare ( lebih dari 3 x) tidak ada nafsu makan.

12. Keamanan Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya. BAB III PERMASALAHAN Tinjauan Kasus : Nama Klien : By. Ny. X Tanggal Lahir Bayi : 19 - 10 - 1996, Jam : 22.20 WIB. Apgar 1 menit : 9 dan 5 menit : 9. Berat badan lahir : 2750 gram, Berat badan sekarang : 2550 gram.

Panjang badan : 47 cm, Lingkar kepala : 33 cm, lingkar dada : 36 cm. Denyut Jantung : 129 x/mt, pernafasan : 44 x/mt. Bunyi pernafasan paru-paru kiri kanan : Vesikuler, Rinchi/whezing : tidak terdengar. Suhu : 36C. Kepala : Molding, Caput Sucsadenium, Cephal hematom : tidak ada. Ubun-ubun besar : ada, Bentuk : Jajaran genjang datar, Ubun-ubun kecil : ada, Bentuk : segitiga datar. Sutura : ada. Mata, Posisi : simetris, jarak : + 3 cm, Kotoran di mata sebelah kiri : ada, perdarahan : tidak ada. Telinga : simetris/ datar dengan kepala, perdarahan : tidak ada, Lubang : ada. Mulut : simetris, Palatum mol/durum : ada, Gigi : tidak ada. Hidung : lubang hidung ada, keluaran : tidak ada , pernafasan cuping hidung : tidak ada. Pergerakan leher : positif, tanda lahir : tidak ada. Tubuh : Warna kulit : kuning pada seluruh tubuh. Pergerakan : aktif. Lanugo : ada pada punggung. Vernix : tidak ada. Pengeluaran : mekonium. Keadaan kulit : pada kedua pergelangan kaki dan tangan, serta di tubuh tampak terkelupas, Hidrasi : baik. Dada : simetris, retraksi, ngorok dan see saw : tidak ada. Perut : lembek, Bising usus : 9x/mt. Tungkai : Jari tangan : Kanan : jumlah 5 , Kiri : jumlah 5 Jari kaki : Kanan : Jumlah 5, Kiri : jumlah 5 Pergerakan : aktif Nadi branchial : teraba, 120 x/menit Nadi femoral : teraba, 120 x/menit Tremor : tidak ada Rotasi paha : normal Garis telapak tangan : jelas, telapak kaki : jelas Posisi kaki : fleksi

Punggung Fleksibelitas tulang punggung : normal Simetris, pretudal dumple Lobang anus : ada Genitalia Jenis kelamin : laki-laki Lubang penis : hipospadia B.a.b. : pertama : tanggal B.a.k : pertama : tanggal Jenis makanan : ASI ditambah susu formula Refleks Mengisap : baik, rooting : baik, menggenggam : baik. Moro : baik, berjalan menapak, tonus leher : baik. Menangis : kuat Keadaan umum : agak lemah Hasil Laboratorium : Tanggal 22 Oktober 1996 Hb : 18,2 gr. % Bilirubin : 17,8 gr %

Tanggal 23 Oktober 1996 Bilirubin Indirek : 10,84 gr % Bilirubin Direk : 0,99 gr % Bilirubin total : 11, 83 gr %

Terapi yang diberikan Tanggal 19 Oktober 1996 Vitamin K 1 mg peroral Tanggal 20 Oktober 1996 Vitamin K 1 mg peroral Tanggal 22 Oktober 1996 Infus N-4 dilengan sebelah kiri, dengan tetesan microdrip 10 tetes / menit Sinar ultra violet (jam 12.00 Wib)

Parficillin 4 x 75 mg Luminal 2 x 5 ml FFP 50 cc, belum diberikan, masih dalam proses untuk mendapatkannya. Ringkasan riwayat kehamilan dan persalinan Masalah-masalah kehamilan : tidak ada Persalinan Kala I : 10 jam 10 menit Kala II : 10 menit Pecah ketuban : 1 jam 20 menit Jenis Persalinan : pervaginam Obat-obat yang diberikan : Citosinon 5 unit IM. Pengkajian Keluarga Adaptasi Psikologi Ibu Perasaan ibu setelah bayi lahir : merasa senang dan mulai tercipta hubungan yang baru, tetapi bayi harus dipisah karena mengalami hiperbilirubinemia. Adanya ikatan kasih : terjadi pada saat baru lahir. Data obyektif : ibu bertingkah laku pasif, lebih banyak berdiam diri, masih tergantung dan perlu bantuan orang lain. Adaptasi psikologi ayah Respon ayah setelah bayi lahir: merasa bahagia dapat melahirkan dengan selamat. Keterlibatan dalam persalinan : mengantar, menunggu sampai bayi lahir. Ketidaleluasaan karena peraturan Rumah Sakit : ayah ingin ikut dalam proses persalinan. Tanggapan tentang penyakitnya : tidak tahu-menahu tentang penyakitnya, beranggapan penyakit ini sebagai penyakit keturunan / kesalahan dari orang tua. Adaptasi psikologi keluarga Menimbulkan perubahan : ya, terutama perubahan peran karena bertambahnya anggota keluarga. Apakah terjadi sibling: belum terpikirkan oleh keluarga . Apakah ada anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan bayi : semua anggora keluarga terlibat dalam merawat bayinya. Tanggapan terhadap penyakitnya : tidak tahu-menahu dan belum mempunyai pengalaman dalam riwayat keluarga belum pernah terjadi penyakit tersebut.

MASALAH KEPERAWATAN : 1. Perawatan pemenuhan kebutuhan cairan, Asi, Pasi (bila Asi belum ada) harus sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi untuk mengatasi efek samping fototherapi 2. Perawatan perubahan suhu tubuh sebagai efek fototherapi 1. Perawatan Integritas kulit . 3. Bimbingan pada keluarga karena dipisahkan dengan bayinya 4. Bimbingan pada kecemasan keluarga karena ketidaktahuan tentang penyakit dan therapi yang diberikan pada bayinya. 5. Mempersiapkan keluarga untuk perawatan lanjutan dirumah.

BAB IV. PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Klien : Bayi Ny. X RSB. Budi Kemuliaan Bangsal/Tanggal : Dx. Keperawatan 1. Potensial kurangnya dengan adekuatnya cairan, dan diare. Data Obyektif : Bayi di fototherapi. Bayi diare Berikan Asi\Pasi setiap 3 - 4 jam dan diselingi pemberian air tambahan . minum Hidrasi yang adekuat mem-permudah

Mata Ajaran : Maternitas


Implementasi Evaluasi

Tanggal 22 Oktober 1996 Tujuan Intervensi Rasional Meningkatkan Berikan Asi/Pasi segera Pemberian makan sedini dalam waktu 4 - 6 jam setelah pindah ke ruang post partum mungkin (waktu 4 - 6 jam) cenderung untuk mengurangi / menekan hasil tinggi. buangan mekonium mengandung sehingga mencegah dari intestinum. bilirubin yang Menstimulasi pigmen yang bilirubin dapat reabsorpsi

volume intake cairan yang tidak intake

cairan sehu-bungan adekuat.

fototherapi

aktivitas usus dan pem-

pengeluaran / eliminasi Berikan makanan sesuai dengan petunjuk dan ekskresi bilirubin. Mengganti cairan yang hilang melalui feses jika difototherapi. Berikan cairan per infus Meningkatkan peristaltik dan ekskresi empedu terjadi enterointravena bila bayi dehidrasi sebelum resirkulasi Kaji bising pola usus, menelan, hepatik. eliminasi Cairan tidur dan diberikan mengalami lain.

urin, pola

iritabilitas setiap hari Catat adanya tanda-

atau jika ada komplikasi

tanda dehidrasi seperti : ubun-ubun cekung, suhu Untuk mengetahui sedini meningkat, turgor kulit mungkin adanya tandajelek atau membran tanda mungkin bahaya. Bayi mukosa kering. mengalami

pengeluaran feses yang hijau dan cair. Untuk tanda-tanda pencegahanya 2. tubuh Potensial Kesetabilan mengetahui dehidrasi terjadi-

secara dini dan dapat nya dehidrasi. suhu Monitor suhu axila kulit Metabolisme meningkat dan 30-60 suhu rektal setiap menit selama Mencegah seimbang-an secara bayi. adanya bertahap mengatur /pintu box ketidak panas pada bila suhu meningkat.

gangguan

suhu tubuh bayi dapat

(hipertermi) dipertahankan.

sehu-bungan dengan Kriteria: efek fototherapi

penyinaran. 36,5Cdengan fentilasi rektal

Suhu kulit dan Pertahankan suhu Box ketiak 37C. Suhu

perta-hankan suhu 37C Observasi tanda-tanda Respon peningkatan vital, catat adanya : metabolisme tachipnoe. menyebabkan peningkatan kebutuhan Catat adanya tandaO2 Respiratorik) (Asidosis

36,7C-37,2C. Tidak ada tandatanda hipertermia

tanda

stress:

gelisah, Hipertermi mempenga-ruhi fasodilatasi mengeluarkan

akan sistim untuk keringat

kulit kering dan warna kemerahan

sirkulasi sehingga terjadi

dalam mempertahankan Pertahankan foto-therapi Modalitas pemngobatan ter-gantung pada tingkat kadar bilirubin, waktu Catat adanya tandaserangan dan adanya tanda dehidrasi seperti : ubun-ubun cekung, suhu meningkat, turgor kulit Suhu axila lebih dari jelek atau membran 37,5C hipertermia dianggap pada bayi dianggap dan pengeluaran mukosa kering. penyakit lain modalitas suhu tubuh

panas yang berlebihan

2.

Gangguan

Keutuhan

kulit Kaji dapat ikterus /

tanda-tanda Jaundice jaundice

merupakan

Integritas

kulit bayi

tanda-tanda awal adanya hiper-bilirubinemia. Karena lampu buatan akan pengkajian. perta-ma pada kali sklera mengaburkan Jaundice terlihat yang Dengan

sehubungan dengan dipertahankan. hiperbilirubinimea dan diare. Data Obyektif : Kulit pada kedua perterkelupas. Warna kulit bayi kuning (Ikterus) gelangan tangan serta tubuh

selengkap-lengkap-nya dgn menggunakan sinar matahari bila mungkin., observasi dan kaji kulit skelra, dengan pada observasi warna kulit, menekan

menguning. warna tekanan hitam

bagian yang keras, cek mukosa mulut, bagian belakang dari palatum keras dan kantung kojungtiva (untuk bayi yang berkulit hitam). Bersihkan b.a.b.

menekan akan muncul kuning setelah dilepaskan. normal akan

Pigmen pada orang kulit terlihat kuning.

dan Seringnya kerusakan kulit.

b.a.b.

mengganti popok setiap

merupakan faktor resiko

4.

Gangguan

Orang tua dan bayi Buka tutup mata bayi

parenting pemisahan

menunjukkan laku

saat disusui. orangtua

sehubungan dengan tingkah tua

Attachment, orang Anjurkan dapat mengekspresikan proses Bonding. Libatkan anaknya.

untuk mengajak bicara

orang

tua bila

dalam perawatan memungkin-kan.

Menganjurkan orang tua mengekspresikan 5. Kecemasan Orang perasaannya tua Kaji pengetahuan Memberikan keluarga tentang perawatan bayi ikterus dapat partisipasi penjelasan Dengan penyebab ikterus, sebelum mekepada keluarga bahan Melakukan tentang lakukan pengkajian pengetahuan

meningkat ketidaktahuan tentang

menegerti tentang keluarga

masukan bagi perawat pendidikan kesehat- an

sehubungan dengan perawatan, perjalanan ber-

keluarga dimana keluarga belum mengerti sama sekali tentang bayi ikterus dan cara merawatnya. penjelasan bayi

penyakit dan therapi meng- identifikasi Berikan yang diberikan pada gejala-gejala untuk tentang: bayi. Data Subyektif: men-

mengerti Memberikan tentang

yampaikan Penyebab ikterus, proses pada tim kesehatan

penyebab

Klien/keluarga selalu menanyakan tindakan yang akan diberikan. Data Obyektif : Program yang dilakukan Ibu tampak takut saat melihat keadaan bayinya. therapi harus

terapi, dan perawatanya.

program menerima

terapi

yang segala

ikterus,

tindakan

diberikan keluarga dapat tindakan yang diberikan Berikan tindakan . penjelasan kepada bayinya. yang jelas sangat penting dalam mengurangi secara setiap akan melakukan Informasi membantu Diskusikan keadaan bayi tentang Komunikasi dan terbuka

keparawatan yang diberikan selama di rumah sakit dan di rumah, jika pulang. Seperti : cara mempertahankan suhu tubuh normal, memberikan ASI, memandikan tali pakaian, bayi, pusat, dan merawat mengganti

kecemasan keluarga

pemberian imunisasi.

program-program yang akan dilakukan selama di rumah sakit Ciptakan hubungan yang selama perawatan melakukan

penjelasan dalam Memberikan sebelum melakukan memecahkan satu pertindakan, seperti; memasang masalahan dapat mengurangi kecemasan keluarga. dapat infus, memberikan fototerapi dan obat-obat injeksi atau obat lainnya.

akrab dengan keluarga Hubungan yang akrab

meningkatkan Melakukan diskusi bersama partisipasi keluarga keluarga tentang prinsipdalam ikterus merawat bayi prinsip yang bisa dilakukan oleh keluarga dalam merawat bayi ikterus selama

di rumah sakit dan di rumah Mengajak keluarga untuk bersama-sama bayinya, seperti 6. Gannguan Keluarga dapat merawat

proses respon yang terhadap bayi.

keluarga menerima kondisi keluarga kurang kondisi

sehubungan dengan bayi

ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Klien

Mata Ajaran : Maternitas


Bangsal/Tanggal : No 1. Diagnosa Keperawatan Jaundice merupakan tanda-tanda awal Kaji tanda-tanda ikterus / Karena adanya hiperbilirubinemia. buatan akan lampu Tujuan Intervensi Rasionalisasi

jaundice selengkap-lengkapnya mengaburkan pengkajian. dengan matahari observasi meng-gunakan bila skelra, sinar Jaundice pertama kali terlihat pada akan muncul warna mungkin., sklera yang menguning. Dengan observasi menekan

warna kulit, dan kaji dengan kuning setelah tekanan dilepaskan. menekan kulit pada bagian yang Pigmen pada orang kulit hitam keras, cek mukosa mulut, normal akan terlihat kuning. agar tidak terjadi bagian belakang dari palatum keras dan kantung kojungtiva Menjaga (untuk bayi yang berkulit hitam) hipotermia.

Jaga bayi untuk tetap hangat. 2. Potensial dengan injuri sehubungan Tidak mengalami kerusakan Mempertahankan modalitas Modalitas bilirubin, waktu pemngobatan serangan dan

kojungtivitis, mata, dehidrasi dan hipertermi pengobatan

tergantung pada tingkat kadar adanya penyakit lain

hipotermia, dan dehidrasi karena selama fototerapi. penggunaan fototerapi. Data Obyektif : Mendapat fototerapi Tidak menggunakan pakaian dengan mata dan genitalia tidak tertutup selama Tutup mata selama penyinaran fototerapi. Berikan fototerapi

Menurunkan dengan

serum

bilirubin ekskresi

memperlancar

bilirubin tak terkojugasi Melindungi retina dari kerusakan akibat cahaya dengan intensitas tinggi Pindahkan bayi dari cahaya fototerapi dan lepas penutup Memungkinkan stimulasi visual mata selama pemberian makan. Kaji mata terhadap Mungkin disebabkan oleh iritasi dari penutup mata

konjungtivitis dan abrasi kornea

Gunakan penutup yang minimal Memungkinkan penyinaran yang Rubah posisi tiap 2 jam merata Mengefektifkan tiap 1 jam sampai suhu tubuh tempat stabil Hipotermi Berikan ekstra cairan Kaji tanda-tanda turgor dehidrasi, kulit jelek, Untuk badan, dapat IWL. menyebabkan Bayi kadar peningkatan menjamin hidrasi yang dari fototerapi yakni : penurunan output urin. Observasi pada kulit Kemerahan dihubungkan dengan fototerapi yang meningkatkan dan hipertermi merupakan komplikasi yang umum penyinaran dan

Monitor suhu kulit dan suhu inti mencegah penekanan pada satu

depresi fontanela, mata cekung, adekuat. berat perubahan elektrolit, penurunan Fototerapi

bilirubin yang tinggi dapat menjadi adanya kemerahan letargi dan sulit untuk makan.

kadar Cek suhu inkubator mg/dl

bilirubin

direk

atau

kerusakan hati dapat hilang 2 - 4

Penambahan panas dari fototerapi Matikan waktu saat mengambil sering meningkatkan suhu badan darah bilirubin. Karena pemaparan darah pada fototerapi akan mempengaruhi kadar bilirubin 4. Potensial terjadinya gangguan Keseimbangan volume cairan sehubungan terpenuhi/terpelihara dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi dan diare. cairan Observasi intake dan out put, turgor kulit, Observasi tanda-tanda vital : Nadi, Suhu , Respirasi,Kesadaran, refleks,tiap 30 - 60 menit. Berikan minum air diantara pemberian ASI. 4. Kecemasan orang tua Orang tua mendapatkan Berikan penjelasan mengenai : Orang tua tidak memahami untuk pemeriksaan dan suhu cove.

sehubungan dengan punya anak informasi yang mengalami jaundice. Data obyektif : Orang tua tampak cemas

mengenai

proses Kondisi

bayi,

modalitas mengapa dan apa terjadi keadaan

penyakit, penyebab, dan hasi pengobatan, alasan mengapa ibu tersebut. yang dicapai. untuk mengaktifkan pemberian harus menghentikan pemberian Pengobatan bermacam-macam ; orang pemberian tua tidak memahami pengobatan yang diberikan ASI ASI merupakan penyebab jaundice yang belum jelas. Kadar bilirubin dan jam setelah pemberian ASI dan serta dihentikan. Pendapat dari dokter, yang para ahli yang lain tentang hal ini masih berbeda-beda. dihentikan sementara : pemompaan memberikan dukungan dibutuhkan. ASI informasi sesuai Orang tua memahami alasan ASI. ASI sesaat dan cara memompa Jelaskan

Data subyektif : Menanyakan penyakit. keadaan anak dan proses

tentang susu.

Kaji pengetahuan ibu mengenai serum menurun dalam waktu 48

Bantu ibu dalam menyusui ulang ASI merupakan penyebab jaundice yang belum jelas. Kadar bilirubin serum menurun dalam waktu 48 jam setelah pemberian ASI dan dihentikan. Pendapat dari dokter, para ahli yang lain tentang hal ini masih berbeda-beda. Berikan rangsang taktil selama memberi makan dan mengganti Ibu mungkin perlu dukungan dan

popok. Melakukan sentuhan dan kontak mata bicara.

informasi untuk memulai kembali memberikan ASI ibu dan bayi selama Neonatus perlu stimulasi taktil

pemberian ASI, bayi diajak

Dukung orang tua untuk masuk Memberikan rasa nyaman dan ke dalam ruang perawatan menurunkan gangguan sensorik makan dan Adanya alat di ruang perawatan menyebabkan orang tua tidak mau atau segan untuk masuk ke dalam ruang perawatan dalam memberi

menyentuh bayi.

DAFTAR PUSTAKA 1. H. Markum : Ilmu Kesehatan Anak. Buku I, Jakarta, FKUI, 1991. 2. Bobak, J. : Materity and Gynecologic Care, Precenton, 1985. 3. Cloherty, P. John : Manual of Neonatal Care, USA, 1981. 4. Harper : Biokimia, Jakarta, EGC, 1994. 5. Jack A. Pritchard dkk : Obstetri Williams, Edisi XVII, Surabaya, Airlangga University Press, 1991 6. Marlene Mayers, et. al. : Clinical Care Planes Pediatric Nursing, New York, Mc.Graw-Hill. Inc, 1995. 7. Mary Fran Hazinki : Nursing Care of Critically Ill Child, Toronto, The Mosby Compani CV, 1984. 8. Susan R. J. et. al. : Child Health Nursing, California, 1988.

RENCANA PEMULANGAN
(DISCHARGE PLANNING)

PASIEN POST PARTUM

Disusun Dalam Rangka Seminar Mata Ajaran Keperawatan Maternitas

Oleh :

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 1996

KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta upaya penulis maka telah berhasil disusun makalah yang berjudul Rencana Pemulangan Klien Post Partum. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata ajaran Asuhan Keperawatan Ibu dalam Konteks Keluarga. Untuk itu perkenankanlah kami penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Dra. Setyowati, Skp. M App Sc. sebagai Koordinator Mata Kuliah Keperawatan Maternitas. 2. Bd. Uning, sebagai Kepala Bidang Keperawatan R.S.B.Budi Kemuliaan beserta staff. 3. Nesty Sinaga, Skp, sebagai Pembimbing Lapangan di R.S.B. Budi Kemuliaan. 4. Rekan-rekan mahasiswa yang menempuh mata ajaran ini tahun akademik 1996 / 1997. Akhir kata, semoga segala usaha dan budi baik yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, dan makalah ini dapat memberi manfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan.

Jakarta, Oktober 1996

Penulis

RENCANA PEMULANGAN POST PARTUM (DISCHARGE PLANNING) 1. Pendahuluan Beberapa tahun terakhir ini sistem perawatan dan pengobatan telah berubah. Perawatan klien di rumah sakit saat ini diusahakan untuk mengurangi biaya perawatan dan memberi kesempatan pada pasien lain yang lebih membutuhkan. konsekuensinya, tim kesehatan harus membantu klien benar-benar memahami status kesehatannya dan harus mampu menyiapkan klien merawat dirinya sendiri di rumah atau di masyarakat. Pendekatan perawatan klien selama post partum juga berubah. Klien tidak dianggap lagi orang sakit, tetapi dianggap suatu proses yang alami dan mereka dianggap sehat. Oleh karena itu klien harus secepatnya mobilisasi dan mandiri dalam merawat dirinya sendiri. Waktu perawatan juga berubah, menjadi lebih singkat, bisa hanya 24 jam sampai 72 jam saja. Dalam waktu yang sesingkat mungkin, klien dan keluarganya harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan sehingga klien mampu merawat dirinya sendiri. Perawatan yang diberikan merupakan usaha kolaborasi yang melibatkan ibu dan keluarga, perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya, untuk mencapai kesehatan yang optimal. Untuk semua alasan di atas maka rencana pemulangan pasien post partum sangat penting karena : 1. Memudahkan pemantauan kesehatan setelah pasien pulang ke rumah. 2. Membuat pasien lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya. 3. Berkurangnya biaya pengobatan dan perawatan, tempat tidur dapat diisi pasien lain 4. Penggunaan rencana pemulangan tertulis sangat efektif untuk pedoman pengajaran dan evaluasi serta menjadi sumber pengetahuan ibu dan keluarga. Bagi klien post partum, pemulihan kesehatan setelah melahirkan relatif singkat dan dianggap suatu proses sehat. Persepsi ini sering kali membuat tim kesehatan berpendapat bahwa ibu dan keluarga tidak mempunyai kebutuhan dan pelatihan yang khusus, ditambah lagi ada anggapan bahwa keluarga sedang berbahagia dan siap menerima bayinya. Anggapan ini tentunya tidak benar karena setiap keluarga post pertum mempunyai kebutuhan dan masalah tertentu, ibu-ibu primipara bingung dalam merawat dan beradaptasi dengan bayi dan peran barunya, sedangkan ibu-ibu multipara mungkin bingung dengan masalah keuangan, anakanak yang lain serta berhubungan dengan datangnya anggota baru. Jadi pendekatan dan perhatian dan sikap tim kesehatan, harus sama dengan kedua kelompok ini. Pada masa perawatan post partum di rumah sakit inilah mereka menerima pengajaran dan bimbigan untuk mengantisipasi perubahan fisik dan suasana dalam keluarga di rumah nanti. Karena kebanyakan ibu dirawat dalam waktu singkat, maka penting bagi perawat

mempersiapkan klien secara sistematis. Seringkali digunakan paduan format-format. Sebelum ibu pulang sebaiknya rencana pemulangan sudah dipersiapkan dan perawat masih tetap menyediakan waktu untuk penguatan dan evaluasi pengetahuan, ketrampilan, dan kondisi mental seluruh keluarga. Mengingat luasnya dan kompleksnya perawatan terhadap klien post partum, maka kelompok mambatasi permasalahannya tentang pendidikan kesehatan pada klien post partum. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran yang lebih jelas kepada perawat dan tenaga kesehatan lainnya mengenai rencana pemulangan klien post partum, hal ini akan diuraikan dalam makalah.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN Rencana Pemulangan Rencana Pemulangan (RP) merupakan bagian pelayanan perawatan, yang bertujuan untuk memandirikan klien dan mempersiapkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional bayi bila pulang. Waktu yang terbaik untuk memulai rencana pulang adalah hari pertama masuk rumah sakit. Klien belum dapat dipulangkan sampai dia mampu melakukan apa yang diharapkan darinya ketika di rumah. Oleh karena itu Rencana Pemulangan harus didasarkan pada : 1. Kemampuan klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari dan seberapa jauh tingkat ketergantungan pada orang lain 2. Ketrampilan, pengetahuan dan adanya anggota keluarga atau teman 3. Bimbingan perawat yang diperlukan untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan, pendidikan, dan pengobatan. Beberapa hal yang perlu dikemukakan berkenaan dengan proses berencana untuk memulangkan klien adalah : 1. Menentukan klien yang memerlukan rencana pulang. 2. Waktu yang terbaik untuk memulai rencana pulang. 3. Staf yang terlibat dalam rencana pulang. 4. Cara yang digunakan dan evaluasi efektifitas dari rencana pulang. Beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam membuat Rencana Pemulangan (RP) adalah : 1. Berfokus pada klien. Nilai, keinginan dan kebutuhan klien merupakan hal penting dalam perencanaan. Klien dan keluarga harus berpartisipasi aktif dalam hal ini. 2. Kebutuhan dasar klien pada waktu pulang harus diidentifikasi pada waktu masuk dan terus dipantau pada masa perawatan 3. Kriteria evaluasi menjadi panduan dalam menilai keberhasilan implementasi dan evaluasi secara periodik. 4. Rencana pemulangan suatu proses yang melibatkan tim kesehatan dari berbagai disiplin ilmu. 5. Klien harus membuat keputusan yang tertulis mengenai rencana pemulangan. Rencana penyuluhan didasarkan pada : 1. Kebutuhan belajar orang tua. 2. Prinsip belajar mengajar.

3. Mengkaji tingkat pengetahuan dan kesiapan belajar. Metode belajar Kondisi fisik dan psikologis orang tua

4. Latar belakang sosial budaya untuk proses belajar mengajar Tekankan bahwa merawat bayi bukan hanya kewajiban wanita

5. Lamanya bayi dan ibu tinggal di rumah sakit Early discharge 6 - 8 jam I, dimana informasi penting harus diberikan serta follow up. Cara-cara penyampaian Rencana Pemulangan adalah : 1. Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas. 2. Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan suatu perawatan. 3. Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis 4. Motivasi klien untuk mengikuti langkah-langkah tersebut dalam melakukan perawatan dan pengobatan. 5. Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yang harus dilaporkan pada tim kesehatan. 6. Berikan nama dan nomor telepon yang dapat klien hubungi.

Dasar-dasar rencana penyuluhan 1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 celsius) membersihkan mata dari dalam ke luar membersihkan kepala bayi (bayi masih berpakaian lalu keringkan) buka pakaian bayi, beri sabun dan celupkan ke dalam air.

2. Perawatan tali pusat / umbilikus bersihkan dengan alkohol lalu kompres betadin tali pusat akan tanggal pada hari 7 - 10

3. Mengganti popok dan pakaian bayi 4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru 5. Cara-cara mengukur suhu 6. Memberi minum 7. Pola eliminasi 8. Perawatan sirkumsisi 9. Imunisasi 10. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :

letargi ( bayi sulit dibangunkan ) demam ( suhu > 37 celsius) muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x) diare ( lebih dari 3 x) tidak ada nafsu makan.

Rencana pemulangan ditujukan pada : IBU Dalam rencana pemulangan yang perlu dianjurkan antara lain : 1. Pernapasan dada 2. Bentuk tubuh, lumbal,dan fungsi otot-otot panggul 3. Latihan panggul, evaluasi, gambaran dan ukuran yang menyenangkan 4. Latihan penguatan otot perut 5. Posisi nyaman untuk istirahat 6. Permudahan gerakan badan dari berdiri ke jalan 7. Tehnik relaksasi 8. Pencegahan; jangan mengangkat berat, melakukan sit up secara berlebihan. Daftar kegiatan sangat membantu kondisi post partum kembali dalam keadaan sehat. Saat ibu kembali ke rumah, secara bertahap akan kembali melakukan aktivitas normal. Pekerjaan rumah akan membantu mencegah kekakuan otot-otot secara umum tetapi tidak akan melemahkan kekuatan otot (Blankfield, 1967). Ketika membantu klien untuk memilih program latihan perawat seharusnya memperingatkan akan perubahan muskuloskeletal yang akan kembali normal pada 6 - 8 minggu (Danforth,1967). Selama periode ini, ligamen-ligamen akan lunak dan saling terpisah oleh karena itu latihan-latihan memerlukan keregangan dan kekuatan otot-otot yang berlebihan seperti halnya aerobik, lari, dan lai-lain harus dihindari selama periode ini untuk mencegah ketegangan. Aktifitas yang aman seperti berjalan, berenang dan bersepeda sangat dianjurkan. Seorang wanita dapat memulai latihan atau Yoga 2 minggu setelah melahirkan pervaginam atau 4 - 6 minggu setelah mengalami operasi caesar. Secara ideal ini harus memiliki seorang instruktur yang berpengalaman yang bertanggung jawab selama melatih ibu post partum. Ibu biasanya mendapatlan kesulitan dalam mengatur waktu untuk latihan atau melakukan tehnik relaksasi di rumah. Perawat harus membantu mendorong ibu untuk istirahat ketika bayi sedang tidur dan mencoba untuk tidak melakukan pekerjaan selama waktu itu.

Wanita biasanya kurang sabar dalam hal merawat tubuhnya . Perawat harus mengingatkan bahwa selama masa menyusui membutuhkan ekstra lemak dari tubuhnya, oleh karena itu nutrizi dan gizi yang baik sangat dibutuhkan. Perawat harus meyakinkan ibu bahwa waktu yang dibutuhkan seorang wanita untuk kembali pada tubuh yang normal setelah persalinan sangan bervariasi dan prosesnya dapat berlangsung 6 - 12 bulan. Selama masa nifas ibu perlu memperhatikan : Pemenuhan rasa nyaman Hari I Perineum kompres dingin. Posisi terlentang, Sim, telungkup; semua dengan bantal yang menyokong kepala, kedua lutut dan pelvis hanya untuk prone (telungkup) Hari II Gunakan BH yang menyangga, lakukan rendam hangat (daerah perineum), lanjutkan latihan Kegel, posisi berbaring atau telungkup (2x sehari selama 30 - 60 menit), ambulansi. Pernafasan ke arah dada dan toraks Pernapasan Pengembalian posisi pelvis : Latihan Hari I Permulaan Pengerutan dasar pelvis Pengerutan abdomen Pergerutan abdomen dan dasar pelvis Pengerutan abdominal, dasar panggul dan bokong Ekstremitas bagian bawah Menutup dan membuka lutut Memutar lutut Mengaktifkan quatriseps Abdominal / pelvis Mengkaji dasar pelvis 1x tiap hari 10 x / jam 10 x / jam 5 - 10 detik, 10 x / jam 3 - 5- 10 detik 5 x /2x sehari 3-5-10 detik 5 x / 2x sehari 1-3-5 detik 5 kali / jam 5 - 10 detik 5 kali / 2 x sehari

Mengangkat pinggul Hari II tambahan menerus terlentang Mengangkat bokong Mengangkat kepala

5 detik ,

5 x / 2x sehari

Gerakan bersepeda dengan terus5x / 2x sehari 5 detik, 5 detik, 5 x /2 x sehari 5 x / 2x sehari

Instruksi masa nifas adalah : Bekerja Ibu seharusnya menghindari kerja berat (misalnya mengangkat / membawa beban) pada 3 minggu pertama. Pada ibu-ibu yang mempunyai pengertian berbeda tengan kerja berat dapat mendiskusikan dengan ibu-ibu yang lain. Perawat dapat membantu mengidentifikasikan pengertian dari kerja berat. Biasanya dianjurkan tidak bekerja selama 3 minggu ( lebih baik 6 minggu), bukan saja untuk kesehatan tetapi juga untuk mendapatkan kesempatan lebih dekat dengan bayinya. Istirahat Ibu sebaiknya mengusahakan bisa tidur siang dan tidur malam yang cukup. Ibu biasanya tidur siang selagi bayi tidur dan minta suami/keluarga menggantikan tugas-tugas yang ada. Mintalah keluarga / suami untuk membantu tugas-tugas rumah tangga.

Kegiatan / aktifitas / latihan Pada minggu pertama ibu seharusnya memulai latihan berjalan setahap demi setahap. Pada minggu ke dua, jika lokea normal dapat memulai latihan aktifitas lain yang akan direncanakan seperti mencuci popok setiap hari walaupun dengan memakai mesin cuci, naik turun tangga untuk melihat bayinya atau berada setiap saat disamping bayinya. Ibu seharusnya melanjutkan senam nifas di rumah seperti halnya sit up dan mengangkat kaki.

Kebersihan Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum dengan baik dengan

menggunakan antiseptik (PK / Dethol) dan selalu diingat bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang. Coitus Coitus lebih segera setelah lokea menjadi alba dan bila ada episiotomi sudah membaik / sembuh ( minggu 3 setelah persalinan) Sel-sel vagina mungkin tidak setebal sebelumnya karena keseimbangan hormon prepregnansi belum kembali secara lengkap. Gunakan kontrasepsi busa atau jeli akan membantu kenyamanan dan pengaturan posisi yang bisa mengurangi penekanan atau dispariunia. Kontrasepsi Jika ibu menginginkan memakai IUD, dapat dipasang segera setelah persalinan atau chekup post partum yang pertama. Jenis kontrasepsi yang memakai diafragma harus pada minggu ke 6 , kontrasepsi oral dimulai antara 2 -3 minggu post partum sampai kembali pada chekup berikutnya. Ibu dan pasangannya dapat menggunakan kombinasi antara jelly yang mengandung spermatid dengan kondom lebih dapat mencegah pembuahan. Konsultasi dalam memilih alat kontrasepsi harus kepada tenaga kesehatan yang berkopeten untuk mencegah kesalahan informasi. BAYI Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi (seperti rangsangan, latihan, dan kotak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perencanaan pulang . Yang perlu diperhatikan adalah : Temperatur / suhu 1. Sebab-sebab penurunan suhu tubuh 2. Catat gejala-gejala yang timbul seperti kelemahan, bersin, batuk dll. 3. Cara-cara mengurangi / menurunkan suhu tubuh seperti kompres dingin, mencegah bayi terkena sinar matahari terlalu lama, dan lain-lain 4. Gunakan lampu penghangat / selimut tambahan 5. Ukur suhu tubuh Pernapasan 1. Perubahan frekwensi dan irama napas 2. Refleks-refleks seperti; bersin, batuk. 3. Pencegahan terhadap asap rokok, infeksi orang terkena infeksi saluran napas 4. Gejala-gejala pnemonia aspirasi

Eliminasi 1. Perubahan warna dan kosistensi feses 2. Perubahan warna urin Keamanan 1. Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita. 2. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya 3. Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya. 4. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya. ADAPTASI FISIOLOGIS PADA MASA POST PARTUM/NIFAS Sebelum membahas tentang perubahan-perubahan pada masa nifas baik fisiologis maupun psikologis, maka kelompok akan menjelaskan terlebih dahulu tentang pengertian nifas. Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu, pengertian masa nifas adalah masa mulainya persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan dengan kehamilan / persalinan. (Ahmad Ramli. 1989). Dari dua pengertian di atas kelompok menyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan kehamilan / persalinan selama 6 minggu. Dalam proses adaptasi pada masa post partum terdapat 3 (tiga) periode yang meliputi immediate puerperium yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, early puerperium yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan late puerperium yaitu setelah 1 minggu sampai dengan 6 minggu post partum. Perubahan fisiologis terjadi sejak hari pertama melahirkan. Adapun perubahan fisik yang terjadi adalah : Sistem kardiovaskuler Sebagai kompensasi jantung dapat terjadi brandikardi 50 - 70 x/menit, keadaan ini dianggap normal pada 24 - 48 jam pertama. Perubahan suhu yang meningkat sampai dengan 38 Celsius sebagai akibat pemakaian tenaga dan banyak berkeringat saat melahirkan.

Peningkatan suhu tubuh lebih dari 38 Celsius menunjukan adanya tanda-tanda infeksi pada post partum seperti mastitis, endometritits. ortostatik hipertensi. Diaporesis Post partum Klien dapat mengeluarkan keringat yang banyak disertai perasaan menggigil. Perasaan ini terjadi karena vasomotor yang tidak stabil. Perubahan sistem urinarius Selama masa persalinan trauma pada kandung kemih dapat mengakibatkan edema dan mengurangi sensitifitas kandung kemih. Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat peregangan yang berlebihan dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas. Bila klien lebih dari dua hari tidak dapat buang air kecil, maka keadaan ini merupakan hal yang tidak normal. Protein urin pada hari kedua adalah normal, karena kebutuhan protein yang dikatalisis involusi uteri meningkat. Bila ini berlangsung sampai dengan hari ke tujuh, menandakan adanya gejala preeklamsi. Perubahan sistem gastro intestinal Keadaan gastro intestinal kembali berfungsi ke keadaan semula setelah satu minggu post partum. Konstipasi terjadi akibat penurunan motilitas usus, kehilangan cairan tubuh dan rasa tidak nyaman di daerah perineum, penggunaan enema pada kala I dan penurunan tonus otot abdominal. Keadaan muskuloskeletal Pada masa kehamilan otot abdomen meregang sedemikian rupa dikarenakan pembesaran uterus yang mengakibatkan otot abdomen melemas dan kendor sehingga teraba bagian otototot yang terpisah disebut diastasis recti abdominis. Perubahan sisten endokrin Perubahan sistem endokrin disini terjadi penurunan segera kadar hormon estrogen dan progesteron. Hormon prolaktin pada masa laktasi akan meningkat sebagai respon stimulasi penghisapan puting susu ibu oleh bayi. Pada wanita yang tidak menyusui hormon estrogen dapat meningkat dan merangsang pematangan folikel. Untuk itu menstruasi dapat terjadi 12 minggu post partum, pada klien menyusui dapat lebih lama (36 minggu). Perubahan pada payudara Payudara dapat membengkak karena sistem vaskularisasi dan limfatik disekitar payudara dan mengakibatkan perasaan tegang dan sakit. Pengeluaran air susu ke duktus lactiferus oleh Penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg pada saat klien merubah posisi dari berbaring ke duduk lebih disebabkan oleh refleks

kontraksi sel-sel mioepitel tergantung pada sekresi oksitosin dan rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Perubahan uterus Involusi uterus terjadi segera setelah melahirkan. Tinggi fundus uteri pada saat plasenta lahir 1 - 2 jam setinggi 1 jari di atas pusat, 12 jam setelah melahirkan tinggi fundus uteri pertengahan pusat dan sympisis, pada hari ke sembilan uterus tidak teraba lagi. Bersama involusi uterus ini teraba terdapat pengeluaran lochea. Lochea pada hari ke 1 - 3 berwarna merah muda (rubra), pada hari ke 4 - 9 warna coklat / pink (serosa), pada hari ke- 9 warna kuning sampai putih (alba). Perubahan dinding vagina Segera setelah melahirkan dinding vagina tampak edema, memar serta rugae atau lipatanlipatan halus tidak ada lagi. Pada daerah perineum akan tampak goresan akibat regangan pada saat melahirkan dan bila dilakukan episiotomi akan menyebabkan rasa tidak nyaman. ADAPTASI PSIKOLOGI PADA MASA POST PARTUM I. Adaptasi Psikologi Ibu Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati masa transisi. Masa transisi pada post partum yang harus diperhatikan perawat adalah : 1. Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan dan terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah, anak. Kala ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru. 2. Bonding Attachment atau ikatan kasih Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan. Bonding adalah suatu istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak. Sedangkan attachment adalah suatu keterikatan antara orang tua dan anak. Peran perawat penting sekali untuk memikirkan bagaimana hal tersebut dapat terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut. Perubahan psikologis pada klien post partum akan dikuti oleh perubahan psikologis secara simultan sehingga klien harus beradaptasi secara menyeluruh. Menurut klasifikasi Rubin terdapat tiga tingkat psikologis klien setelah melahirkan adalah : Taking In

Suatu periode dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri, tergantung pada orang lain. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya. Dia sangat membutuhkan orang lain untuk membantu, kebutuhannya yang utama adalah istirahat dan makan. Selain itu ibu mulai menerima pengalamannya dalam melahirkan dan menyadari bahwa hal tersebut adalah nyata. Periode ini berlangsung 1 - 2 hari. Menurut Gottible, ibu akan mengalami proses mengetahui/menemukan yang terdiri dari : 1. Identifikasi Ibu mengidentifikasi bagian-bagian dari fisik bagyi, gambaran tubuhnya untuk menyesuaikan dengan yang diharapkan atau diimpikan. 2. Relating (menghubungkan) Ibu menggambarkan anaknya mirip dengan anggota keluarga yang lain, baik dari tingkah lakunya dan karakteristiknya. 3. Menginterpretasikan Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan yang dirasakan.

Pada fase ini dikenal dengan istilah fingertip touch Taking Hold Periode dimana terjadi perpindahan dari keadaan ketergantungan keadaan mandiri. Perlahanlahan tingkat energi klien meningkat merasa lebih nyaman dan mulai berfokus pada bayi yang dilahirkan. Klien lebih mandiri, dan pada akhirnya mempunyai inisiatif untuk merawat dirinya, mampu untuk mengontrol fungsi tubuh, fungsi eliminasi dan memperhatikan aktifitas yang dilakukannya setiap hari. Jika ibu merawat bayinya, maka ia harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi ASI. Selain itu, ibu seharusnya tidak hanya mengungkapkan keinginannya saja akan tetapi harus melakukan hal tersebut, misalnya keinginan berjalan, duduk, bergerak seperti sebelum melahirkan. Disini juga klien sangat antusias merawat bayinya. Pada fase ini merupakan saat yang tepat untuk memberikan pendidikan perawatan utnuk dirinya dan bayinya. Pada saat ini perawat mutlak memberikan semua tindakan keperawatan seperti halnya menghadapi kesiapan ibu menerima bayi, petunjuk-petunjuk yang harus diikuti tentang bagaimana cara mengungkapkan dan bagaimana mengaturnya. Perawat harus berhati-hati dalam memberikan instruksi dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Apabila klien merasa tidak mampu berbuat seperti yang diperbuat oleh perawat, maka perawat harus turun langsung membantu ibu dalam melaksanakan kegiatan / tugas yang nyata (setelah pemberian demonstrasi yang penting) dan memeberi pujian untuk setiap tindakan yang tepat. Bila ibu sudah merasakan lebih nyaman, maka ibu sudah masuk dalam tahap ke- 2 maternal

touch, yaitu total hand contact dan akhirnya pada tahap ke- 3 yang disebut enfolding. Dan periode ini berlangsung selama 10 hari. Letting Go Pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya sendiri dan mulai disibukan oleh tanggung jawabnya sebagai ibu. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah. Pada fase ini ibu mengalami 2 perpisahan, yaitu : Mengerti dan menerima bentuh fisik dari bayinya Melepaskan peran ibu sebelum memiliki anak, menjadi ibu yang merawat anak.

Post partum Blues Pada fase ini , terjadi perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron yang menurun, selain itu klien tidak siap dengan tugas-tugas yang harus dihadapinya. Post partum blues biasanya terjadi 6 minggu setelah melahirkan. Gejala yang tampak adalah menangis, mudah tersinggung, gangguan nafsu makan, gangguan pola tidur, dan cemas. Bila keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan klien tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan tugasnya, maka keadaan ini dapat menjadi serius yaitu keadaan post partum depresi. II. Adaptasi Psikologis Ayah Respon ayah pada masa sesudah klien melahirkan tergantung keterlibatanya selama proses persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah, ingin selalu dekat dengan isteri dan anaknya, tetepi kadang-kadang terbentur dengan peraturan rumah sakit. III. Adaptasi Psikologis Keluarga Kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan perubahan peran dan hubungan dalam keluarga tersebut, misalnya anak yang lebih besar menjadi kakak, orang tua menjadi kakek / nenek, suami dan isteri harus saling membagi perhatian. Bila banyak anggoata yang membantu merawat bayi, maka keadaan tidaklah sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara klien harus ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.

DAFTAR KEPUSTAKAAN Bobak and Jansen (1984), Etential of Nursing. St. Louis : The CV Mosby Company Hawkins, J.W. and Gorsine, B. (1985), Post Partum Nursing, New York: Springen Nelson J.P. and May, K.A.(1986), Comprehensive Maternity Nursing. Philadelphia : J.B. Lippincot Company. Reeder,S.J. et al.(1983), Maternity Nursing, Philadelphia : J.B. Lippincot Company.

Anda mungkin juga menyukai