Anda di halaman 1dari 4

Pada reaksi Mollisch, terdapat perbedaan kesamaan dengan teori.

Berdasarkan teori adanya karbohidrat ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna ungu. Cincin ungu ini terbentuk karena adanya reaksi antara furfural (karbohidrat yang telah mengalami kondensasi) dengan pereaksi molisch. sedangkan berdasarkan hasil percobaan tidak terlihat adanya cincin ungu. Yang terlihat adalah terbentuknya cincin cokelat. Namun cincin cokelat ini pun pada akhirnya disimpulkan sebagai indikasi adanya karbohidrat dalam sampel. Adanya perbedaan warna cincin yang terbentuk diperkirakan disebabkan oleh ketidakmurnian sampel yaitu adanya senyawa lain yang mungkin mampu bereaksi pula dengan pereaksi molisch sehingga yang dihasilkan adalah cincin cokelat. Selanjutnya dilakukan uji benedict yang bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya gula pereduksi dalam sampel ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata. Endapan merah bata ini terbentuk dari hasil reduksi Cu2+ yang ada dalam pereaksi benedict menjadi Cu+ dalam bentuk Cu2O (endapan merah bata). Reaksi reduksi ini terjadi karena adanya reduktor. Dalam hal ini yang bertindak sebagai reduktor adalah karbohidratnya/gula pereduksi. Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa dalam sampel pengujian terbentuk endapan merah bata setelah dipanaskan yang mengindikasikan bahwa pada sampel mizone positif mengandung gula pereduksi. Pada uji Barfoed pereaksi Barfoed merupakan campuran kupriasetat dengan asam asetat. Uji Barfoed juga dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya gula pereduksi dalam sampel. Selain itu uji barfoed juga dapat membedakan antara gula pereduksi dari golongan monosakarida dan disakarida. Ketika sampel ditambahkan peraksi Barfoed dan dipanaskan belum terlihat adanya endapan merah bata pada menit ke 3 dan ke 4. Pada menit ke8-13 sampel mengalami perubahan yaitu terbentuknya endapan berwarna merah bata pada dasar tabung reaksi Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses reduksi Cu2+ menjadi Cu+ dalam bentuk Cu2O (endapan merah bata) mengindikasikan bahwa dalam sampel tersebut positif mengandung disakarida karena karbohidrat golongan disakarida akan memberikan reaksi yang sangat lambat dalam suasana asam. Selain dengan melakukan uji benedict dan barfoed uji asam musat pun memiliki tujuan untuk mengidentifikasi ada/tidaknya gula pereduksi dalam sampel. Pada ujia ini terjadi rekasi oksidasi pada karbohidrat menjadi asam onat dan asam pikrat (larutan berwarna kuning) menjadi asam pikramat (larutan berwarna merah). Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa setelah dilakukan pemanasan pada sampel yang telah ditambahkan pereaksi asam pikrat warna larutannya menjadi berwarna merah. Hal ini mengindikasikan dalam sampel yang dianalisis positif mengandung gula pereduksi yaitu glukosa. Pengujian selanjutnya yang dilakukan adalah uji iodium yang bertujuan untuk membuktikan ada/tidaknya polisakarida dalam sampel yang dianalisis. Pada uji iodium ini sampel yang telah ditambahkan pereaksi iodium tidak memberikan perubahan apapun pada larutannya (larutannya berwarna seperti warna pada pereaksinya) sehingga pada hasil ini membuktikan tidak adanya polisakarida dalam sampel yang dianalisis (negatif). Selanjutnya dilakukan analisis terhadap ada/tidaknya ketosa dalam sampel dengan menggunakan tes Seliwanoff. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh larutan yang berwarna merah dari larutan yang tak berwarna (sampel+pereaksi seliwanof) yang melalui proses pemanasan. Larutan yang berwarna merah ini mengindikasikan bahwa terdapat fruktosa dalam sampel karena hanya fruktosa yang menghasilkan warna larutan yang sepsifik. Hal ini pun membuktikan bahwa dalam sampel yang dianalisis positif mengandung ketosa.

Setelah menentukan golongan-golongan dari karbohidratnya selanjutnya dilakukan tes lainnya yang bisa mendukung dalam analisis kualitatif karbohidrat dalam sampel mizone antara lain tes Fenilhidrazin/osazon, inversi sukrosa, tes iodium untuk kanji dan fermentasi. Pada uji/tes fenilhidrazin/osazon dilakukan untuk membedakan macam-macam karbohidrat dari morfologi kristalnya. Senyawa karbohidrat yang mungkin terdapat dalam sampel dapat membentuk osazon setelah dipanaskan dengan manmbahkan pereaksi fenilhidrazin ke dalam sampelnya. Berdasarkan hasil percobaan didapatkan osazon yang berwarna kuning dengan morfologi kristalnya berupa jarum. Morfologi kristal ini mengindikasikan sampel yang dianalisis positif mengandung monosakarida. Tes selanjutnya yang bisa memperkuat dugaan sementara dari hasil analisis kualitatif lainnya yaitu inversi sukrosa. dengan dilakukannya inversi sukrosa ini dapat membuktikan ada/tidaknya sukrosa dalam sampel dengan cara hidrolisis sampel kemudian menguji hasil hidrolisis dengan tes barfoed. Hidrolisis dilakukan agar sukrosa terhidrolisis menjadi monomer-monomernya yang akan positif bila diuji dengan tes benedict atau barfoed. Dari hasil percobaan didapatkan bahwa setelah sampel dihidrolisis dan di uji menggunakan pereaksi barfoed memberikan hasil berupa terbentuknya endapan berwarna merah bata yang mengindikasikan adanya gula pereduksi yang merupakan penyusun sukrosan tersebut yaitu glukosa sehingga adanya endapan berwarna merah bata ini mengindikasikan bahwa sampel positif mengandung sukrosa. Tes yang dilakukan selanjutnya yaitu tes iodium untuk kanji. Tes ini bertujuan untuk Untuk lebih memperjelas jenis karbohidratnya dilakukan tes yang terakhir yaitu tes fermentasi yang bertujuan untuk membedakan antara glukosa dan galaktosa. Pada tes fermentasi ini adanya gelembung merupakan pembeda antara glukosa dan galaktosa. Dari hasil percobaan didapatkan adanya gelembung pada saat ragi ditambahkan ke dalam sampel. Hal ini mengindikasikan bahwa sampel positif mengandung glukosa. Selain dilakukan analisis secara kualitatif, dilakukan pula analisis kuantitatif untuk mengetahui kadar gula dalam sampel tersebut. pada percobaan ini, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada metode Luff Schoorl ini dilakukan analisis terhadap kadar gula pereduksi yang mungkin ada dalam sampel tersebut. sebelum dilakukan analisis terhadap sampelnya, terlebih dahulu dibuat pereaksi Luff Schoorl sehari sebelum analisis kuantitatif dilakukan karena larutan Luff Schoorl tidak bisa langsung digunakan melainkan harus didiamkan terlebih dahulu selama satu malam. Larutan Luf-Schoorl merupakan campuran dari larutan natrium karbonat, larutan asam sitrat dan larutan CuSO4. Pada proses pembuatan larutan Luff Schoorl ini yang harus diperhatikan adalah proses pelarutan natrium karbonat dengan aquades karena natrium karbonat termasuk senyawa yang sukar larut sehingga harus dilakukan teknik untuk mempercepat proses pelarutannya, antara lain dilakukan pemanasan pada pelarut sebelum natrium karbonat dilarutkan ke dalamnya dan terus dipanaskan selama proses pelarutan, dilakukan pengadukan agar kemungkinan untuk

molekulnya saling bertumbukan semakin besar, dan natrium karbonat yang dilarutkan harus sedikit demi sedikit. Pada proses pelarutan natrium karbonat, tidak seluruhnya natrium karbonat terlarut dalam aquades karena larutannya sudah jenuh sehingga prose pemanasan dan pengadukan pun dihentikan dan larutan dibiarkan agar dingin. Setelah dingin ditambahkan asam sitrat kemudian ditambahkan larutan CuSO4. saat proses pencampuran larutan CuSO4 ke dalam larutan lainnya, terbentuk endapan berwarna putih diatas larutannya. Namun, setelah diaduk endapan itu pun larut sehingga hasil yang didapatkan untuk larutan Luff-Schoorl ini adalah larutan berwarna biru tua. Untuk analisis kuantitatif metode Luff Schoorl, selian dibutuhkan larutan Luff-Schoorl, juga dibutuhkan larutan Natrium tiosulfat 0.1 N. larutan natrium tiosulfat ini merupakan larutan standar sekunder sehingga diperlukan adanya standarisasi menggunakan larutan KIO3 sebelum larutan ini digunakan. Hasil standarisasi menunjukkan bahwa larutan natrium tiosulfat yang telah dibuat memiliki konsentrasi sebesar 0.0476 N. Sampel yang akan dianalisis diukur dalam satuan berat karena hasil analisis akan dibandingkan dengan table Luff Schoorl yang menyatakan kesetaraan untuk volume natrium tiosulfat dengan massa gula pereduksi. Adapaun massa yang ditimbang untuk analisis ini yaitu 5,008 g. kemudian dilarutkan dengan aquades hingga volumenya 50 mL. Dari sampel tersebut, yang dianalisis hanya 25 mL dengan ditambahkan 25 mL larutan Luff Schoorl. Larutan Luff Schoorl (Cu2+) yang ditambahkan ke dalam sampel akan direduksi oleh gula pereduksi yang diperkirakan terdapat dalam sampel mizone menjadi Cu+ dalam bentuk Cu2O (endapan merah bata). proses reduksi melibatkan pemanasan agar gula pereduksinya dapat dengan cepat mereduksi Cu2+ yang ada pada larutan Luff Schoorl. Persamaan reaksinya adalah: R-COH + 2CuO Cu2O +R-COOH Pada pemanasan pertama, larutan menjadi berwarna merah seluruhnya sehingga dilakukan penambahan kembali larutan Luff Schoorl ke dalamnya. Hal yang sama terjadi pada pemanasan yang kedua dan ketiga sehingga dilakukan kembali penambahan larutan Luff Schoorl kemudian dihasilkanlah larutan berwarna biru dan endapan merah bata. Volume total dari larutan Luff Schoorl yang digunakan adalah 100 mL. Setelah proses pemanasan, larutan tersebut didinginkan dan dititrasi dengan larutan natrium tiosufat (titrasi iodometri). Titrasi iodometri ini digunakan untuk menentukan jumlah I2 yang masih tersisa. Banyaknya natrium tiosulfat yang digunakan untuk mentitrasi I2 akan sebanding dengan banyaknya Cu dalam sampel yang dianalisis. Hal ini berdasarkan pada persamaan berikut: H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O CuSO4 + 2 KI CuI2 + K2SO4 2CuI2 Cu2I2 +I2 I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI

Pada proses titrasi ini (iodometri) sangat sulit untuk menentukan titik akhir titrasi karena perubahan warna yang terjadi tidak terlalu signifikan yaitu dari larutan berwarna kuning menjadi tak berwarna. dalam hal ini pada titik akhir titrasi dihasilkan larutan berwarna putih keruh karena adanya endapan yang ikut tertitrasi. Oleh karena itu, diperlukan adanya indicator untuk menentukan titik akhir titrasinya. Adapun indicator yang digunakan yaitu indicator amilum. Indicator amilum akan membentuk kompleks dengan I2 (kompleks amilum-I2) yang berwarna biru sehingga titik akhir titrasinya mudah diamati. dari hasil percobaan, volume natrium tiosulfat yang dipakai untuk mentitrasi analit yaitu 26.1 mL. berdasarkan hasil perhitungan didapatkan kadar gula pereduksi dalam sampel sebesar %

Anda mungkin juga menyukai