Anda di halaman 1dari 14

1. 1 Mekanisme Pertahanan dari Gingiva 1.1.

1 Cairan Sulcular Keberadaan dari cairan sulcular atau gingival crevicular fluid (GCF) sudah diketahui sejak abad 19 tetapi komposisinya dan mungkin peranannya dalam mekanisme pertahanan bagian mulut dijelaskan oleh Waerhaug dan Krasse pada tahun 1950an. Studi selanjutnya, Brill mengkonfirmasi keberadaan dari GCF dari manusia dan menganggap itu transudate. Pada ginggiva normal, sedikit atau tidak sama sekali cairan yang terkumpul.Saat ini, ketertarikan dalam test untuk mendeteksi atau memprediksi penyakit periodontal sudah dihasilkan dalam banyak penelitian mengenai komponen-komponen, asal, dan fungsi dari GCF. Metode Pengumpulan Rintangan yang paling susah kebanyakan ketika mengumpulkan GCF adalah kelangkaan dari material yang dapat dijumpai pada sulcus. Beberapa teknik pengumpulan sudah dicoba. Beberapa metode termasuk penggunaan strip kertas yang dapat menyerap, membelit benang di sekitar atau di dalam sulcus, mikropipet, dan mencuci intracrevicular. Strip kertas ditempatkan di dalam sulkus (metode intrasulkular) atau jalan masuknya (metode ekstrasulkular). Teknik Brill memasukkan sampai poket sampai resistansi terganggu. Metode ini memperlihatkan ukuran dari iritasi epitel sukular yang dapat menyebabkan aliran dari cairan. Untuk meminimalkan iritasi ini, Loe dan Holm- Pedersen menempatkan strip kertas pada jalan masuk dari poket atau melebihi dari jalan masuk poket. Dengan cara ini, cairan akan diserap keluar dan diangkat oleh strip tersebut, tetapi sulkular epitelium tidak berkontak dengan strip kertas. Teknik membelitkan benang digunakan oleh Weinsten. Benang ditempatkan pada celah ginggival di sekitar gigi, dan jumlah dari cairan terkumpul dan dihitung dengan menimbang sampel benang. Penggunaan mikropipet memungkinkan pengumpulan cairan dengan kapilaritas. Tabung kapiralitas dengan panjang dan diameter yang sudah distrandardisasi ditempatkan pada poket, isinya akan disentrifugasi dan dianalisis.

Cravicular Washing digunakan untuk studi GCF dengan normal ginggiva. Satu metode menggunakan alat yang berupa lempeng akrilik yang menutupi maksila dengan tepi lembut dan memiliki groove pada tepi ginggiva, yang disambungkan pada empat tabung pengumpul. Pencucian dilakukan dengan membilas area crevicular dari satu sisi kelainnya, dengan pompa peristaltik. Jumlah Jumlah dari GCF yang terkumpul pada strip kertas dapat dihitung dengan berbagai cara. Bagian yang basah dapat dibuat lebih terlihat dengan memberikan ninhidrin; kemudian diteliti dengan mikroskop atau kaca pembesar. Metode elektronik dengan mengukur cairan yang terkumpul pada blotter (periopaper), menggunakan mesin elektronik (Periotron, Harco Eletronics). Kelembaban dari strip kertas mengakibatkan aliran dari arus listrik dan memberikan hasil digital. Perbandingan dari kedua teknik diatas menunjukkan hasil yang sama. Ukuran dari GCF yang terkumpul sangat sedikit. Penghitungan diperlihatkan oleh Cimasoni bahwa strip kertas dengan lebar 1.5 mm dan dimasukkan 1mm ke dalam sulkus ginggiva pada ginggiva yang sedikit inflamasi menyerap sekitar 0.1 mg dari GCF selama 3 menit. Komposisi Komponen GCF dapat dikarakteristikan berdasarkan protein individual, antibodi dan antigen yang spesifik, dan enzim dengan beberapa spsifikasi. GCF juga terdiri dari beberapa elemen selular. Beberapa penelitian berusaha menggunakan GCF untuk mendeteksi penyakit yang sedang aktif atau memprediksi resiko dari penyakit periodontal. Sejauh ini, lebih dari 40 komponen ditemukan pada GCF sudah dianalisis, tetapi asal mereka belum diketahui secara tepat. Bagian- bagian ini mungkin berasal dari organisme atau diproduksi oleh bakteri pada celah ginggiva, tetapi asal mereka susah dijelaskan, contoh glucuronidase, enzim lisosom, dan asam laktatdehidrogenase, enzim sitoplasmik. Asal kolagen mungkin dari fibroblas, PMNs, atau kolagen yang disekresikan oleh bakteri. Mayoritas elemen dari GCF yang dideteksi sejauh ini enzim, tetapi ada juga yang bukan enzim. Elemen Selular

Elemen selular ditemukan pada GCF temasuk bakteri, epitelial sel yang terkelupas, leukosit (PMNs, limfosit,monosit/ makrofag), yang bermigrasi di seluruh sulcula epitelium. Elektrolit Potasium, sodium, dan kalsium sudah dipelajari didalam GCF. Kebanyakan penelitian menunjukkan korelasi positif kalsium dan sodium konsentrasi dan sodium/potasium rasio dengan inflamasi. Bahan-bahan Organik Karbohidrat dan protein sudah diteliti. Glukosa hexosamin dan asam hexuronik ditemukan pada GCF. Glukosa darah kedarnya tidak berkorelasi dengan glukosan dalam GCF; konsentrasi glukosa pada GCF tiga atau empat kali lebih tinggi daripada glukosa pada serum. Interpretasi ini tidak hanya ditemukan pada jaringan yang berdekatan, tetapi terdapat pada flora dari mikroba lokal. Total protein pada GCF lebih sedikit dari serum. Tidak ada korelasi yang signifikan antara konsantrasi protein di GCF dan keparahan dari ginggivitis, kedalaman poket, atau luasnya kehilangan tulang. Produk metabolisme dan bakteri diidentifikasi pada GCF termasuk asam laktat, urea, hidroksiprolin, endotoksin, subtansi sitotoksik, hidrogen sulfida, dan faktor antibakterial. Metodologi untuk menganalisa komponen GCF bervariasi sesuai perbedaan komponen-komponen tersebut. Contoh fluorometri untuk mendeteksi metaloprotein, enzym-linked immunoabsorbbent assay untuk mendeteksi kadar enzim dan interleukin-1; radioimmunoassays untuk mendeteksi unsur turunan xyclooxygenase dan prokolagen III; high-pressure liquid chromatography (HPLC) untul mendeteksi timidazole; dan test immunodot secara langsung dan tidak langsung untuk mendeteksi acute-phase ptotein. Aktifitas Selular dan Humoral dalam Gingival Crevicular Fluid Mengamati penyakit periodontal merupakan hal yang membingungkan karena sangat sedikit prosedur noninvasive yang dapat mengikuti awal dan

perkembangan penyakit. Analisis GCF terutama dalam kesehatan dan penyakit mungkin bisa sangat berguna karena kesederhanaan GCF dan karena GCF bisa diamati dengan metode noninvasive. Analisis GCF diidentifikasi baik respon sel dan humoral untuk kesehatan individual dan juga penyakit periodontal. Respon imunitas selular denga adanya sitokinin, tetapi tidak jelas adanya petunjuk antara sitokinin dan penyakit. Meskipun begitu, interleukin 1- alfa dan interleukin 1beta diketahui meningkatkan PMNs dan monosit/makrofag kepada endotelial sel , menstimulasi produksi dari protaglandin E2 (PGE2), dan melepaskan enzim lisosom, kemudian menstimulasi resorpsi tulang. Bukti juga mengindikasi keberadaan dari interferon- di GCF, yang mungkin mempunyai peran protektif pada penyakit periodontal karena kemampuannya mencegah resorpsi tulang. Penelitian yang membandingkan antibodi pada celah ginggiva dengan antibodi pada serum menunjukkan spesifik mikroorfanisme tidak memberikan bukti bahwa ada signifikansi terdapatnya antibodi pada GCF di penyakit periodontal. Walaupun peranan antibodi di mekanisme pertahanan ginggival susah diketahui, disepakati bahwa pada penyakit periodontal, (1) reduksi pada respon antibodi merugikan, dan (2) antibodi respon memiliki peran protektif. Pengertian Klinis Dikatakan sebelumnya, GCF adalah eksudat pada inflamasi. Keberadaannya pada sulkus normal dapat dijelaskan karena ginggiva yang terlihat normal secara klinis memperlihatkan adanya inflamasi saat pemeriksaan mikroskopis. Jumlah GCF bertambah banyak saat terjadi inflamasi dan terkadang proporsinya memperlihatkan tingkat keparahan inflamasi. Produksi GCF tidak bertambah karena trauma oklusi, tetapi bertambah karena pengunyahan makanan keras, menggosok gigi dan tekanan pada ginggival, ovulasi, hormonal kontrasepsi, dan merokok. Faktor lain yang berpengaruh terhadap jumlah GCF adalah circadian periodicity berpengaruh adalah : 1. Circadian Periodicity. Terjadi peningkatan bertahap dalam jumlah GCF dari pukul enam pagi sampai pukul sepuluh malam dan menurun setelah itu. dan terapi periodontal. Dibawah ini faktor-faktor yang

2. Hormon Seksual. Hormon seksual wanita meningkatkan GCF, mungkin karena permeabilitas vaskularnya bertambah besar. Kehamilan, ovulasi, dan kontrasepsi hormonal semuanya meningkatkan produksi cairan ginggival. 3. Stimulasi Mekanis. Mengunyah dan menggosok gigi dengan sangat kuat menstimulasi aliran dari GCF. Bahkan stimulasi kecil dengan memberikan strip kertas dapat memperlihatkan kenaikan produksi cairan. 4. Merokok. Merokok memproduksi secara singkat, tetapi jelas

meningkatkan aliran GCF. 5. Terapi Periodontal. Terdapat peningkatan produksi GCF selama periode penyembuhan setelah operasi periodontal. 6. Obat-obatan pada Gingival Crevicular Fluid. Seluruh GCF yang diekskresikan oleh obat-obatan dapat berguna saat terapi periodontal. Bader dan Goldgaber mendemonstrasikan pada anjing bahwa tetrasiklin diekskresikan pada GCF; penemuan ini menyebabkan penelitian lebih jauh yang memperlihatkan konsentrasi tetrasiklin dibandingkan dengan serum. Metronidazole antibiotik lainnya yang ditemukan dalan GCF manusia. 1.1.2 Leukosit pada Daerah Dentogingival Leukosit ditemukan secara klinis pada sulkus ginggival yang sehat pada manusia atau binatang percobaan. Leukosit ditemukan terutama pada PMNs. Mereka terlihat pada secara ekstravaskular dengan jumlah sedikit pada jaringan penghubung yang berdekatan dengan bagian bawah sulkus; darisana, mereka menyeberangi epitelium ke sulkus dimana mereka dikeluarkan. Leukosit terdapat pada sulkus ketika pada irisan histologis dari jaringan sekitarnya bebas dari inflamsi. Perbedaan jumlah leukosit secara klinis pada sulkus manusia sehat terlihat 91.2 %- 91.5% PMNs dan 8.5- 8.8 % sel mononuklear. Sel mononuklear diidentifikasi sekitar 58% limfosit B, 24 % limfosit T, dan 18% mononuklear fagositosit. Rasio limfosit T dan limfosit B ditemukan berkebalikan pada darah 3 : 1 dengan pada serum 1 : 3 pada GCF. Leukosit

distimulasi oleh bakteri plak yang berbeda, tetapi dapat ditemukan di bagian dentoginggival hewan dewasa yang bebas kuman. Leukosit diketahui berada pada gingiva sehat yang secara mekanis tidak teriritasi , mengindikasikan ahwa perpindahan mereka secara independen akibat dari kenaikan permeabilitas vaskular. Mayoritas sel ini dapat hidup terus, fagosit, dan bisa membunuh. Karena itu, leukosit membentuk mekanisme protektif melawan pelebaran plak ke dalam sulkus ginggival. Leukosit juga terapat di saliva. Tempat keluar utama leukosit ke dalam rongga mulut adalah sulkus ginggiva. 1.1.3 Saliva Sekresi saliva secara alami bersifat protektif karena mereka mengatur jaringan oral secara fisiologi. Saliva sangat berpengaruh pada plak dengan pembersihan permukaan mulut secara mekanis, membuffer asam yang di produksi oleh bakteri, dan dengan mengontrol aktifitas dari bakteri. Faktor Antibakterial Saliva terdiri dari banyak faktor organik dan anorganik yang mempengaruhi bakteri dan produknya di lingkungan mulut. Faktor anorganik antara lain ion-ion dan gas, bikarbonat, sodium, potasium, fosafat, kalsium, fluoride, amonium, dan karbon dioksida. Faktor organik antara lain lisosom, laktoferin, mieloperoksida, laktoperoksida, dan aglutinin seperti glikoprotein, mucin, 2-makroglobulin, fibronektin, dan antibodi. Lisosom adalah enzim hidrolisis yang memotong pertalian antara komponen struktural asam glikopeptida muramik, yang berisi bagian dinding sel bakteri in vitro. Lisosom bekerja pada bakteri positif dan juga negatif; targetnya termasuk spesies Voillenellaa dan Actinobacillus actinomycetemcomitans. Enzim tersebut secara langsung mengusir kedua spesies tersebut bila menyerang mulut. Sistem laktoperoksidase tiosinat dalam saliva diperlihatkan sebagai bakteriasidal terhadap Lactobacillus dan Streptococcus dengan mencegah akumulasi lisin dan asam glutamik, yang merupakan faktor esensial tumbuhnya bakteri. Antibakterial lainnya adalah laktoferin yang efektif melawan spesies Actinobacillus. Mieloperoksidase, hampir sama dengan peroksidase saliva,

diproduksi oleh leukosit dan bakteriasidal untuk Actinobacillus tetapi mempunyai efek mencegah pengikatan strain Actinomyces oleh hidroksiapatit. Antibodi pada Saliva Sama dengan GCF, saliva terdiri dari antibodi yang diaktivasi oleh bakteri yang berasal dari rongga mulut. Meskipun, immunoglobulins G (IgG) dan M (IgM) ada, yang paling banyak ditemukan dalam saliva adalah immunoglobulin A (IgA). Meskipun, IgG lebih banyak dalan GCF. Kelenjar saliva mayor dan minoy menghasilkan igA dan lebih sedikit igG dan IgM. GCF menghasilkan sebagian besar IgG, komplemens, dan PMNs yang mengonaktif atau melawan bakteri. Antibodi saliva terlihat tersintesis secara lokal, karena mereka bereaksi dengan bakteri yang berasal dari mulut, tetapi tidak dengan bakteri yang berasal dari saluran pencernaan. Beberapa bakteri terlihat dilapisi oleh IgA, dan deposit bakteri pada gigi berisi IgA dan IgG secara kuantitas lebih anyak sekitar 1% daripada berat kering mereka. Itu meperlihatkan bahwa antibodi IgA ada di kelenjar parotid dapat mencegah pengikatan dari Streptococcus ke epitel. Disimpulkan bahwa abtibodi dapat merusak kemampuan bakteri untuk menempel ke permukaan oral atau gigi. Enzim secara normal ditemukan di saliva berasal dari kelenjar saliva, bakteri, leukosit, jaringan oral, dan substansi yang dicerna; enzim yang terutama ada yang amilase. Beberapa enzim yang bertambah saat terjadi penyakit periodontal: hialuronidase dan lipase, -glukuronidase dan kondroitin sulfat, asam amino dekarboksilat, katalase, peroksidase, dan kolagenase. Enzim proteolitik di saliva berasal dari host dan akteri oral. Enzim ini diakui sebagai kontributor pada saat awal yang perkembangan dari penyakit periodontal. Untuk melawan enzim ini, saliva mempunyai antiprotease yang mencegah protease sistein seperti satepsin dan antileukoprotease yang menghambat elastase. Antiprotease yang lain, diidentifikaso sebagai tissue inhibitor of matrix metalloproteinase (TIMP), diperlihatkan untuk menghambat akitifitas dari collagen-degrading enzymez. Glikoprotein dan hliko lipid ada dalam mamalia terlihat bertugas sebagai reseptor untuk pengikatan beberapa virus dan bakteri. Kesamaan antara glikoprotein dan komponen dari epitel menunjukkan

bahwa sekresi secara kompotitif menghambat perlekatan antigen dan membatasi pertumbuhan yang patologis. Buffer Saliva dan Faktor Koagulasi Pemeliharaan secara fisiologi konsentrasi ion hidrogen (pH) pada permukaan mukosa epitalial dan pemukaan gigi merupakan peranan penting dari buffer saliva. Efe yang terutama mempunyai hubungan setelah diteliti adalah karies gigi. Buffer yang paling penting dalam saliva adalah asam bikarbonat. Saliva juga mempunyai faktor koagulasi (faktor VIII, IX, and X; plasma thromboplastin antecedent [PTA]; Hageman factor) yang mempercepat koagulasi darah dan mencegah invasi bakteri ke dalam luka. Enzim aktif fibrinolisis juga ada. Leukosit Saliva mempunyai semua bentuk dari leukosit, yang terutama adalah PMNs. Jumlah PMNs berbeda secara pribadi manusia pada waktu yang berbeda pula dan bertambah pada saat gingivitis. PMNs menjangkau rongga mulut dengan bermigrasi keseluruh sulkus gingival. PMNs yang ada pada saliva terkadang diartikan sebagai orogranulocyetes. Beberapa peneliti migrasi dari PMNs tersebut berkorelasi dari tingkat keparahan dari inflamasi gingival dan karena itu merupakan index yang dapat dipercaya untuk memeriksa gingivitis. Peranan pada Patologis Periodontal Saliva memiliki perana penting dalam mengatasi permulaan plak, proses terbentuknya, dan metabolisme. Aliran saliva dan komponennya mempengaruhi pembentukan sulkus, karies, dan penyakit periodontal. Pengambilan kelenjar saliva pada binatang secara signifikan meningkatkan timbulnya dental karies dan penyakit periodontal dan memperlama penyembuhan luka. Pada manusia, kenaikan inflamasi dari penyakit gingival, karies gigi, dan destruksi gigi yang sangat cepat ditambah karies pada serviks dan sementm adalah konsekuensi secara parsial dari berkurangnya sekresi saliva ( xerostomia). Xerostomia dapat terjadi akibat siololithiasis, sarcoidosis, Sjogrens sindrom, penyakit ,ikuliczs, irradiasi, pengambilan kelenjar saliva, dan faktor-faktor lainnya.

1.2 Inflamasi Gingiva Perubahan patologis pada gingivitis dihubungkan dengan jumlah mikrorganisme dalam sulkus gusi. Organisme ini memiliki kemampuan untuk mensintesis produk (kolagenase, hialuronidase, protease, kondrotin sulfatase, atau emdotoksin) yang menyebabkan kerusakan pada epithelial dan jaringan ikat, juga kandungan interselular seperti kolagen, substansi dasar, dan glikokaliks ( cell coat). Hal ini mengakibatkan perluasan ruang antara sel-sel epithelial junction selama gingivitis awal yang memungkinkan agen infeksi diperoleh dari bakteri untuk mendapat jalan masuk ke jaringan ikat. Meskipun penelitian luas, kita masih tidak dapat membedakan secara tepat antara jaringan gusi normal dengan initial stage dari gingivitis. Kebanyakan biopsi dari gingival normal manusia secara klinis mengandung sel-sel inflamasi yang predominan terdiri dari sel-sel T, dengan sangat sedikit sel B atau plasma sel. Sel-sel ini tidak merusak jaringan, tetapi mereka akan menjadi penting pada saat merespon bakteri atau substansi lain yang mengganggu gingival. Dibawah kondisi normal, karena itu, aliran konstan neutrofil bermigrasi dari pembuluh darah flexus gingival melewati epitel junction, ke margin gingival, dan kedalam sulkus gingival kavitas oral. 1.2.1 Stage I Gingivitis: Inisial Lesion Manifestasi pertama dari inflamasi ginggiva adalah perubahan vaskularisasi yaitu dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan inflamasi awal ini terjadi, dalam respon terhadap aktivasi mikroba dari resident leukosit dan stimulasi dari sel endothelial. Secara klinis, respon awal ginggiva terhadap bakteri plak ini tidak kelihatan. Secara mikroskopik, beberapa ciri klasik inflamasi akut dapat dilihat pada jaringan ikat dibawah epithelial junction. Ciri morfologi perubahan pembuluh darah (pelebaran kapiler dan venula) dan adheren dari neutofil terhadap dinding pembuluh (marginasi) terjadi dalam 1 minggu dan kadang-kadang lebih cepat 2 hari setelah plak dapat terakumulasi. Leukosit, Polymorphonuclear Neutrophils

(PMN`s) utama, meninggalkan pembuluh darah kapiler dengan bermigrasi melewati dinding ( diapedesis, emigrasi ). Mereka dapat terlihat dalam jumlah banyak pada jaringan ikat, epithelial junction, dan sulkus gusi. Eksudat dari cairan sulkus ginggiva dan protein serum ekstravaskular terdapat disini. Bagaimanapun, penemuan ini tidak diiringi dengan manifestasi dari kejelasan kerusakan jaringan pada lampu mikroskop atau level ultrastruktural; mereka tidak membentuk sebuah rembesan (infiltrate ); dan kehadirannnya tidak dipertimbangkan dalam perubahan patologi. Perubahan juga dapat terdeteksi dalam epithelial junction dan jaringan ikat perivaskuler pada tahap awal ini. Limfosit segera terakumulasi. Peningkatan pada migrasi leukosit dan akumulasinya sampai sulkus gusi dapat dikorelasikan dengan peningkatan aliran cairan ginggiva dalam sulkus. Karakter dan intensitas respon host menentukan apakah lesi inisial dapat dipecahkan secara cepat, dengan restorasi jaringan kembali ke keadaan normal, atau perlahan-lahan berkembang menjadi lesi inflamasi kronik. Jika hal ini terjadi, infiltrasi makrofag dan sel limfoid muncul dalam beberapa hari. 1.2.2 Stage II Gingivitis : The Early Lesion The early lesion berkembang dari initial lesion dalam 1 minggu setelah permulaan akumulasi plak. Secara klinis, early lesion mungkin tampak seperti gingivitis awal, yang berkembang dari inisial lesion. Seiring berjalannya waktu, tanda-tanda klinis eritema dapat terlihat, terutama proliferasi kapiler dan peningkatan formasi loop kapiler antara rete pegs atau ridges. Perdarahan pada pemeriksaan mungkin juga terjadi. Aliran cairan gingiva dan jumlah dari leukosit yang bertransmigrasi mencapai jumlah maksimum antara 6 sampai 12 hari setelah onset dari gingivitis klinik. Pemeriksaan mikroskopik gusi memperlihatkan infiltrasi leukosit pada jaringan ikat dibawah epithelial junction terdiri dari limfosit utama ( 75% dengan sel T mayor ), tetapi juga membuat beberapa migrasi neutrofil, seperti makrofag, sel plasma, dan mast sel. Semua perubahan terlihat dalam lesi inisial berlanjut ke intensitas dengan early lesion. Epithelium junction menjadi infiltrasi padat dengan

neutrofil, seperti sulkus ginggiva, dan epithelium junction mulai menunjukkan perkembangan rete pegs atau ridges. Terdapat peningkatan jumlah destruksi kolagen; 70% kolagen dihancurkan disekitar infiltrasi selular. Kelompok serat utama mengakibatkan kolagen terlihat berbentuk sirkuler dan kumpulan-kumpulan serat dentoginggiva. Perubahan pada ciri morfologi pembuluh darah juga dapat dilihat. PMN`s yang telah meninggalkan pembuluh darah karena respon terhadap stimuli kemotaktik dari komponen plak yang berjalan ke epithelium, menyebrangi lamina basalis,dan ditemukan pada epithelium dan muncul di daerah poket.. PMNs menarik bakteri dan terjadi fagositosis. PMN`s mengeluarkan lisosom berhubungan dengan ingesti bakteri. Fibroblast menunjukkan perubahan sitotoksik dengan penurunan kapasitas produksi kolagen.

1.2.3 Stage III Gingivitis : The Established Lesion Established lesion karakteristiknya berupa predominan sel plasma dan limfosit B dan kemungkinan berhubungan dengan pembentukan batas poket gingival kecil dengan poket epithelial. Sel B yang ditemukan dalam established lesion predominan oleh imunoglobin G1 (IgG1) dan G3 (IgG3). Pada gingivitis kronis (stage III), yang terjadi 2 atau 3 minggu setelah permulaan akumulasi plak, pembuluh darah menjadi engorged dan padat, vena

kembali dirusak, dan aliran darah menjadi lambat. Hasilnya adalah anoxemia ginggiva local, yang ditandai dengan adanya corak kebiru-biruan pada gusi yang merah. Ekstravasasi dari sel darah merah kedalam jaringan ikat dan terganggunya haemoglobin dalam komponen pigmen dapat juga memperdalam warna kekronisan inflamasi ginggiva. Established lesion dapat dijelaskan secara klinis selayaknya inflamasi ginggiva pada umumnya. Secara histology, reaksi inflamasi kronik dapat diobservasi. Beberapa penelitian menunjukkan inflamasi gingival kronik. Ciri kunci yang membedakan established lesion adalah peningkatan jumlah sel plasma. Sel plasma menyerbu jaringan ikat tidak hanya dibawah epithelial junction, tetapi juga jauh didalam jaringan ikat, sekitar pembuluh darah, dan antara kelompok-kelompok serat kolagen. Epithelial junction menyingkap ruangan interselular diisi dengan debris granular sel, termasuk lisosom diperoleh dari neutrofil, limfosit, dan monosit yang terganggu. Lisosom mengandung asam hidrolase yang dapat menghancurkan komponen jaringan. Epithelial junction berkembang menjadi rete pegs atau ridges yang menonjol dalam jaringan ikat, dan lamina basalis dihancurkan pada beberapa area. Pada jaringan ikat, serat kolagen dihancurkan disekitar perembesan dari plasma sel yang intact dan terganggu. Predomonan dari sel plasma menjadi karakteristik utama dari established lesion. Bagaimanapun, beberapa penelitian dari eksperimen gingivitis pada manusia telah gagal mendemonstrasikan predominansi sel plasma dalam mempengaruhi jaringan ikat, termasuk satu penelitian dalam durasi 6 bulan. Peningkatan dari proporsi sel plasma diperjelas dengan gingivitis yang tahan lama, tetapi waktu untuk perkembangan established lesion mungkin melebihi 6 bulan. Stage ini terlihat adanya hubungan terbalik antara jumlah kelompok kolagen intact dan jumlah sel-sel inflamasi. Aktivitas kolagenolitik ditingkatkan dalam jaringan gusi yang mengalami inflamasi melalui enzim kolagenase. Kolagenase secara normal berada pada jaringan gusi dan dihasilkan melalui beberapa bakteri oral dan PMN`s.

Penelitian menunjukkan bahwa inflamasi ginggiva kronik mengalami peningkatan level asam dan alkaline fosfat, -glukuronidase, -glukosidase, -galaktosidase, esterase, aminopeptida, sitokrom oksidase, elastase, laktat dehidrogenase, dan aril sulfatase, semuanya dihasilkan dari bakteri dan penghancuran jaringan. Tingkat mukopolisakarida netral diturunkan, agaknya merupakan hasil dari degradasi substansi dasar. Established lesion terdapat 2 tipe: beberapa tetap stabil dan tidak mengalami progress untuk beberapa bulan atau tahun dan yang lain menjadi lebih aktif dan berubah untuk penghancuran lesi secara progresif. Established lesion juga tampak reversible. Flora kembali dari karakteristik yang mendukung kerusakan lesi menjadi asosiasi dengan kesehatan periodontal. Persentase sel plasma menurun drastic, dan jumlah limfosit meningkat secara proporsional.

1.2.4 Stage IV Gingivitis : The Advanced Lesion Perluasan lesi kedalam tulang alveolar merupakan karakter dari stage ke empat yang disebut advanced lesion. Untuk lebih jelasnya, akan dibahas pada chapter 27 dan 28. Secara mikroskopik, terdapat fibrosis pada gingival dan manifestasi inflamasi yang menyebar dan kerusakan jaringan imunopatologi. Pada dasarnya,dalam advanced lesion, sel plasma berlanjut mendominasi jaringan ikat, dan neutrofil berlanjut mendominasi epithelial junction dan celah gingival. Gingivitis akan mengalami progress menjadi periodontitis hanya pada individu yang rentan. Bagaimanapun, apakah periodontitis dapat terjadi tanpa didahului gingivitis atau tidak, belum diketahui saat ini yang menghasilkan pembesaran tersebut.

Tabel Stage of Gingivitis

STAGE

TIME (DAY S

BLOOD VESSEL S

JUNCTIONA L AND SULCULAR EPITELIUM

PREDOMI NANT IMUNE CELL PMN`s

COLLAGE CLINICA N L FINDING S Kehilangan perivaskula r Kehilangan meningkat sekitar infiltrasi Aliran cairan gingiva Erytema; perdaraha n dalam pemeriksa an Perubahan warna, ukuran, tekstur, dll

I. Initial Lesion II. Early lesion

2-4

Dilatasi vascular

Infiltrasi oleh PMN`s Sama seperti stage I; rete peg formation; area atropik Sama seperti stage II,tapi tingkatnya lebih tinggi

4-7

Prolifera si vascular

limfosit

III. Established Lesion

14-21

Sama seperti stage II,ditamb ah stasis darah

Plasma sel

Terus kehilangan

1.3 Gambaran Klinis Gingivitis Penelitian gingivitis eksperimental memberikan fakta empiris bahwa akumulasi biofilm bakteri pada permukaan gigi bersih menghasilkan perkembangan proses inflamasi di sekitar jaringan gingival. Penelitian juga menunjukkan bahwa inflamasi local akan berlangsung selama biofilm mikroba berada berdekatan dengan jaringan gingiva, dan inflamasi mungkin dapat diatasi dengan pembersihan biofilm secara tepat.

Anda mungkin juga menyukai