Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus 4

Kasus 4 Tn. A usia 35 th, Tb 170 cm, BB saat ini 50 Kg, mengeluh lemah, lemas tidak bergairah, diare 40 hari, sering mendadak mengidap flu yang terasa seperti flu berat sampai suatu ketika hanya karena flu tersebut Tn. A nyaris pinsan. Hasil pemeriksaan lababoratorium didapatkan nilai ELISA WESTERN BLOT (+), Neutropenia, Anemia normositik normokrom, Limfosit CD4+ 180 sel/l. STEP 1 Pertanyaan: 1. Anemia normositik normokrom 2. Neutropenia 3. ELISA 4. Western Blot 5. Limfosit CD4+ 180 sel/l Jawaban: 1. Himas : Anemia normositik normokrom adalah kekurangan darah dalam jumlah dan ukuran yang normal. 2. Hasymi: Neutropenia adalah penurunan sel darah putih dalam darah. Hera: Netropenia jumlahnya yaitu 500 l darah. 3. Ike: ELISA untuk mengetahui orang tersebut mempunyai antibody HIV. Gian: ELISA bisa dilakukan setelah 12 hari. Selain itu ada lagi pemeriksaan cepat HIV yang dapat dilakukan walaupun sebelum 12 hari. Dilakukan pemeriksaan PCR yang dilakukan jika ELISA dan Westren Blot tidak memberikan hasil yang pasti. 4. Indri: Western Blot adalah pemeriksaan yang dilakukan setelah hasil ELISA menunjukan hasil positif selama 2 kali. 5. Ferdi: Limfosit CD4+ adalah sel darah putih. STEP 2 1. Mengapa AIDS menyebabkan anemia? 2. Apakah AIDS dapat merusak kulit? (Indra) (Helvi) (Fitri R.) (Hilma Z.) (Haeni) (Haeni) (Gian)

3. Mengapa AIDS dapat menyebabkan diare sampai 40 hari dan sering flu sampai mau pingsan? 4. Mekanisme HIV menginfeksi tubuh? 5. Tanda dan gejala AIDS? 6. Apa penyebab dari HIV? 7. Bagaimana penularan dan cara pencegahan HIV? 8. Bagaimana pemberian antiviral untuk penderita AIDS? 9. Bagaimana aspek nutrisi bagi penderita AIDS? 10. Pemeriksaan diagnostic apa yang lebih spesifik? 11. Apa sajakah universal precaution untuk penderita AIDS? 12. Cara perkembangbiakan virus HIV? 13. Dari manakah asal muasal virus HIV? 14. Apakah penderita HIV bisa sembuh? Bagaimana pengobatannya? 15. Asuhan keperawatan untuk klien dengan AIDS? 16. Apa komplikasi yang akan terjadi pada penderita? 17. Bagaimanakah perjalanan HIV sampai menjadi AIDS? 18. Predisposisi dan presipitasi? 19. Aspek etik dan legal pada penderita AIDS? 20. Konseling pada penderita AIDS dan keluarga? Step 3 dan 4 1. Gian : HIV masuk ke dalam tubuh menempel di sel darah putih menyerang limfosit (Ita) (Hilma) (Helvi) (Haeni) (Haeni) (Gian) (Hasymi) (Hera) (Ike) (Ferdi) (Himas) (Fitri R.) (Indri) (Ita) (Gian) (Ita) (Himas) (Indri)

T sel akan dirusak dan digantikan dengan substansi virus sel lisis anemia. 2. Ferdi : HIV menyerang banyak sistem salah satunya menyerang sistem integument. Gian : Kulit merupakan sistem imunologi yang terluar dan pertama diserang virus sehingga akan rusak. 3. Himas : Virus bisa masuk ke berbagai system, salah satunya gastrointestinal. Ketika virus masuk ke lambung, Lambung merespon dengan meningkatkan asam lambung. Virus tidak tahan dengan keadaan lambung yang terlalu asam. Kemudian virus mati dan tubuh mengeluarkan virus dari tubuh melalui feses dan timbulah diare, namun efek yang lain tubuh juga merasa mual dan muntah karena peningkatan asam lambung.

Gian

: Imun menurun bakteri masuk ke usus diare.

4. Himas : Virus HIV masuk ke dalam tubuh menyerang limfosit T virus berkembang biak mengifeksi tubuh aids. 5. Haeni : Lemah, lemas, diare. Gian Indri : Demam dimalam hari > 380 , berat badan menurun, pembesaran kelenjar limfa : Mudah terserang penyakit. diketiak, leher, dan lipatan paha. Himas : Kesadaran menurun, demam berkepanjangan sampai 2 minggu, mengeluarkan sputum berwarna hijau. Ikeu : Kulit terdapat lesi berupa benjolan. 6. Haeni : Penyebabnya yaitu virus HIV. Himas : Virus HIV- 1 kelompok M subtipe B yang ada di daerah Afrika dan Asia. 7. Hilma : Penularannya melalui seks bebas, transfuse darah, ibu yang mederita HIV dan menularkannya ke janin. Haeni : Penularannya melalui darah penderita masuk ke luka orang lain. Ferdi : Penularannya melalui ASI ibu kepada anaknya.
Hasymi : Pencegahan melalui menghindari seks bebas, hindari pemakaian jarum suntik

bersamaan. Himas : Pencegahannya melalui penggunaan kondom dan pola hidup bersih dan sehat. 8. LO 9. LO 10. LO
11. Hasymi : Universal Precaution pada pasien aids yaitu cuci tangan sebelum melakukan

tindakan, memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti, sarung tangan, masker, gown. Gian : Universal Precaution pada pasien aids jangan lupa juga memakai sepatu. Himas : Universal Precaution pada pasien aids yaitu sterilisasi alat-alat, mematahkan jarum suntik setelah dipakai atau jangan memakai jarum suntik berulang-ulang. 12. LO 13. Himas : Asal mula aids yaitu dari kera hijau di daerah afrika. Kera tersebut homo dan melakukan hubungan seksual. Kemudian virus yang berasal dari kera tersebut bermutasi dan dapat menginfeksi manusia.

14. Gian 15. LO 16. LO 17. LO 18. LO 19. LO 20. LO Main Map

: Sampai saat ini aids belum bias disembuhakan. Pengobatannya yaitu dengan

minum obat secara teratur namun obat tersebut harganya mahal.

Etik & Legal Konselin g Universal Precaution Pemeriksaan Diagnostik Asuhan Keperawatan Predisposisi & presipitasi

Asal Mula

AID S

Penyeba b Patofisiolo gi Tanda & Gejala Mekanisme HIV Komplika si Penularan & Pencegahan Pengobat an

Aspek Nutrisi

Learning Objective (LO) 1. Konsep kekebalan tubuh (Limfosit CD4+) 2. Mekanisme penurunan kekebalan tubuh (Konsep AIDS, Asal mula, Penyebab, Patofisiologi, Komplikasi, Predisposisi & Presipitasi). 3. Klasifikasi klinis pasien AIDS (Perjalanan HIV sampai AIDS, cara perkembangbiakan HIV) 4. Aspek Nutrisi. 5. Pengkajian, Diagnosa, Pengobatan dan pemberian antiviral, asuhan keperawatan. 6. Pemeriksaan diagnostik. 7. Universal Precaution. 8. Konseling.

9. Apek etik dan legal. STEP 7 (Reporting)

1. KONSEP DASAR SISTEM IMUN


Imunitas adalah respon protektif tubuh terhadap benda asing atau mikroorganisme yang menginvasinya. Ilmu tentang penyakit yang terjadi akibat disfungsi dalam sistem imun disebut imunopatologi. Pada hakekatnya system imun terbentuk dari sel-sel darah putih, sum-sum tulang dan jaringan limfoid yang mencakup kelenjar timus, limfe, lien, tonsil serta adenoid. Diantara sel-sel darah putih yang terlibat dalam imunitas terdapat limfosit B (sel B) dan limfosit T (sel T). Kedua jenis sel ini berasal dari limfoblas yang dibuat dalam sumsum tulang. Limfosit B mencapai maturitasnya dalam sumsum tulang dan kemudian memasuki sirkulasi darah, sedangkan limfosit T bergerak dari sumsum tulang ke kelenjar timus, tempat sel-sel tersebut mencapai maturitasnya menjadi beberapa jenis sel yang dapat melaksanakan fungsi yang berbeda. Struktur yang signifikan lainnya adalah kelenjar limfe, lien, tonsil, dan adenoid. Kelenjar limfe tersebar di seluruh tubuh menyingkirkan benda asing dari system limfe sebelum benda asig tersebut memasuki aliran darah dan juga sebagai pusat untuk proliferase sel imun. Lien tersusun dari pulpa rubra dan alba yang bekerja sebagai saringan. Pulpa rubra merupakan lokasi tempat sel-sel darah merah yang tua mengalami cedera dan lalu dihancurkan. Pulpa alba mengandung kumpulan limfosit. Tonsil dan adenoid serta jaringan limfatik mukoid lainnya , mempertahankan tubuh terhadap serangan mikroorganisme.

Sumsum tulang

Limfoblas

Maturasi sumsum tulang

Timus Limfosit T

Limfosit B

Sel memori

Sel plasma Sel regulator T IgG, IgA, IgM, IgD, IgE Sel helper T Antibodi Sel supresor T Sel T sitotoksik Sel efektor T

Respon humoral

Respon seluler

Gambar 1.1 Perkembangan sel-sel imun

Sistem imun terdiri dari system imun nonspesifik (alami) dan imun spefisik (di dapat). Imunitas nonspesifik ditemukan pada saat lahir, sedangkan imunitas spesifik terbentuk sesudah lahir. Imunitas Nonspesifik (Alami) Imunitas nonspesifik (alami) merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme tanpa perlu mengenali komposisi mikroorganisme tersebut. Pertahanan ini mencakup sawar (barier) fisik dan kimia, sel-sel darah putih, dan inflamasi. Sawar fisik, mencakup kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga mikroorganisme pathogen dapat dicegah agar tidak masuk ke dalam tubuh, dan silia pada traktus respiratorius bersama respon bersin dan batuk yang bekerja sebagai filter dan membersihkan saluran napas atas dari mikroorganisme pathogen sebelum mikrooranisme tersebut menginvasi tubuh dilanjut. Sawar kimia seperti getah lambung yang asam, enzim dalam air mata serta air liur (saliva) dan substansi dalam secret kelenjar sebaseas serta lakrimaris, bekerja dengan cara nonspesifik untuk menghancurkan bakteri dan jamur yang menginfeksi tubuh. Sel darah putih turut serta dalam imun humoral atau seluler. Neutrofil merupakan sel pertama yang tiba di tempat inflamasi. Eusinofil dan basofil akan meningkat jumlahnya pada saat terjadi reaksi alergi dan respon terhadap stress. Glanulosit akan memerangi serbuan benda asing dengan melepaskan mediator sel, seperti histamine, bradikinin, serta progtaglanin serta akan menelan benda asing tersebut. Leukosit nonglanuler mencakup monosit dan makrofag da

limfosit. Monosit berfungsi sebagai sel-sel fagosit (menelan, mencerna dan menghancurkan benda asing). Imunitas Spesifik (Di dapat) Terdiri atas pertahanan humoral dan pertahanan seluler. Pertahanan humoral mencakup komplemen dan interferon. Komplemen mengaktifkan pagosit dan membantu lisis bakteri dan parasit dengan jalan opsonisasi (mengenal). Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan berbagai sel manusia yang mengandung nucleus dan dilepas sebagai respon infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dengan jalan sel efektor 1 dan sel efektor 2 yang dapat dibedakan atas dasar jenis-jenis sitokin yang diproduksinya. Pertahanan seluler mencakup sel T CD4+ (TH 1 dan TH 2), sel CD8+ (sititoksit T limfosit) dan sel TS (T supresor) atau sel TR (T regulator). Limfosit CD4+ adalah sel yang menbantu mengaktivasi sel B, killer sel, dan makrofag saat terdapat antigen khusus.

2. MEKANISME PENURUNAN KEKEBALAN TUBUH


Bagaimana HIV merusak sistem kekebalan tubuh. 1. HIV yang ada di dalam darah , sperma atau cairan vagina masuk ke dalam aliran pembuluh darah seseorang, kemudian HIV menyerang sistem pertahanan tubuh (sel darah putih). 2. Setelah beberapa tahun, jumlah HIV akan terus bertambah sehingga sistem pertahanan tubuh semakin rusak. 3. Akibatnya, tubuh tidak mampu lagi menangkal serangan penyakit, bahkan penyakit ringan sekalipun, sampai akhirnya pasien meninggal. Asal mula HIV Virus HIV diyakini berasal dari kelompok Simpanse di Kamerun. Sebuah penelitian mengatakan asal muasal virus HIV ditemukan dari simpanse liar di kawasan selatan Kamerun.Virus itu disebut SIVcpz (Simian Immunodeficiency Virus dari simpanse) diduga menjadi sumber, tapi sejauh ini virus ini hanya ditemukan pada hewan peliharaan. Namun, sebuah tim peneliti internasional telah mengidentifikasi penghasil alami virus SIVcpz pada hewan yang hidup di alam liar. Diduga, virus ini menyebar pertama kali pada para pemburu simpanse. Kasus pertama ditemukan di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, pada 1930..

Gejala Awal HIV Pada awalnya sulit dikenali karena seringkali mirip penyakit ringan sehari-hari seperti flu

dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang dalam 6 minggu pertama setelah kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih, sakit sendi, skait menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening di bawah telinga, ketiak dan selangkangan. Gejala ini biasanya sembuh sendiri dan sampai 4-5 tahun mungkin tidak muncul gejala. Pada tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan pembengkakan di daerah kelenjar getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan secara cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih dari 1 bulan disertai panas badan yang hilang timbul atau terus menerus Penyebab Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu retrovirus yang termasuk famili lentivirus. Jenis retrovirus memiliki kemampuan untuk menggunakan RNAnya dan DNA sel induk untuk membuat DNA virus baru dan terkenal pula karena masa inkubasi yang lama. Seperti retrovirus lain, HIV menginfeksi tubuh, memiliki masa inkubasi yang lama (masa laten klinis) dan pada akhirnya menimbulkan tanda dan gejala AIDS. HIV menyebakan kerusakan parah pada system imun dan menghancurkannya. Ini dilakukan dengan menggunakan DNA limfosit CD4+ untuk bereplikasi. Proses inilah yang menghancurkan limfosit CD4+. HIV terdapat didalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani atau cairan vagina. Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam waktu kira-kira 5 sampai 10 tahun. Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman, tranfusi darah atau pemakaian jarun suntik secara bergantian.

Patofisiologi
Virus HIV

Tertangkap sel dendrite pada mukosa & kulit Membuat jalur ke nodus limfa Menginfeksi sel Masuk ke DNA Menginfeksi paru-paru HIV terikat dengan membrane sel T4 helper Eksudat HIV menginjeksikan 2 utas benang RNA Ganguan Inhalasi & ekhalasi ke dalam T4 helper Jalan nafas terganggu Enzim reverse transcriptase aktif Metabolism Suplai O2 res.bersihn sel nafas tak HIV memprogram ulang materi genetic Difusi O2 efektif dari sel T4 yang terinfeksi ATP tganggu double-stranded DNA Kelemahan hipoksia (DNA utas ganda) terbentuk Intoleran Sesak T4 terinfeksi di aktifkan Aktivitas Nafas Replikasi serta pembentukan tunas HIV Resiko pola dan sel T4 dihancurkan Nafas tak Efektif HIV yang baru dibentuk Sal. Pencernaan Dilepas ke plasma darah & menyebar Mukosa Bakteri Menginfeksi sel CD4+ yang lainnya Tiritasi mudah masuk CD4+ Pelepasan Imun tak ada As. Amino Kekebalan tubuh peristaltik Metabolism CD4+ < 220 sel / l sel rentan Protein absobsi absorbsi air nutrisi Virus lain masuk sel malignan BB < normal diare TBC Resiko Infeksi Virus influenza Resiko Kanker Ketidak seimbangan Gangguan Anemia inflamasi nutrisi < keb Kseimbangn Cairan IL-1 & elektrolit Hipotalamus Resiko gangguan Termogulasi Demam Set temperature

Komplikasi 1. Lesi oral. Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat. 2. Neurologik Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV) 3. Gastrointestinal Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare. 4. Respirasi Infeksi karena Pneumocystic dan Carinii, cytomegalovirus, dengan virus efek influenza, nafas pneumococcus, 5. Dermatologik strongyloides

pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis. 6. Sensorik Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri. Predisposisi dan presipitasi Presipitasi Predisposisi : Virus HIV : Stress, Imunitas menurun

3. KLASIFIKASI KLINIS
Perkembangan Penyakit Infeksi HIV ditandai dalam tiga fase: penyakit primer akut, penyakit kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis. 1. Infeksi Primer (sindrom retroviral akut) Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Hal tersebut berakibat terjadinya peningkaan jumlah virus secara cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta kopi/ml. Fase ni disertai dengan penyebaran HIV ke oragan limfoid, saluran cerna dan saluran genitalia. Setelah mencapai puncak viremia jumlah virus atau viral load menurun bersamaan dengan berkembangnya respon imunitas seluler pada pejamunya. Puncak viral load dan perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit yang simtomatik pada 60 hingga 90% pasien. Penyakit ini muncul dalam kurun waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini menyerupai glandular fever like illness dengan ruam, demam, nyeri kepala malaise dan limfadenopati luas. Gambaran sindrom retroviral akut seperti di bawah menunjukkan prognosis jelek : Penyakit primer simtomatik Penyakit primer yang lebih lama Gejala-gejala neurologis Munculnya kadidiasis oral tanda dan gejala yang lebih banyak keluhan yang lebih berat

Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi primer tidak menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya keluhan yang menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan dalam 14 hari. 2. Infeksi HIV asimtomatis/ dini Dengan menurunnya penyakit primer kebanyakan pasien mengalami masa asimtomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus berlanjut, dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami limfadenopati generalisata persisten sejak terjadinya serokonfversi akut (dikenal dengan limfadenopati pada dua lokasi non-contiguous dengan sering melibatkan rangkaian kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal) Kompliksai dermatologis biasa terjadi seperti, dermatitis sebboroik terutama pada garis rambut atau lipatan nasolabial, dan munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purputa trombositopeni idiopatik, polimiositis, sindrom Guillain-Barre dan Bells palsy dapat juga muncul pada stadium ini. 3. Infeksi Simtomatik/ antara Komplikasi dermatologis, oral dan konstitusional lebih sering terjadi pada fase ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius, komplikasi ini dapat menyulitkan pasien. Penyakit kulit seperti herpes zoster, folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum kontagiosum, dermatitis seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui sebabnya, sering dan mungkin resisten pengobatan standar. Kutil sering muncul baik pada kulit maupun pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi. Sariawan sering juga muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis oral, hairy leukoplakia oral, dan eritema ginggivalis linier. Gingivitis ulesartiv nekrotik akut, merupakan komplikasi oral yang sulit diobati. Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam, berkurangnya berat badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare berulang dapat terjadi dan menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan manifestasi yang sering terjadi. Nefropati HIV dapat juga terjadi pada stadium ini. Siklus Hidup HIV Sel induk yang terinfeksi HIV mempunyai masa hidup yang amat pendek, karena HIV terus menerus menggunakan sel ini untuk bereplikasi. Sebanyak 10 juta virion (virus individual) akan diproduksi tiap harinya. HIV pertama menyerang atau tertangkap sel dendritik di membran

mukosa dan kulit dalam 24 jam pertama setelah pajanan. Sel-sel yang terinfeksi ini kan menuju kelenjar getah bening dan akhirnya ke darah perifer dalam 5 hari setelah pajanan, di mana reoplikasi virus menjadi sangat pesat. Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu binding and entry, reverse transcription,replikasi, budding, dan maturasi. Type HIV Ada dua tipe HIV yang menyebabkan AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi secara pesat karena tingkat replikasinya tinggi. Berbagai variasi subtipe HIV-1 telah ditemukan di daerah geografis spesifik dan kelompok resiko tinggi tertentu. Seseorang dapat terinfeksi dengan subtipe yang berbeda. Berikut adalah berbagi subtipe HIV1 dan distribusi geografisnya : Subtype A: Afrika TengahC Subtype B: Amerika Selatan, Brazil, U.S.A., Thailand Subtype C: Brazil, India, Afrika Selatan Subtype D: Afrika Tengah Subtype E: Thailand, Republik Afrika Tengah Subtype F: Brazil, Romania, Zaire Subtype G: Zaire, Gabon, Thailand Subtype H: Zaire, Gabon Subtype O: Cameroon, Gabon
Subtype C saat ini merupakan penyebab lebih dari 50% infeksi Hiv baru di seluruh dunia.

4.

ASPEK NUTRISI
Gejala klinis dan keterkaitannya dengan HIV/ AIDS 1. Anoreksia dan Disfagia Untuk mengatasi anoreksia pasien harus diberika makanan meski tidak berselera. Makanan harus berpariasi dan disukai dengan porsi yang lebih kecil tapi sering, makan kapanpun saat ingin dan tidak terlalu kaku terhadap jadwal makan. Berikan minum terutama setelah makan atau diantara waktu makan tapi tidak terlalu banyak sebelum makan. Ciptakan makanan yang mengundang selera dan hindari makanan yang menghasilkan gas seperti kubis, brokoli. Jaga kebersihan mulut sebelum makan. Lakukan latihan ringan yang disukai. Hindari alcohol larena mengurangi nafsu makan dan membuat tubuh lemah.

Untuk mengatasi disfagia, berikan makanan yang lembut, banyak mengandung cairan, menggunakan sedotan untuk minum, mengunyah potongan kecil makanan untuk mengurangi disfagia dan nyeri mulut. 2. Diare Pada pasien diare, asuhan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi meliputi : - Pemeberian cairan yang adekuat, lebih dari 8 gelas sehari meliputi cairan rehidrasi oarl, jus buah, cairan oralit, dll - Makanan diberkan secar lunak dan berair - Untuk menggantikan kehilangan mineral, makan banyak sayur dan buah lunak terutam pisang, mangga, papaya, semangka, labu, jus, kentang, dan wortel - Mengonsumsi makanan yang mengandung serat terlarut misalnya nasi, maizena, roti putih, mie, dan kentang. - Mengupas dan memasak sayur serta buah agar ditoleransi lebih baik - Mengonsumsi makanan yang hangat, tidak terlalu panas atau dingin - Menghindari konsumsi makanan yang mengandung lemak karena menyababkan diare dan dapat memperburuk nausea. (FAO-WHO, 2002) 3. Sesak Nafas Jika kebutuhan makanan yang tidak terpenuhi dalam sehari dapat membuat pasien menjadi lemah sehingga perlu diberikan makanan tambahan dalam bentuk formula. Makanan dapat diberikan dalam posisi pasien setengah tidur agar asupan O 2 ke paru lebih optimal. (Dirjen Pewmberantasan Penyakit Menular, 2003) 4. Demam Menyebabkan kehilangan kalori dan cairan, untuk itu diberikan makanan lunak dalam porsi kecil tapi sering dengan jumlah lebih dari biasanya dan minum air 2 liter atau 8 gelas sehari. (Dirjen Pewmberantasan Penyakit Menular, 2003) 5. Penurunan Berat Badan Pasien yang berat badannya menurun secara drastic harus dicari penyebabnya. Bila pasien tidak bias makan secara oral maka penggantinya harus diberikan secara

enternal. Makanan yang dianjurkan adalah tinggi kalori-tinggi protein secara bertahap dengan porsi kecil tapi sering serta padat kalori dan rendah serat. (Dirjen Pewmberantasan Penyakit Menular, 2003) Peningkatan berat badan bias dicapai dengan cara: Makan lebih banyak sumber karbohidrat Meningkatkan asupan kacang-kacangan, produk kedelai, biji matahari, dll Mengonsumsi daging, ikan, dan telur sesering mungkin Makan kudapan diantara waktu makan, sebaiknya yang bersumber dari kacang, yoghurt, wortel, buah, keripik singkong, dan sandwich kacang tanah. Tambahkan susu bubuk pada makanan, misalnya sereal. Tambahkan gula, madu, selai atau sirup pada makanan. (FAO-WHO, 2002) Bahan makanan dianjurkan di konsumsi penderita AIDS. 1. Tempe atau produknya mengandung protein dan B12. 2. Kelapa & produknya, kebutuhan lemak sekaligus sumber energi mengandung MCT mudah diserap 3. Wortel mengandung beta-karoten, meningkatkan daya tahan tubuh & membentuk CD4+. Bersama vitamin E dan C berfungsi sebagai anti radikal bebas. 4. Kembang kol tinggi Zn, Fe, Mn, Se, mencegah kekurangan zat gizi mikro & membentuk CD4+. 5. Sayuran hijau dan kacang-kacangan mengandung B1, B6, B12 dan zat gizi mikro lainnya untuk cegah anemia & membentuk CD4+ 6. Alpukat mengandung lemak tinggi sebagai anti oksidan dan menurunkan LDL serta menghambat replikasi virus HIV.

5.

PENGKAJIAN, DIAGNOSA, INTERVENSI


Pengkajian 1. Biodata Nama Umur 2. Keluhan Utama : Tn. A : 35 tahun : lemah, lemas tak bergairah

a. Sistem pernapasan b. Sistem kardiovaskuler c. Sistem gastrointestinal d. Sistem genitourinaria e. Sistem musculoskeletal f. Kulit g. Sistem neurosensory 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat alergi b. Riwayat penyakit keturunan c. Riwayat penggunaan obat d. Riwayat infeksi e. Imunisasi f. Kelainan/Penyakit autoimun 4. 5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Diagnostik

: flu berat :: diare 40 hari :::: nyaris pingsan :::::::: ELISA WESTERN BLOT(+), Neutropenia, Anemia normositik normokrom, Limfosit CD4+ 180 sel/l.

6.

Pengkajian Psikososial Spiritual Cultural a. Psikologis b. Spiritual c. Sosial Kultural :::-

Analisis Data Data Fokus Etiologi Kekebalan tubuh CD4+ < 220 sel / l Virus lain masuk Masuk ke saluran pencernaan Masalah Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Ds : Do :Diare 40 hari

Ds : Do : Tb 170 cm BB 50 Kg

Ds : Lemah

Bakteri mudah masuk Tubuh mengkompensasi dengan asam lambung Peristaltik Absorbs air Diare Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Kekebalan tubuh CD4+ < 220 sel / l Virus lain masuk Masuk ke saluran pencernaan Mukosa teriritasi Pelepasan asam amino Metabolism protein BB < normal Ketidakseimbanga n nutrisi kurang dari kebutuhan Kekebalan tubuh CD4+ < 220 sel /

Ketidakseimbanga n nutrisi kurang dari kebutuhan

Intoleransi Aktivitas

Do :-

Lemas Tidak bergairah

Ds : Do: -

Ds : Do: -

l Virus lain masuk (virus influenza) Menginfeksi paruparu Eksudat Gangguan jalan nafas O2 kurang Metbolisme sel ATP Kelemahan Intoleransi aktifitas Kekebalan tubuh CD4+ < 220 sel / l Virus lain masuk (virus influenza) Menginfeksi paruparu Eksudat Inhalasi dan ekhalasi terganggu Bersihan jalan nafas terganggu Kekebalan tubuh CD4+ < 220 sel / l

Resiko bersihan jalan nafas tak efektif

Resiko pola nafas tak efektif

Ds : Do: -

Virus lain masuk (virus influenza) Menginfeksi paruparu Eksudat Gangguan jalan nafas Suplai O2 Difusi O2 terganggu Hipoksia Sesak nafas Pola nafas tak efektif Virus HIV Tertangkap sel dendrite pada mukosa & kulit Membuat jalur ke nodus limfa Menginfeksi sel Masuk ke DNA HIV terikat dengan membrane sel T4 helper

Resiko Infeksi

T4 terinfeksi di aktifkan Replikasi serta pembentukan tunas HIV dan sel T4 dihancurkan HIV yang baru dibentuk Dilepas ke plasma darah & menyebar Menginfeksi sel CD4+ yang lainnya CD4+ Kekebalan tubuh
CD4+ < 220 sel / l

Ds : Do: -

Virus lain masuk Resiko Infeksi Kekebalan tubuh + CD4 < 220 sel / l Virus lain masuk (virus influenza) Inflamasi IL-1

Resiko gangguan termogulasi

Merangsang hipotalamus Set temperature Demam Resiko gangguan termogulasi Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan menurunnya absorbs air yang ditandai dengan diare selam 40 hari. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan metabolisme air yang ditandai dengan TB = 170 cm, BB = 50 kg. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan metabolisme sel yang ditandai dengan lemas, lemah tak bergairah. 4. Resiko bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan adanya eksudat. 5. Resiko pola nafas tak efektif berhubungan dengan menurunnya suplai O2 6. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan kekebalan tubuh. 7. Resiko gangguan termoregulasi tubuh berhubungan dengan meningkatnya set temperature. Intervensi DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan menurunnya absorbs air yang ditandai dengan diare selam 40 hari. TUJUAN Tujuan jangka pendek: 1. Meningkatkan absopsi air. 2. Mengembalikan kebiasaan defekasi. Tujuan jangka panjang: 1. Kebutuhan cairan dan elektrolit yang INTERVENSI 1. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 3 liter, kecuali jika ada kontraindikasi. 2. Kaji kebiasaan normal klien. 2. Memberikan dasar untuk evaluasi RASIONAL 1. Mencegah hipovolemia

seimbang.

3. Berikan antispasmodik antikolinergis atau obat sesuai ketentuan 4. Dapatkan kultur feses dan berikan terapi antimikroba sesuai ketentuan. 5. Pantau tanda dan gejala dehidrasi.

3. Menurunkan spasme dan mortilitas usus

4. Mengidentifikasi organism patogenik.

5. Kehilangan cairan mengakibatkan penurunan volume sirkulasi yang menimbulkan takikardia, kulit dan membrane mukosa kering, turgor kulit buruk, dan haus. Deteksi memungkinkan pengobatan dini. 1. Memberikan pengukuran objektif terhadap nutrisi. 2. Mencegah perangsangan usus dan distensi abdomen serta

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan metabolisme air

Tujuan jangka pendek: 1. Perbaikan status nutrisi. 2. Adanya peningkatan berat badan. 1. Kebutuhan nutrisi

1. Kaji malnutrisi dengan mengukur BB dan TB. 2. Hindari makanan berlemak atau gorengan,

yang ditandai dengan Tujuan jangka panjang: TB = 170 cm, BB =

50 kg.

seimbang.

sayuran mentah, dan berikan makanan sedikit tetapi sering. 3. Batasi cairan 1 jam sebelum makan dan pada saat makan. 1. Memantau kegiatan klien sehari-hari. 2. Berikan terapi seperti relaksasi dan imajinasi terbimbing. 3. Pemberian ekogen sesuai dengan ketentuan.

meningkatkan nutrisi yang adekuat. 3. Mengurangi kekenyangan.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan metabolisme sel lemas, lemah tak bergairah.

Tujuan jangka pendek: 1. Mengurangi rasa lemas, lemah tak bergairah. 1. Aktivitas kembali normal.

1. Memberikan data objektif tentang intoleransi aktivitas. 2. Mengurangi rasa cemas yang ditimbulkan dari kelemahan dan keadaan mudah letih. 3. Meningkatkan toleransi klien terhadap aktivitas dan mengurangi

yang ditandai dengan Tujuan jangka panjang:

4. Membantu klien menyusun rutinitas harian.

keadaan mudah lemah karena anemia 4. Untuk menjaga keseimbanagn antara aktivitas dan istirahat karena klien mungkin tidak

mampu mempertahankan aktivitas yang lazim karena Resiko bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan virus influenza. Tujuan jangka pendek: 1. Mengurangi resiko bersihan jalan tak efektif. 2. Mengurangi eksudat. Tujuan jangka panjang: 1. Bersihan jalan nafas efektif 1. Kaji tanda dan gejala perubahan status pernapasan. 2. Dapatkan sampel sputum untuk apus kultur, lalu berikan terapi antimikrobial sesuai dengan ketentuan. 3. Berikan perawatan paru (batuk, nafas dalam, drainase postural, fibrasi) setiap 2 sampai Resiko pola nafas tak Tujuan jangka pendek: efektif berhubungan dengan menurunnya suplai O2 1. Mengurangi resiko pola nafas tak efektif 2. Meningkatkan suplai O2. Tujuan jangka panjang: 1. Pola nafas efektif. 3. Mencegah stasis sekresi dan meningkatkan bersihan jalan 2. Membantu dalam identifikasi organisme patogenik. kelemahan. 1. Menunjukan fungsi pernapasan abnormal.

4 jam. nafas. 1. Pantau frekuensi 1. Untuk mengetahui dan pola pernapasan klien. 2. Pemeriksaan darah. 3. Penghisapan lender. 2. Untuk mengethaui saturasi oksigen. 3. Mencegah hipoksia. adanya keadaan yang abnormal.

Resiko dengan

terhadap Tujuan jangka pendek: 1. Mengurangi resiko infeksi. 2. Meningkatkan kekebalan tubuh Tujuan jangka panjang: 1. Tidak ada infeksi. penurunan

1. Memantau tanda-tanda dan gejala infeksi.

1. Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan selanjutnya.

infeksi berhubungan kekebalan tubuh.

2. Ajarkan klien tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi. 3. Pantau hasil laboratorium yang menunjukan infeksi, seperti hitung leukosit dan deferensial. 4. Informasikan pada klien cara untuk mencegah infeksi. 1. Kaji suhu tubuh klien.

2. Berikan deteksi dini terhadap infeksi.

3. Peningkatan sel darah putih dikaitkan dengan infeksi.

4. Memininalkan pemajanan pada infeksi dan penularan HIV pada orang lain. 1. Untuk mengetahui status suhu tubuh klien.

Resiko gangguan termoregulasi tubuh berhubungan dengan meningkatnya set temperature.

Tujuan jangka pendek: 1. Menurunkan suhu tubuh. Tujuan jangka panjang: 1. Suhu tubuh stabil.

2. Memberikan antipiretik sesuai dengan anjuran dokter.

2. Untuk menurunkan suhu tubuh klien dan kembali normal. 3. Akibat

3. Berikan kompes air hangat.

vasodilatasi sel, kulit dapat mengeluarkan panas dari tubuh.

Pemberian Antiretroviral (ARV) Tujuan pemberian ARV ARV diberikan pada klien HIV/AIDS dengan tujuan untuk : 1. Menghentikan replikasi HIV 2. Memulihkan system imun dan mengurangi terjadinya infeksi opportunistic 3. Memperbaiki kualitas hidup 4. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV Cara kerja ARV Obat-obatan ARV yang beredar saat ini sebagian besar bekerja berdasarkan siklus replikasi HIV. Jenis obat ARV mempunyai target yang berbeda pada siklus replikasi HIV yaitu : 1. Entry (saat masuk) HIV masuk kedalam selT untuk merusak. HIV mula-mula melekat pada sel, kemudian menyatukan membrane luarnya dengan membrane luar sel. Enzim reverse transcriptase dapat dihalangi oleh obat AZT, ddC, 3TC, dan D4T, enzim integrase mungkin dihalangi oleh obat yang sekarang sedang dikembangkan, enzim protease mungkin dapat dihalangi oleh obat Saquinavir, Ritonivir, dan Indinivir. 2. Early Replication. Sifat HIV adalah mengambil alih mesin genetic selT. Setelah bergabung dengan sebuah sel, HIV menaburkan bahan genetic 11 kedalam sel. Disini HIV mengalami masalah dengan kode genetiknya yang tertulis dalam bentuk yang disebut RNA, sedangkan manusia kode genetic tertulis dalam DNA. Untuk mengatasinya, HIV membuat enzim reverse trancritase (RT) yang menyalin RNA nya kedalam DNA. Obat NuceloseRT inhibitor (Nukees) menyebabkan terbentuknya enzim reverse transcriptase yang cacat.

Golongan non-nucleoside RT inhibitors memiliki kemampuan untuk mengikat enzim reverse trancriptase sehingga membuat enzim tersebut tidak berfungsi. 3. Late Replication HIV harus menggunting sel DNA untuk kemudian memasukan DNA nya sendiri kedalam guntingan tersebut dsan menyambung kembali helaian DNA tersebut. Alat penyambung itu adalah enzim integrase, maka obat integrase inhibitors diperlukan untuk menghalangi penyambungan ini. 4. Assembly (perakitan/ penyatuan) Begitu HIV mengambil alih bahan genetic sel, maka sel akan diatur untuk membuat berbagai potongan sebagai bahan untuk membuat virus baru. Potongan ini harus dipotong dalam ukuran yang benar yang dilakukan enzim protease HIV, maka pada fase ini, obat jenis protease inhibitors doperlukan untuk menghalangi terjadinya penyambungan ini. Jen Nama Obat AZT is Ob Kemung kinan Efek Petunjuk Penggunaan Obat Pembe rian Obat Mulai dengan dosis kecil lalu dinaikan selama 2 minggu. Jangan minum obat larut malam. 2-3 kali/ hari Diminumse belum makan, bila mual minum sesudah makan. Tidak ada 3 kali/ Dapat hari diminum dengan/ tanpa makanan. Keterangan

at Samping RT Mual, I muntah, sakit kepala, susah tidur, nyeri otot RT Luka I dimulut, kelainan saraf tepi, radang pankreas. RT Mencret,

ddC

Ddi

Harus diminum sewaktu perut

2 kali/ Harus

radang pankreas.

kosong.

hari

diminum sewaktu perut kosong. Dapat diminum dengan atau tanpa

D4T

RT Sakit I kepala, diare, panas.

Tidak ada

2 kali/ha ri

3TC

RT Sakit I kepala, lesu, sulit tidur, neutrope nia. RT Kelainan I hati, bercak merah pada kulit. RT Lesu, I mual, diare, kelainan hati, bercak merah pada kulit, panas. Diare

Tidak ada

makanan. 2 kali/ Dapat hari diminum dengan atau tanpa makanan.

Nevira pine

Bercak merah dapat diobati dengan antihistamin.

2kali/ hari

Paling baik diminum waktu makan

Delavir dine

Bercak merah dapat diobati dengan 3 kali/ Harus anti histamine dengan pengawasan hari dokter. Hindari makanan berlemak diminum sewaktu perut kosong

Saquini

PI

Minum

sewaktu

makan

untuk 2-3

Harus

vir

dan mual.

meningkatkan absorbsi Pertimbangkan obat lain bila diare Jangan minum antihistamin kecuali dengan pengawasan dokter.

kali/ hari

diminum sewaktu makan, terutama saat mengonsu msi makanan tinggi protein dan

Ritoniv ir

PI

Mual, diare, lemah, muntah, anoreksi a, mati rasa, atau geli sekitar mulut.

Tidak ada

lemak. 2 kali/ Harus hari diminum sewaktu makan, terutama saat mengonsu msi makanan tinggi protein dan

Indiniv ir

PI

Mual, kelainan hati, batu ginjal.

lemak. 3 kali/ Harus Jangan makan 1 jam sebelum dan 2 jam sesudah minum obat. Banyak minum iair sepanjang hari untuk mencegah batu ginjal Jangan minum antihistamin kecuali dengan pengawasan dokter. hari diminun sewaktu perut kosong

6.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
ELISA

ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibodi yang dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibodi tersebut biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau bahkan setelah minggu ke 12 setelah terpapar virus HIV. Kerena alasan inilah maka para ahli menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah minggu ke 12 sesudah melakukan aktivitas seksual berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi. Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing. Saat ini telah tersedia Tes HIV Cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini sangat mirip dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel darah jari dan air liur. Hasil positif pada ELISA belum memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Blot atau IFA, untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan hasil positif, masih ada dua kemungkinan, orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV. Western Blot Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Western blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik, sehingga kasus 'yang tidak dapat disimpulkan' sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya.

IFA IFA atau indirect fluorescent antibody juga merupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA

positif. Seperti halnya dua pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya sangat mahal. RIFA RIFA atau radioimunopresipitation assay merupakan suatu tes yang lebih spesifik dan sensitif daripada Western Blot, dimana cara kerjanya lebih mendeteksi protein HIV daripada antibody. PCR Test

PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika uji antibodi diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu, PCR test juga dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screening test) darah atau organ yang akan didonorkan.

7.

UNIVERSAL PRECAUTION
Universal precaution adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan

oleh seluruh petugas kesehatan untuk semua pasien suatu saat pada semua pelayanan dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi. Universal precaution meliputi: 1. Pengelolaan alat kesehatan habis pakai. 2. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang. 3. Pemakaian alat pelindung untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain. 4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan. 5. Pengelolaan limbah dan sanitasi lingkungan. 6. Desinfeksi dan sterilisasi umtuk alat yang digunakan berulang. 7. Pengelolaan linen. Pelaksanaan universal precaution: 1. Mencuci tangan. Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan. Mencuci tangna dengan cara memakai sabun dan air mengalir atau gunakan alcohol jika tidak ada air mengalir, lalu keringkan tangna dengan handuk sekali pakai. 2. Pemakaian alat pelindung diri. a. Sarung tangan. b. Pelindung wajah (masker, kacamata, helm). c. Penutup kepala. d. Gaun pelindung. e. Sepatu pelindung.

Indikasi pemakaian alat pelindung diri yaitu tidak semua alat pelindung diri dipakai tergantung pada jenis tindakan yang akan dilakukan. 3. Pengelolaan alat kesehatan. a. Dekontamisasi. Adalah merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang tercemar. Setelah digunakan, alat harus direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. b. Pencucian alat. Setelah dekontaminasi dilakukan penbersihan yaitu dengan pencucian alat kesehatan. Cuci dengan detergen netral dan air, gunakan sarung tangan. c. Desinfeksi dan Sterilisasi. Suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali endospora bakteri.

8. KONSELING
Kenyataan bahwa manifestasi klinis penyakit ini begitu membahayakan kehidupan, belum ditemukan obatnya, dan penyakit ini dapat menular ke orang lain memperparah stigma negatif yang ada pada masyarakat. Banyak masyarakat yang menganggap HIV/AIDS sangat menular dan bahkan bersentuhan dengan penderita dapat menularkan HIV dan HIV/AIDS selalu berkaitan dengan perilaku yang tidak benar sehingga penderita AIDS dikucilkan dan didiskriminasi. Adanya stigma dalam masyarakat ini menimbulkan masalah psikosial yang rumit bagi penderita AIDS. Pengucilan penderita dan diskriminasi tidak jarang membuat penderita AIDS tidak mendapatkan hak-hak asasinya. Begitu luasnya masalah sosial yang berkaitan dengan stigma ini, karena diskriminasi terjadi di berbagai pelayanan masyarakat bahkan tidak jarang dalam pelayanan kesehatan sendiri. Stigma-stigma negatif pada masyarakat ini membuat penderita atau keluarga menjadi malu dan takut. Keluarga jadi malu untuk memeriksakan anggota keluarga yang menderita AIDS diri ke rumah sakit atau pusat-pusat pelayanan kesehatan, begitu pula dengan penderitanya sendiri, jadi malu untuk memeriksakan dirinya sendiri. Imbasnya, mereka yang berpotensi

tertular virus ini pun menjadi enggan memeriksakan diri pula, merasa lebih baik tidak tahu sama sekali daripada tahu dan kemudian dipandang negatif dan dikucilkan oleh masyarakat. Beban psikososial yang dialami seorang penderita AIDS adakalanya lebih berat daripada beban fisiknya. Beban yang diderita pasien AIDS baik karena gejala penyakit yang bersifat organik maupun beban psikososial dapat menimbulkan rasa cemas, depresi, kurang percaya diri, putus asa, bahakn keinginan untuk bunuh diri. Kalau sudah begini, upaya mengantisipasi perkembangan HIV/AIDS mengalami kendala yang cukup berat dan tentunya menghambat upaya-upaya pencegahan dan perawatan. Keterlibatan berbagai pihak diharapkan mampu mengatasi permasalahan psikososial. Pemahaman yang benar mengenai AIDS perlu disebarluaskan. Kenyataan bahwa dalam era obat antiretroviral, AIDS sudah menjadi penyakit kronik yang dapat dikendalikan juga perlu dimasyarakatkan karena konsep tersebut dapat memberi harapan pada masyarakat dan penderita HIV/AIDS bahwa penderita AIDS dapat menikmati kualitas hidup yang lebih baik dan berfungsi di masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan konseling dan pendampingan (tidak hanya psikoterapi tetapi juga psikoreligi), edukasi yang benar tentang HIV/AIDS baik pada penderita, keluarga dan masyarakat. Sehingga penderita, keluarga maupun masyarakat dapat menerima kondisinya dengan sikap yang benar dan memberikan dukungan kepada penderita. Adanya dukungan dari berbagai pihak dapat menghilangkan berbagai stresor dan dapat membantu penderita meningkatkan kualitas hidupnya sehingga dapat terhindar dari stress, depresi, kecemasan serta perasaan dikucilkan. (Susiloningsih) Peran seorang perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita AIDS sangatlah besar. Lakukan pendampingan dan pertahankan hubungan yang sering dengan pasien sehinggan pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan. Tunjukkan rasa menghargai dan menerima orang tersebut. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien. Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling psikiatri. Konseling yang dapat diberikan adalah konseling pra-nikah, konseling pre dan pascates HIV, konseling KB dan perubahan prilaku. Konseling sebelum tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis. Pada konseling dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh pasien. Konsekuensi dari hasil tes postif maupun negatif disampaikan dalam sesi konseling. Dengan

demikian orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif. Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat stigma negatif dan diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat, perawat perlu mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia bagi pasien. Perawat juga perlu mendorong kunjungan terbuka (jika memungkinkan), hubungan telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi pasien. Partisipasi orang lain, batuan dari orang terdekat dapat mengurangi perasaan kesepian dan ditolak yang dirasakan oleh pasien. Perawat juga perlu melakukan pendampingan pada keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan dan pemahaman yang benar mengenai AIDS, sehingga keluarga dapat berespons dan memberi dukungan bagi penderita. Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan perawat. Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan seksual bebas harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan menjaga perilakunya serta meningkatkan kualitas hidupnya. Bagi seluruh penderita AIDS didorong untuk mendekatkan diri pada Tuhan, jangan berputus asa atau bahkan berkeinginan untuk bunuh diri dan beri penguatan bahwa mereka masih dapat hidup dan berguna bagi sesama antara lain dengan membantu upaya pencegahan penularan HIV/AIDS.

9. ASPEK ETIK DAN LEGAL


Non- Maleficence 1. Terpenuhi prinsip ini saat petugas kesehatan tidak melakukan sesuatu yang membahayakan bagi pasien (do no harm) disadari atau tidak disadari. 2. Perawat juga harus melinduni diri dari bahaya pada mereka yang tidak mampu melindungi dirinya sendiri, seperti anak kecil, tidak sadar, gangguan mental, dll. Respect for Autonomy 1. Hak untuk menentukan diri sendiri, kemerdekaan, dan kebebasan. 2. Hak pasien untuk menentukan keputusan kesehatan untuk dirinya.

3. Otonomy bukan kebebasan absolut tetapi tergantung kondisi. Keterbatasan muncul saat hak, kesehatan atau kesejahteraan orang lain terganggu. Beneficence 1. Tujuan utama tim kesehatan untuk memberikan sesuatu yang terbaik untuk pasien. 2. Perawatan yang baik memerlukan pendekatan yang holistic pada pasien, meliputi menghargai pada keyakinan, perasaan, keinginan juga pada keluarga dan orang yang berarti. Justice Termasuk fairness dan equality .

Anda mungkin juga menyukai