Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

Depresi adalah gangguan yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar. Depresi biasanya berupa perasaan berupa rasa sedih, susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa, penyesalan yang patologis, dan komponen somatik, seperti anorexia, konstipasi, kulit lembap (rasa dingin), tekanan darah, serta semangat bekerja/bergaul, dan nafsu sexual yang menurun. Hal ini dapat berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan sehingga dapat mennyebabkan gangguan sosial, pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang terganggu1,2. Transmitter utama yang terlibat dalam depresi adalah dopamin, norepinefrin, dan serotonin. Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relatif ketiga neurotransmitter tersebut pada celah sinaps neuron di sistem saraf pusat (khususnya pada sistem limbik) sehingga aktivitas reseptor serotonin menurun. Penelitian telah menunjukkan bahwa proses transduksi sinyal neuronal yang melampaui tingkat reseptor adalah target potensial untuk kerja antidepressant. Pemikiran terakhir adalah beberapa mekanisme reseptor yang berbeda memicu kaskade sinyal interseluler yang berbeda yang dapat mengaktifkan faktor transkripsi, yang pada akhirnya, meningkatkan ekspresi gen yang mengkode protein, yang berperan penting dalam pemulihan fungsi saraf yang terlibat dalam pengaturan mood2,3. Berbagai macam faktor psikososial berhubungan dengan onset dari depresi, biasanya pada wanita. Hal-hal tersebut meliputi kedekatannya dengan seseorang, kisah percintaan, perpisahan dengan suami, tidak adanya pekerjaan, kehilangan seorang ibu pada usia muda dan adanya keluarga yang sakit berat. Etnik dan budaya juga mempengaruhi presentasi gejala depresi, seperti contoh pada orang AfrikaAmerika dengan gangguan mood lebih sering didapatkan halusinasi dibandingkan orang Amerika saja, kita juga harus memperhatikan faktor sosial ekonomiknya2. Terapi yang diberikan pada penderita depresi meliputi non farmakoterapi dan farmakoterapi. Non farmakoterapi dapat berupa terapi psikodinamik seperti meningkatkan kepercayaan diri pasien, terapi experiential-expressive meliputi cara

pengeluaran emosi, fokus, dan belajar untuk mengerti, terapi kognitif-perilaku, serta terapi interpersonal. Farmakoterapi atau terapi obat merupakan komponen penting dalam pengobatan gangguan depresif. Ada banyak faktor yang harus diperhitungkan,misalnya target simptom, kerja obat, farmakokinetik, cara pemberian, efek samping, interaksi obat, sampai pada harga obat2.

BAB II PEMBAHASAN Pada pasien depresi terjadi penurunan emosi. Obat yang digunakan untuk mengobati depresi disebut anti-depresi. Mekanisme kerja obat anti depresi adalah menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter dan menghambat penghancuran oleh enzim Monoamine oxidase sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada celah sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin3. Ada 5 penggolongan obat anti depresi, yaitu sebagai berikut3: 1. Obat anti-depresi Trisiklik = Tricyclic Antidepressants (TCA) Mempunyai nukelus tiga cincin, seperti Amitryptiline, Imipramine,

Clomipramine, Tianeptine. 2. Obat anti-depresi Tetrasiklik Obat amine generasi kedua dan ketiga, seperti Maprotiline, Mianserin, Amoxapine. 3. Obat anti-depresi MAOI-Reversible= Reversible Inhibitor of Monoamine Oxydase- A (RIMA), seperti, Moclobemide. 4. Obat anti-depresi SSRI (Selrctive Serotonin Reuptake Inhibitors), seperti Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram. 5. Obat anti-depresi Atypical, seperti Trazodone, Mirtazapine, Venlaxapine. II.1. Obat Anti Depresi Trisiklik

Gambar 1. Struktur obat anti-depresi golongan trisiklik6 II.1. 1. Farmakokinetik Absorpsi dari pemberian sebagian besar obat trisiklik tidak lengkap, dan terdapat metabolisme bermakna dari efek lintas pertama. Trisiklik dimetabolisme melalui dua jalur utama: transformasi nukleus trisiklik dan perubahan rantai cabang alifatik. Jalur pertama melibatkan hidroksilasi dan konjugasi cincin untuk membentuk glucuronide; jalur kedua, terutama dimetilasi nitrogen. Ikatan protein biasanya lebih dari 75 persen, kelarutan dalam lemak adalah tinggi, dan volume distribusi terentang dari 10 sampai 30 L per kg untuk amin tersier sampai 20 sampai 60 L per kg untuk amin sekunder yang bersangkutan. Waktu paruh obat trisiklik adalah bervariasi dari 10 sampai 70 jam. Waktu paruh yang panjang memungkinkan semua senyawa diberikan sekali sehari; diperlukan waktu lima sampai tujuh hari untuk mencapai kadar plasma yang stabil6. II.1.2. Farmakodinamik Efek jangka pendek obat trisiklik adalah untuk menurunkan ambilan kembali norepinefrin dan serotonin dan menghambat reseptor asetilkolin muskarinik dan histamin. Obat Trisiklik bervariasi dalam hal efek farmakodinamiknya. Pemberian jangka panjang obat trisiklik menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenergik- dan, kemungkinan, penurunan yang serupa dalam jumlah reseptor serotonin tipe 2 (5HT2)6. II.1.3. Indikasi Indikasi penggunaan obat trisiklik adalah pada pengobatan depresi mayor, distimia, dan pada fase gangguan bipolar. Golongan obat trisiklik dapat juga digunakan pada gangguan anxietas, seperti gangguan panik, fobia sosial, gangguan

cemas menyeluruh, gangguan obsesif-kompulsif, bulimia dan nyeri kronik 5. Lebih cenderung digunakan pada pasien muda3. II.1.4. Efek Samping Efek samping obat-obat golongan trisiklik adalah sebagai berikut5: a. Efek antikolinergik Dapat berupa mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi, retensi urin, intoleransi panas, dan takikardia. Konstipasi dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan pengencer feses. Mulut kering dapat diatasi dengan memakan gula-gula. b. Efek alfa adrenergik Dapat berupa hipotensi ortostatik dan pusing, sehingga dapat menyebabkan pasien terjatuh. c. Efek histaminik Dapat berupa sedasi sehingga pemberian obat golongan trisiklik ini sebaiknya diberikan sebelum waktu tidur untuk menghindari efek sedasi sepanjang hari. d. Efek kardiologi Dapat berupa konduksi jantung yang lambat menyebabkan perlambatan konduksi intraventrikular, interval PR dan QT yang memanjang, AV blok, dan gelombang T dapat menjadi flat. e. Efek neurologis Dapat berupa kejang, tremor, dan ataxia. Pada kasus overdosis dapat menyebabkan gelisah, delirium, koma hingga kematian. f. Efek teratogenik Karena efek teratogenik pada golongan obat ini sehingga pemberian obat golongan ini pada ibu yang hamil dan menyusui dihindari. g. Efek metabolik Dapat berupa kenaikan berat badan dan disfungsi seksual. Dalam keadaan overdosis/intoksikasi trisiklik dapat timbul Atropine Toxic Syndrome dengan gejala eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, toxic confusional state (confusion, delirium, disorientation). Jika terjadi keadaan tersebut, dapat dilakukan gastric lavage, diazepam jika terjadi konvulsi, prostigmine untuk mengatasi efek antikolinergik, serta monitoring EKG3. Dikarenakan efek samping kardiologik yang relatif besar, golongan obat trisiklik diberikan kepada pasien usia muda yang lebih besar toleransinya terhadap efek samping tersebut3.

II.2. Obat Anti depresi Golongan Tetrasiklik

Gambar . Struktur obat anti-depresi golongan tetrasiklik6

II.2.1. Farmakokinetik Farmakokinetik obat golongan tetrasiklik mirip dengan obat golongan trisiklik. Absorpsi dari pemberian sebagian besar obat tetrasiklik tidak lengkap, dan terdapat metabolisme bermakna dari efek lintas pertama. Tetrasiklik dimetabolisme melalui dua jalur utama: transformasi nukleus tetrasiklik dan perubahan rantai cabang alifatik. Jalur pertama melibatkan hidroksilasi dan konjugasi cincin untuk membentuk glucuronide; jalur kedua, terutama dimetilasi nitrogen. Pada maprotiline ikatan protein dapat mencapai 88 persen dan kelarutan dalam lemak tinggi. Waktu paruh obat tetrasiklik adalah bervariasi dari 10 sampai 70 jam. Waktu paruh yang panjang memungkinkan semua senyawa diberikan sekali sehari; diperlukan waktu lima sampai tujuh hari untuk mencapai kadar plasma yang stabil4. II.2.2. Farmakodinamik Efek jangka pendek obat tetrasiklik adalah untuk menurunkan ambilan kembali norepinefrin dan serotonin dan menghambat reseptor asetilkolin muskarinik dan histamin. Obat golongan tetrasiklik bervariasi dalam hal efek farmakodinamiknya. Amoxapine dan maprotiline memiliki aktivitas antikolinergik yang paling kecil. Pemberian jangka panjang obat tetrasiklik menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenergik- dan, kemungkinan, penurunan yang serupa dalam jumlah reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2)6.

II.2.3. Indikasi Indikasi penggunaan obat tetrasiklik adalah pada pengobatan depresi mayor, distimia, dan pada fase gangguan bipolar. Golongan obat trisiklik dapat juga digunakan pada gangguan anxietas, seperti gangguan panik, fobia sosial, gangguan cemas menyeluruh, gangguan obsesif-kompulsif, bulimia dan nyeri kronik 5. Lebih aman digunakan pada pasien yang lebih tua3. II.2.4. Efek Samping Amoxapine Pemblokkan reseptor dopamin dapat menyebabkan gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS) berdasarkan antagonis dopamine terhadap metabolisme loxapine seperti distonia, akathisia dan gejala-gejala parkinsonian. Pemblokkan reseptor dopamin dapat menyebabkan hiperprolaktinemia dengan konsekuensi ginekomastia dan amenore5. Maprotiline Maprotiline berhubungan dengan tingginya angka kejadian kejang, aritmia, dan overdosis dibandingkan anti-depresi yang lain. Pemakaian maprotiline sebaiknya dihindari pada pasien yang mempunyai riwayat kejang5.

II.3. Obat anti-depresi MAOI-Reversible (Reversible Inhibitor of Monoamine Oxydase-A RIMA)

Gambar 3. struktur obat golongan MAOI6 II.3.1. Farmakokinetik MAOI yang sekarang tersedia diabsorpsi cepat jika diberikan peroral.

Tranylcypromine mencapai konsentrasi plasma puncak dalam kira-kira dua jam dan memiliki waktu paruh dua sampai tiga jam5. II.3.2. Farmakodinamik Monoamine oxidase inhibitors irreversibly menghambat enzime monoamine oxidase terletak pada sistem saraf pusat, usus dan platelet, menyebabkan kekurangan degradasi dari monoamin. Dibutuhkan waktu dua minggu untuk membuat kadar monoamine oxidase kembali normal dalam tubuh. MAOI menghambat monoamine oxidase pada dinding usus sehingga meningkatkan absorpsi dari tiramine. Tiramine dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah5. II.3.3. Indikasi Obat-obat golongan MAOI dapat digunakan pada pengobatan gangguan depresi dan anxietas. MAOI terutama digunakan pada depresi mayor atipikal, seperti reaksi mood, peningkatan nafsu makan, dan hipersomnia. Obat golongan ini juga dapat digunakan pada gangguan anxietas seperti social fobia dan gangguan panik dengan agorafobia dan gangguan obsesif-kompulsif5. II.3.4. Efek Samping Efek merugikan yang paling sering dari MAOI adalah hipotensi ortostatik, penambahan berat badan, edema, disfungsi seksual, dan insomnia. Jika pasien yang menggunakan MAOI nonselektif mengingesti makanan yang kaya akan tyramine, mereka kemungkinan mengalami krisis hipertensi, sehingga pada pasien yang mengkonsumsi obat ini sebaiknya menghindari makanan yang mengandung tiramin yang tinggi (seperti bir, wine, yoghurt, alpukat,dll)5.

II. 4. Obat anti-depresi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)

Gambar 4. Struktur obat SSRI6 II.4.1. Farmakokinetik SSRI memblok reuptake serotonin kedalam terminal nervus presipnatik, dan menyebabkan serotonergic neurotransmission. Waktu paruh obat-obat pada golongan ini adalah 24 jam. Fluoxetine mempunyai waktu paruh sekitar 2-4hari, dan metabolisme aktif fluoxetine dan norfluoxerine mempunyai waktu paruf 7-10 hari. Dan fluoxetine membutuhkan sekitar 1 bulan untuk mencapai konsentrasi plasma yang tetap dimana obat SSRI yang lain hanya membutuhkan 5 hari. Selain citalopram dan fluvoxamine, obat golongan SSRI mempunyai ikatan yang kuat dengan protein plasma. SSRI mempunyai efek yang sedikit terhadap muskarinik, histaminik, dan reseptor adrenergik dibandingkan dengan anti-depresi golongan trisiklik6. II.4.2. Farmakodinamik SSRI memiliki dua ciri yang sama: Pertama, mereka memiliki aktivitas spesifik dalam hal inhibisi ambilan kembali serotonin tanpa efek pada ambilan kembali norepinefrin dan dopamin. Kedua, SSRI pada intinya tidak memiliki sama sekali aktivitas agonis dan antagonis pada tiap reseptor neurotransmiter. Tidak adanya

aktivitas pada reseptor antikolinergik, antihistaminergik, dan anti-adrenergik-1 adalah dasar farmakologis untuk rendahnya insidensi efek samping yang terlihat pada pemberian SSRI6. II.4.3. Indikasi SSRI merupakan obat anti-depresi spektrum luas. Indikasi obat SSRI dapat digunakan pada depresi mayor, distimia, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, bulimia nervosa, gangguan stres pasca trauma, gangguan cemas menyeluruh, dan fobia sosial. SSRI juga efektif dalam pengobatan gangguan bipolar dan premenstrual dysphoric disorder. Obat-obatan golongan ini juga dapat digunakan untuk mengobati nyeri kronik dan migrain, walaupun tidak lebih efektif dibanding obat golongan trisiklik5. II.4.4. Efek samping Efek paroxetine6. II.5. Obat Anti-depresi Atipikal samping SSRI antara lain anxietas, insomnia, gejala-gejala

gastrointestinal, penurunan libido, disfungsi seksual, potensial teratogenik pada

Gambar 5. Struktur Obat Atipikal6

II.5.1. Farmakokinetik Pada venlafaxine ikatan protein hanya 27 persen. Waktu paruh obat golongan atipikal berkisar antara 5-24 jam5,6. II.5.2. Farmakodinamik. Venlafaxine merupakan inhibitor poten untuk transport serotonin dan inhibitor lemah untuk transport epinephrine. Mirtazapine merupakan antihistaminic poten dengan efek sedasi yang tinggi dibanding generasi kedua dan pertama. Sebuah hipotesis mengatakan mekanisme dari mirtazapine merupakan kombinasi reseptor 5HT2 dan antagonis adrenoreseptor. Karena itu itu mirtazapine dapat digunakan pada pasien yang tidak respon terhadap obat SSRI. II.5.3. Indikasi Indikasi obat anti-depresi atipikal adalah untuk mengobati depresi mayor, distimia, , dapat digunakan pada somatisasi dan nyeri akibat depresi5. II.5.4. Efek Samping Efek samping obat ini dapat menyebabkan mual, sedasi, berkeringat, pusing, gangguan seksual, hipertensi, serta kecemasan5.

BAB III Kesimpulan

Depresi adalah gangguan yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar. Depresi biasanya berupa perasaan berupa rasa sedih, susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa, penyesalan yang patologis, dan komponen somatik, seperti anorexia, konstipasi, kulit lembap (rasa dingin), tekanan darah, serta semangat bekerja/bergaul, dan nafsu sexual yang menurun1,2. Berdasarkan mekanismenya neurotransmitter monoamin yaitu norepinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin memiliki peran penting dalam mekanismenya3. Kebanyakan anti depressan melakukan kerja penting penting terhadap metabolisme neurotransmitter monoamin dan reseptornya, terutama norepinefrin dan serotonin3. Antidepressan yang digunakan sekarang memiliki prinsip kerja yang hampir sama yaitu menghambat pengambilan kembali serotonin ataupun norepinefrin serta dopamin. Sehingga memungkinkan semakin banyak neurotransmitter yang berada pada celah sinaps. Penggolongan secara garis besar yaitu antidepressan trisiklik, antidepressan tetrasiklik, MAOIs, SSRIs, serta antidepressan atipikal. Efek

samping obat antidepresi dapat berupa sedasi, efek kolinergik, efek anti-adrenergik alfa dan efek neurotoksis.3 Berdasarkan efek sampingnya, untuk pemilihan obat pada depresi ringan dan sedang sebaiknya mengikuti urutan. Pilihan pertama adalah SSRI. Hal ini dikarenakan efek sampingnya yang minimal, spektrum anti depresi luas, lethal dose yang tinggi (>6000mg), dan gejala putus obat sangat minimal. Bila telah diberikan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup (3 bulan) dan tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua yaitu golongan obat trisiklik, yang spektrum anti depresinya luas, tetapi efek samping lebih berat. Bila pilihan kedua belum berhasil dapat beralih ke pilihan ketiga dengan spektrum anti-depresi yang lebih kecil, seperti obat anti-depresi golongan tetrasiklik, atipikal dan MAOI. Selain itu, dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI sebaiknya menunggu waktu 2-4 minggu isirahat untuk mencegah timbulnya Serotonin Malignant Syndrome3.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis WF, Maramis AA. Gejala Gangguan Jiwa. Dalam: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. 2009: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR. hal. 139
2. Shader RI, Pies RW. Approaches to The Treatment of Depression. Dalam: Manual of

Psychiatric Therapeutics. Edisi 3. 2003: Lippincott Williams & Wilkins. Ch 18. 3. Maslim R. Obat anti depresan. Dalam: Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Meication). Edisi 3. 2007. Hal. 23 4. Sadock BJ, Sadock VA. Tricyclics and Tetracyclics. Dalam: Kaplan & Sadocks: Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry. 2007: Lippincott William& Wilkins. hal. 1107-1110
5. Albers JL, Hahn RK. Reist C. Antidepressants. Dalam: Handbook of Psychiatric

Drugs. 2005. hal. 15-18 6. Katzung BG. Antidepressants Agents. Dalam: Basic and Clinical Pharmacology. Edisi 10. 2006: McGraw Hills. Ch 30.

Anda mungkin juga menyukai