Anda di halaman 1dari 60

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Dewasa ini teknologi di dunia semakin berkembang dengan pesat. Banyak

industri baru yang membutuhkan energi dalam jumlah besar. Salah satu energi yang dibutuhkan tersebut adalah bahan bakar minyak yang berasal dari fraksi minyak bumi. Bahan bakar minyak yang dibutuhkan saat ini semakin meningkat seiring dengan kebutuhan yang digunakan untuk perawatan alat transportasi maupun mesinmesin industri. Selama ini, kebutuhan energi tersebut dipenuhi dari minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui, dilain pihak persediaan energi tersebut semakin menipis. Persoalan ini dapat diatasi melalui pengembangan energi alternatif yang terbarukan dan salah satunya adalah biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif menjanjikan dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak buangan melalui proses transesterifikasi dengan alkohol. Biodiesel menghasilkan sedikit polusi dibandingkan bahan bakar petroleum, selain itu biodiesel dapat digunakan pada semua mesin diesel tanpa modifikasi ulang, sehingga akhir-akhir ini telah banyak dikembangkan penelitianpenelitian tentang biodiesel, karena memiliki ketersediaan bahan yang cukup di alam, mudah terurai oleh mikroorganisme yang umumnya diperoleh dari minyak nabati. Telah dilakukan penelitian oleh Rachmaniah (2005), bahwa minyak dedak padi adalah salah satu sumber minyak nabati yang dapat dimanfaatkan sebagai

bahan dasar pembuatan biodiesel, karena memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi antara 60-80%. Reaksi pembuatan biodiesel atau reaksi transesterifikasi minyak nabati menghasilkan produk samping berupa gliserol dengan tingkat kemurnian yang rendah, yang biasa disebut dengan crude glycerol. Produk ini dihasilkan sekitar 20% dari total volume produk (Yusuf, 2007). Selama ini crude glycerol yang dihasilkan belum dimanfaatkan oleh industri penghasil biodiesel, karena banyaknya zat pengotor yang terdapat dalam crude glycerol tersebut. Saat ini perkembangan industri oleokimia dan industri biodiesel yang sangat pesat menghasilkan produk samping berupa crude glycerol yang sangat melimpah. Oleh karena kelimpahannya, maka crude glycerol tidak memiliki manfaat jika tidak dilakukan proses pengolahan secara maksimal. Metode untuk meningkatkan nilai ekonomis gliserol salah satunya adalah transformasi atau polimerisasi gliserol menjadi mono-, di-, tri-, dan poli-gliserol yang sangat dibutuhkan dalam bidang kosmetik, obat-obatan, sebagai plastisiser, dan juga sebagai bahan aditif pelumas sintetik. Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 20oC dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu 290oC. Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol tetapi tidak larut dalam minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik. Senyawa ini bermanfaat sebagai antibeku dan juga merupakan senyawa

yang higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya. Gliserol pada umumnya merupakan produk hayati yang diperoleh dari metanolisis minyak alami. Gliserol banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri seperti halnya ester poliol dari senyawa sakarida dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan surfaktan dalam formulasi makanan, kosmetika maupun obat-obatan. Gliserol merupakan bahan yang murah dan digunakan untuk berbagai keperluan sebagai contoh untuk pembuatan poligliserol. Poligliserol memiliki beberapa kegunaan sebagai surfaktan, pelumas (oli), kosmetik, bahan tambahan makanan dan lain-lain. Tersedianya gliserol yang cukup banyak merupakan peluang untuk dikembangkan lebih lanjut melalui cara-cara pengolahan gliserol. Untuk itu, diperlukan upaya lebih lanjut sehingga gliserol hasil samping pembuatan biodiesel dapat dimanfaatkan kembali. Salah satu cara adalah dengan mendegradasi gliserol tersebut menjadi produk-produk kimia lain. Proses degradasi gliserol merupakan suatu proses pemecahan molekul kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Pemanfaatan gliserol sebagai limbah dari hasil industri biodiesel selain seperti tersebut di atas, dapat pula dilakukan reaksi penggabungannya atau reaksi polimerisasi untuk menghasilkan molekul yang lebih besar dan memiliki manfaat tertentu. Cutter (2001); dalam Rafli (2008), menggunakan gliserol dan propilena glikol sebagai bahan plastisiser matriks polietilena dan polietilena oksida, Liu (2005); dalam Rafli (2008) menggunakan gliserol sebagai plastisiser dengan 3

kandungan antara 20-70% dan Yusuf (2007) telah melaporkan tentang penggunaan gliserol sebagai bahan dasar plastisiser pada matriks polivinil klorida. Gliserol tersebut diolah terlebih dahulu menjadi poligliserol melalui reaksi polimerisasi yang selanjutnya dimodifikasi menjadi senyawa yang dapat digunakan sebagai plastisiser. Saat ini poligliserol sedang dikembangkan untuk menggantikan pemlastis komersil yang bersifat racun, menimbulkan kanker dan tidak dapat terurai di alam. Dalam waktu yang lama pemlastis komersil dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Sedangkan poligliserol yang telah diesterifikasi merupakan pemlastis yang ramah lingkungan. Senyawa poligliserol dapat dibuat dengan cara pencampuran gliserol dengan katalis logam alkalis seperti natrium dan kalium hidroksida kemudian dipanaskan pada temperatur yang tinggi. Reaksi ini disebabkan oleh adanya kondensasi atau dehidrasi antara dua atau lebih molekul gliserol melalui gugus hidroksi yang menghasilkan ikatan eter dengan membebaskan air. Beberapa penelitian telah melaporkan metode sintesis dan analisis produk poligliserol dari bahan gliserol berbasis hasil industri petrokimia maupun oleokimia. Prosedur sintesis berbagai standar oligomer gliserol dengan struktur linear, bercabang dan siklis menggunakan katalis basa (Sitohang, 2008). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti telah melakukan penelitian dengan judul Polimerisasi Isolat Gliserol dari Minyak Dedak Padi.

1.2

Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa masalah yaitu: 1. 2. Apakah gliserol dapat diisolasi dari minyak dedak padi ? Apakah gliserol dapat diolah melalui proses polimerisasi menjadi poligliserol ? 3. Apakah terjadi perubahan gugus dalam proses polimerisasi

berdasarkan hasil analisis spektrum FT-IR isolat gliserol dan poligliserol yang dihasilkan ?

1.3

Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah: 1. 2. Mengetahui apakah gliserol dapat diisolasi dari minyak dedak padi. Mengetahui apakah gliserol dapat diolah melalui proses polimerisasi menjadi poligliserol. 3. Menentukan perubahan gugus yang terjadi dalam proses polimerisasi berdasarkan hasil analisis spektrum FT-IR isolat gliserol dan poligliserol yang dihasilkan.

1.4

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi kepada masyarakat umum dan akademik tentang potensi dedak padi sebagai bahan baku poligliserol yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif kosmetik, pengemulsi dan minyak pelumas. 2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dedak padi dapat dimanfaatkan dengan baik dan benar agar memiliki nilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat petani. 3. Sebagai sarana pembelajaran dan pengembangan ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan bagi peneliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Umum Dedak Padi Tanaman padi merupakan tanaman musiman, termasuk golongan rumput-

rumputan dengan klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monokotyledonae : Gramineae (Poaceae) : Oryza : Oryza spp. (Sumber: Anonim, ).

Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah O. sativa dengan dua subspesies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan. Tanaman padi dapat hidup dengan baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Dengan kata lain, padi dapat hidup baik pada daerah beriklim panas yang lembab. Menurut definisinya, dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan padi, terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Sementara bekatul (polish) adalah lapisan sebelah dalam dari butiran 7

padi, termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Namun, karena alat penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak padi dan bekatul maka umumnya dedak padi dan bekatul bercampur menjadi satu dan disebut dengan dedak padi atau bekatul saja.

Gambar 1. Dedak padi hasil penggilingan padi Penggilingan padi menjadi beras menghasilkan produk samping antara lain menir, beras pecah, sekam, dan dedak. Menir dan beras pecah dapat digiling menjadi tepung sebagai bahan berbagai kue dan makanan lainnya. Sekam dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar serta kompos. Sementara itu dedak padi saat ini baru dimanfaatkan untuk pakan ternak dan belum banyak digunakan sebagai sumber pangan manusia. Dedak padi dapat dibuat sebagai bahan baku produk sereal. Dedak padi dapat dijadikan sumber minyak yang dapat diperoleh dari proses ekstraksi, dedak ini tergolong berkualitas tinggi selain itu minyak dedak padi juga bermanfaat dalam pembuatan margarin (Anonim, ).

Produksi dedak padi di Indonesia cukup besar dan hanya terbatas pada pakan ternak karena ketengikan yang disebabkan hidrolisis, yang dikatalisis oleh enzim lipase, terhadap minyak yang terkandung di dalam dedak padi (Sayra, 1985). Hal ini sangat disayangkan, mengingat dedak dapat dimanfaatkan secara

lebih maksimal. Salah satu cara meningkatkan nilai ekonomisnya adalah dengan mengekstrak minyak dedak padi. Minyak dedak padi diektraksi dengan pelarut nheksan. Hasil penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian menunjukkan bahwa rendemen minyak dedak padi yang dihasilkan sekitar 14-17 % dengan kandungan protein ampas dedak padi hasil ekstraksi 1113%. Komposisi dari minyak dedak padi 81-83% trigliserida, 2-3% digliserida, 56 % monogliserida, 2-3% asam lemak bebas, 0,3% wax, 0,8 % glikolipid, 1,6% pospolipid, dan 4 % senyawa tak tersaponifikasi (Anonim, ).

Banyak sekali manfaat dedak untuk kebutuhan manusia, dilihat dari komposisinnya, dedak (bekatul) mengandung protein 13 %, lemak 2-5%, karbohidrat 58-74% dan serat kasar kalori sehingga bekatul dapat dimanfaatkan untuk makanan dan pakan ternak.

2.2

Minyak Dedak Padi Minyak mentah dedak padi sulit dimurnikan karena tingginya kandungan

asam lemak bebas dan senyawa-senyawa tak tersaponifikasikan. Peningkatan asam lemak bebas secara cepat terjadi karena adanya enzim lipase aktif dalam dedak padi setelah proses penggilingan. Enzim lipase dalam dedak padi mengakibatkan kandungan asam lemak bebas minyak mentah dedak padi lebih tinggi dari minyak mentah lain sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan (non-edible oil) (Purbasari dkk, 2008).

Tabel 1. Karakteristik minyak dedak padi Karakteristik Rentang Nilai Specific gravity (20o/30oC) 0,916-0,921 o Refractive index (25 C) 1,47-1,473 Bilangan iodin 99-108 Bilangan penyabunan 181-189 Material tak tersabunkan (%) 3-5 Asam lemak bebas (%) 3-60 (Sumber: SBP Board of Consultants and Engineers 1998; dalam Hikmah, 2010) Minyak dedak padi mengandung vitamin, antioksidan, serta nutrisi yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan manusia. Minyak dedak padi mengandung sejumlah besar asam oleat dan asam linoleat. Minyak dedak padi juga mengandung antioksidan tokoferol, tokotrienol, dan orizanol. Kandungan antioksidan (terutama orizanol) minyak dedak padi jauh lebih besar dibandingkan dengan minyak pangan lainnya. Orizanol merupakan antioksidan yang sangat kuat dan hanya ditemukan pada dedak padi. Orizanol (C40H58O4) dapat membantu mencegah serangan jantung dengan cara mengurangi penyerapan kolesterol dari makanan sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol yang merugikan dalam darah (Putrawan dkk., 2009). Dedak padi memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi berkisar antara 17-23% yang mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh (70-90%) khususnya asam oleat dan asam linoleat (Putrawan dkk., 2009).

Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak dedak padi 10

Carbon

Nama Sistematik

Nama Trivial

C14:0 Tetradekanoat Asam miristat C16:0 Heksadekanoat Asam palmitat C18:0 Oktadekanoat Asam stearat C18:1 cis-9-oktadekenoat Asam oleat C18:2 9,12-oktadekadienoat Asam linoleat C18:3 6,9,12-oktadekatrienoat Asam linolenat C20:0 Eikosanoat Asam arachidat (Sumber: Rachmaniah, 2003; Rachmaniah, 2005).

Kandungan (%-berat) 0.3366 17.2096 1.7112 45.7510 33.4208 0.3645 1.2063

2.3

Ekstraksi Minyak Dedak Padi Ekstraksi minyak dedak padi merupakan ekstraksi padat-cair. Ekstraksi

padat-cair dipengaruhi oleh sifat partikel padatan yang diekstraksi, jenis pelarut, dan kondisi berlangsungnya operasi ekstraksi. Ukuran partikel padatan yang akan diekstraksi berpengaruh pada luas area interfacial dan laju transfer massa. Selain itu, permeabilitas partikel juga berpengaruh pada kemampuan pelarut yang digunakan untuk menembus pori-pori dari partikel. Kondisi operasi yang berpengaruh pada proses ekstraksi adalah jenis ekstraktor, temperatur, perbandingan volume pelarut terhadap berat zat yang diekstraksi, dan waktu ekstraksi. Pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi minyak dedak padi adalah heksana, tetapi heksana mudah terbakar. Pelarut mudah menguap lain yang lebih aman dan berpotensi untuk ekstraksi minyak dedak padi adalah isopropil alkohol. Toksisitas isopropil alkohol lebih rendah dibandingkan heksana, sehingga lebih aman dalam penggunaannya sebagai pelarut dalam ekstraksi minyak dedak padi. Untuk mengurangi potensi bahaya yang ditimbulkan, konsentrasi isopropil alkohol dikurangi melalui penambahan air, namun isopropil alkohol dengan 11

konsentrasi 75%-berat tidak efektif untuk digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi minyak (Lusas dkk., 2000; dalam Putrawan dkk., 2009). Ekstraksi minyak dedak padi menggunakan isopropil alkohol lebih baik dilaksanakan pada temperatur tinggi (minimal pada 0,9 kali titik didih normalnya 74oC), karena kelarutan minyak dalam pelarut berbanding lurus dengan temperatur operasi. Pada temperatur operasi yang semakin tinggi, kelarutan minyak dalam isopropil alkohol meningkat dan memungkinkan semakin banyaknya senyawa polar yang terekstraksi (water soluble matter), seperti protein dan karbohidrat (Zigoneanu dkk., 2007; dalam Putrawan dkk., 2009). Tambahan pula, senyawa alkohol merupakan pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi karbohidrat. Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Mc. Donald dkk (2000); dalam Putrawan (2009) dimana penelitian tersebut bertujuan untuk membandingkan efisiensi penggunaan senyawa alkohol (dalam hal ini etanol 75%) dan piridin untuk mengekstraksi karbohidrat berberat molekul rendah dari biji kacang kedelai. Ekstraksi minyak menggunakan isopropil alkohol sebagai pelarut, diduga akan menghasilkan water soluble matter sebagai produk samping. Kendala dalam ekstraksi minyak dedak padi menggunakan isopropil alkohol adalah terekstraknya senyawa lain (water soluble matter), seperti karbohidrat, sehingga dibutuhkan proses pemurnian untuk menyingkirkan senyawa tersebut. Penyingkiran water soluble matter dilakukan melalui pencucian dengan pelarut polar. Pelarut polar akan melarutkan solut yang polar dan pelarut non polar akan melarutkan solut yang non polar atau disebut dengan like dissolve

12

like. Proses pencucian ini diharapkan mampu menyingkirkan water soluble matter secara efektif. Ekstraksi minyak dedak padi dilakukan dengan menggunakan ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi diawali dengan menempatkan dedak pada kolom Soxhlet dan pelarut dalam labu. Pemanas selanjutnya dinyalakan untuk menguapkan pelarut. Uap pelarut menuju kondensor, dimana uap mengalami kondensasi menjadi kondensat yang jatuh melalui unggun pelet. Setelah unggun penuh dengan kondensat pelarut, pelarut akan mengalir kembali menuju labu karena efek siphon. Sirkulasi pelarut dihentikan setelah mencapai waktu tertentu (Putrawan dkk., 2009).

2.4

Gliserol Salah satu alkil trihidrat yang penting adalah gliserol (propan-1,2,3-triol)

C3H8O3. Senyawa ini kebanyakan ditemui hampir pada semua lemak hewani dan minyak nabati sebagai ester gliserin dari asam lemak. Gliserol dan gliserin adalah sama, tetapi pemakaian kata gliserol biasa dipakai jika kemurnian rendah sedangkan pemakaian kata gliserin dipakai untuk kemurnian yang tinggi. Tetapi secara umum, gliserin merupakan nama dagang dari gliserol.
H2C HC H2C OH OH OH

Gambar 2. Struktur gliserol Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 20oC dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu 13

290oC. Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol tetapi tidak larut dalam minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik. Senyawa ini bermanfaat sebagai antibeku dan juga merupakan senyawa yang higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya. Gliserol banyak dihasilkan dari industri gliserol di Sumatra Utara, merupakan bahan baku yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi. Gliserol dapat diperoleh dari pemecahan ester asam lemak dari minyak dan lemak industri oleokimia. Tabel 3. Perbandingan sifat fisik crude glycerol dengan gliserol murni Sifat Fisik Crude Glycerol Densitas 1,1514 Viskositas 360,0765 Kadar Air 10,03 Kadar Glyserol 32,23 Warna Coklat kehitaman (Sumber: Nurbayati, dkk., 2009). Gliserol Murni 1,2620 1499 0,5 99,5 Bening Satuan g/ml mPa.s % %

Gliserol dapat digunakan unutk gliserolisis lemak atau metil ester untuk membentuk gliserolat monogliserida, digliserida dan trigliserida. Gliserol mengandung tiga gugus hidroksi yang terdiri dari dua gugus alkohol primer dan satu gugus alkohol sekunder. Atom karbon yang terdapat dalam gliserol dapat ditunjukkan sebagai atom karbon , dan (Yusuf, 2007).

2.4.1. Pemurnian gliserol

14

Gliserol yang diproduksi selama produksi biodisel skala kecil dapat digunakan sebagai sabun tanpa harus diproses lebih lanjut. Gliserol dapat juga dikomposkan atau diletakkan di tanah sehingga cepat dikonsumsi oleh bakteri dan mikroba alami. Gliserol dimurnikan dengan penambahan asam fosfat (H3PO4) dengan mengontrol pH. Larutan kemudian diaduk menggunakan pengaduk magnetik sambil dipanaskan pada suhu 75oC selama 30 menit. Larutan yang terbentuk didiamkan selama 60 menit sehingga terbentuk tiga lapisan. Lapisan paling bawah berbentuk padatan merupakan garam natrium fosfat, lapisan tengah merupakan gliserol, dan lapisan paling atas merupakan sisa asam lemak. Lapisan tengah dan atas dipisahkan dari lapisan paling bawah yang berbentuk padatan dengan menyaring larutan tersebut menggunakan corong Buchner. Filtrat yang dihasilkan dipisahkan menggunakan corong pemisah kemudian lapisan paling bawah diambil sebagai gliserol murni (Farobie, 2009). Gliserol murni digunakan untuk membuat ratusan produk dan harganya biasanya sangat mahal. Namun gliserol yang diproduksi selama transesterifikasi berlangsung, mengandung banyak bahan tidak murni. Sebagian besar katalis dan alkohol yang tidak bereaksi dalam reaksi biodisel akan turun ke dalam lapisan gliserol (Sitohang, 2008).

2.4.2. Pemanfaatan gliserol dan turunannya 15

Dewasa ini, sumber utama gliserol komersil diperoleh dari pengolahan minyak nabati, sebagai produk samping industri oleokimia dan juga dari industri petrokimia. Gliserol yang diperoleh ini hanya sebagian digunakan sebagai bahan baku industri dan masih merupakan komoditas yang melimpah. Gliserol umumnya digunakan pada pembuatan bahan peledak, sebagai bahan anti pembeku, bahan pembasah atau pengemulsi produk kosmetik. Sehubungan dengan terbatasnya diversifikasi produk olahan berbasis gliserol, maka harga jual komoditas gliserol masih tetap rendah, kecuali bila kebutuhan bahan peledak meningkat. Herawan dkk (2006); dalam Yusuf (2007) telah berhasil mengolah residu gliserol pabrik biodiesel untuk mendapatkan gliserol komersial dengan kadar mencapai 88%. Dalam hal lain, sehubungan dengan struktur gliserol yang mempunyai gugus alkohol sekunder dan dua gugus alkohol primer, maka akan memberikan banyak kemungkinan terjadinya reaksi untuk mengembangkan turunan alkohol ini. Secara umum senyawa poliol (polihidroksi termasuk gliserol) dari berbagai sumber banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri seperti halnya ester poliol dari senyawa sakarida dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan surfaktan dalam formulasi bahan makanan, kosmetika maupun obat-obatan. Demikian juga dalam industri polimer senyawa poliol banyak digunakan sebagai plastisiser maupun pemantap. Senyawa poliol ini dapat diperoleh dari hasil industri petrokimia, maupun langsung dari transformasi minyak nabati maupun olahan industri oleokimia. Dibandingkan dengan hasil 16

industri petrokimia, senyawa poliol dari minyak nabati dan industri oleokimia dapat diperbaharui, sumbernya mudah diperoleh, dan juga ramah lingkungan karena mudah terdegradasi di alam (Yusuf, 2007).

2.5

Poligliserol Poligliserol memiliki beberapa kegunaan sebagai surfaktan, pelumas (oli),

kosmetik, bahan tambahan makanan dan lain-lain. Poligliserol ester memiliki sifat yang beragam sehingga dimungkinkan untuk melakukan kontrol terhadap panjang rantai poligliserol, derajat esterifikasi, dan berat molekul asam lemak. Untuk pembentukan suatu di-, tri-, tetra-, atau poligliserol sebagai langkah pertama dilakukan esterifikasi. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mempersiapkan digliserol atau campuran (di-, tri-) gliserol sebagai suatu poligliserol sederhana oleh esterifikasi langsung gliserol tanpa dengan penambahan pelarut (Sitohang, 2008).
OH O HO OH O OH OH

Gambar 3. Struktur poligliserol Pada saat ini poligliserol sedang dikembangkan untuk menggantikan pemlastis komersil yang bersifat racun, menimbulkan kanker dan tidak dapat terurai di alam. Dalam waktu yang lama pemlastis komersil dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Sedangkan poligliserol yang telah diesterifikasi merupakan pemlastis yang ramah terhadap lingkungan karena dapat terurai di

17

alam. Poligliserol dapat diperoleh dari residu gliserol pabrik biodisel mengunakan reaksi esterifikasi homogen dan heterogen. Senyawa poligliserol dapat dibuat dengan cara pencampuran gliserol dengan katalis logam alkalis seperti natrium dan kalium hidroksida kemudian dipanaskan pada temperatur yang tinggi. Reaksi ini disebabkan oleh adanya kondensasi atau dehidrasi antara dua atau lebih molekul gliserol melalui gugus hidroksi yang menghasilkan ikatan eter dengan membebaskan air. Sebagaimana diketahui, poligliserol telah banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetika, pengemulsi, minyak pelumas dan plastisiser pada pengolahan polimer sebagai kemasan makanan yang layak pakai dan mudah terdegradasi. Beberapa penelitian telah melaporkan metode sintesis dan analisis produk poligliserol dari bahan gliserol berbasis hasil industri petrokimia maupun oleokimia. Prosedur sintesis berbagai standar oligomer gliserol dengan struktur linear, bercabang dan siklis menggunakan katalis basa (Sitohang, 2008). Polimerisasi dilangsungkan pada suhu 250oC menggunakan susunan peralatan yang terdiri dari reaktor batch berupa erlenmeyer 1000 mL di atas hotplate berpengaduk magnetik yang dilengkapi dengan termometer, kondensor, serta penampung kondensat. Pada proses ini, digunakan NaOH 2% (w/w) sebagai katalis. Kelangsungan reaksi diikuti dengan cara mengamati secara fisik terbentuknya uap air yang memisahkan diri dari massa reaksi, terkondensasi dalam kondensor, dan terkumpul dalam penampung kondensat (Dermawan, 2004 dan Dermawan 2006).

18

OH HO OH

OH

OH O OH

NaOH

HO

+ H2O air

gliserol

Digliserol + Gliserol
OH HO O

OH O

OH OH

+ H2 O

Trigliserol + Gliserol

Poligliserol

Gambar 4. Skema reaksi polimerisasi giserol

2.6

Spektrofotometer FT-IR Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum

elektromagnet yang terletak antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Spektrum infra merah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh, gugus-gugus atom tertentu memberikan penambahan pita-pita serapan tertentu. Pancaran infra merah yang serapannya kurang daripada 100 cm -1 (panjang gelombang > 100 m) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul (Silverstein, 1981). Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisis banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya senyawa organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruhnya di daerah spektrum IR 4000-400 cm-1 (Arsyad, 2008). Spektrum inframerah suatu senyawaan memberikan gambaran mengenai berbagai gugus fungsional dalam sebuah molekul organik,

19

tetapi hanya memberikan sedikit petunjuk mengenai bagian hidrokarbon molekul tersebut (Fessenden dkk., 1982). Spektrofotometer infra merah mutakhir yang berberkas ganda terdiri dari lima bagian utama yaitu: a. Sumber sinar Sinar infra merah dihasilkan oleh sebuah sumber yang dipanaskan dengan listrik sampai 1000-1800oC. sumber ini berupa filamen Nernst; yang dibuat dari sebuah pengikat dan oksida-oksida zirkonium, torium dan serium; serta filamen Globar yang berupa sebuah batang kecil silikon karbida. b. Tempat cuplikan Berkas acuan dan berkas cuplikan masuk ke tempat cuplikan dan masingmasing menembus sel acuan dan sel cuplikan secara bersesuaian. Tempat cuplikan suatu spektrofotometer yang teliti menyediakan ragam yang luas untuk cuplikan, dari sel untuk gas yang panjang lintasannya 40 m sampai sel mikro. c. Fotometer Bila kedua buah berkas mempunyai kekuatan yang sama, maka radiasi ini berada pada keadaan optik nol. Sisir pada jalur berkas cuplikan memungkinkan pengimbangan kedua berkas tadi. d. Monokromator Berkas yang telah digabungkan melewati monokromator dengan memasuki celah, dipantulkan dan tiba di kisi difraksi. Berkas itu disebarkan menjadi berbagai frekuensi dan dipantulkan kembali.

20

e. Detektor (termokopel) Detektor ialah komponen yang mengukur energi sinar dengan cara mendeteksi panasnya. Dua macam detektor sering digunakan ialah termokopel dan bolometer. Di dalam detektor termokopel, energi sinar memanaskan salah satu sambungan dwilogam berbanding lurus dengan naiknya suhu. Bolometer berubah panasnya bersama kenaikan suhu. Bila salah satu detektor menjadi suatu bentang rangkaian jembatan, maka perubahan suhu akan menyebabkan isyarat menjadi tak-imbang. Isyarat tak-imbang itu dapat diperkuat dan dicatat, atau digunakan untuk mengaktifkan suatu mekanis servo untuk menciptakan keseimbangan kembali.

21

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dari bulan Maret 2012 sampai

bulan Agustus 2012 di Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana, Kupang. Proses evaporasi dilaksanakan di Lboratorium Kimia FMIPA Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang. Analisis spektroskopi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Brawijaya, Malang.

3.2 3.2.1

Alat Dan Bahan Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan dasar berupa

dedak padi, bahan kimia terdiri atas n-heksana sebagai pelarut, natrium hidroksida (NaOH), H2SO4 pekat, akuades, Na2SO4 anhidrat, etanol 95% dan H3PO4 5%.

3.2.2

Alat Peralatan yang digunakan terdiri atas peralatan gelas laboratorium,

seperangkat alat soxhletasi, seperangkat alat destilasi, seperangkat alat refluks, oven, rotary evaporator, pHmeter, termometer, hotplate, corong pisah, corong kaca, penyaring buchner, pompa vakum, spektrofotometer FT-IR.

22

3.3 3.3.1

Tahap Penelitian Isolasi minyak dedak padi 50 g dedak padi yang telah dikeringkan dibungkus dengan kertas saring

dan di letakkan dalam selongsong tabung soxhletasi dan dirangkai dengan labu soxhlet. Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi menggunakan 250 mL n-heksana teknis sebagai pelarut. Proses ini dilakukan 1-2 jam hingga semua minyak terekstrak. Minyak mentah dedak padi dipisahkan dari pelarutnya (n-heksana) menggunakan rotary evaporator (Rachmaniah dkk, 2005). Proses yang sama dilakukan pengulangan untuk memperoleh jumlah minyak sesuai dengan yang dibutuhkan.

3.3.2

Isolasi gliserol dari minyak dedak padi Minyak dedak padi sebanyak 50 gram dipanaskan pada suhu 55C di

dalam labu leher tiga. Setelah itu ditambah larutan yang diperoleh dari hasil pencampuran antara etanol sebanyak 25% dan asam sulfat sebanyak 5% dari berat minyak. Larutan diaduk pada suhu 55C selama 1 jam. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam corong pemisah untuk memisahkan ester metil asam lemak + trigliserida dan etanol yang tidak bereaksi. Lapisan bawah, yaitu larutan ester metil asam lemak dan trigliserida dipanaskan kembali pada suhu yang sama di dalam labu leher tiga. Setelah mencapai suhu 55C, larutan kemudian ditambah larutan etoksida yang diperoleh dari hasil pencampuran antara etanol sebanyak 15% dan natrium hidroksida sebanyak 1% dari berat minyak. Larutan dipanaskan pada suhu yang sama selama 1 jam sehingga terbentuk biodiesel dan gliserol. 23

Kedua larutan ini dipisahkan dengan menggunakan corong pisah. Lapisan bawah sebagai gliserol dan lapisan atas sebagai biodiesel (Farobie, 2009). Proses yang sama dilakukan pengulangan untuk memperoleh jumlah crude gliserol sesuai dengan yang dibutuhkan.

3.3.3

Pemurnian gliserol 50 g gliserol (crude gliserol) hasil isolasi dimasukkan ke dalam gelas

kimia, ditambahkan asam fosfat (H3PO4) 5% hingga pH 6. Larutan kemudian diaduk menggunakan pengaduk magnetik sambil dipanaskan pada suhu 75oC selama 30 menit. Larutan yang terbentuk didiamkan selama 60 menit sehingga terbentuk tiga lapisan. Lapisan tersebut dipisahkan dari lapisan yang berbentuk padatan dengan menyaring larutan tersebut menggunakan corong Buchner. Filtrat yang dihasilkan dipisah menggunakan corong pemisah kemudian lapisan paling bawah diambil (Farobie, 2009), ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan dipisahkan. Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisis gugus fungsinya dengan menggunakan Spektrofotometer FT-IR.

3.3.4

Polimerisasi gliserol Gliserol yang telah dimurnikan ditimbang 10 g dan dimasukkan ke dalam

labu leher tiga 250 mL kemudian ditambahkan katalis NaOH 2% (w/w), dan diaduk dengan pengaduk magnetik. Labu dihubungkan dengan kondensor. Temperatur reaksi diatur kurang lebih 250oC selama 2 jam. Hasil reaksi dipisahkan menggunakan cara dekantasi, lapisan bawah NaOH dan lapisan atas 24

poligliserol dan air (Yusuf, 2007). Lapisan atas ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan dipisahkan. Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisis gugus fungsinya dengan menggunakan Spektrofotometer FT-IR.

25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Isolasi Minyak Dedak Padi Minyak dedak padi yang diperoleh dalam penelitian ini disajikan pada

tabel berikut: Tabel 4. Rendemen minyak dedak padi hasil isolasi Berat dedak padi (g) 5100 V. n-heksana (L) 25,5 Berat minyak (g) 199,688 Rendemen (%) 3,915

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan dedak padi sebanyak 5,1 Kg menghasilkan minyak sebanyak 199,688 gram dengan rendemen 3,915%. Minyak dedak padi yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan. Minyak dedak padi diekstraksi dengan metode ekstraksi padat-cair. Ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh sifat partikel padatan yang diekstraksi, jenis pelarut, dan kondisi berlangsungnya operasi ekstraksi. Ukuran partikel padatan yang akan diekstraksi berpengaruh pada luas area interfacial dan laju transfer massa. Selain itu, permeabilitas partikel juga berpengaruh pada kemampuan pelarut yang digunakan untuk menembus pori-pori dari partikel. Kondisi operasi yang berpengaruh pada proses ekstraksi adalah jenis ekstraktor, temperatur, perbandingan volume pelarut terhadap berat zat yang diekstraksi, dan waktu ekstraksi.

26

Gambar 5. Minyak dedak padi + pelarut n-heksana hasil isolasi Ekstraksi minyak dedak padi dilakukan dengan menggunakan pelarut nheksana yang bersifat non polar. Pelarut akan mengekstrak minyak yang terkandung dalam dedak padi, sehingga minyak tersebut tercampur dengan pelarut. Proses ekstraksi yang dilakukan dengan cara sokletasi, dimana setelah proses berakhir minyak yang tercampur dengan pelarut akan diuapkan menggunakan rotary evaporator. Dedak padi yang diperoleh dari lokasi penggilingan padi (dedak padi baru) sebaiknya langsung diekstraksi minyaknya, karena waktu penyimpanan dapat menyebabkan tingginya kadar asam lemak bebas dalam minyak dedak padi. Kadar asam lemak bebas minyak dedak padi yang tinggi dapat mempersulit proses pemurnian minyak itu sendiri. Minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi memiliki persentase yang sangat kecil. Hal ini menyebabkan proses ekstraksi harus dilakukan pengulangan hingga diperoleh minyak yang mencukupi untuk proses selanjutnya.

27

4.2

Isolasi Gliserol dari Minyak Dedak Padi Minyak dedak padi yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar

asam lemak bebas yang cukup tinggi. Asam lemak bebas yang terdapat pada minyak mengganggu proses transesterifikasi karena asam lemak ini dapat bereaksi dengan NaOH membentuk sabun (Gambar 6). Minyak dengan kadar FFA < 5% dapat ditransesterifikasi langsung dengan larutan etoksida tetapi jika kadar FFA 5%, maka sabun yang terbentuk akan menghambat proses pembentukan biodiesel dan gliserol (Gerpen, 2005 dalam Farobie, 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan esterifikasi asam lemak menggunakan etanol dengan katalis asam.
O C R OH O

+ NaOH
R

C O Na
+

+ H2O

Air Asam lemak Sabun Gambar 6. Reaksi pembentukan sabun dari asam lemak
H O C R OH R O C OH O H OH OH
transfer proton

H+

CH3CH2OH
R

OH C OH

Asam lemak
OH R C O H O OH2 CH2CH3 R C O H

CH2CH3 O

C O

H2O
R

CH2CH3

CH2CH3

Etil ester asam lemak

OCH2CH3

Gambar 7. Mekanisme reaksi esterifikasi asam lemak Hasil penelitian diperoleh dua lapisan yang terbentuk pada proses esterifikasi (Gambar 8). Lapisan bawah ialah etil ester asam lemak dan trigliserida sedangkan lapisan atas ialah sisa etanol yang tidak bereaksi. Lapisan yang digunakan untuk tahap transesterifikasi ialah lapisan bawah. 28

Etil ester asam lemak dan trigiserida

Sisa Etanol

Gambar 8. Lapisan yang terbentuk pada proses esterifikasi Proses transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan trigliserida dengan etanol dan katalis. Proses reaksi transesterifikasi menggunakan etanol lebih cenderung ke kanan dibandingkan dengan jenis alkohol lain serta mutu etil ester yang dihasilkan lebih baik dibanding ester dengan jenis alkohol berantai panjang lain (Adriaans, 2006 dalam Farobie, 2009). Hal ini disebabkan karena alkohol rantai panjang memiliki sifat polaritas yang kecil sehingga lebih sukar membentuk ion alkoksida saat bereaksi dengan NaOH. Katalis yang digunakan pada proses transesterifikasi trigliserida ialah katalis basa. Efek pelancaran reaksi dengan katalis basa adalah yang paling besar sehingga katalis inilah yang sekarang lazim digunakan. Katalis basa yang paling populer untuk proses transesterifikasi salah satunya ialah natrium hidroksida karena gliserol kasar yang dihasilkan berbentuk cair sehingga lebih mudah penanganannya. Sejatinya yang berperan dalam reaksi ini ialah ion etoksida yang terbentuk dari hasil reaksi antara natrium hidroksida dan etanol melalui reaksi kesetimbangan sebagai berikut:

29

OHbasa

+ CH3CH2OH etanol

CH3CH2Oion etoksida

+ H2 O air

Ion etoksida yang dihasilkan bereaksi dengan trigliserida melalui tiga tahap, yaitu pembentukan digliserida, monogliserida, dan gliserol. Mekanisme reaksi pembentukan gliserol dan etil ester asam lemak disajikan pada Gambar 9.
Tahap 1. Pembentukan digliserida
R1 R3 O C O H2C CH H2C O C O R2 OCH2CH3 C H2C O CH H2C O C R2 R3 O C O H2C CH H2C O C R2 O O O C O O R2 R3 H2C CH H2C O C R2 O OH O O O C O R3 H2C CH H2C O C O O O C O C O O C O R3 H2C CH H2C O C O O R1 C OCH2CH3 O

+ CH3CH2O ion etoksida

Trigliserida

R2 R1

R3 O C

R1

OCH2CH3

Etil ester asam lemak

OCH2CH3

+ CH3CH2O ion etoksida

digliserida

30

Tahap 2. Pembentukan monogliserida


R3 O C O H2C CH H2C O C O R2 OH O C O R3 H2C CH H2C O C O OCH2CH3 OH

+ CH3CH2O ion etoksida

digliserida
R3 O C O H2C CH

R2

OH O C

R3 H2C O CH H2C O OH

O C

H2C

O C O OCH2CH3 O C O

R2

OCH2CH3

Etil ester asam lemak

R3 O C O H2C CH H2C

R2 OH

R3 H2C CH H2C OH OH

+
O

OCH2CH3

+ CH3CH2O ion etoksida

monogliserida

Tahap 3. Pembentukan gliserol


R3 HO CH2 CH HO CH2 O C O HO CH2 CH HO CH2 O R3 C O OCH2CH3

+ CH3CH2O ion etoksida

monogliserida
R3 HO CH2 CH HO CH2 O C O OCH2CH3 HO HO CH2 CH CH2 O O C

R3

OCH2CH3

Etil ester asam lemak

HO

CH2 CH O

HO

CH2 CH OH

OCH2CH3 HO

+ CH3CH2O ion etoksida

HO

CH2

CH2

gliserol

Gambar 9. Mekanisme reaksi pembentukan gliserol dan etil ester asam lemak 31

Hasil tahap transesterifikasi ini diperoleh dua lapisan, yaitu biodiesel pada lapisan atas dan gliserol pada lapisan bawah (Gambar 10). Lapisan atas tidak larut dalam air sedangkan lapisan bawah larut dalam air. Hal ini karena biodiesel merupakan senyawa nonpolar sedangkan gliserol merupakan senyawa organik polar.

Lapisan etil ester asam lemak

Lapisan Gliserol Gambar 10. Lapisan yang terbentuk pada proses transesterifikasi

4.3

Pemurnian Gliserol Gliserol hasil pemurnian yang diperoleh sebanyak 11,29 gram dengan

rendemen 5,659% seperti disajikan pada tabel berikut: Tabel 5. Rendemen gliserol yang dihasilkan dari proses transesterifikasi Minyak dedak padi (g) 199,5 Etanol H2SO4 (g) (g) 80 10 NaOH (g) 2 Gliserol (g) 11,29 Rendemen (%) 5,659

Gliserol kasar yang diperoleh langsung dari pemisahan biodiesel masih mengandung banyak pengotor dan berwarna hitam (Gambar 11). Senyawa pengotor yang lazim terdapat pada gliserol kasar ialah etanol yang tidak bereaksi, sabun, dan natrium hidroksida. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses pemurnian 32

atau pemisahan yang berfungsi mengurangi bahan kimia lain yang tidak dibutuhkan atau bahkan mengganggu selama proses polimerisasi.

Gambar 11. Gliserol kasar hasil transesterifikasi minyak dedak padi Pemisahan senyawa pengotor dari gliserol dapat dilakukan dengan penambahan asam fosfat. Asam ini akan bereaksi dengan sisa katalis natrium hidroksida membentuk garam natrium fosfat (Gambar 12 (a)). Sisa etanol yang tidak bereaksi dapat dihilangkan dengan memanaskan gliserol pada suhu 75C karena etanol akan menguap pada suhu tersebut. Selain itu asam fosfat akan mengubah sabun membentuk asam lemak bebas kembali (Gambar 12 (b)).
3NaOH + H3PO4 (a)
O OH O OH P O O H R C OH OH

Na3PO4

3H2O

+
C R O Na+

+
O

OH P O Na+

Asam lemak (b)

Gambar 12. (a) Reaksi pembentukan garam natrium fosfat; (b) Reaksi pembentukan asam lemak bebas

33

Penambahan asam fosfat ke dalam gliserol kasar dari hasil penelitian ini membentuk lapisan seperti pada gambar berikut: (A) (B)

Lapisan crude gliserol dan sisa pereaksi Lapisan garam H2PO4- Na+

Lapisan asam lemak Lapisan crude gliserol Lapisan garam Na3PO4 + H2PO4- Na+

Gambar 13. Lapisan yang terbentuk (A) saat penambahan asam fosfat (B) setelah didiamkan selama 1 jam Pemisahan gliserol dan asam lemak dari garam natrium fosfat (Na 3PO4) dilakukan dengan menggunakan penyaring buchner. Proses penyaringan ini membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Hal ini karena larutan gliserol memiliki viskositas yang tinggi. Filtrat yang diperoleh merupakan campuran gliserol, air dan asam lemak yang dapat dipisahkan dengan menggunakan corong pisah. Lapisan bagian bawah merupakan larutan gliserol. Gliserol yang dihasilkan masih tercampur dengan air sehingga kandungan airnya dihilangkan dengan

penambahan natrium sulfat anhidrat (Na2SO4).

Gambar 14. Gliserol hasil pemurnian 34

Gliserol tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan FT-IR untuk mengetahui gugus fungsinya, dengan hasil analisis spektrum FT-IR disajikan berikut. Tabel 6. Hasil analisis gugus fungsi gliserol Sampel Gliserol Bilangan gelombang (cm-1) 3384,84 2941,24; 2885,31 1409,87 1211,21-991,34 1643,24 dan 495,67 Gugus fungsi O-H CH2 C-H C-O C-C

Gambar 15. Spektrum FT-IR gliserol hasil transesterifikasi. Data spektrum gliserol di atas memberikan informasi pada bilangan gelombang 3384,84 cm-1 menunjukkan adanya gugus O-H uluran. Pita spektrum ini tajam dan melebar karena pengaruh ikatan hidrogen antarmolekulnya. Pada bilangan gelombang 1211,21-991,34 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-O, tepatnya spektrum tajam pada 1041,49 cm-1 merupakan serapan khas untuk uluran C-O. Pada bilangan gelombang 2941,24 cm -1 menunjukkan adanya gugus CH2 uluran tak simetris, yang didukung oleh serapan pada daerah sidik jari 1409,87

35

cm-1 menunjukkan adanya liukan C-H, uluran simetrik CH2 pada daerah 2885,31 cm-1, tekukan CH2 pada daerah 1458,08 cm-1 dan pita yang dihasilkan dari getaran rocking gugus metilena (CH2) yang muncul pada daerah 921,91 cm-1. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis spektrum FT-IR, hasil yang diperoleh dari proses transesterifikasi minyak dedak padi tersebut adalah gliserol.

4.4

Polimerisasi Gliserol Hasil polimerisasi yang diperoleh sebanyak 8,556 gram dengan rendemen

85,56% seperti pada tabel berikut: Tabel 7. Rendemen hasil polimerisasi isolat gliserol Berat Gliserol (g) 10 NaOH (g) 0,2 Hasil polimerisasi (g) 8,556 Rendemen (%) 85,56

Proses polimerisasi gliserol dilakukan melalui proses yang cukup rumit, karena reaksi berlangsung pada suhu yang relatif tinggi. Pada proses ini gliserol yang dihasilkan sebanyak 10 gram direaksikan dengan 2% (w/w) natrium hidroksida (NaOH) sebagai katalis dalam labu leher tiga disertai pengadukan pada suhu 250oC selama 2 jam. Penjagaan kondisi suhu yang maksimal sangat sulit dilakukan sehingga perlu digunakan media pemanasan lain yakni menggunakan oli kotor. Hasil akhir proses ini adalah merupakan suatu molekul polimer dari gliserol berdasarkan reaksi antara monomer gliserol dengan katalis NaOH yang menghasilkan poligliserol dan air. Reaksi polimerisasi dapat dilihat pada gambar berikut.

36

OH H2C OH H2C OH H2C OH H2C O H H2C OH H2C OH H2C OH OH

NaOH 250oC
H2C

+ H2O

+ OH

CH

OH

Digliserol + Gliserol
OH HO C H2 CH C H2 O C H2 OH CH O C H2 C H2 OH CH C H2 OH

+ H2O

Trigliserol

+ Gliserol
OH HO C H2 CH C H2 O C H2 OH CH C H2 O C H2 OH CH C H2 O C H2 OH CH C H2 OH + H O 2

Poligliser

Gambar 16. Reaksi polimerisasi gliserol Poligliserol yang dihasilkan masih tercampur dengan air sehingga dihilangkan dengan penambahan natrium sulfat anhidrat (Na2SO4). Penambahan Na2SO4 anhidrat akan mengikat molekul air dalam hasil polimerisasi yang ditandai dengan volume cairan tersebut tidak berkurang lagi. Poligliserol hasil pemurnian tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

37

Gambar 17. Hasil reaoksi polimerisasi gliserol Tabel 8. Hasil analisis gugus fungsi poligliserol Sampel Bilangan gelombang (cm-1) 3375,20 2939,31; 2885,31 1407,94 1211,21-993,27 1645,17; 491,81 1232,43; 781,12 Gugus fungsi O-H CH2 C-H C-O C-C C-O-C (eter)

Poligliserol

Gambar 18. Spektrum FT-IR hasil polimerisasi gliserol Data spektrum hasil polimerisasi gliserol, memberikan informasi pada bilangan gelombang 3375,20 cm-1 menunjukkan adanya gugus O-H uluran. Pita spektrum ini tajam dan melebar karena pengaruh ikatan hidrogen antar 38

molekulnya. Pada bilangan gelombang 1211,21-993,27 cm-1 menunjukkan adanya pita uluran gugus C-O, tepatnya spektrum tajam pada 1043,42 cm-1 merupakan serapan khas untuk uluran C-O. Pada bilangan gelombang 2939,31 cm-1 menunjukkan adanya gugus CH2 uluran tak simetris, yang didukung oleh serapan pada daerah sidik jari 1407,94 cm -1 menunjukkan adanya liukan C-H, uluran simetrik CH2 pada daerah 2885,31 cm-1, tekukan CH2 pada daerah 1458,08 cm-1 dan pita yang dihasilkan dari getaran rocking gugus metilena (CH 2) yang muncul pada daerah 923,84 cm-1. Pada bilangan gelombang 1232,43 cm-1 terdapat pita serapan lemah yang menunjukkan adanya pita uluran tak simetris gugus C-O-C, yang diperkuat dengan munculnya pita serapan pada 781,12 cm -1 spesifik untuk tekukan tak simetris gugus C-O-C. Hasil analisis spektrum FT-IR gliserol dan hasil polimerisasi isolat gliserol menunjukkan tidak ada perbedaan yang mendasar. Hal ini disebabkan karena kedua senyawa ini memiliki gugus fungsi yang sama. Namun pada hasil polimerisasi terdapat dua spektra yang berbeda yaitu pada bilangan gelombang 1232,43 cm-1 dan 781,12 cm-1 yang diasumsikan sebagai serapan untuk gugus CO-C. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis spektrum FT-IR hasil yang diperoleh dari proses polimerisasi isolat gliserol minyak dedak padi tersebut adalah poligliserol. Poligliserol yang dihasilkan adalah poligliserol linear yang ditunjukkan oleh hasil analisa FT-IR tidak menunjukkan adanya gugus siklik.

BAB V 39

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: 1. Gliserol dapat diisolasi dari minyak dedak padi melalui proses transesterfikasi dengan rendemen 5,659%. Isolat gliserol yang diperoleh memberikan spektrum FT-IR berupa gugus OH (pada 3384,84 cm-1), gugus CH2 (pada 2941,24; 2885,31 cm-1), gugus C-H (pada 1409,87 cm-1) dan gugus C-O (pada 1041,49 cm-1). 2. Gliserol dapat diolah menjadi poligliserol melalui proses polimerisasi atau reaksi kondensasi antara molekul gliserol dengan katalis NaOH pada suhu tinggi. Poligliserol yang dihasilkan dengan rendemen 85,56% dan memberikan spektrum FT-IR berupa gugus OH (pada 3375,20 cm-1), gugus CH2 (pada 2939,31; 2885,31 cm-1), gugus C-H (pada 1407,94 cm-1), gugus C-O (pada 1043,42 cm-1) dan gugus C-O-C (pada 1232,43; 781,12 cm-1). 3. Hasil analisis spektrum FT-IR isolat gliserol dan hasil polimerisasi menunjukkan terdapat perubahan gugus fungsi pada spektrum hasil polimerisasi yaitu pada 1232, 43 cm-1 yang diduga pita uluran tak simetrik gugus C-O-C dan 781,12 cm-1 diduga pita tekukan tak simetris gugus C-OC.

5.2

Saran 40

Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada peneliti lainnya agar dapat dilakukan pengujian sifat fisika-kimia dari isolat gliserol dan poligliserol, dianalisis dengan spektrofotometer GC-MS untuk menentukan struktur dan jumlah monomer penyusun poligliserol tersebut serta dapat diolah lebih lanjut menjadi senyawa yang lebih bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA 41

Anonim, ____, Pabrik Margarin dari Minyak dedak Padi (RBO) dengan Proses Hidrogenasi, Tugas Akhir, Surabaya; Institut Teknologi Sepuluh Nopember Arsyad., 2008, Kompatibilitas dan Kinerja Poligliserol dalam Matriks Termoplastik Polipropilena, Tesis, USU, Medan Dermawan D. Dkk., 2004, Karakteristik Ester Poligliserol dari Estolida dan Asam Oleat Sebagai Bahan Dasar Pelumas Mesin Otomotif, dalam Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004, Hal. G-4-(1-6), ISSN: 1411-4216, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang Dermawan D., 2006, Pembuatan Pelumas Mesin Otomotif dari Bahan Terbaharukan, dalam Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2006, Hal. PMBM 01-(1-7), ISBN: 979-97893-0-3, Palembang Farobie Obie., 2009, pemanfaatan gliserol hasil samping produksi biodiesel sebagai bahan penolong penghancur semen, Tesis, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor Fessenden, 1982, Kimia Organik, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta Hikmah M.N., 2010, Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi, Skripsi, Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Semarang Mayurid, 2009, Pemisahan PUFA yang Dihasikan dari Beberapa Minyak Nabati Secara Fraksinasi Kompleksasi Urea, Tesis,USU, Medan Nurbayati S. dkk., 2009, Pemurnian Gliserol dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas, Jurnal Valensi, Hal. 155-160, Prodi Kimia FST UIN Syahid, Jakarta Purbasari A. dkk., 2008, Kajian Awal Pembuatan Biodiesel dari Minyak Dedak Padi dengan Proses Esterifikasi, Reaktor, Vol. 12. No. 1, Juni 2008, Hal. 1921, Jurusan Teknik Kimia UNDIP, Semarang Putrawan I. D. G. Arsa dkk., 2009, Ekstraksi Minyak Dedak Padi menggunakan Isopropil Alkohol, dalam Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia-SNTKI 2009, Hal. TPM 05-(1-10), ISBN: 978-979-98300-1-2, Bandung Rachmaniah O., 2003, Pengaruh Jenis Substrat terhadap Konversi FAME pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi Menjadi Biodiesel dengan Katalis Asam, Jurnal, Hal. 1-14, Surabaya; Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

42

Rachmaniah O., 2005, Studi Transesterifikasi Berkatalis Asam Triglyceride dan Fatty Acid dari Minyak Mentah Dedak Padi Menjadi Biodiesel, dalam Prosiding Seminar Nasional XII - FTI-ITS, Hal. 501-(1-8) FTI-ITS 2005, ISBN: 979-545-037-9, Surabaya Rafli R., 2008, Karakteristik Matriks Termoplastik Polietilena Terplastisasi Poligliserol Asetat, Tesis, USU, Medan Silverstein R. M., 1981, Spektrometric Identification of Organic Compounds, Fourth Edition, diterjemahkan oleh Drs. A.J. Hartono, dkk., Penerbit Erlangga, Jakarta Sitohang K., 2008, Karakteristik Sifat Fisika dan Kimia Plastisiser Poligliserol Asetat dan Kinerja Plastisasinya dalam Matriks Termoplastik Polistirena, Tesis, USU, Medan Yuniati, Y. dkk., 2010, Pemanfaatan Gliserol Sebagai Hasil Samping Biodiesel Menjadi Produk Kimia Lain dalam Media Air Subkritis Hingga Superkritis, dalam Prosiding Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2010, ISSN: 14114216, Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Semarang Yusuf M., 2007, Penyediaan Poligliserol Asetat dari Residu Gliserol Pabrik Biodiesel Sebagai Bahan Pemlastis pada Polivinil Klorida, Tesis,USU, Medan

43

LAMPIRAN Lampiran I. Perhitungan rendemen minyak dedak padi hasil isolasi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Total Berat dedak padi (g) 500 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 200 5100 V. n-heksana (L) 2,5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 25,5 Jumlah Minyak Volume Berat (mL) (g) 23 21,068 17 15,572 17,5 16,03 17,5 16,03 18 16,448 16,5 15,114 17 15,572 17 15,572 16,5 15,114 16,5 15,114 17 15,572 16,5 15,114 8 7,328 218 199,688 Rendemen (%) 4,2136 3,893 4,0075 4,0075 4,122 3,7785 3,893 3,893 3,7785 3,7785 3,893 3,7785 3,664 3,915

Perhitungan rendemen minyak yang diperoleh: 1. Berat dedak padi Berat minyak : 500 gram : 21,068 gram

44

2. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 15,572 gram

3. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 16,03 gram

4. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 16,03 gram

5. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 16,488 gram

6. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 15,114 gram

45

7. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 15,572 gram

8. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 15,572 gram

9. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 15,114 gram

10. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 15,114 gram

46

11. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 15,572 gram

12. Berat dedak padi Berat minyak

: 400 gram : 15,114 gram

13. Berat dedak padi Berat minyak

: 200 gram : 7,328 gram

Perhitungan rendemen minyak yang diperoleh secara keseluruhan: Berat minyak Berat dedak padi : 199,688 gram : 5100 gram

Perhitungan rendemen minyak yang diperoleh per 50 gram dedak padi: Berat minyak : 1,958 gram 47

Berat dedak padi

: 50 gram

Lampiran II. Perhitungan rendemen gliserol hasil isolasi Berat minyak dedak padi (g) 50 50 50 49,5 199,5 Jumlah gliserol Etanol H2SO4 (g) (g) 20 20 20 20 80 2,5 2,5 2,5 2,5 10 NaOH (g) 0,5 0,5 0,5 0,5 2 Volume (mL) 2,5 2,5 2,5 2,3 9,8 Berat (g) 2,88 2,88 2,88 2,65 11,29 Rendemen (%) 5,76 5,76 5,76 5,353 5,659

No. 1. 2. 3. 4. Total

Perhitungan rendemen gliserol yang diperoleh: 1. Berat minyak : 50 gram 48

Berat gliserol : 2,88 gram

2. Berat minyak : 50 gram Berat gliserol : 2,88 gram

3. Berat minyak : 50 gram Berat gliserol : 2,88 gram

4. Berat minyak : 49,5 gram Berat gliserol : 2,65 gram

Perhitungan rendemen total gliserol yang diperoleh: 49

Berat minyak : 199,5 Berat gliserol : 11,29

50

Lampiran III. Perhitungan rendemen hasil polimerisasi gliserol No. 1. Berat Gliserol (g) 10 NaOH (g) 0,2 Hasil polimerisasi (g) 8,556 Rendemen (%) 85,56

Perhitungan rendemen hasil polimerisasi yang diperoleh: Berat gliserol Berat hasil polimerisasi : 10 gram : 8,556 gram

51

Lampiran IV. Spektrum FT-IR isolat gliserol hasil transesterifikasi

52

Lampiran V. Tabel pita-pita spektrum FT-IR isolat gliserol hasil trans esterifikasi 53

Lampiran VI. Spektrum FT-IR hasil polimerisasi isolat gliserol 54

Lampiran VII. Tabel pita-pita Spektrum FT-IR hasil polimerisasi isolat gliserol 55

Lampiran VIII. Foto-foto Penelitian 56

Proses ekstraksi minyak dedak padi

Proses evaporasi minyak dedak padi

57

Minyak dedak padi

Proses polimerisasi

58

Gliserol dan hasil reaksi polimerisasi

Sampel siap untuk di analisis

59

60

Anda mungkin juga menyukai