Anda di halaman 1dari 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar ISPA 2.1.

1 Pengertian ISPA ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut : 1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). 3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Prabu, 2009). Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya

6 obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Catzel, Pincus & Ian robets, 1990, hal. 450). ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernafasan baik atas maupun bawah yang disebabkan oleh jasad remik atau bakteri, virus maupun riketsin tanpa atau disetai radang dari parenkim (Vita, 2009). 2.1.2 Klasifikasi 1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomik: a. Infeksi Saluran Nafas Akut bagian Atas (ISPAa), yaitu infeksi yang menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya rhinitis akut, faringitis akut, sinusitis akut dan sebagainya. 1) Batuk Pilek (common cold) merupakan infeksi pernapasan yang sering terjadi disebabkan oleh virus dan bahan iritan pada mukosa jalan nafas atau pada lokasi pernapasan lain, termasuk telinga (Behrman, Richard E. & Robert M. Kliegmen, 2010, hal. 569). Tanda dan gejala : a) Demam, b) Batuk, c) Hidung tersumbat, d) Kesulitan bernapas, e) Keluar sekret cair dan jernih dari hidung (WHO, 2003, hal. 37). 2) Otitis Media adalah infeksi supuratif rongga telinga tengah dan paling sering terjadi pada anak sehat antara usia 6 bulan- 2 tahun.

7 Tanda dan gejala : a) Anak mudah marah, b) Demam, c) Diare, d) Muntah, e) Ubun - ubun cembung, f) Keluarnya sekret telinga (Behrman, Richard E. & Robert M. Kliegmen, 2010, hal. 415). 3) Faringitis adalah merupakan infeksi pedriatik tersering yang mengenai faring, biasanya juga mengenai tonsil, sehingga disebut tonsilo faringitis Tanda dan gejala : a) Batuk, b) Nyeri tenggorok, c) Disfagia, d) Demam, e) Tonsil membesar (Behrman, Richard E. & Robert M. Kliegmen, 2010, hal. 417). b. Infeksi Saluran Nafas Akut bagian Bawah (ISPAb). Dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas mulai dari bagian bawah epiglotis sampai alveoli paru misalnya trakhetis, bronkhitis akut, pneumonia dan sebagainya. 1) Pneumonia adalah peradangan jaringan paru, hal ini menyebabkan konsolidasi ruang alveoli yang disebabkan oleh agen infeksi (misalnya, bakteri virus, jamur, riketsia, dan organisme parasit).

8 Tanda dan gejala : a) Batuk, b) Takipneu, c) Malaise, d) Demam, e) Mengi, f) Stridor, g) Menggigil (Behrman, Richard E. & Robert M. Kliegmen, 2010, hal. 585). 2) Bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya invasi bronkhus, penyakit ini sering terjadi pada anak. Tanda dan gejala : a) Batuk produktif, b) Penarikan dinding dada, c) Mengi, d) Pernafasan cepat 50 x/menit (WHO, 2003, hal. 31). 3) Asthma adalah obstruksi reversibel saluran napas besar dan kecil

sebagai akibat dari hipersensivitas terhadap berbagai rangsangan imunologis. Tanda dan gejala : a) Episode batuk berulang, b) Dada terasa sempit, c) Dispnea, d) Mengi (Behrman, Richard E. & Robert M. Kliegmen, 2010, hal. 341).

9 4) Tuberkolosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycrobacterium tubercholosis (Richard E. Behrman dan Robert M. Kliegmen, 2010, hal. 585) Tanda dan gejala a) Demam yang menetap tanpa sebab jelas, b) Batuk kronis, c) Pembesaran kelenjar getah bening, d) Kurang gizi atau berat badan sulit naik (WHO, 2003, hal. 37). Hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil oleh infeksi saluran bawah akut (ISPAb), paling sering adalah pneumonia. 2. Sedangkan Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut: a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing), b. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat, c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia ( Depkes RI, 1992).
3. Depkes (2001), klasifikasi dari ISPA adalah : a. Ringan ( bukan pneumonia )

Batuk tanpa pernafasan cepat (kurang dari 40 kali / menit), hidung tersumbat / berair, tenggorokan merah, telinga berair.

10
b. Sedang ( pneumonia )

Batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe yang nyeri tekan ( adentis servikal ). c. Berat ( pneumonia ) Batuk dengan nafas berat, cepat dan stridor, membran keabuan di faring, kejang, apnea, dehidrasi berat / tidur terus, tidak ada sianosis. d. Sangat Berat Batuk dengan nafas berat, cepat, stridor, dan sianosis. 4. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. a. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu : 1) Pneumonia berat : bila disertai dengan tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38C atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5C), pernapasan cepat 60 kali per menit atau lebih, penarikan dinding dada berat, central cyanosis (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang, 2) Bukan pneumonia : batuk pilek biasa, dan tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat (Prabu, 2009).

11 b. Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu : 1) Pneumonia berat : bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak menangis atau meronta), 2) Pneumonia : bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih, 3) Bukan pneumonia : batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Prabu, 2009). 2.1.3 Epidemiologi Dalam epidemiologi, ISPA dibedakan atas 3 macam yaitu menurut ciri-ciri orang (person), tempat (place) dan menurut waktu (time). 1. Menurut Orang ( person) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang. Daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Kalau di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat. Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk dengan menganalisa data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 1998, didapatkan bahwa prevalensi

12 penyakit ISPA berdasarkan umur balita adalah untuk usia <6 bulan (4,5%), 611 bulan (11,5%), 12-23 bulan (11,8%), 24-35 bulan (9,9%), 36-47 bulan (9,2%), 48-59 bulan (8,0%). ISPA merupakan penyakit yang morbiditasnya sangat tinggi pada kelompok anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada bayi diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun), sehingga penyakit saluran pernafasan akut merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia. 2. Menurut Tempat (place) Menurut penelitian Djaja, dkk (2001) didapatkan prevalensi ISPA di perkotaan (11,2%) lebih tinggi daripada di pedesaan (8,4%). Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa. 3. Menurut Waktu (time) Berdasarkan data SKRT 1986-2001, diketahui proporsi kematian ISPA di Indonesia yaitu pada bayi (umur 0-<1 tahun) di tahun 2001 sebesar 27,60% dan pada balita (umur 1-4 tahun) sebesar 22,80%. 2.1.4 Etiologi Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab yakni : 1. Virus Utama : a. ISPA atas : Rino virus , Corona Virus, Adeno virus, Entero Virus, b. ISPA bawah : RSV, Parainfluensa (1, 2, 3), corona virus, adeno virus,

13 2. Bakteri Utama : Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, 3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, 4. Pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia (Naning R, 2002). Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh di dalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lubang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas. Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru. Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley & Wong, 1991, hal. 1420). 2.1.5 Faktor Resiko Suatu penyakit dapat menular dari orang yang satu kepada yang lain ditentukan oleh 3 faktor, yakni : Agent (penyebab penyakit), Host (induk semang), Lingkungan (Environment) (Leavel, H.R & Clark, E.G, 1965). 1. Faktor Agent (Bibit Penyakit) Agent dalam hal penyebab penyakit ISPA adalah bakteri ataupun virus yang menginfeksi sistem pernafasan yang terdiri dari 300 lebih jenis virus (Mixovirus group (Orthomyxovirus ; sub group Influenza virus,

Paramyxovirus; sub group Para Influenza virus dan Metamixovirus; sub group Respiratory sincytial virus/RS-virus), Adenovirus, Picornavirus,

14 Coronavirus, Mixoplasma, Herpesvirus), bakteri (genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetella dan Korinebakterium) dan riketsia (Aspergilus sp, Candida albicans, Histoplasma, dan lain-lain)). Selain itu juga ISPA dapat disebabkan oleh karena aspirasi seperti : makanan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak/ BBM biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian, mainan plastik kecil, dan lain-lain). 2. Faktor Host (Manusia) a. Umur Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA. kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan anak balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Sedangkan orang dewasa sudah banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi yang terjadi sebelumnya. b. Jenis Kelamin Berdasarkan pedoman rencana kerja jangka menengah nasional penanggulangan pneumonia balita tahun 2005-2009, anak laki-laki memiliki resiko lebih tinggi daripada anak perempuan untuk terkena ISPA. c. Status ASI Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan bayi yang paling sempurna, bersih dan sehat serta praktis karena mudah diberikan setiap saat. ASI dapat

15 mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal sampai berusia 6 bulan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sampai umur 6 bulan tanpa memberikan makanan/ cairan lain. ASI selain mengandung zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan bayi juga merupakan makanan bayi yang paling aman, tidak memerlukan biaya tambahan dan tidak kalah pentingnya ASI mengandung zat-zat kekebalan/ anti infeksi yang tidak dipunyai oleh susu botol. ASI sangat berkhasiat untuk melindungi tubuh bayi terhadap berbagai penyakit infeksi. d. Pemberian Vitamin A Saat menderita ISPA, suplai Vitamin A dalam hati cepat terkuras. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan pada jaringan epitel paru-paru sehingga mudah mengalami keratinisasi. Keadaan ini mempermudah kuman penyebab ISPA untuk menyerang paru-paru. Untuk mengembalikannya ke kondisi normal maka perlu konsumsi zat gizi terutama Vitamin A. Perbedaan kematian antara anak yang kekurangan dengan yang tidak kekurangan Vitamin A kurang lebih sebesar 30%. Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat.

16 e. Status Imunisasi Lengkap Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit seperti, POLIO (lumpuh layu), TBC, difteri, liver, tetanus, pertusis. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit tersebut. f. Status Gizi Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama pada anak di bawah usia 5 tahun. Akan tetapi anakanak yang meninggal karena penyakit infeksi biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh. Standar acuan status gizi bayi menurut ahli gizi Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS. adalah berat badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan, dan tinggi badan menurut umur. Sementara klasifikasi untuk berat badan menurut umur adalah normal, under weight (kurus), dan over weight (gemuk) (Khomsan, 2009). 3. Faktor Lingkungan (Environment) a. Kepadatan Hunian Rumah Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni tidaklah sehat karena dapat menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen dan CO2

17 meningkat dalam ruangan sehingga memudahkan penularan penyakit infeksi. Kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah, dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara di dalam rumah mengalami pencemaran. b. Keberadaan Perokok Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. c. Bahan Bakar Memasak Salah satu penyebab ISPA adalah pencemaran kualitas udara di dalam ruangan seperti pembakaran bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan asap rokok. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya, dkk di Kabupaten Deli Serdang (2004), didapatkan bahwa pemakaian bahan bakar minyak tanah mempunyai resiko 10 kali lebih besar untuk terjadinya ISPA pada balita. Kebanyakan ibu dan anak-anak potensial mempunyai resiko lebih tinggi menderita gangguan pernafasan karena lebih sering berada di dapur. 2.1.6 Patofisiologi Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalui udara. Bibit penyakit tersebut masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan dan menimbulkan infeksi. Penyakit ISPA dapat juga ditularkan melalui kontak dengan orang yang

18 kebetulan mengandung bibit penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Oleh karena salah satu penularan melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan inilah maka penyakit ISPA termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan penyakit melalui udara ini dapat terjadi dalam bentuk droplet nuklei dan dust. Droplet nuklei adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet yang mengering. Pembentukannya dapat melalui berbagai cara, antara lain dengan melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau yang dibersihkan ke udara. Droplet nuklei juga dapat terbentuk dari aerolisasi materi-materi penyebab infeksi di dalam laboratorium. Karena ukurannya yang sangat kecil, bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang cukup lama dan dapat diiisap pada waktu bernafas dan masuk ke alat pernafasan. Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil dari resuspensi partikel yang terletak di lantai, di tempat tidur serta yang tertiup angin bersama debu lantai/tanah. Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu : 1. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa. 2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah. 3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul gejala demam dan batuk.

19 4. Tahap lanjut penyakit : dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis dan meninggal akibat pneumonia (Naning R, 2002). 2.1.7 Manifestasi Klinis
1. Pada respiratory system adalah : tachypnea, napas tak teratur (apnea),

retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2. Pada cardiac system adalah: tachycardia, bradycardia, hypertensi,

hypotensi dan cardiac arrest.


3. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,

bingung, papil bendung, kejang dan coma.


4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Sedangkan pengertian lain : Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk demam, obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, balita menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Catzel, Pincus & Ian Robets, 1990, hal. 451). Tanda dan gejala yang muncul ialah :
a. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul

jika anak sudah mencapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5oC - 40,5oC,
b. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,

biasanya terjadi selama periodik balita mengalami panas, gejalanya adalah

20 nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski,
c. Anorexia, biasa terjadi pada semua balita yang mengalami sakit. Balita akan

menjadi susah minum dan bahkan tidak mau minum,


d. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama

balita tersebut mengalami sakit,


e. Diare (mild transient diarhea), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran

pernafasan akibat infeksi virus,


f. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya

lymphadenitis mesenteric,
g. Sumbatan pada jalan nafas / Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan

lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret,


h. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,

mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan,
i. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak

terdapatnya suara pernafasan (Whaley & Wong, 1991, hal. 1419). Jika diklasifikasikan menurut berat ringannya ISPA menjadi seperti berikut : 1. Gejala dari ISPA Ringan Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

21 a. Batuk, b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis), c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung, d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC. 2. Gejala dari ISPA Sedang Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : a. Pernafasan cepat (fast breathing) sesuai umur, b. Suhu lebih dari 39oC (diukur dengan termometer), c. Tenggorokan berwarna merah, d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak, e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga, f. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur). 3. Gejala dari ISPA Berat Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejalagejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : a. Bibir atau kulit membiru, b. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun, c. Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah, d. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas, e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba, f. Tenggorokan berwarna merah. 2.1.8 Penatalaksanaan Medis

22 1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Ditujukan pada bayi sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) dan pencegahan khusus (spesific protection) terhadap penyakit tertentu. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu : a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya rokok. b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan ISPA. c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin A. d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah. e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.

2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

23 Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu: a. Pneumonia berat : dirawat di Rumah Sakit, diberikan antibiotik parenteral dan pemberian oksigen. b. Pneumonia : diberi obat antibiotik kontrimoksasol, dapat juga menggunakan obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain apabila keadaan penderita menetap setelah diberikan obat antibiotik kotrimoksasol. c. Bukan Pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah. Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah : a. Mengatasi panas (demam) Untuk balita demam, diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es). b. Pemberian makanan dan minuman Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-sedikit tetapi sering, memberi ASI lebih sering. Usahakan memberikan cairan (air putih, air buah) lebih banyak dari biasanya. c. Nasehati ibu untuk menjaga agar bayi tetap hangat. 3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

24 Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak bertambah parah dan mengakibatkan kematian. a. Pneumonia Sangat Berat : jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloramfenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu pneumonia stafilokokus. b. Pneumonia Berat : jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah pemberian benzilpenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab pneumonia persistensi. c. Pneumonia : Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang, nafsu makan membaik). Nilai kembali dan kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat. 2.1.9 Cara Penularan ISPA Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalui udara. Bibit penyakit tersebut masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan dan menimbulkan infeksi. Penyakit ISPA dapat juga ditularkan melalui kontak dengan orang yang

25 kebetulan mengandung bibit penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun carier. Oleh karena salah satu penularan melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan inilah maka penyakit ISPA termasuk golongan air borne disease. Penularan penyakit melalui udara ini dapat terjadi dalam bentuk droplet nuklei dan dust. Droplet nuklei adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet yang mengering. Pembentukannya dapat melalui berbagai cara, antara lain dengan melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau yang dibersihkan ke udara. Droplet nuklei juga dapat terbentuk dari aerolisasi materi-materi penyebab infeksi di dalam laboratorium. Karena ukurannya yang sangat kecil, bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang cukup lama dan dapat diiisap pada waktu bernafas dan masuk ke alat pernafasan. Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil dari resuspensi partikel yang terletak di lantai, di tempat tidur serta yang tertiup angin bersama debu lantai/tanah. 2.2 Konsep Dasar Pemberian ASI Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberikan makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan ( Purwanti, 2004, hal. 3). Pada tahun 2001 World Health Organization menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik.

26
2.2.1 Komposisi ASI

Komposisi dan volume dapat berubah saat dilahirkan dan 6 bulan kemudian. Berdasarkan waktu produksinya, ASI digolongkan dalam tiga kelompok (Arianto, 2010) yakni : 1. Kolostrum a. Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan sesudah masa puerperium, b. Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ke-3 atau hari ke-4, c. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari berubah-ubah, d. Merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibanding dengan susu yang matur, e. Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mikoneum dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan mendatang, f. Lebih banyak mengandung protein dibanding dengan ASI yang matur, tetapi berlainan dengan ASI yang matur pada kolostrum protein yang utama adalah globulin (gama globulin), g. Lebih banyak mengandung antibodi dibanding dengan ASI yang matur, dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai usia 6 bulan, h. Kadar karbohidrat dan lemak rendah dibandingkan dengan susu matur,

27 i. Total energi lebih rendah jika dibandingkan dengan susu matur, hanya 58 kal/100 ml kolostrum, j. Vitamin yang larut lemak lebih tinggi jika dibandingkan dengan ASI matur, sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih tinggi atau lebih rendah, k. Bila dipanaskan akan menggumpal jika ASI matur tidak, PH lebih alkalis jika dibanding dengan susu matur, l. Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dibanding dengan ASI matur, m. Terdapat tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein di dalam usus bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar antibodi pada bayi, n. Volume berkisar 150-300 ml/24 jam.
2. ASI transisi

ASI transisi/peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi matang. Biasanya diproduksi pada hari ke 4-10 setelah kelahiran. Kandungan protein akan makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi dibandingkan pada kolostrum, juga volume akan makin meningkat (Arianto, 2010). 3. ASI mature ASI mature/matang adalah ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-14 dan seterusnya komposisi relatif tetap (Roesli, 2000, dalam Arianto, 2010). Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuningan yang diakibatkan warna dari gambar Ca-casenat riboflavin, dan karoten yang terdapat di dalamnya.

28 Pada ibu yang sehat dimana produksi ASI cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Selama 6 bulan pertama, volume ASI pada ibu sekurang-kurangnya sekitar 500 700 ml/hari, bulan kedua sekitar 400 600 ml/hari dan 300 500 ml/hari setelah bayi berusia satu tahun (Soetjiningsih, 1997, hal. 17). WHO dan UNICEF merekomendasikan langkah-langkah berikut untuk memulai dan mencapai ASI eksklusif 1. 2. Menyusui dalam satu jam setelah kelahiran, Menyusui secara ekslusif : hanya ASI. Artinya, tidak ditambah makanan atau minuman lain, bahkan air putih sekalipun, 3. 4. 5. Menyusui kapanpun bayi meminta (on-demand), sesering yang bayi mau, Tidak menggunakan botol susu maupun empeng, Mengeluarkan ASI dengan memompa atau memerah dengan tangan, disaat tidak bersama anak, 6. Mengendalikan emosi dan pikiran agar tenang (Anonim, 2009). Setelah ASI ekslusif enam bulan tersebut, bukan berarti pemberian ASI dihentikan. Seiring dengan pengenalan makanan kepada bayi, pemberian ASI tetap dilakukan, sebaiknya menyusui dua tahun menurut rekomendasi WHO. 2.2.2 Manfaat ASI Eksklusif Enam Bulan Berikut adalah manfaat ASI ekslusif enam bulan 1. Untuk Bayi
a. Ditinjau dari aspek gizi

Kandungan gizi lengkap dan sesuai dengan kebutuhan bayi untuk tumbuh kembang yang optimal. Mudah dicerna dan diserap, karena perbandingan whey

29 protein / casein adalah 80/20, sedangkan susu sapi 40/60. Disamping itu ASI mengandung lipase yang memecah trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol. Laktosa dalam ASI mudah terurai menjadi glukosa dan galaktosa, dan enzim laktase sudah ada sejak bayi lahir (Arianto, 2010).
b. Ditinjau dari aspek imunologi

Mengandung kekebalan antara lain imunitas selular yaitu leukosit sekitar 4000/ml ASI yang terutama terdiri dari Makrofag Imunitas humoral, misalnya IgA- enzim pada ASI yang mempunyai efek antibakteri misalnya lisozim, katalase dan peroksidase. Faktor bifidus Antibodi lainnya : Interferon, faktor antistafilokokus, antibodi HSV, B12 binding protein, dan komplemen C3 dan C4. Tidak menyebabkan alergi (Arianto, 2010).
c. Ditinjau dari aspek psikologis

Mendekatkan hubungan ibu dan anak menimbulkan perasaan aman bagi anak, yang penting untuk mengembangkan dasar kepercayaan dengan mulai mempercayai orang lain / ibu dan akhirnya mempunyai kepercayaan pada diri sendiri (Arianto, 2010).
d. Manfaat lainnya bagi bayi 1) Mengurangi kejadian caries dentis, 2) Mengurangi maloklusi rahang, 3) ASI mengandung sekitar 13 macam hormon antara lain ACTH, TRH,

TSH, EGF, Prolaktin, Kortikosteroit, Prostaglandin, dll (Arianto, 2010).

30 2. Untuk Ibu a. 1) 2) Memperpanjang masa amenorea pasca melahirkan, sehingga Menunda kehamilan berikutnya, Menstruasi yang tertunda, menjadikan ibu menyusui tidak membutuhkan zat besi sejumlah ketika mengalami menstruasi (Anonim, 2009). 3) Mempercepat lipogenesis pasca melahirkan sehingga ibu dapat lebih cepat menurunkan berat badan. Penelitian membuktikan bahwa ibu menyusui enam bulan dapat menurunkan berat badan setengah kilogram lebih cepat dibanding ibu yang menyusui empat bulan (Anonim, 2009). b. Lebih ekonomis (Anonim, 2009). c. Aspek kesehatan Ibu Dapat mengurangi pendarahan post partum, mempercepat involusi uterus dan mengurangi kejadian karsinoma payudara (Anonim, 2009). d. Aspek psikologis Mendekatkan hubungan ibu dan anak serta memberikan perasaan diperlukan (Anonim, 2009). e. Aspek keluarga berencana Menunda kembalinya kesuburan, sehingga dapat menjarangkan

kehamilan. Perlu diketahui bahwa frekuensi menyusui yang sering baru mempunyai efek keluarga berencana (Anonim, 2009). 3. Keuntungan menyusui bagi keluarga

31
a. Hemat karena tidak perlu menyediakan dana untuk membeli susu formula, b. Bayi jarang sakit, bisa menghemat biaya pengobatan, c. Mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga (Anonim, 2009).

4. Keuntungan bagi bangsa dan Negara a. Dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian anak. Karena nilai gizi yang optimal dan adanya faktor protektif pada ASI, maka anak jarang sakit dan kematian anak yang minum ASI lebih rendah, b. Mengurangi subsidi rumah sakit untuk perawatan Ibu dan anak. Rumah sakit tidak perlu membeli susu formula, botol dot, bahan bakar untuk mensterilkan botol, dll. Disamping itu dengan rawat gabung akan menurunkan insiden infeksi nosokomial, sehingga selain perawatan ibu dan anak lebih pendek, juga menghemat pembelian antibiotik, cairan infus, c. Mengurangi subsidi biaya perawatan anak sakit. Telah terbukti bahwa bayi yang minum susu botol lebih sering sakit diare, penyakit infeksi saluran pernafasan dan malnutrisi dari pada yang minum ASI, d. e. Mengurangi devisa negara untuk membeli susu formula, Meningkatkan kualitas generasi penerus. Karena anak yang mendapatkan ASI tumbuh kembang secara optimal, dengan demikian kualitas generasi penerus terjamin. Jadi betapa besarnya andil menyusui dalam hidup ini, sehingga sangat disayangkan kalau sampai ada ibu yang tidak mau menyusui bayinya sendiri. Sikap dan perilaku yang salah seperti ini harus kita luruskan, agar tercipta anak-anak yang sehat jasmani, mental, maupun sosial (Anonim, 2009).

32

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Tidak Menyusui Secara Eksklusif 1. Perubahan Sosial Budaya Perubahan sosial budaya ini dapat dicontohkan misalnya ibu bekerja atau memiliki kesibukan sosial lainnya. Selain itu budaya meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu formula kepada anaknya. 2. Faktor Psikologis Faktor psikologis ini dapat dicontohkan seorang ibu takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita dan mungkin seorang ibu merasa tertekan batinnya. 3. Faktor Fisik Ibu Ibu sakit apabila menyusui bayinya karena payudaranya terasa nyeri apabila digunakan untuk menyusui. 4. Kurangnya petugas kesehatan Jumlah petugas kesehatan yang ada di daerahnya membuat masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat memberikan ASI. 5. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI 6. Keterangan yang Salah Keterangan yang salah datangnya dari petugas kesehatan yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng (Soetjiningsih, 1997, hal. 17).

33

2.3

Konsep Bayi (6 - 12 bulan)

2.3.1 Perkembangan pada bayi 1. Motorik halus Perkembangan motorik halus pada usia sudah mulai mengamati benda, menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi benda yang sedang dipegang, mengambil objek dengan tangan tertungkup, mampu menahan kedua benda pada kedua tangan secara simultan, menggunakan bahu dan lengan sebagai satu kesatuan, serta memindahkan objek dari satu tangan ke tangan lain, mencari atau meraih benda kecil, bila diberi kubus mampu mimindahkan, mengambil, memegang dengan telunjuk dan ibu jari, membenturkanya, serta meletakkan benda atau kubus ke tempatnya. 2. Motorik kasar Adanya perubahan dalam beraktivitas seperti posisi telungkup pada alas dan sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan dengan kedua tangannya, mampu memalingkan kepala ke kanan dan ke kiri, duduk dengan kepala tegak, membalikan badan, bangkit dengan kepala tegak, menumpu beban pada kaki dengan lengan berayun ke depan dan ke belakang, berguling dari telentang ke tengkurap, serta duduk dalam waktu yang singkat, berdiri dengan pegangan, bangkit, lalu berdiri, berdiri 2 detik, dan berdiri sendiri.

34

3. Adaptasi sosial Anak merasa takut dan terganggu dengan keberadaan orang asing, mulai bermain dengan mainan, mudah frustasi, serta memukul-mukul lengan dan kaki jika sedang kesal, mulai bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah mulai minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang, bemain bola atau lainnya dengan orang lain. 4. Bahasa Dapat menirukan bunyi atau kata-kata , menoleh ke arah suara atau sumber bunyi, tertawa, menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak, serta menggunakan kata yang terdiri dari 2 suku kata dan dapat membuat 2 bunyi vokal yang bersama seperti ba-ba, mama,papa, mengoceh yang belum spesifik, serta dapat mengucapkan 1-2 kata (Aziz, 2005, hal. 19). 2.3.2 Ciri-ciri bayi (6-12 bulan) menurut beberapa teori 1. Psikoseksual anak (freud) Merupakan proses dalam perkembangan anak dengan pertambahan pematangan fungsi struktur serta kejiwaan yang dapat menimbulkan dorongan untuk mencari rangsangan dan kesenangan secara umum untuk menjadikan diri anak menjadi orang dewasa. Pada tahap oral dengan perkembangan sebagai berikut kepuasan dan kesenangan, kenikmatan dapat melalui cara menghisap, menggigit, mengunyah atau bersuara, ketergantungan sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk

35 mendapatkan rasa aman. Masalah yang diperoleh pada tahap ini dalah menyapih dan makan. 2. Psikososial anak (Erikson) Pada tahap, Basic Trust vs Mistrust. Dengan perkembangan sebagai berikut, pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik orang tua maupun orang yang mengasuhnya ataupun juga perawat yang merawatnya, kegagalan pada tahap ini apabila terjadi kesalahan dalam mengasuh ataupun merawat akan dapat timbul rasa tidak percaya. 3. Perkembangan kognitif (Piaget) Pada tahap sensorimotor, dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan

mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh, dan aktivitas motorik. Semua gerakan pada masa ini akan diarahkan kemulut dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar, disentuh, dan lain-lain. Gerakan fisik tersebut menunjukan sifat egosentris dari pikiran anak. (Aziz, 2005, hal. 28). 2.4 Hubungan Pemberian ASI dan Kejadian ISPA Tumbuh kembang dan daya tahan tubuh bayi lebih baik jika mengonsumsi ASI (Hendarto, A. & Pringgadini, K, 2009). ASI memiliki lebih dari 4.000 sel leukosit per ml selama dua minggu pertama. Ini terdiri dari tiga jenis, yaitu Bronchus-Associated Lymphocyte Tissue (BALT), menghasilkan antibodi terhadap infeksi pernapasan, Gut Associated Lymphocyte Tissue (GALT), menghasilkan antibodi terhadap saluran pencernaan,

36 dan Mammary Tissue Limfosit Associated (MALT), mendistribusikan antibodi melalui jaringan payudara ibu. Sel menghasilkan Ig A, laktiferus, lisozim dan interferon (Siswanto, 2009). Bronchus-Associated Lymphocyte Tissue (BALT) merupakan antibodi saluran pernapasan, dan IgA sekretori di dalam ASI merupakan antibakterial dan antivirus terhadap bakteri maupun virus yang dapat menginfeksi saluran pernapasan. Imunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum pada ASI kadarnya cukup tinggi. Dengan rangsangan yang spesifik akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap Streptococcus pneumonia, Stafilokokkus, Hemofilus influenza dan berbagai eksotoksin lainnya. IgA sekretori tidak hanya sebagai antibakterial, tetapi juga merupakan antivirus terhadap virus influenza dan Respiratory Syncytial Virus (RSV) (Depkes RI, 2001; Soetjiningsih, 1997).

Anda mungkin juga menyukai