Anda di halaman 1dari 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resep 2.1.1 Definisi Resep Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006).

2.1.2 Ukuran Lembaran Resep Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal lebar 10-12 cm dan panjang 15-20 cm (Jas, 2009).

2.1.3 Jenis Jenis Resep 1. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standar. 2. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih dahulu. 3. Resep medicinal. Yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. Buku referensi : Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO),

Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI), dan lain-lain. 4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan (Jas, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Penulisan Resep 2.2.1 Pengertian Penulisan Resep Secara definisi dan teknis, resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak. Dengan kata lain : 1. Penulisan resep artinya mengaplikasikan pengetahuan dokter dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep menurut kaidah dan peraturan yang berlaku, diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek agar obat diberikan sesuai dengan yang tertulis. Pihak apoteker berkewajiban melayani secara cermat, memberikan informasi terutama yang menyangkut dengan penggunaan dan mengkoreksinya bila terjadi kesalahan dalam penulisan. Dengan demikian pemberian obat lebih rasional, artinya tepat, aman, efektif, dan ekonomis. 2. Wujud akhir kompetensi dokter dalam medical care, secara komprehensif menerapkan ilmu pengetahuan dan keahliannya di bidang farmakologi & teraupetik secara tepat, aman dan rasional kepada pasien khususnya masyarakat pada umumnya (Jas, 2009). 3. 2.2.2 Penulis Resep Menurut Jas (2009) yang berhak menulis resep adalah : Dokter Umum. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut. Dokter hewan, terbatas pada pengobatan pada hewan/ pasien hanya hewan.

2.2.3 Latar Belakang Penulisan Resep Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan. Secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC =

Universitas Sumatera Utara

Other of the counter) dan Ethical (obat narkotika, psikotropika, dan keras), harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian obat tidak bisa diserahkan langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus melalui resep dokter (on medical prescription only). Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai medical care dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan berhadapan langsung dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan sebagai pharmaceutical care dan informan obat, serta melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek. Di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, kedua profesi ini harus berada dalam satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan menyembuhkan pasien (Jas, 2009).

2.2.4 Tujuan Penulisan Resep Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. Umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi/ apotek dalam pelayanan farmasi jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan penulisan resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang diperlukan sesuai dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada masarakat secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian obat lebih rasional dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter), dokter bebas memilih obat secara tepat, ilmiah, dan selektif. Penulisan resep juga dapat membentuk pelayanan berorientasi kepada pasien (patient oriented ) bukan material oriented. Resep itu sendiri dapat menjadi medical record yang dapat dipertanggungjawabkan, sifatnya rahasia.

2.2.5 Kerahasiaan dalam Penulisan Resep Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan kefarmasian, oleh karena itu tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang

Universitas Sumatera Utara

tidak berhak. Resep diperlukan untuk menjaga hubungan dan komunikasi kolegalitas yang harmonis di antara profesional yang berhubungan, antara lain: medical care, pharmaceutical care & nursing care.rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit penderita, khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu kerahasiaannya dijaga, kode etik dan tata cara (kaidah) penulisan resep. Menurut Syamsuni (2007) dan Jas (2009), resep asli harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kecuali oleh yang berhak, yaitu : 1. Dokter yang menulis atau merawatnya. 2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan. 3. Paramedis yang merawat pasien. 4. Apoteker yang mengelola apotek bersangkutan. 5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk memeriksa. 6. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran.

2.2.6 Format Penulisan Resep Menurut Jas (2009), resep terdiri dari 6 bagian : 1. Inscriptio : Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi. 2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin R/ = resipe artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek. 3. Prescriptio/ Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan. 4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.

Universitas Sumatera Utara

5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut. 6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan umur pasien. Teristimewa untuk obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat).

2.2.7 Pola Penulisan Resep

Gambar 2.1. Pola Penulisan Resep Dr.. SIP. No Alamat/Phone/Hp..

Jam Praktek:

Medan, tanggal

R/

nama obat bentuk sediaan obat wadah obat jumlah wadah aturan pakai regimen dosis rute interval waktu paraf dokter

Pro : Nama Pasien Umur

Universitas Sumatera Utara

2.2.8 Contoh Resep Gambar 2.2 Contoh Resep Dr Maju Tarigan SIP. No 01/Menkes/II.02 Alamat Praktek : Jln. Kapten Muslim No. 224 A Medan Nomor Telepon : O6581901234 Jam Praktek : 17.00-22.00 WIB Medan, 3 Maret 2010 INVOCATIO R/ SIGNATURA R/ Toplexil elixir Fls. I S 3 dd. Cth II ------- paraf Curcuma plus Syr. Fls. I S 3 dd. Cth. I ------- paraf Claneksi Forte Syr. Fls.I S 3 dd. Cth. I ------- paraf PRESCRIPTIO SUBSCRIPTIO

R/

PRO

Pro : Andalusia Umur : 8 tahun

Universitas Sumatera Utara

2.2.9 Tanda-tanda pada resep 1. Tanda Segera, yaitu: Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu: Cito! Urgent Statim PIM (Periculum in mora) = segera = penting = penting sekali = berbahaya bila ditunda

Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!. 2. Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali boleh diulang. Misal, iter 1 x, artinya resep dapat dilayani 2 x. Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+ 2 = 3 x. Hal ini tidak berlaku untuk resep narkotika, harus resep baru. 3. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki agar resepnya tidak diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep (ps. 48 WG ayat (3); SK Menkes No. 280/Menkes/SK/V/1981). Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ Menkes Republik Indonesia. 4. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja memberi obat dosis maksimum dilampaui. 5. Resep yang mengandung narkotik. Resep yang mengadung narkotik tidak boleh ada iterasi yang artinya dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri; tidak boleh ada u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obat lainnya (Jas, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.2.10 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya Syarat syarat dalam penulisan resep mencakup : 1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien. 2. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien. 3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik. 4. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II saja. 5. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan, menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin. 6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi. 7. Nama pasien dan umur harus jelas. 8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh diulangi tanpa resep dokter. 9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan sendiri),karena menghindari material oriented. 10. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan. 11. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada pasien yang diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga (Jas, 2009).

2.11 Prinsip penulisan resep di Indonesia adalah : Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang harus tercantum dalam sebuah resep (WHO, 1994). Berikut ini prinsip penulisan resep yang berlaku di Indonesia (Jas, 2009): 1. Obat ditulis dengan nama paten/ dagang, generik, resmi atau kimia.

Universitas Sumatera Utara

2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantun di label kemasan. 3. Resep ditulis dengan jelas di kop resep resmi. 4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep. 5. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin. 6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien.

2.2.12 Menulis Resep Resep ditulis pada kop format resep resmi dan harus menepati ciri-ciri yang berikut: 1. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat pelayanan medik dan informatif. 2. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang berarti ambillah atau berikanlah. 3. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah obat kemudian ditulis dalam angka Romawi dan harus ditulis dengan jelas. a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta ditulis dalam satuan mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah membuat bentuk sediaan (m.f. = misce fac, artinya campurlah, buatlah). b. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan nama dagang saja dan jumlah sesuai dengan kemasannya. 4. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh berubah, misal: Codein, tidak boleh menjadi Kodein . Pharmaton F tidak boleh menjadi Farmaton F. 5. Signatura ditulis dengan jelas, tutup dan paraf. 6. Pro atau peruntukkan obat dan umur pasien ditulis, misalnya Tn. Amir, Ny. Supiah, Ana (5 tahun). 7. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis volume sediaan sesudah bentuk sedaan.

Universitas Sumatera Utara

8. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi, sebaiknya tulis dengan jelas, misalnya: pediatric, adult, dan forte (Jas, 2009).

2.2.13 Permasalahan dalam Menulis Resep Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang dapat timbul berupa : 1. Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk

mengkomunikasikan info yang penting, seperti : Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenarnya dimaksudkan. Menulis resep dengan tidak jelas/ tidak terbaca Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau nomenklatur yang tidak terstandarisasi Menulis instruksi obat yang ambigu Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan lebih dari satu rute. Meresepka obat untuk diberikan melalui infus intavena intermitten tanpa menspesifikasi durasi penginfusan. Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep. 2. Kesalahan dalam transkripsi Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang digunakan pasien sebelum ke rumah sakit. Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya ketika menuliskan resep obat untuk pasien saat datang ke rumah sakit. Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang did aftar obat pasien. Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obat yang diresepkan untuk pasien rawat inap (Cahyono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai