Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PERUBAHAN INVOLUSI UTERI PADA IBU NIFAS DI BPS ANIK S,Amd.

Keb Indriana Fitria Hayu Palupi,SST.Mkes *)

ABSTRAK Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikologi. Apabila proses involusi tidak berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan suatu keadaan yang disebut subinvolusi yang akan menyebabkan perdarahan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari dan Maret 2011 diperoleh data dari BPS Ny. Anik S, Amd.Keb jumlah persalinan 20 partus. Dimana dari 10 ibu post partum 2 orang langsung menyusui bayinya segera setelah bayi lahir, 3 orang menyusui bayinya 1 jam setelah lahir, 5 orang langsung diberikan susu formula. Setelah dilakukan observasi 2 jam post partum kondisi ibu yang langsung menyusui bayinya lebih cepat pulih. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan perubahan involusi uteri pada ibu nifas. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan prospektif. Waktu penelitian dilakukan di bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2011 di BPS Anik S Mojosongo Surakarta. Teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik Nonprobability Sampling secara Sampling Jenuh dengan respondennya 20 orang. Teknik pengumpulan data adalah dengan menggunakan checklist. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan perubahan involusi uteri pada ibu nifas sebesar 11,667, dengan coefisien contigency didapatkan nilai c = 0,607 yang berarti memiliki keeratan hubungan yang kuat. Simpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan perubahan involusi uteri pada ibu nifas yaitu semakin baik pelaksanaan IMD maka akan semakin baik pula perubahan involusi. *) Akbid Mitra Surakarta PENDAHULUAN Derajat kesehatan ibu di Indonesia dewasa ini belum memuaskan dan optimal. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI). Penyebab kematian ibu sejak dulu tidak banyak berubah, yaitu perdarahan (25%), terjadi pasca persalinan baik karena atonia uteri maupun sisa plasenta, eklamsia (12%), aborsi tidak aman (13%), sepsis (15%) dan partus macet (8%) (Sarwono, 2008). Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Dan di masa itu organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikologi. Proses perubahan ini seharusnya berjalan normal namun kadang-kadang diperhatikan oleh ibu post partum atau bahkan mereka tidak mengetahuinya, sehingga dapat menimbulkan komplikasi nifas yang tidak terditeksi dini yang dapat mengakibatkan kematian ibu. Apabila proses involusi tidak berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan suatu keadaan yang disebut subinvolusi yang akan menyebabkan perdarahan (Sarwono, 2008).

Roesli berpendapat bahwa dengan isapan bayi, air susu dikeluarkan. Prosesnya adalah waktu bayi mengisap otot-otot polos pada puting susu terangsang, rangsangan ini oleh syaraf diteruskan ke otak. Kemudian otak memerintahkan kelenjar hipofise bagian belakang mengeluarkan hormon oksitosin yang dibawa ke otot-otot polos pada buah dada, sehingga otot-otot polos pada buah dada berkontraksi. Dengan kontraksinya otot-otot polos ini ASI dikeluarkan, dan dalam sel acini terjadi produksi ASI lagi. Hormon oksitosin tersebut bukan saja mempengaruhi otot-otot polos pada buah dada tetapi juga otot-otot polos pada uterus sehingga uterus berkontraksi lebih baik lagi, dengan demikian involusi uterus lebih cepat dan pengeluaran lochea lebih lancar. Itulah sebabnya pada ibu yang menyusui involusi uterusnya berlangsung lebih cepat daripada tidak menyusui.Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2011 diperoleh data dari BPS Ny. Anik S, Amd.Keb jumlah persalinan 20 partus. Dimana dari 10 ibu post partum 2 orang langsung menyusui bayinya segera setelah bayi lahir, 3 orang menyusui bayinya 1 jam setelah lahir dan dibedong, 5 orang langsung diberikan susu formula. Setelah dilakukan observasi 2 jam post partum kondisi ibu yang langsung menyusui bayinya lebih cepat pulih dibandingkan ibu yang menyusui bayinya 1 jam setelah lahir dan dibedong maupun dengan ibu yang langsung memberikan susu formula kepada bayinya. Adapun Tujuan Umum adalah mengetahui hubungan inisiasi menyusu dini dengan perubahan involusi uteri pada ibu nifas. Dan Tujuan Khusus adalah Mengetahui involusi uteri pada ibu yang melakukan inisiasi menyusu dini dilihat dari tinggi fundus uteri (TFU) dan Mengetahui involusi uteri pada ibu yang melakukan inisiasi menyusu dini dilihat dari pengeluaran lochea.

BAHAN DAN METODE A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Inisiasi Menyusu Dini (early initation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir,cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakn the breast crawl atau merangkak mencari payudara (Roesli,2008). 2. Keuntungan Inisiasi Menyusu Dini a. Bagi Bayi 1) Makanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimal agar kolostrum segara keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi, 2) Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segara kepada bayi. Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi, 3) Meningkatkan kecerdasan, membantu bayi mengkoordinasi hisap, telan dan nafas, 4) Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi, 5) Mencegah kehilangan panas, merangsang kolostrum segera keluar. b. Bagi Ibu 1) Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin, 2) Meningkatkan keberhasilan produksi ASI, 3) Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi. 3. Pentingnya Inisiasi Menyusu Dini Kontak kulit bayi dengan kulit ibu segera setelah lahir dan bayi menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupan sangat penting karena:

a. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypotermi). b. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi. c. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan ia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri baik di kulit ibu. d. Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama. e. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusu dini lebih berhasil menyusui eksklusif dan akan lebih lama disusui. f. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada putting ibu merangsang pengeluaran hormone oksitosin. Hormon oksitosin sangat penting untuk membantu kontraksi rahim sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi lebih rileks, lebih mencintai bayinya, meningkatkan ambang nyeri, menenangkan ibu dan bayi serta mendekatkan mereka berdua dan merangsang pengaliran ASI dari payudara. 4. Penatalaksanaan Inisiasi Menyusu Dini a. Dianjurkan suami/keluarga mendampingi ibu saat persalinan. b. Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan. c. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya melahirkan normal, di dalam air atau dengan jongkok. d. Setelah bayi lahir seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya kecuali kedua tangannya. Lemak putih (vernix) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan. e. Bayi ditengkurapkan di dada/perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum 1 jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi. f. Bayi dibiarkan mencari putting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu. 5. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini a. Bayi Kedinginan Hal ini tidak benar karena bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan sang ibu. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan,suhu dada ibu akan turun 1 . Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2 untuk menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi yang baru lahir. b. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya Hal ini tidak benar karena ibu yang melahirkan jarang lelah untuk memeluk bayinya segera setelah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit dengan kulit saat bayi menyusu dini akan menenangkan ibu. c. Tenaga kesehatan kurang tersedia

6.

Hal ini tidak benar karena saat bayi di dada ibu penolong persalinan dapat melakukan tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Ayah atau keluarga terdekat ibu dapat menjaga bayi sambil memberikan dukungan pada ibu. d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk Hal ini tidak benar karena dengan bayi di dada ibu. Ibu dapat dipindahkan ke kamar perawatan beri kesempatan kepada bayi untuk meneruskan usahanya mencari payudara dan menyusu dini. e. Luka ibu harus dijahit Hal ini tidak benar karena kegiatan bayi merangkak mencari payudara ibu terjadi di area payudara. Sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu. f. Suntikan vitamin K dan tetes mata harus segera diberikan Menurut American Collage of Obstetrics and Gynecology dan Academy Breastfeeding Madicine 2007 tindakan ini dapat ditunda setidaknya satu jam sampai bayi mampu menyusui sendiri tanpa membahayakan bayi. g. Bayi harus segera dimandikan, ditimbang dan diukur Hal ini tidak benar karena menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas pada badan bayi. Selain itu kesempatan verniks meresap melindungi bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan setelah lahir. h. Bayi kurang siaga Hal ini tidak benar karena pada 1-2 jam pertama kelahiran bayi sangat siaga. Setelah itu bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu maka kontak kulit dengan kulit lebih penting lagi karena bayi membutuhkan bantuan lebih untuk bonding. i. Kolostrum tidak keluar Hal ini tidak benar karena kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bagi bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat digunakan pada saat itu. j. Kolostrum tidak baik Hal ini tidak benar karena kolostrum sangat diperlukan dalam tumbuh kembang bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum mematangkan dinding usus pada bayi baru lahir. Komposisi Gizi Dalam ASI Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. Komposisi ASI dibedakan menjadi 3 macam: a. Kolostrum Kolustrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang paling tinngi daripada ASI sebenarnya, khususnya kandungan imunoglobulin A (Ig A),yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencgah kuman memasuki bayi. Ig A ini juga membantu dalam mencegah bayi mengalami alergi makanan. Kolustrum disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ketiga. b. Air Susu Ibu (ASI) masa peralihan Ciri dari air susu pada masa peralihan adalah sebagai berikut:

7.

8.

9.

1) Merupakan ASI peralihan dari kolustrum sampai menjadi ASI yang matur. 2) Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi,tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5. 3) Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi. 4) Volumenya juga akan makin meningkat. c. Air Susu Ibu (ASI) matur Adapun ciri dari susu matur adalah sebagai berikut 1) Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi relative konstan (ada pula yang mengatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan baru dimulai pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5). 2) Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan tercukupi, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai bayi umur 6 bulan. 3) Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan warna dari garam kalsium caseinat, riboflavin, dan karoten yang terdapat di dalamnya. 4) Tidak menggumpal jika dipanaskan (Saleha, 2009). Pengertian masa nifas Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil) dan berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009). Tujuan Asuhan Masa Nifas Menurut Sulistyawati (2009) tujuan asuhan masa nifas adalah: a. Meningkatkan kesejahteran fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi, b. Pencegahan, diagnosa dini dan pengobatan komplikasi pada ibu, c. Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu, d. Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, serta memungkinkan ibu untuk mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus, e. Imunisasi ibu terhadap tetanus, f. Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak, g. Serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak. Perubahan Fisiologi Pada Ibu Nifas a. Perubahan Sistem Reproduksi 1) Involusi Uteri a) Pengertian Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otototot polos uterus. b) Proses Involusi Uteri Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar

pada promotorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan berat uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut : (1) Autolysis Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterin. (2) Attrofi Jaringan Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami attrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. (3) Efek Oksitosin Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. c) Perubahan-Perubahan Normal Pada Uterus Selama Post Partum Tabel 2.1 Perubahan uterus masa nifas Involusi uteri Plasenta lahir 7 hari (minggu 1) 14 hari (minggu 2) 6 minggu Tinggi fundus uteri Setinggi pusat Pertengahan antara pusat dan shympisis Tidak teraba Normal Berat uterus 1000 gr 500 gr 350 gr 60 gr Diameter Palpasi cervik uterus 12,5 cm Lembut/lunak 7,5 cm 5 cm 2,5 cm 2 cm 1 cm Menyempit

Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa fundus uteri dengan cara : (1) Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat (2) Pada hari ke dua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat. Pada hari 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba (Wulandari, 2008). d) Faktor faktor Yang Mempengaruhi Involusi Uteri (1) Mobilisasi Dini Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih bila persalinan berlangsung lama, karena si ibu harus cukup beristirahat, dimana ia harus tidur terlentang selama 8 jam post partum untuk memcegah perdarahan post partum. Kemudian ia boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk memcegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua telah dapat duduk, hari ketiga telah dapat jalan-jalan dan hari keempat atau kelima boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak,

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka. Senam Nifas Senam nifas berupa gerakan-gerakan yang berguna untuk mengencangkan otot-otot perut yang telah menjadi longgar setelah kehamilan. Waktu memulai senam nifas tergantung keadaan ibu dan nasehat dokter. Bila ibu dalam keadaan normal, setelah beberapa jam boleh dilakukan senam nifas mulai dengan gerakan-gerakan yang amat ringan. Seperti menarik nafas panjang melalui perut, tidur telentang lalu miring kanan, miring kiri dan seterusnya. Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperbaiki otot tonus,pelvis dan perenggangan otot abdomen atau disebut juga perut pasca hamil dan memperbaiki juga memperkuat otot panggul. Proses Laktasi Sesudah persalinan ibu disuruh mencoba menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi, kecuali ada kontraindikasi untuk menyusui bayinya, misalnya: menderita thypus abdominalis, tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis, DM berat, psikosi atau puting susu tertarik ke dalam, leprae, sehingga ia tidak dapat menyusu oleh karena tidak dapat menghisap, minuman harus diberikan melalui sonde. Dimana menyusui merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang akan mampu meningkatkan proses kontraksi uterus yang akhirnya memberikan dampak terhadap semakin cepatnya proses involusi uterus. Usia Usia ibu yang relatif muda dimana individu mencapai satu kondisi vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari sel-sel alat kandungan yang sangat bagus pada usia-usia tersebut. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu post partum maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri dari kelompok infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan jaringan nefrotik, pada ibu post partum dengan status gizi yang baik akan mampu menghindari serangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses involusi uterus. Paritas Faktor paritas juga memiliki peranan yang cukup penting. Ibu primipara proses involusi uterus berlangsung lebih cepat. Sedangkan Semakin banyak jumlah anak maka proses peregangan otot dan tingkat elastisitasnya akan berkurang. Pekerjaan Pekerjaan erat hubunganya dengan kemampuan untuk memberikan ASI eksklusif. Dimana ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif karena ibu harus bekerja. Tidak diberikannya ASI secara eksklusif juga akan mempengaruhi sekresi dari hormon oksitosin sehingga akan memberikan dampak akan semakin memanjangnya proses involusi uterus.

2) Lochea Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai bau amis/anyir seperti darah menstruasi, meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lcchea mempunyai perubahan karena proses involusi. Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan: a) Lochea rubra/merah (Kruenta) Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa post partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisasisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium. b) Lochea Sanguinolenta Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7 post partum. c) Lochea Serosa Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan robekan atau laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 post partum. d) Lochea Alba/Putih Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lender serviks dan serabut jaringan mati. Lochea alba berlangsung selama 2 sampai 6 minggu post partum (Wulandari, 2008). 3) Servik Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh corpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara corpus uteri dan serviks terbentuk cincin. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara bertahap setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2 sampai 3 jari, pada minggu ke 6 post partum serviks menutup (Wulandari, 2008). 4) Vulva dan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6 sampai 8 minggu post partum. Penurunan hormon estrogen pada masa post partum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke 4 (Wulandari, 2008). b. Perubahan Sistem Pencernaan Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi progesterone, sehingga yang menyebabkan nyeri ulu hati (heartburn) dan konstipasi, terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktifitas motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflek hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri pada perineum akibat luka episiotomi (Bahiyatun, 2008). c. Perubahan Sistem Perkemihan Diuresis dapat terjadi setelah 2 sampai 3 hari post partum. Diuresis terjadi karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu post partum. Pada awal post partum, kandung kemih mengalami edema, kongesti dan hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya

overdistensi pada saat kala 2 persalinan dan pengeluaran urin yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan oleh adanya trauma saat persalinan berlangsung dan trauma ini dapat berkurang setelah 24 jam post partum (Bahiyatun, 2008). d. Perubahan Endokrin 1) Hormon Plasenta Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. 2) Hormon Pituitary Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke 3, dan LH tetap rendah sehingga ovulasi terjadi. 3) Hormon Oksitosin Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu. 4) Hipotalamik Pituitary Ovarium Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi (Wulandari, 2008). e. Perubahan Kardiovaskuler Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala tiga ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama post partum dan akan kembali normal pada akibat minggu ke 3 post partum (Bahiyatun, 2008). B. Metode Desain penelitian ini menggunakan kohort. Pendekatan yang digunakan pada rancangan penelitian kohort adalah pendekatan waktu secara longitudinal atau time periode approach. Jenis penelitian ini disebut juga penelitian prospektif (Nursalam, 2008). Lokasi penelitian ini rencana akan dilaksanakan di BPS Anik Suroso, Amd. Keb, Mojosongo dan waktunya mulai bulan Mei sampai Juni. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu post partum di BPS Anik Suroso, Amd. Keb, Mojosongo sebanyak 20 orang. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu post partum di BPS Anik Suroso, Amd. Keb, Mojosongo. Instrumen yang digunakan adalah checklist. Checklist adalah daftar yang berisi pertanyaan yang akan diamati. Responden memberikan jawaban dengan memberi check () sesuai dengan hasil yang diinginkan. Untuk setiap poin yang benar sempurna skornya 2 (dua), poin benar tidak sempurna skornya 1 (satu) dan poin salah skornya 0 (nol) (Notoatmodjo, 2002).

Dalam teknik data peneliti menggunakan rumus chi kuadrat (x2) adalah tehnik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas,data berbentuk nominal. ( fo fh) 2 X 2 = fh Keterangan: x2 = Chi kuadrat fo = frekuensi yang diobservasi fh = frekuensi yang diharapkan (Arikunto, 2006). Metode yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan (asosiasi dan korelasi) adalah koefisien kontingesi. Koefisien kontingensi c dapat diperoleh dengan melakukan perhitungan sesuai rumus: KK = x2 N + x2

x2 KK = N Keterangan: KK = Koefisien kontingensi N = total banyaknya observasi x2 = chi-square hasil perhitungan (Arikunto, 2006) HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Persen tase ; Tidak; 20; Ya Tidak Persen tase ; Ya; 80; 80%

Diagram 4.1 Distribusi Frekuensi Inisiasi Menyusu Dini di BPS Anik S Mojosongo Surakarta
Persentase Perse ntase ; Tidak Tidak Nor Normal Normal

Perse ntase ; Norm al;

Diagram 4.2 Distribusi Frekuensi Involusi Uteri Dilihat dari Tinggi Fundus Uteri di BPS Anik S Mojosongo Surakarta.

Persentase

Pers entas Tidak e ; Normal Pers Normal entas e ;

Diagram 4.3 Distribusi Frekuensi Involusi Uteri Dilihat dari Lochea di BPS Anik S Mojosongo Surakarta Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan Perubahan Involusi Uteri pada Ibu Nifas, dapat dideskripsikan dalam tabel silang sebagai berikut: Tabel 4.4 Tabel Silang Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan Perubahan Involusi Uteri pada Ibu Nifas Perubahan involusi IMD Ya Tidak Normal Jml 14 0 14 % 87 0 87 Tidak Normal Jml % 2 12 4 1 6 13 Total Jml 16 4 20 % 80 20 100

Jumlah Sumber: Data Primer, 2011 Selanjutnya untuk menguji signifikansi hubungan inisiasi menyusu dini dengan perubahan involusi uteri pada ibu nifas, dilakukan pengujian hipotesis dengan rumus chi-square. Tabel 4.5 Tabel Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan Perubahan Involusi Uteri pada Ibu Nifas menggunakan rumus Chi-Square
Pearson Chi-Square Continuity Correction b Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Value 11.667a 7.872 25.378 11.083 20 Df 1 1 1 1 Asymp. Sig (2-sided) .001 .005 .001 .001

Sumber: Data Primer, 2011 Hasil pengujian chi-square dengan SPSS for windows seri 17 di atas didapatkan nilai 11.667 sehingga dapat disimpulkan bahwa x2hitung lebih besar x2tabel: (11.667>3.84). Artinya Ha diterima dan Ho ditolak, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara hubungan inisiasi menyusu dini dengan perubahan involusi uteri pada ibu nifas. Dikarenakan x2hitung : lebih besar dari x2tabel : (11.667>3.84). Sedangkan untuk mengetahui keeratan hubungan maka dilakukan uji koefisien kontingensi. Koefisien kontingensi 2 c= N + 2 = =
11,667 20 + 11,667 11,667 31,667

= 0,3684 = 0,607 Berdasarkan hasil analisis koefisien kontingensi dengan SPSS for windows seri 17 di dapatkan nilai c = 0,607. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara inisiasi menyusu dini dengan perubahan involusi uteri pada ibu nifas. Adapun ukuran keeratan hubungan (asosiasi atau korelasi) adalah sebesar 0,607. Dengan ditemukannya koefisien tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tingkat hubungan antar variabel adalah kuat. Tabel 4.6 tabel Kontingensi korelasi Interval Koefisien Tingkat hubungan Variabel 0,00 0,199 Sangat rendah 0,20 0,399 Rendah 0,40 0,599 Sedang 0,60 0,799 Kuat 0,80 1,000 Sangat kuat (Sugiono, 2008). Hasil penelitian dari 20 responden yang berada di BPS Anik S Mojosongo Surakarta yang memberikan IMD berjumlah 16 orang (80%), yang tidak memberikan IMD berjumlah 4 orang (20%), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden melaksanakan IMD. Berdasarkan hasil tersebut, walaupun ada beberapa responden tidak melaksanakan IMD, hal itu tidak berpengaruh besar terhadap penelitian. Sebelum melaksanakan IMD harus diketahui dulu manfaat IMD untuk bayi seperti: makanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimal agar kolostrum segera keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi, memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera kepada bayi, meningkatkan kecerdasan, membantu bayi mengkoordinasi hisap, telan dan nafas, meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi, dan mencegah kehilangan panas, merangsang kolostrum segara keluar. Manfaat untuk ibu seperti: merangsang produksi oksitosin dan prolaktin, meningkatkan keberhasilan produksi ASI, dan meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi (Roesli, 2008). Pelaksanaan IMD dilakukan apabila tidak ada hambatan seperti bayi kedinginan, ibu terlalu lelah, tenaga kesehatan kurang tersedia, kamar bersalin atau kamar operasi sibuk, luka ibu harus dijahit, suntikan vitamin K dan tetes mata harus segera diberikan, bayi harus segera dimandikan, ditimbang dan diukur, bayi kurang siaga, kolostrum tidak keluar, dan kolostrum tidak baik. (Wulandari, 2008) Jumlah responden dari 20 responden diperoleh jumlah responden yang diberikan IMD dan perubahan involusi yang dilihat dari TFU dan lochea mayoritas normal berjumlah 17 orang (85%). Berdasarkan hasil penelitian, responden yang dilakukan IMD didapatkan ada perubahan TFU dan pengeluaran lochea yang tidak normal,yang rata-rata dijumpai pada usia lebih dari 30 tahun dan telah melahirkan lebih dari satu kali. Involusi uteri dari luar dapat diamati dengan memeriksa fundus segera setelah persalinan dan tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Setelah hari kedua tinggi findus uteri 1 cm dibawah pusat, hari 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, dan hari 57 tinggi fundus uteri setengah pusat shimpisis. Begitu juga dengan lochea, proses keluarnya darah nifas terdiri dari atas 4 tahap apabila normal seperti: pada hari 1-4 akan keluar lochea rubra, hari 4-7 lochea sanguinolenta, hari 7-14 lochea serosa, dan 2-6 minggu lochea alba. (Wulandari, 2008)

Wulandari (2008),berpendapat bahwa hentakan kepala bayi kedada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran oksitosin untuk membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi lebih rileks, lebih mencintai bayinya, meningkatkan ambang nyeri, menenangkan ibu dan bayi serta mendekatkan mereka berdua dan merangsang pengaliran ASI dari payudara. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh harga X2hitung = 11,667 untuk jumlah sampel sebanyak 20, sedangkan untuk X2tabel = 3,84 untuk taraf kesalahan 5% dan dk = 1. Setelah dibandingkan X2hitung lebih besar dari X2tabel (11,667 > 3,84). Dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak. Simpulan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara inisiasi menyusu dini dengan perubahan involusi uteri pada ibu nifas. Berdasarkan hasil analisis coefisien contigency didapatkan nilai c = 0,607. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara inisiasi menyusu dini dengan perubahan involusi uteri pada ibu nifas. Adapun ukuran keeratan hubungan (asosiasi atau korelasi) adalah sebesar 0,607. Dengan ditemukannya koefisien tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tingkat hubungan antar variabel adalah kuat. Artinya semakin baik pelaksanaan IMD maka akan semakin baik pula perubahan involusi, tapi tidak selalu pelaksanaan IMD tinggi, perubahan involusi baik. Hal ini dikarenakan terdapat faktor eksternal yang mempengaruhi seperti,bayi kedinginan, ibu terlalu lelah, tenaga kesehatan kurang tersedia, kamar bersalin atau kamar operasi sibuk, luka ibu harus dijahit, suntikan vitamin K dan tetes mata harus segera diberikan, bayi harus segera dimandikan,ditimbang dan diukur,bayi kurang siaga,kolustrum tidak keluar, dan kolustrum tidak baik (Wulandari, 2008). Berdasarkan hasil penelitian diatas penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Yuni Setyowati dengan judul Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Involusi Uteri Ibu Nifas di Puskesmas Sidorejo Lor Kota Salatiga Tahun 2009, Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur kuesioner,wawancara terstruktur, dan cheklist dengan kriteria Ibu dengan nifas normal, Ibu dengan riwayat persalinan normal, Ibu nifas hari 1-14 yang dianalisi dengan menggunakan Mann-Whitney / Utest menunjukkan harga untuk proses involusi uteri adalah 0,004 yang berarti harga (0,004) < (0,05). Harga untuk pengeluaran lochea adalah 0,002 yang berarti harga (0,002) < (0,05).. Hasil penelitian ini hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Involusi Uteri Ibu Nifas di Puskesmas Sidorejo Lorkota Salatiga Tahun 2009. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yaitu ada hubungan yang kuat antara IMD dengan perubahan involusi uteri yaitu semakin baik pelaksanaan IMD maka akan semakin baik pula perubahan involusi. B. Saran. Berdasarkan simpulan di atas maka dapat diambil saran sebagai berikut: 1. Bagi ibu-ibu yang belum melaksanakan IMD, seyogyanya dapat menerapkan IMD agar proses perubahan involusi uteri dapat berjalan baik dan normal. 2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi tindakan pemberian IMD. DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, E R dan Wulandari, D. 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cendika Press. Hal. 25,73-80.

Arikunto,S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta Rineka Cipta. Hal. 290,293. Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC. Hal. 61, 64. Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 99. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 83. Prabowo, E. 2010. Faktor Yang Mempengaruhi proses Involusi. http://mediabelajarkeperawatan.blogspot.com.2010/01/faktor-yangmempengaruhi-proses.html. Diakses pada tanggal 23 Juli 2011. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi Kedua. Jakarta: Bina Pustaka. Hal. 54, 356. Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Cetakan I. Jakarta : Pustaka Bunda. Hal. 5-10, 12-6, 20-5. Riyanto, A. 2011. Aplikasi Metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Hal 188-89. Setyowati, Y. 2009. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Involusi uteri Pada Ibu Nifas. Akademi Kebidanan Estu Utomo boyolali. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. Hal. 67-9. _______. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta. Hal. 257. ________. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 65-9. Sulistyowati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Andi Offset. Hal. 1-3, 5. Suparyanto, dr. 2010. Involusi Uteri. http://drsuparyanto.blogspot.com/2010/07/konsep-involusi-uteri.html. Diakses pada tanggaal 23 Juli 2011. Taufiqqurrohman, A. 2009. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta : LPP UNS dan UNS Press. Hal. 90.

Anda mungkin juga menyukai