Anda di halaman 1dari 16

REFERAT BESAR BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO

HIDRADENITIS SUPURATIVA

Oleh :

Aisyah Muhrini Sofyan K1 A1 09 020

Pembimbing : dr. Nelly Herfina Dahlan M.Kes, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK PROFESI DOKTER ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS KENDARI 2013

HIDRADENITIS SUPURATIVA 1. PENDAHULUAN Kelenjar apokrin adalah kelenjar adneksa yang terdistribusi di area axilla, regio anogenital, kelenjar Moll pada kelopak mata, kelenjar serominous dari meatus auditorius, dan kelenjar mammae. Kelenjar apokrin juga dapat ditemukan pada area fasialis dan abdomen. Kelenjar apokrin terdiri dari 3 komponen: duktus intra epithelial, duktus intradermal, dan porsio sekretoris. Kelenjar ini tidak berkembang sampai waktu pubertas, kelenjar ini terdiri dari kelenjar sekretori melingkar yang terletak di dalam dermis atau lemak subkutan dan saluran yang biasanya bermuara pada folikel rambut. Penyakit yang dapat ditemukan pada kelenjar apokrin antara lain: apokrin anhidrosis, apokrin kromhidrosis, Fox-Fordyce disease dan hidradenitis supurativa1,2. Hidradenitis adalah radang kelenjar keringat. Pada pengertian yang utuh adalah infeksi supuratif kelenjar keringat apokrin. Penyakit ini merupakan suatu kondisi kronis yang dapat melemahkan pasien. Penyakit ini dapat sangat menyakitkan dan dapat menghasilkan pengeringan luka kronis dan saluran sinus. Hidradenitis supurativa adalah sebuah penyakit kutaneus yang menyebabkan morbiditas fisik dan psikologis1,2. Prevalensi kejadian HS diperkirakan 4,1%. Namun ada juga yang melaporkan prevalensi sekitar 1/3000. Berdasarkan Ras, penyakit ini sering pada orang kulit hitam, karena kelenjar apokrin pada kulit hitam lebih banyak daripada orang kulit putih. Kejadian terbanyak pada masa pubertas sampai dewasa muda, dan masa klimakterik dengan onset rata-rata pada umur 23 tahun. Penyakit ini dilaporkan lebih sering pada perempuan, dengan perbandingan antara 2:1 hingga 5:1. Pada laki-laki, lokasi tersering di area anogenital, sedangkan pada area axilla rasionya sama1,2,3. 2

2.

DEFINISI Hidradenitis adalah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh Staphylococcus aureus.

Hidradenitis supurativa (HS) adalah suatu keadaan kronik, yaitu infeksi kelenjar apokrin yang berhubungan dengan axilla dan regio anogenital. Paling sering mengenai daerah ketiak, lipat paha dan perianal. Selain itu hidradenitis supurativa juga dapat timbul pada kulit kepala disebut cicatrizing perifoliculitis1,3,4. Hidradenitis supurativa sering dihubungkan dengan akne nodulokistik dan sinus pilonidal (disebut sindrom oklusi folikular). Hidradenitis supurativa ditandai dengan oklusi folikular comedolike, peradangan kronis rekuren, discharge mukopurulen, dan jaringan parut progresif1,3,5.

Hidradenitis supurativa. Regio axilla3. 3. SINONIM apocrinitis, hidradenitis axillaris, abses kelenjar apokrin, acne inversa3,6

4.

FAKTOR PREDISPOSISI a. Obesitas Obesitas diduga sebagai faktor yang berpengaruh. Dapat pula dihubungkan dengan penggunaan pakaian ketat yang akan memperparah oklusi sehingga memicu eksaserbasi2,7. b. Perokok Rokok dapat menyebabkan penekanan pada kemotaksis dari polimorfonuklear yang berfungsi sebagai fagositosis terhadap bakteri pada sistem imun2. c. Hiperhidrosis Hiperhidrosis merupakan kelebihan pengeluaran keringat yang dapat

mengakibatkan peningkatan kelembaban2. d. Deodorant Pemakaian deodoran jangka panjang dapat mengakibatkan penumpukan keringat pada kelenjar apokrin karena setelah pemakaian deodoran tidak dibersihkan2. e. Menghilangkan/ mencukur rambut (depilator) Depilator mengakibatkan luka pada axilla, sehingga bakteri bisa melakukan invasi didaerah tersebut2. f. Recurrent folliculitis Radang pada folikel yang kambuh kembali karena pengobatan yang tidak adekuat, atau komplikasi dari folikulitis2.

5.

ETIOLOGI Belum banyak yang diketahui mengenai mekanisme dasar terjadinya hidradenitis

supurativa. Namun, telah banyak beberapa studi yang mencoba memberikan klarifikasi 4

mengenai etiologi penyakit ini. Hidradenitis supurativa (HS) telah dianggap sebagai gangguan pada kelenjar apokrin, yang dihubungkan dengan struktur adnexal, riwayat genetik obesitas, diabetes, merokok, dan hormonal1,2,3. a. Struktur adnexal Hidradenitis supurativa diduga merupakan gangguan pada folikel epithelium yang mengakibatkan oklusi folikular yang menyebabkan adanya gejala klinis. Hiperkeratosis folikuler merupakan gejala awal yang menyebabkan oklusi, kemudian melibatkan kelenjar apokrin, yang menyebabkan rupturnya folikel. Hal ini menyebabkan terjadinya inflamasi, sehingga memungkinkan terjadinya infeksi1. b. Faktor genetik Hidradenitis supurativa juga di wariskan secara genetik. Riwayat keluarga didapatkan pada sekitar 26% pasien HS. Penelitian lain telah menduga adanya keteribatan autosomal dominan dengan transmisi gen tunggal. Namun perkembangan mengenai keterlibatan gen dalam patogenesis HS belum diidentifikasi secara mendalam1,2,6. c. Hormon dan androgen Faktor endogenus adalah hal yang esensial dari patogenesis penyakit hidradenitis supurativa. Kecenderungan terjadinya penyakit HS adalah pada masa pubertas atau post pubertas. Hal ini memungkinkan adanya keterlibatan hormon androgen. Kelenjar keringat apokrin dirangsang oleh androgen dan ditekan oleh estrogen. Namun hormon yang tepat berperan masih kontroversial. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa anti androgen memberikan efek terapeutik pada pasien HS. Namun, pada hasil suatu penelitian, menemukan bahwa tidak ada efek biokemikal hiperandrogenisme yang

ditemukan pada beberapa pasien dengan HS. Maka, keterlibatan androgen belum dapat dijelaskan secara pasti1,2,9. d. Obesitas Obesitas mungkin tidak secara langsung terkait dengan penyakit hidradenitis supurativa. Obesitas diduga sebagai faktor yang memicu eksaserbasi dengan meningkatkan oklusi, hidrasi keratinosit, dan maserasi. Obesitas juga dapat memicu pelepasan androgen. Menurunkan berat badan dianjurkan pada pasien dengan overweight dan dapat membantu dalam memperbaiki perkembangan penyakit1,2. e. Infeksi bakteri Pada faktor mikrobiologis, peranan koloni bakteri dan/atau infeksi dalam patogenesis dari hidradenitis supurativa didiskusikan secara kontroversial. Dalam penyebarannya di permukaan kulit, bakteri yang terlibat pada HS tidak konsisten dan tidak terduga. Staphylococcus aureus dan staphylococcus-coagulase-negatif adalah bakteri yang paling sering ditemukan. Dalam waktu yang lama hal ini diasumsikan bahwa kontaminasi atau infeksi oleh mikroorganisme yang spesifik merupakan faktor yang menjadi penyebab langsung dari penyakit hidradenitis supurativa1,2. f. Merokok Merokok merupakan hal yang tidak diragukan berkaitan dengan perkembangan penyakit ini. Serangkaian riset telah dikonfirmasi bahwa proporsi pasien dengan penyakit hidradenitis supurativa serta merokok dilaporkan pada 84-89% dibandingkan kepada proporsi di dalam kelompok kontrol yaitu antara 23-46%. Pada mekanisme patogenik yaitu antara perokok dengan penyakit hidradenitis supurativa tidak diketahui. Merokok diduga mempengaruhi kemotaksis di dalam granulosit neutrofilik. Mekanisme

ini berperan

dalam etiologi dari palmoplantar pustulosis dan mungkin juga terkait

dalam perkembangan hidradenitis supurativa. Diasumsikan bahwa dengan berhenti merokok mempunyai efek positif dalam perkembangan penyakit ini tetapi studi prospektif masih kurang untuk membuktikan hal tersebut1,2.

6.

PATOGENESIS Penyebab pasti dari hidradenitis supurativa masih belum jelas yang telah dipahami

adalah adanya kondisi dengan gangguan oklusi folikular. Hal ini dimulai dengan penyumbatan folikular yang menghambat saluran kelenjar apokrin dan peradangan folikular di sekitar saluran. Hal ini diikuti dengan pecahnya epitel folikular, infeksi bakteri dan pembentukan saluran sinus antara abses di bawah kulit, yang mengarah pada karakteristik gejala dan tandatanda hidradenitis supurativa9. Urutan berikut ini dapat mengambarkan dugaan mekanisme pengembangan lesi: Keratin menyumbat folikel rambut kemudian terjadi dilatasi folikel rambut yang kemudian melibatkan kelenjar apokrin sehingga terjadi inflamasi Terjadi pertumbuhan bakteri dalam saluran folikel folikel yang mengandung bakteri ini dapat pecah sehingga terjadi peradangan/ infeksi terbentuk nanah / kerusakan jaringan pembentukan ulkus dan fibrosis saluran sinus3.

7.

GEJALA KLINIS Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah akil balik

sampai dewasa muda. Sering didahului oleh trauma/ mikrotrauma, misalnya banyak keringat, pemakaian deodoran, atau pencabutan rambut ketiak. Sering didahului oleh trauma, dengan gejala konstitusi berupa demam, malaise4.

Ruam berupa nodus (0,5-2 cm), dengan kelima tanda radang akut (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa). Seringkali dapat teraba indurasi. Kemudian dapat melunak menjadi abses, yang dapat memecah dengan cairan yang purulen dan membentuk fistel yang disebut hidradenitis supuratif. Pada peradangan yang menahun dapat terbentuk abses, fistel, dan sinus yang multipel4,8,10. Tempat predileksi paling sering mengenai daerah ketiak, lipat paha & perianal. Selain itu juga dapat timbul pada daerah payudara, bawah payudara, bokong, daerah sekitar

kemaluan, dada, kulit kepala dan kelopak mata. Terbanyak berlokasi di ketiak, juga di perineum1,4.

Terdapat tiga stadium dalam perkembangan penyakit ini. Stadium primer berupa abses yang berbatas tegas, tanpa bekas luka dan tanpa adanya saluran sinus. Stadium sekunder berupa terbentuknya saluran sinus dengan bekas luka akibat bekas garukan serta abses yang berulang. Stadium tersier menunjukkan lesi yang menyatu, terbentuknya skar, serta adanya inflamasi dan discharge saluran sinus1,11.

Kriteria diagnostik hidradenitis supurativa menurut the 2nd International Conference on Hidradenitis supurativa, March 5, 2009, San Francisco, CA US adalah: a) Lesi yang khas : nodul yang nyeri, blind boils pada lesi yang akut; abses, sinus, skar dan tombstone serta komedo terbuka pada lesi sekunder b) Topografi yang khas: pada regio axilla, pangkal paha, perineum dan regio perianal, bokong, dan area lipatan infra mammae dan intermammae c) Kronik dan berulang

Semua kriteria harus terpenuhi untuk diagnosis yang tepat11.

8.

PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Tes laboratorium Pada pasien dengan lesi yang akut pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis, peningkatan sedimentasi eritrosit dan peningkatan C-Reaktif Protein (CRP). Jika tanda infeksi cukup jelas, dapat dilakukan kultur bakteri dengan sampel yang diambil pada lesi1,4,10. b. Radiologi Ultrasonography dapat dilakukan pada dermis dan folikel untuk melihat formasi abses dan kelainan bagian profunda dari folikel namun tidak terlalu dianjurkan. Telah berkembang pula pemeriksaan dengan menggunakan magneting resonance imaging (MRI) untuk menilai kulit dan jaringan subkutaneus1. c. Histopatologi Lesi awal ditandai dengan sumbatan keratinosa dalam duktus apokrin atau orifisium folikel rambut dan distensi kistik folikel. Proses ini umumnya meluas ke kelenjar apokrin. Dapat pula ditemukan hiperkeratosis, folikulitis aktif atau abses, 9

pembentukan traktus sinus, fibrosis dan granuloma. Pemeriksaan histologis struktur adneksa dengan tanda-tanda peradangan kelenjar apokrin hanya ditemukan pada 1/3 kasus. Pada lapisan subkutis dapat ditemukan fibsosis, nekrosis lemak dan inflamasi1,7.

9.

DIAGNOSIS BANDING a) Skrofuloderma Persamaannya terdapat nodus, abses, dan fistel. Perbedaannya, pada hidradenitis supurativa pada permulaan disertai tanda-tanda radang akut dan terdapat gejala konstitusi. Sebaliknya pada skrofuloderma tidak terdapat tanda-tanda radang akut dan tidak ada leukositosis1,4.

Skrofuloderma
(http://www.dermis.net/dermisroot/tr/105 54/image.htm)

b) Furunkel dan Karbunkel Nodul dan abses yang nyeri pada hidradenitis supurativa sering membuat salah diagnosis dengan furunkel atau karbunkel. HS ditandai dengan abses steril dan sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan furunkel atau karbunkel yaitu pada aksila, lipat paha, pantat atau dibawah payudara. Walaupun

10

karbunkel juga terdapat pada area yang banyak friksi seperti aksila dan bokong. Adanya jaringan parut yang lama, adanya saluran sinus serta kultur bakteri yang negatif memastikan diagnosis penyakit HS dan juga membedakannya dengan furunkel atau karbunkel1,4.

Furunkel
(http://dermatlas.med.jhmi.edu/image/ Furuncle_1_040419)

Karbunkel
http://www.infektionsnetz.at/Infektionen Abszess.phtml

c)

Limfogranuloma venereum (LGV). Hidradenitis supurativa yang terdapat di lipatan paha kadang kadang mirip dengan limfadenitis pada LGV. Perbedaan yang penting adalah pada LGV terdapat riwayat kontak seksual. Pada stadium lanjut LGV terdapat gejala bubo bertingkat yang berarti pembesaran kelenjar di inguinal medial dan fosa iliaka. Pada LGV tes Frei positif1,4.

Lymphogranoloma Venereum (LGV)


(http://www.chlamydiapneumoniae.de/forum/lttchlamydia-trachomatis)

11

10.

KOMPLIKASI a) Daerah penyembuhan yang telah disebabkan oleh hidradenitis supurativa dengan luka yang berbekas dapat menyebabkan kontraktur (kondisi pemendekan dan pengerasan sebuah otot, tendon, atau jaringan lainnya, selalu menyebabkan perubahan bentuk tubuh sebagian, dan terjadi rasa kaku pada sendi) dan sangat membatasi mobilitas anggota tubuh3.

Hidradentis supurativa pada regio perianal dan perigenital. Terjadi peradangan, eksudat purulen dari sinus yang multipel3

b) Abses yang nyeri sering muncul berulang-ulang. Banyak pasien hidradenitis juga menderita akne yang berat, atau sebelumnya pernah menderita akne12.

Regio Perianal. Abses yang pecah yang mengeluarkan cairan purulen3 12

c) Walaupun jarang, hidradenitis jelas dapat menyebabkan sepsis yang berulang-ulang, kronis dan sangat tidak nyaman pada kelenjar apokrin di aksila dan lipat paha12. d) Komplikasi yang jarang: fistula ke uretra, kandung kemih, dan / atau rektum, anemia, dan amyloidosis1. e) Komplikasi yang paling berat dari hidradenitis supurativa pada daerah anogenital (daerah yang berhubungan anus dan genital) adalah perkembangan karsinoma sel squamos pada dasar peradangan kronis5.

11.

PENATALAKSANAAN Hidradenitis supurativa bukan hanya infeksi, dan antibiotik sistemik hanya bagian dari

program perawatan. Digunakan kombinasi dari (1) glukokortikoid intralesional, (2) operasi, (3) antibiotik oral, dan (4) isotretinoin3. a. Lesi akut Nodul: triamcinolon (3-5 mg/ml) intralesi Abses: triamcinolon (3-5 mg/ml) intralesional pada dinding lesi kemudian insisi dan drainase cairan abses. Ketika lesi mengalami fluktuasi, penuh cairan, dan terapi medis tidak efektif, sebaiknya tidak menunda prosedur drainase bedah. Antibiotik topikal : tetracycline dan clindamycin3,10,14 Antibiotik oral dengan tujuan memperpendek durasi nyeri dan menghindari evolusi lesi menuju abses. Berbagai antibiotik yang telah digunakan: Amoxcicilin, amoxcicilin+asam klavulanat, cephalosporine, clindamicin, rifampisin14.

13

b. Kasus kronik residif Antibiotik oral : Erythromycin (250-500 mg qid) Tetracycline (250-500 mg qid) Minocycline (100 mg 2x sehari) hingga lesi kering atau kombinasi dengan clindamycin 300 mg 2x sehari atau rifampin 300 mg 2x sehari3,13. Zinc salt, dosis tinggi (90mg), telah terbukti efektif dalam penelitian singkat. Metronidazol pada kasus dengan discharge berbau dapat membantu Dapson telah digunakan dan memberi hasil yang baik14. c. Kortikosteroid3: Prednisone dapat diberikan jika nyeri dan terdapat tanda inflamasi yang berat. Dengan dosis 70 mg perhari untuk 2-3 hari dan tapering off selama 2 minggu. d. Isotretionin oral3,13: Tidak digunakan pada infeksi berat tapi baik digunakan pada stadium akut untuk mencegah sumbatan folikular dan kemudian kombinasi dengan eksisi bedah. Isotreinoin tidak dapat diberikan pada ibu hamil. e. Radioterapi Beberapa kasus dilaporkan memberi hasil yang baik14. f. Manajemen operatif Insisi dan drainase abses akut Eksisi kronik rekuren, nodul fibrotik atau sinus tract. Pengobatan defenitif membutuhkan eksisi komplit yang melibatkan daerah yang terkena3,8.

14

g. Manajemen psikologis Pasien dapat saja membutuhkan terapi reassurance sebagai akibat dari depresi karena rasa nyeri, pus yang mengotori pakaian, bau busuk, dan bekas lesi yang membekas terutama area anogenital3.

12.

PROGNOSIS Tingkat keparahan penyakit sangat bervariasi. Banyak pasien hanya memiliki

keterlibatan ringan dengan berulang, sembuh sendiri, nodul merah yang lembut tidak mencari terapi. Penyakit ini biasanya mengalami remisi spontan dengan usia (> 35 tahun). Pada beberapa individu, tentu saja bisa berkembang terus-menerus, dengan ditandai morbiditas terkait dengan nyeri kronis, kerusakan sinus, dan terbentuknya jaringan parut, dengan mobilitas terbatas. Beberapa pasien menunjukkan adanya perbaikan kondisi dengan pemberian antibiotik jangka panjang, tetapi banyak juga yang membutuhkan tindakan bedah plastik. Diperlukan peningkatan hygiene untuk mencegah kekambuhan3,8,12.

15

REFERENSI 1. Wiseman, M.C. 2008. Hidradenitis Suppurativa. In Wolff K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I. Gilcherts, B.A., Paller, A.S., Lefell, D.J.(Eds) Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Volume I. 7th Edition. USA: McGraw-Hill 2. Sahara, E. 2010. Acne Inversa (Hidradenitis Suppuativa). (online) diakses tanggal 21 Maret 2013 http://id.scribd.com/doc/120970680/Acne-Inversa-Home-Wrk 3. Wolff K. Johnson RA. Suurmond. 2009. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology. 6th Ed. USA : McGraw Hill Companies Inc. 4. Juanda, A. 2010. Pyoderma: Hidradenitis. Dalam Adhi Djuanda (Ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-5. Jakarta : FKUI. 5. Marina, Jovanovic. Hidradenitis Suppurativa. (online) diakses tanggal 21 Maret 2013. http://emedicine.medscape.com/article/1073117-overview 6. Jansen I, Altmeyer P, Piewig G. Acne invers. Department of Dermatology, Ruhr-University Bochum, Germany. (online) diakses tanggal 21 Maret 2013

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11843212 7. Behman, Klegman, Arvin. 2009. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 8. Schwartz, Shires-Spencer. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 9. New Zealand Dermatological Society Incorporated. Hidradenitis suppurativa (online) diakses tanggal 27 Maret 2013 http://www.dermnetnz.org/acne/hidradenitis-suppurativa.html 10. Barankin, B; Freiman, A. 2006. Derm Notes: Dermatology Clinical Pocket Guide. Philadelpia Davis Company 11. Sabine Fimmel and Christos C Zouboulis. 2010. Dermatoendocrinology: Comorbidities of hidradenitis suppurativa (acne inversa). (online) diakses tanggal 21 Maret 2013 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3084959/ 12. 13. Brown, RG., Burns, T. Lecture notes :Dermatologi. Edisi Kedelapan. Jakarta : Erlangga Hall, John C. 2006. Sauer's Manual of Skin Diseases, 9th Edition. Kansas City, Missouri: University of Missouri-Kansas City School of Medicine, Clinician, Kansas City Free Health Clinic. 14. Amiruddin, Dali, dkk. Buku Ajar Penyakit Kuli di Daerah Tropis Hidradenitis supurativa. Makassar :LKPP Universitas Hasanuddin

16

Anda mungkin juga menyukai