Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN Kanker serviks atau sering dikenal dengan kanker mulut rahim/kanker serviks adalah kanker yang

terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Gambar organ reproduksi wanita:

Perjalanan penyakit karsinoma sel skuamosa serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari proses karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga tumbuh menjadi kanker yang invasive. Lebih dari 20 tahun penelitian proses karsinogenesis karsinoma sel skuamosa serviks diteliti dan diamati, sehingga diketemukan proses yang terjadi akibat pengaruh faktor karsinogen dan faktor serviks sendiri. Virus HPV (Human Papilloma Virus) menjadi primadona yang diteliti secara molecular dan proteomic. Infeksi virus HPV merupakan faktor risiko masuknya karsinogen E6 dan E7, kedua protein tersebut merupakan karsinogen kanker seviks uterus. Perubahan persepsi tradisional juga mengalami pergeseran, perbaikan sehingga mampu menjawab beberapa masalah yang dijumpai.

Menurut Globacan (2002) di seluruh dunia setiap tahun ada 493.243 wanita terdiagnosa kanker serviks, 273.505 meninggal. Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita. Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Karena kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks dapat menurun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang kanker servik yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah.

BAB II ISI
FAKTOR RISIKO Infeksi HPV (Human Papilloma Virus) Penelitian epidemiologi memperlihatkan bahwa infeksi HPV terdeteksi menggunakan penelitian molekular pada 99,7% wanita dengan karsinoma sel skuamosa karena infeksi HPV adalah penyebab mutasi neoplasma (perubahan sel normal menjadi sel ganas). Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 diantaranya dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Dari sekian tipe HPV yang menyerang anogenital (dubur dan alat kelamin), ada 4 tipe HPV yang biasa menyebabkan masalah di manusia seperti 2 subtipe HPV dengan risiko tinggi keganasan yaitu tipe 16 dan 18 yang ditemukan pada 70% kanker leher rahim serta HPV tipe 6 dan 11, yang menyebabkan 90% kasus genital warts (kutil kelamin). Faktor seksual dan reproduksi Hubungan seksual pertama kali sebelum usia 16 tahun berkaitan dengan peningkatan risiko kanker leher rahim 2 kali dibandingkan wanita yang melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun. Kanker leher rahim juga berkaitan dengan jumlah partner seksual. Semakin banyak partner seksual maka semakin meningkat risiko kanker leher rahim. Peningkatan paritas (jumlah kehamilan) juga merupakan faktor risiko kanker leher rahim. Merokok Merokok merupakan penyebab penting terjadinya kanker leher rahim jenis karsinoma sel skuamosa. Faktor risiko meningkat 2 kali dengan risiko tertinggi didapatkan pada orang yang merokok dalam jangka waktu lama dengan intensitas yang tinggi (jumlah yang banyak).

Kontrasepsi Penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama (5 tahun atau lebih) meningkatkan risiko kanker leher rahim sebanyak 2 kali. Penggunaan metode kontrasepsi barrier (penghalang), terutama yang menggunakan kombinasi mekanik dan hormon memperlihatkan penurunan angka kejadian kanker leher rahim yang diperkirakan karena penurunan paparan terhadap agen penyebab infeksi. Kondisi imunosupresi (penurunan kekebalan tubuh) Pada wanita imunokompromise (penurunan kekebalan tubuh) seperti transplantasi ginjal dan HIV, dapat mengakselerasi (mempercepat) pertumbuhan sel kanker dari noninvasif menjadi invasif (tidak ganas menjadi ganas).

PENYEBAB KANKER SERVIKS Hingga saat ini Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab 99,7% kanker serviks. Virus papilloma ini berukuran kecil, diameter virus kurang lebih 55 nm. Terdapat lebih dari 100 tipe HPV, HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56 dan 58 sering ditemukan pada kanker maupun lesi pra kanker serviks. HPV tipe 16 dan 18 merupakan 70 % penyebab kanker serviks. Sebenarnya sebagian besar virus HPV akan menghilang sendiri karena ada sistem kekebalan tubuh alami, tetapi ada sebagian yang tidak menghilang dan menetap. HPV yang menetap inilah yang menyebabkan perubahan sel leher rahim menjadi kanker serviks. Perjalanan kanker serviks dari infeksi HPV, tahap pre kanker hingga menjadi kanker serviks memakan waktu 10 - 20 thn. PERKEMBANGAN KANKER LEHER RAHIM Dari infeksi virus HPV sampai menjadi kanker serviks memerlukan waktu bertahun-tahun, bahkan lebih dari 10 tahun. Pada tahap awal infeksi virus akan

menyebabkan perubahan sel-sel epitel pada mulut rahim, sel-sel menjadi tidak terkendali perkembangannya dan bila berlanjut akan menjadi kanker. Pada tahan awal infeksi sebelum menjadi kanker didahului oleh adanya lesi prakanker yang disebut Cervical Intraepthelial Neoplasia (CIN) atau Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS). Lesi prakanker ini berlangsung cukup lama yaitu memakan waktu antara 10 - 20 tahun. Dalam perjalanannya CIN I (NIS I) akan berkembang menjadi CIN II (NIS II) kemudian menjadi CIN III (NIS III) yang bila penyakit berlanjut maka akan berkembang menjadi kanker serviks. Konsep regresi spontan serta lesi yang persiten menyatakan bahwa tidak semua lesi pra kanker akan berkembang menjadi lesi invasive atau kanker serviks, sehingga diakui masih banyak faktor yang mempengaruhi. CIN I (NIS I) hanya 12 % saja yang berkembang ke derajat yang lebih berat, sedangkan CIN II (NIS II) dan CIN III (NIS III) mempunyai risiko berkembang menjadi kanker invasif bila tidak mendapatkan penanganan. Penanganan pada lesi prekanker adalah krioterapi, laser ablasi, konisasi pisau dingin, Eksisi laser cone, LEEP (Loop Electrosurgical Exicion Procedure). KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI o Karsinoma sel skuamosa Dengan keratinisasi Tanpa keratinisasi Verukosa

o Adenokarsinoma ( tipe endoserviks) o Adenokarsinoma endometrioid o Adenokarsinoma sel jernih (clear cell) o Karsinoma adenoskuamosa o Karsinoma kistik adenoid o Karsinoma sel kecil (small cell)

o Undifferentiated carcinoma 2 bentuk kanker serviks yang paling sering dijumpai yaitu karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma. 85% merupakan karsinoma skuamosa (epidermoid), 10% merupakan jenis adenokarsinoma dan 5% merupakan adenoskuamosa, clear cell, small cell dan verucous. CARA PENULARAN VIRUS HPV Setiap orang bisa terinfeksi HPV baik pada wanita maupun pria, infeksi HPV ditularkan melalui kontak kelamin, bukan hanya melalui hubungan seks. Infeksi ini mudah menular sehingga semua wanita yang sudah melakukan hubungan seks berisiko terkena kanker leher rahim. Resiko menderita kanker leher rahim meningkat pada wanita perokok, berganti-ganti pasangan seksual, menikah usia muda dan penderita dengan penurunan kekebalan tubuh/HIV+ (AIDS). PERJALANAN PENYAKIT Proses karsinogenesis pada kanker serviks sudah mulai terbuka. HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga Tumor Suppressor Gene (TSG) p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG pRb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F, dan E2F merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol. GEJALA KANKER LEHER RAHIM Infeksi HPV tidak menimbulkan gejala, bahkan orang tidak menyadari bahwa dia sudah terinfeksi bahkan sudah menularkannya kepada orang lain. Pada tahap/stadium awal (prekanker) tidak ada gejala yang jelas, setelah berkembang menjadi kanker timbul gejala-gejala keputihan yang tidak sembuh walaupun sudah diobati, keputihan yang keruh dan berbau busuk, perdarahan setelah berhubungan 6

seks, perdarahan di luar siklus haid dan lain-lain. Pada stadium lanjut dimana sudah terjadi penyebaran ke organ-organ sekitar mungkin terdapat keluhan nyeri daerah panggul, sulit BAK, BAK berdarah dan lain-lain. Pembagian stadium kanker seviks berdasarkan FIGO 1994 Stadium 0: karsinoma insitu, cervical intraepithelial neoplasia 3 (CIN3) Stadium I :karsinoma hanya terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri harus dikesampingkan) Stadium Ia :karsinoma preklinik, hanya bisa didiagnosa dengan menggunakan mikroskop. Invasi stromal dengan kedalaman 5mm dan perluasan horisontal 7 mm. Kedalaman invasi harus tidak melebihi 5 mm dari basal epitel jaringan asal-superfisial atau glanduler. stadium. Stadium Ia1: Kedalaman invasi stromal 3mm, perluasan melebihi 7 mm. Stadium Ia2: Kedalaman invasi stromal >3 mm dan 5 mm. Stadium Ib : Lesi-lesi yang tampak secara klinik terbatas pada servik preklinik yang lebih besar daripada stadium Ia Stadium Ib1: Lesi 4 cm Stadium Ib2: Lesi > 4 cm Stadium II : Karsinoma meluas di luar serviks, tetapi belum sampai ke dinding pelvis; karsinoma tumbuh ke dalam vagina tetapi tidak sampai sepertiga bagian bawah. Stadium IIa : Tidak ada perluasan ke parametrium. Stadium IIb : Jelas ada perluasan ke parametrium. Stadium III : Karsinoma meluas sampai ke dinding pelvis; pada pemeriksaan tidak terdapat ruangan bebas karsinoma rektal atau kanker horisontal tidak Keterlibatan vascular space- venous atau limfatik tidak merubah

antara tumor dan dinding pelvis; tumor

tumbuh sampai sepertiga bagian bawah vagina. Adanya hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfugsi masuk dalam stadium ini, kecuali disebabkan karena kelainan lain. Stadium IIIa: Tidak ada perluasan sampai dinding pelvis, tetapi pertumbuhan sampai sepertiga bawah vagina. tumor

Stadium IIIb: Perluasan sampai dinding pelvis atau hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi. Stadium IV : Karsinoma telah meluas sampai di luar pelvis minor atau secara biopsi) Stadium IVa: Pertumbuhan tumor ke dalam organ-ogan sekelilingnya Stadium IVb: Perluasan ke organ-organ jauh klinik telah tumbuh ke dalam mukosa kandung kencing atau rektum (terbukti dari hasil

DETEKSI DINI Screening: Pap Smear IVA Thin-prep Pap-net Tes Onkoprotein HC (Hybrid Capture)

Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim, test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan miroskop. Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut. Gambar teknik Pap Smear:

Keterangan :

1.Vagina dibuka dengan spekulum agar mulut rahim kelihatan; 2.Dilakukan usapan pada mulut rahim dengan spatel 3.Spatel dioleskan ke obyek glas, kemudian diperiksa dengan mikroskop; 4.Metode berbasis cairan : usapan pada mulut rahim dilakukan dengan citobrush (sikat) > sikat dimasukkan ke dalam cairan fiksasi,dibawa ke laboratorium > diperiksa dengan miroskop. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) tes merupakan alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologinya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%. KOLPOSKOPI Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila diketemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkop, merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks, pembuluh darah, setelah pemberian asam asetat.Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan melipuri vulva dan vagina. Kelainan dati NIS I sampai NIS III /KIS (Karsinoma In Situ) sangat berbeda pada derajat atau peningkatan ketebalan dari epitel putih ( aceto-white epithelium) setelah diberi asam asetat. Selain itu juga melihat adanya pungtasi , ataupun pembuluh darah yang abnormal. Kelainan yang sukar dibedakan antara lain antara NIS I dengan HPV, KIS dengan mikroinvasi. Sehingga seringkali terjadi over treatment pada HPV, tetapi juga terjadi under treatment pada NIS III. Sensitivitas kolposkopi dilaporkan berkisar 69-95% dengan spesifitas 67-93%. Tindakan konisasi harus dilakukan bila terdapat informasi adanya kecurigaan mikroinvasi, karena konisasi dapat membedakan stadium IA1 atau IA2 yang sangat beda penatalaksanaannya.

10

PENANGANAN KANKER LEHER RAHIM Penanganan kanker leher dilakukan sesuai dengan stadiumnya. Pada tahap prekanker yaitu pada tahap CIN penanganan dilakukan dengan destruksi lokal pada mulut rahim. Sedangkan bila sudah pada tahap kanker penanganan yang dilakukan adalah pembedahan berupa pengangkatan rahim, kemoterapi dan radioterapi. Pada tahap kanker walaupun dilakukan penanganan yang semestinya angka kesembuhannya kecil sekali. Stadium Ia1 Kejadian penyebaran / metastasis ke kelenjar getah bening pada stadium IA1 (diameter lesi < 7 mm, kedalaman lesi < 3 mm) hanya < 1 %. Maka terapi konservatif memberi hasil terapi yang cukup baik. Pada wanita yang masih menginginkan anak, maka pembedahan konisasi merupakan terapi pembedahan terpilih. Pembedahan konservatif lainnya adalah amputasi serviks. Pembedahan dianggap cukup bila pada specimen pembedahan tidak dijumpai emboli di pembuluh limfe ataupun pembuluh darah, serta tepi sayatan bebas tumor. LEEP (Loop Electrasurgical Excision procedure) dapat pula digunakan sebagai prosedur terapi. LEEP yang dilakukan merupakan LEEP besar dengan profil seperti konisasi, specimen pembedahan dapat dinilai secara histology. Keuntungannya pada LEEP tidak dilakukan penjahitan secara rutin. Kejadian kehamilan pasca LEEP berkisar 28/46 kasus selama pengamatan 24 minggu. Kejadian abortus diperkecil dengan jahitan/circlase pada kehamilan. Resiko relative persalinan premature berkisar 3,67, partus presipitatus 1 dan risiko relative pembedahan sesaria 0,5. Penelitian prospektif yang dilakukan pada stadium IA1, adenokarsinoma serviks yang dilakukan terapi konisasi memberi hasil sementara yang cukup baik/. Pengamatan antara 6-20 bulan dari 33 kasus stadium IA1 adenokarsinoma yang dilakukan konisasi tidak dijumpai kasus residif. Hasil terapi mikroinvasi dengan konisasi lebih baik jika dibandingkan dengan konisasi menggunaka loop eksisi. Bila wanita dengan fertilitas cukup, maka pembedahan histerektomi totalis merupakan terapi pembedahan terpilih. Pembedahan dianggap

11

cukup bila pada specimen pembedahan tidak dijumpai emboli di pembuluh limfe ataupun pembuluh darah, serta tepi sayatan bebas tumor. Pembedahan histerektomi radikal pada stadium IA1, dinilai berlebihan, karena hasi yang dicapai pembedahan histerektomi total dan histerektomi radikal tidak berbeda.

Stadium IA2, IB, IIA Stadium 2A merupakan stadium yang relative sangat dini, criteria diameter lesi < 7 mm dengan kedalaman 3-5 mm dengan risiko metastasis ke kelenjar getah bening kurang lebih 7 %. Pembedahan konservatif pada penderita yang berusia muda menjadi pilihan utama. Pengobatan yang terpilih adalah histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvic bilateral. Salpingooovorektomi dapat dilakukan bila penderita sudah berumur lebih dari 40 tahun, bila penderita masih muda sebaiknya ovarium ditinggalkan dan dilakukan ovareksis setinggi pool atas ginjal. Histerektomi radikal pada karsinoma serviks uteri dapat dilakukan dengan beberapa metode, metode transabdominal dan transvaginal (AVRUEL-Abdominal Vaginal Radical Uterus Extirpation with Transperitoneal Lymphadenectomy). Pada analisa kedua cara tersebut tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap survival 5 tahun serta komplikasi pembedahan. Teknik AVRUEL merupakan dasar dari pembedahan histerektomi radikal dengan bantuan laparoskopi, limfadenektomi pelvic dilakukan dengan laparoskopi, sedangkan histerektomi radikal dilakukan transvaginal. Histerektomi radikal pada kanker serviks secara teknik dan jauhnya jangkauan pembedahan (specimen) terbagi menjadi histerektomi radikal tipe I,II dan III. Histerektomi radikal tipe I umumnya dilakukan pada kanker serviks stadium IA2-IB1. Sedangkan untuk stadium IB2-IIA seringkali dilakukan tipe II atau tipe III.Analisis hasil yang dicapai dengan histerektomi radikal tipe II dan III pada stadium IB2-IIA menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna terhadap survival pasien, tetapi morbiditas pembedahan khususnya morbiditas 12

urologic lebih tinggi pada kelompok histerektomi radikal tipe III. Pada pembedahan histerektomi radikal sebaiknya tidak dilakukan reperitonisasi, karena tindakan reperitonisasi meningkatkan kejadian limfokis (4,1 % versus 0% dari 337 pembedahan). Pembedahan histerektomi radikal dapat dilakukan dengan laparoskopi, Laparoscopic Assisted Radical Vaginal Hysterectomy (LARVH) yaitu pembedahan limfadenektomi per laparoskopi dan histerektomi radikal pervaginal. LARVH mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan histerektomi radikal per laparotomi, perdarahan yang lebih sedikit, masa rawat pascapembedahan yang lebih singkat, dan komplikasi pembedahan yang leih sedikit. Tetapi cidera kandung kemih yang lebih tinggi pada LARVH. Efek samping atau gangguan pascabedah yang disertai terapi adjuvant radiasi lebih berat dibandingkan yang tanpa radiasi terutama gangguan hubungan seksual penderita, gangguan ini karena pengecilan liang vagina, lubrikasi, vagina yang pendek sehingga menimbulkan keluhan rasa sakit. Late complication seperti gangguan miksi, gangguan defekasi terjadi setelah 2 tahun pascaterapi baik yang mendapat terapi adjuvant radiasi ataupun yang tidak mendapat terapi adjuvant. Kejadian gangguan miksi 2-12 %, gangguan defekasi berkisar 5 -10 %. Edek samping yang lain adalah limfadema, kejadiannya berkisar 25 % Pembedahan Konservatif Trachelektomi Radikal Pada lesi yang kecil, dan penderita masih menginginkan anak maka dapat dilakukan pembedahan trakhelektomi radikal dan parametrektomi bilateral . Pembedahan trakhelektomi radikal adalah pembedahan radikal meliputi pengangkatan serviks uterus (termasuk kanalis servikalis), parametrium dan limfadenektomi pelvic dengan meninggalkan korpus uteri, kedua tuba dan kedua ovarium. Syarat penderita yang dilakukan trakhelektomi radikal adalah karsinoma serviks stadium IA2-IB1 dan masih menginginkan anak. Analisis retrospektif pada 842 kasus karsinoma serviks uteri, ternyata karsinoma serviks uteri stadium IA1,IA2 dan IB1 dengan lesi primer < 2 cm maka kejadian metastasis ke parametrium hanya sebesar 0,6%. Sebelum dilakukan

13

trakhelektomi radikal terlebih dahulu dilakukan limfadenektomi pelvic dan pemeriksaan potong beku kelenjar getah bening pelvic, bila tidak dijumpai metastasis maka trakhelektomi radikal dapat dilakukan. Setelah trakhelektomi radikal dilakukan, maka harus dilakukan potong beku ujung sayatan dari tunggul leher serviks. Bebas tumor 8 mm dinilai cukup. Bila pada potong beku ditemukan sel ganas berarti pembedahan konservatif tidak dimungkinkan, maka pembedahan histerektomi radikal harus dilakukan. Pemeriksaan potong beku serviks pada penelitian mencapai sensitivitas 93,8 % dengan spesifitas 99,7%. Keberhasilan kehamilan pascatrakhelektomi radial 26,9% dan 51,77% mencapai kehamilan aterm. Bila lesi besar (IB2), dapat diterapi dengan pembedahan histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvic bilateral ataupun radioterapi. Survival 5 tahun secara keseluruhan yang diterapi dengan pembedahan pada stadium IB2, dapat mencapai 92%, sedangkan pada stadium IIA dapat mencapai 87%. Bila terdapat metastasis pada satu kelenjar getah bening maka survival 5 tahun menurun menjadi 85%, sedangkan bila metastasis mengenai dua kelenjar atau lebih maka survival 5 tahun akan menurun menjadi hanya 50 %. Metastasis pada kelenjar getah bening arteri iliaka atau paraaorta mempunyai prognosis yang lebih jelek, survivalnya hanya mencapai 20 % tetapi bila metastasis lebih rendah dapat mencapai survival hingga 84,4 %. Pengobatan pada stadium IB2 dapat pula dilakukan dengan beberapa variasi pengobatan. Neoadjuvant kemoterapi, neoadjuvant kemoradiasi atau neoadjuvant radiasi dilanjutkan dengan histerektomi radikal dan limfadenektomi. Faktor risiko pascapembedahan histerektomi radikal antara lain metastasis ke parametrium dan metastasis ke kelenjar getah bening. Bila dijumpai ada faktor risiko tersebut maka terapi adjuvant radioterapi ataupun kemoterapi merupakan indikasi. Hasil yang dicapai dengan pemberian terapi adjuvant radioterapj ataupun kemoterapi kombinasi (cisplatinum) tidak ada perbedaan survival (3 tahun). Penelitian lainnya melaporkan survival yang lebih baik jika diberikan terapi adjuvant pascabedah dengan faktor risiko bila dibandingkan dengan yang tanpa terapi adjuvant sekalipun mempunyai risiko. Tiga factor risiko pada penelitian ini yaitu ukuran lesi (>5cm), kedalaman invasi dan invasi ke pembuuh darah ataupun limfe. Survival 5 tahun pada yang mendapat adjuvant 86% dan tidak berbeda 14

dengan yang tanpa adjuvant yaitu 85%, tetapi diseases free survival 5 tahun relative berbeda yaitu 57% untuk yang mendapat terapi adjuvant dan 43 % yang tidak mendapat terapi adjuvant (p<0,05). Terapi adjuvant pascahisterektomi radikal adalah radiasi atau kemoradiasi, pemberian adjuvant kemoradiasi beberapa literatur menyatakan lebih baik jika dibandingkan dengan terapi adjuvant radiasi saja survival/kesintasan 5 tahun 55% untuk yang pembedahan saja, 76 % pembedahan dan radiasi,87% untuk pembedahan dan kemoradiasi sedangkan median progression free interval 33,5 bulan untuk yang pembedahan saja, 70,3 bulan yang pembedahan dan radiasi, 73,3 bulan untuk yang pembedahan dan kemoradiasi ), tetapi beberapa literatur juga menyatakan bahwa pemberian kemoradiasi sebagai terapi adjuvant tidak memberi manfaat keunggulan dibandingkan dengan yang terapi radiasi saja. Pemberian terapi adjuvant sebaiknya tidak lebih dari 60 hari, karena pemberian adjuvant radiotherapy setelah 60 hari memberi hasil yang lebih buruk (survival 5 tahun 83%, dibandingkan 91% bila diberikan kurang dari 60 hari). Karena metastasis karsinoma servik ke kelenjar getah bening merupakan factor risiko yang sangat berpengaruh terhadap prognosis maka deteksi metastasis ke kelanjar getah benign merupakan sesuatu yang penting artinay. Deteksi metastasis memungkinkan dilakukan dengan sentinel lymph node, dengan teknik ini dapat diketahui kemungkinan adanya metastasis dengan sensitivitas 83,3%, nilai prediksi positif 97,1 %, nilai negative palsu 16,6%. Stadium IIB, III dan IV A Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna dilanjutkan radioterapi intrakaviter. Pemberian radioterapi intrakaviter umumnya dilakukan HighDose-Rate ataupun Low-Dose-Rate. Survival 5 tahun yang mendapat terapi intrakaviter secara HDR atau LDR ternyata tidak terdapat perbedaan secara statistic tetapi berbeda dalam hal efek samping. Dosis radiasi eksterna (external beam radiotherapy whole pelvi c 50 Gy yang terbagi dalam 25 fraksi pemberian), dan radiasi intracaviter (brachy therapy) dengan 20 Gy (dalam dua fraksi) atau 30 Gy (dalam 3 fraksi).

15

The Radiation Therapy Oncology Group (RTOG) selama 25 tahun melakukan penelitian radioterapi pada karsinoma serviks, mendapatkan hasil yang memberi keuntungan pada penderita yang mendapatkan radiasi pelvic dan para aorta serta pada penderita yang mendapat kombinasi radioterapi dengan kemoterapi. Terapi variasi yang sering diberikan adalah kemoradiasi, kemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum, paclitaxel, docetaxel, flourourasil atau gemcitabine. Penelitian invitro kultur jaringan carcinoma serviks stadium IB2-IIIB, didapatkan hambatan proliferasi sebesar 73% pada kelompok yang diberikan radiasi saja sebesar 6 Gy, sedangkan hambatan proliferasi mencapai 95% pada kultur jaringan karsinoma serviks yang diberikan sisplatin dan radiasi mempunyai efek sinergisme. Hasil respon klinik lengkap pada pemberian kemoradiasi padastadium IIIB dapat encapai 80%, respon parsial 17% untuk evaluasi 12 bulan. Secara teori gabungan atau kombinasi dua terapi tentunya akan memberi nilai tambah pada respon terapi. Kombinasi terapi memberi kesempatan respon pengobatan pada siklus sel yang berbeda sehingga kematian sel akan bertambah. Kombinasi terapi juga akan memberi efek penurunan repopulasi sel kanker karena akan terjadi perangsangan masuknya sel dari siklus Go yang tidak responsif terhadap terapi. Selain itu terapi kombinasi juga akan menurunkan kemungkinan perbaikan pada sel yang dalam keadaan sublethal. GOG ( Gynecologist Oncologic Group) yang meneliti secara multi institusi terhadap 90 kasus kanker serviks stadium IIIB-IVA membandingkan respon terapi kombinasi hydroxyurea-radiasi dengan radiasi saja. Respon komplet pada kelompok kemoradiasi mencapai 68 % sedangakan kelompok radiasi saja mencapai 48 %, sedangkan interval atau masa bebas tumor kelompok kemoradiasi mencapai 13,6 bulan sedangkan kelompok radiasi 7,6 bulan dengan median survival kelompok kemoradiasi 19,5 bulan dan kelompok radiasi 10,7 bulan. SWOG (Southwest Oncology Group) melakukan penelitian pada 268 kasus yang mendapat adjuvant pasca bedah histerektomi radikal, adjuvant kemoradiasi (sisplatin, 5FU, radiasi) dibandingkan dengan adjuvant radiasi saja, ternyata kelompok kemoradiasi memberi survival 81% sedangkan pada kelompok radiasi memberi survival 63%

16

Stadium IVB Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi yang diberikan bersifat radioterapi paliatif. Metastasis paru. Metastasis karsinoma serviks ke paru-paru relative sering, sebagian besar (96%) terjadi metastasis dalam 2 tahun sejak diagnosis primer.Kejadian metastasis paru pada primer stadium I sebanyak 3-4%, stadium II 5-13%, stadium III 7-9 % dan stadium IV 21-57%. Jenis histology yang risiko tinggi metastasis paru adalah adenokarsinoma (>20%), karsinoma sel skuamosa 5sel kecil dan karsinoma sel skuamosa undifferentiated. Metastasis paru soliter (18,8%) lebih jarang dibandingkan dengan yang multiple (25%). Penderita karsinoma serviks yang bermetastasis ke paru-paru (bukan stadium IV dengan metastasis paru), survivalnya berkisar 1-84 bulan, sedangkan yang dilakukan reseksi, survival rata-rata 23 bulan. Metastasis hepar. Kejadian metastasis karsinoma serviks ke hepar berkisar 1,2-2,2 % kasus. Umumnya metastasis ke hepar disertai adanya pertumbuhan tumor di pelvik, hanya 0,3-5% kasus yang metastasis ke hepar tanpa disertai tumor intrapelvik. Median interval terjadinya metastasis hepar dari diagnosis tumor primer serviks rata-rata 39 bulan, tetapi pada penelitian lain metastasis hepar sebagian besar terjadi setelah 5 tahun diagnosis tumor primer. Median survival penderita karsinoma serviks dengan residif metastasis hepar, rata-rata 10 bulan (1-24 bulan) dengan survival 1 tahun 25% dan tidak ada kasus yang bertahan sampai 2 tahun. Tindakan pembedahan reseksi menjadi sulit dilakukan karena umumnya kasus metastasis ke hepar disertai pertumbuhan di pelvis, sehingga radikalitas pengangkatan tumor tidak dicapai. Metastasis ke otak pada karsinoma serviks relatif jarang, kejadiannya berkisar 0,4-2,3%. Sebagian besar kasus (67-78%) dengan derajat differensiasi yang buruk. Lebih dari setengah kasus berupa metastasis soliter, dan >80% terletak di region supratentorial. Terapi pembedahan reseksi dilakukan pada penderita dengan metastasis soliter tanpa disertai pertumbuhan tumor di tempat lain. Kombinasi pembedahan dan radiasi lebih baik dibandingkan dengan radiasi saja, 17

survival rata-rata 8,25 bulan yang diterapi dengan pembedahan saja, dan 10,25 bulan yang diterapi dengan pembedahan dan radiasi. PROGNOSIS Prognosis kanker serviks dipengaruhi oleh stadium, jenis histologi, derajat diferensiasi serta faktor pengobatan.

Stadium IA IB IIA IIB III IVA PENCEGAHAN

5-Year Survival 100% 88% 68% 44% 18-39% 18-34%

Menjaga perilaku seksual yang sehat dan melakukan skrining dan deteksi dini secara teratur merupakan langkah terbaik yang dapat dilakukan. Sekarang telah dikembangkan vaksin untuk mencegah kanker leher rahim, untuk menimbulkan kekebalan yang cukup diperlukan 3 kali penyuntikan vaksin.

18

BAB III IKHTISAR KASUS


Identitas Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Suku Alamat Suami Keluhan utama Perdarahan per vaginam setelah operasi kanker di pengobatan alternatif. Keluhan tambahan Nyeri perut bawah, lemas, sakit kepala, sesak 19 : Islam : Jawa : Bekasi : Almarhum : Ny. Suheda : 51 tahun : SMU : Buruh Pabrik

Tanggal masuk RS: 6 Juli 2009

Riwayat penyakit sekarang Pasien mengaku setelah operasi di tempat alternatif sejak sebulan yang lalu sering keluar-keluar darah dari kemaluannya. Sebelumnya sudah keluar flek-flek darah sedikit sudah 10 bulan, namun dibawa ke RSCM tidak dilakukan operasi, hanya diberi penambah darah dan dikorek-korek saja. Pasien mengaku sudah tidak haid sejak 48 tahun karena sering keluar darah pasien mengaku lemas dan sesak, sakit kepala Riwayat Penyakit Dahulu : disangkal Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal Riwayat Haid Menarche : 13 tahun. Siklus : teratur, 28 hari Lamanya : 8 hari Banyaknya : 4x pembalut/hari Dismenore : (+)

Riwayat Pernikahan Menikah 1 kali Menikah dari tahun 1975, tahun 1998 suami meninggal

Riwayat Persalinan Perempuan, normal, dukun, 33 tahun Laki-laki, normal, dukun, 30 tahun, Perempuan, 3700 gram, normal, RS, 28 tahun Keguguran Laki-laki, 3600 gram, normal, bidan,26 tahun Perempuan, dukun, 24 tahun

20

Keguguran Laki-laki, 3700 gram, normal,RS, 21 tahun Laki-laki, 3700 gram, bidan, 18 tahun

Riwayat Keluarga Berencana: Riwayat Operasi: 1 bulan SMRS pasien mengaku operasi di tempat alternatif (dukun) untuk mengobati penyakitnya Pemeriksaan Fisik KU/Kes: TSS/CM TD N S RR : 90/70 mmHg : 84x/menit : 36C : 32 x / menit

Status Generalis Mata :CA+/+,SI-/Leher : KGB tidak teraba membesar, tidak sakit, tidak ada pembesaran tiroid Jantung:BJI-II reg, G (-), M(-) Paru : BND= bronkial, Rh-/-, Wh-/Ekstremitas: akral hangat, oedem (-)

PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI Tanggal Terima Tanggal Jawab Mikroskopik Makroskopik :14 Oktober 2008 : 17 Oktober 2008 : diterima jaringan warna putih kecoklatan ukuran 2 x 1,5 x 1 cm : sediaan terdiri atas jaringan berbentuk polipoid dengan stroma

Diagnosis klinik : susp Ca Serviks Semua cetak 1 kaset mengandung pulau-pulau tumor menunjukkan diferensiasi sel skuamosa dan keterlibatan kelenjar. Sel tumor berinti pleomorfik dan hiperkromatik. Mitosis 21

banyak ditemukan. Tampak juga banyak kelenjar endoserviks normal. Sel tumor tampak menghasilkan keratin. Kesimpulan : karsinoma sel skuamosa berkeratin serviks berdiferensiasi sedangburuk dengan kerterlibatan kelenjar.Reaksi limfosit padat. Lab 6 Juli09 Hematologi Trombo Leukosit Hb Ht Trombo 12 Juli09 : 5.400/uL : 9,4 g/dl : 30,1% : 250.000/ul Leukosit Hb Ht Trombo : 5300/uL : 3,1 g/dl : 11,3 % : 368.000/ul

Hemostasis Masa protrombin: 17,1 detik APTT Leukosit Hb : 22,4 detik : 11.600/uL : 8,3 g/dl Ht : 25,9% : 273.000/ul

8 Juli09

Diagnosis

: Ca Serviks stadium IB1 + Anemia Gravis

22

Follow Up
Tgl S O A P

23

7/07/2009

Perih saat BAB di sekitar anus, lemes

KU/kes: TSS / CM TD: 100/70 mmHg x / mnt RR: 18x/ St. generalis: Mata : CA + / +, SI -/Thoraks: BJI-II reg, G(-), M(-) Pulmo: BND=Vesikuler, Rh-/-,Wh-/Ekstremitas: akral dingin, oedem -/Status Gyn: Inspeksi : perdarahan (+) Per : timpani, NK (-) Aus : BU (+) normal S 36,4C N : 74

P7A2 Anemia Gravis ec perdarahan per vaginam + Ca serviks

Cek Hb, bila Hb< 8 transfusi

Cek Hb, bila Hb< 8 8/07/2009 Perut terasa kembung karena belum BAB KU/kes: TSS / CM TD: 110/80 mmHg x / mnt RR: 18x/ St. generalis: Mata : CA -/ -, SI -/Thoraks: BJI-II reg, G(-), M(-) Pulmo: BND=Vesikuler, Rh--,Wh-/Ekstremitas: akral hangat, oedem -/Status Gyn: I: perdarahan (-) Pal: NT(-),NL(-), supel Per : tympani, NK (-) Aus : BU (+) normal S 36,4C N : 75 P7A2 Anemia transfusi Gravis ec perdarahan per vaginam + Ca serviks

Tgl

24

9/07/2009

BAK sulit keluar, BAB keras, lemas, perut terasa begah

KU/kes: TSS / CM TD: 110/80 mmHg RR: 18x/ St. generalis: Mata : CA -/-, SI -/Thoraks: BJI-II reg, G(-), M(-) Pulmo: BND=Vesikuler, Rh-/-,Wh-/Ekstremitas: akral hangat, oedem -/Status Gyn: I: perdarahan (-) Pal: NT(-),NL(-), supel Per : tympani, NK (-) Aus : BU (+) normal

P7A2 Anemia N:75 x/mnt Gravis ec S 36,4C perdarahan per vaginam + Ca serviks

Observasi perdarahan, TTV, Inbion 1x1

10/07/2009 BAK sulit

KU/kes: TSS / CM

P7A2 Anemia N:81 x/mnt Gravis ec S 36,5C perdarahan per vaginam + Ca serviks

Observasi perdarahan, TTV Amoxan 3x1 Mefinal 3x1 Transamin 3x1 Inbion1x1

keluar, warna TD: 100/70 mmHg kencing seperti RR: 25x/ darah, BAB St. generalis: keras dan sulit Mata : CA -/ -, SI -/-

keluar, lemas, Thoraks: BJI-II reg, G(-), M(-) tidak nafsu makan,perut begah, perdarahan + Pulmo: BND=Vesikuler, Rh--,Wh-/Ekstremitas: akral hangat, oedem -/Status Gyn: I: perut tampak datar, perdarahan + Pal: NT(-),NL(-), supel Per : tympani, NK (-) Aus : BU (+) normal

Tgl

A Ca serviks + susp

P Stop tansfusi, ganti dengan NaCl 0,9%,

11/07/2009 Pasien sesak, KU/kes: TSS / CM

sudah transfusi TD: 140/90 mmHg N:88 x / mnt oedem paru,

25

kolf ke 3

RR: 32x/ St. generalis: Mata : CA+ / +, SI -/-

S 36,7C Anemia Gravis

Pemeriksaan lab lengkap O2 3 L nasal Amoxan 3x1 Mefinal 3x1 Transamin 3x1 Inbion 1x1

Thoraks: BJI-II reg, G(-), M(-) Pulmo: BND=Vesikuler, Rh +/-, Wh -/Ekstremitas: akral hangat, oedem -/Status Gyn: I: perut tampak datar, perdarahan + Pal: NT(-),NL(-), supel Per : tympani, NK (-) Aus : BU (+) normal

12/07/2009 Perut nyeri bilaKU/kes: TSS / CM ditekan, semalam 150 cc, bila BAK terasa nyeri RR: 30x/ Mata : CA +/ +, SI -/Thoraks: BJI-II reg, G(-), M(-) Pulmo: BND=Vesikuler, Rh +/-, Wh -/Ekstremitas: akral hangat, oedem -/Status Gyn: I: perut tampak datar, perdarahan + Pal: NT(+),NL(-), supel Per : tympani, NK (+) Aus : BU (+) normal

P7A2 Anemia S 36,7C perdarahan per vaginam + Ca serviks

Observasi TTV, perdarahan, Hb Amoxan 3x1 Mefinal 3x1 Transamin 3x1 Inbion 1x1

TD: 130/80 mmHg N:72 x / mnt Gravis ec

perdarahan St. generalis:

ANALISA KASUS

26

Pada kasus ini pasien didiagnosa P7A2 dengan kanker serviks stadium IB1 berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur. Pasien ini pernah hamil 9 kali dan sudah mempunyai 7 anak dan serta sudah 2 kali keguguran dalam kandungan. Untuk dapat mendiagnosa suatu kanker serviks tidak dapat dengan mengandalkan anamnesis saja. Diagnosa kanker serviks stadium IB1 ditegakkan karena dari anamnesis pasien mengaku keluar darah dari kemaluannya sejak satu tahun yang lalu dan dilakukan pemeriksaan inspekulo dan didapatkan lesi pada serviks 4 cm, setelah itu dibiopsi dan dilakukan pemeriksaan PA dan hasilnya adalah karsinoma sel skuamosa berkeratin serviks berdiferensiasi sedang-buruk dengan keterlibatan kelenjar dan reaksi limfosit yang padat. Pasien ini tergolong dalam pasien yang tidak mampu, karena itu ia mengalami kesulitan dalam membiayai perawatan dan pengobatannya. Pasien sebenarnya sudah datang berobat berulang kali dan sudah di rujuk ke RSCM, tetapi pasien merasa tidak dianggap karena ia merasa tidak diperhatikan di sana. Ia juga tidak dilakukan pengobatan apapun. Oleh karena itu ia berobat ke dukun dan setelah berobat kembali keluar darah dari kemaluannya. Penatalaksanaan: Pemasangan O2 3L / kanul nasal (pasien juga sesak) Pemasangan Foley kateter untuk kontrol balance cairan Pada tanggal 7 seharusnya sudah masuk transamin(asam traneksamat) karena terjadi perdarahan Pada tanggal 8 seharusnya sudah diberi obat-obatan oral seperti: Amoxcillin(leukosit 11.600),Mefinal, dan Inbion. Pada tanggal 9 seharusnya diberikan pencahar (Dulcolax) karena susah BAB.

27

Seharusnya pada pasien ini dilakukan histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis pada tahun 2008 ketika ia terdiagnosa menderita kanker serviks stadium IB1 karena pasien ini sudah berumur 51 tahun dan sudah punya 7 anak. Tapi, berhubung dengan masalah keuangan dan pasien tidak mau dirujuk ke RSCM kembali, maka kami tidak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa kami lakukan adalah memperbaiki keadaan umum saja. Seperti pemberian darah melalui transfusi karena Hb yang begitu rendah (3,1 g/ dl ).

Seharusnya dilakukan pemeriksaan penunjang lain ketika awal masuk: Inspekulo USG Pemeriksan Radiologi Sistoskopi atau Rektoskopi

Untuk mengetahui perkembangan stadium kanker cerviks tersebut

28

BAB IV KESIMPULAN
Kanker serviks atau sering dikenal dengan kanker mulut rahim/kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada servik uterus. Hingga saat ini Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab 99,7% kanker serviks. HPV tipe 16 dan 18 merupakan 70 % penyebab kanker serviks. Sebenarnya sebagian besar virus HPV akan menghilang sendiri karena ada sistem kekebalan tubuh alami, tetapi ada sebagian yang tidak menghilang dan menetap. HPV yang menetap inilah yang menyebabkan perubahan sel leher rahim menjadi kanker serviks. Perjalanan kanker serviks dari infeksi HPV, tahap pre kanker hingga menjadi kanker serviks memakan waktu 10 - 20 thn. Setiap orang bisa terinfeksi HPV baik pada wanita maupun pria, infeksi HPV ditularkan melalui kontak kelamin, bukan hanya melalui hubungan seks. Infeksi ini mudah menular sehingga semua wanita yang sudah melakukan hubungan seks berisiko terkena kanker leher rahim. Resiko menderita kanker leher rahim meningkat pada wanita perokok, berganti-ganti pasangan seksual, menikah usia muda dan penderita dengan penurunan kekebalan tubuh/HIV+ (AIDS). Dua bentuk kanker serviks yang paling sering dijumpai yaitu karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma. 85% merupakan karsinoma skuamosa (epidermoid), 10% merupakan jenis adenokarsinoma dan 5% merupakan adenoskuamosa, clear cell, small cell dan verucous. Pada tahap/stadium awal (prekanker) tidak ada gejala yang jelas, setelah berkembang menjadi kanker timbul gejala-gejala keputihan yang tidak sembuh walaupun sudah diobati, keputihan yang keruh dan berbau busuk, perdarahan setelah berhubungan seks, perdarahan di luar siklus haid dan lain-lain. Pada stadium lanjut dimana sudah terjadi penyebaran ke organ-organ sekitar mungkin terdapat keluhan nyeri daerah panggul, sulit BAK, BAK berdarah dan lain-lain. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim, test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian

29

dilakukan pemeriksaan dengan miroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut. Pengobatan dilakukan berdasarkan stadium kanker serviks (pembedahan, radioterapi, kemoterapi, paliatif). Prognosis kanker serviks dipengaruhi oleh stadium, jenis histologi, derajat diferensiasi serta faktor pengobatan. Menjaga perilaku seksual yang sehat dan melakukan skrining dan deteksi dini secara teratur merupakan langkah terbaik yang dapat dilakukan. Sekarang telah dikembangkan vaksin untuk mencegah kanker leher rahim, untuk menimbulkan kekebalan yang cukup diperlukan 3 kali penyuntikan vaksin.

30

Anda mungkin juga menyukai