Anda di halaman 1dari 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. B. Struktur Tulang Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan di bawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap system terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae

(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang di dalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang. Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang di dalamnya terdapat bone marrow yang membentuk sel - sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES). Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstraseluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen,protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang dengan pembuluh darah. Selain itu, di dalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang

menyebabkan tulang keras. Sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 400 ml/menit melalui proses vaskularisasi tulang. C. Anatomi dan Kinesiologi. Anatomi Radius adalah tulang di sisi lateral lengan bawah, merupakan tulang pipa dengan sebuah batang dan 2 ujung yang lebih pendek dari pada ulna. Ujung atas radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi - sisi kepala radius bersendi dengan taktik radius dan ulna. Di bagian bawah kepala terletak leher, dan di bawah serta disebelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang dikaitkan pada tendon dari insersi otot biseps. Batang radius

di sebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih bundar dari pada di bawah dan melebar makin mendekati ujung bawah. Batangnya melengkung ke sebalah luar dan terbagi dalam beberapa permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan kepada flexor dan pronator yang letaknya dalam di sebelah anterior; dan di sebelah posterior memberi kaitan pada ekstensor dan supinator di sebelah dalam lengan bawah dan tangan. Ligamentum interossea berjalan di radius ke ulna dan memisahkan otot belakang dari yang depan lengan bawah. Ujung bawah agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi di bawah sendi. Persendian inferior dari ujung bawah radius bersendi dengan skafoid (os.navikular radii) dan tulang semilunar (lunatum) dalam formasi persendian

pergelangan tangan. Permukaan persendian di sebelah medial dari ujung bawah bersendi dengan kepala dari ulna dan formasi persendian radio ulna inferior. Sebelah lateral dari ujung bawah diperpanjang ke bawah menjadi prosessus stiloid radius. Kinesiologi Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membrana interossea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat (Gambar 1). Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antartulang, yaitu M. Supinator, M. Pronator Teres, M. Pronator Quadratus yang membuat gerakan pronasi - supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.

D. Pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik didapati tanda fraktur. Pemeriksa harus memperhitungkan kemungkinan adanya gangguan syaraf, atau kerusakan pembuluh darah. Pada pemeriksaan radiologis yang perlu diperhatikan adalah

adanya luksasi sendi radioulnar proksimal atau distal yang lebih dicurigai apabila ditemukan fraktur hanya pada salah satu tulang disertai dislokasi.

E. Penyulit. Lesi saraf jarang terjadi pada fraktur tertutup. Apabila terjadi, bisa mengenai saraf radialis, u1naris maupun medianus atau cabangnya. Cedera saraf radialis ditemukan pada fraktur Montegia, sedangkan cedera saraf medianus sering terjadi pada fraktur radius distal. Karena di lengan bawah terdapat banyak pembuluh darah kolateral, kerusakan pembuluh darah jarang berakibat berat terhadap lengan bawah. Penyulit yang segera tampak berupa sindrom kompartemen juga relatif jarang.

F. Macam macam Fraktur yang Sering Terjadi Berikut ini akan dibahas beberapa fraktur yang sering terjadi pada regio antebrachii, yaitu : Fraktur Montegia, Fraktur Galeazi, Fraktur Supracondylus, Fraktur Colles, dan Fraktur Smith.

I. FRAKTUR MONTEGIA

I.1. Pengertian Fraktur Montegia adalah fraktur (discontinuitas) pada bagian proksimal ulna dan di sertai dislokasi caput radius (radioulnar joint). Kejadian secara relatif luar biasa dilaporkan kurang lebih 5% dari kejadian fraktur lengan bawah. I.2. Klasifikasi Menurut Bado Fraktur Montegia dapat diklasifikasikan 4 tipe yakni : a. Tipe I Fraktur pada proksimal atau 1/3 tengah dari ulna dengan dislokasi anterior pada caput radius.

Bado lesi tipe 1. Fraktur Montegia pada umumnya.

Bado lesi tipe I. b. Tipe II Fraktur pada proksimal atau 1/3 tengah dari ulna dengan dislokasi posterior pada caput radius.

Bado lesi tipe II.

Bado lesi tipe II. Setelah ORIF (Open Reduction Internal Fixation). c. Tipe III` Fraktur dari metafisis ulna dengan dislokasi lateral dari caput radius.

Bado lesi tipe III dengan pergeseran lateral dari caput radius (with lateral displacement of the radial head). d. Tipe IV. Fraktur pada proximal dan 1/3 tengah dari radius dan ulna dengan dislokasi anterior dari caput radius.

Bado lesi tipe IV.

I.3. Mekanisme cedera Biasanya penyebabnya adalah jatuh mengenai tangan, kalau pada saat benturan tubuh memuntir, daya geraknya dapat dengan kuat mempronasikan lengan bawah. Caput radius dapat berdislokasi ke depan dan sepertiga proximal dari ulna bisa patah dan dapat melengkung ke depan. Kadang-kadang daya penyebabnya adalah hiperekstensi.

I.4. Gambaran Klinis Deformitas ulna biasanya jelas tetapi caput radius yang berdislokasi dapat tersembunyi akibat adanya bengkak. Suatu tanda yg berguna adalah nyeri dan nyeri tekan sisi lateral siku disertai terdengar bunyi krepitasi.

Sinar-X Pada kasus ini pemeriksaan foto rontgennya adalah foto regio antebrachii anterior posterior dan lateral. Dari hasil foto biasanya didapatkan caput radius yang berdislokasi ke depan, dan terdapat fraktur pada sepertiga bagian atas ulna dengan perlengkungan ke depan. Kadang-kadang dislokasi radius dapat disertai dengan fraktur olecranon. Selain itu kadang-kadang dapat di temukan caput radius berdislokasi ke posterior dan fraktur ulna melengkung ke belakang. Pada kasus fraktur ulna yang terisolasi selalu diperlukan pemeriksaan sinar-X pada siku.

I.5. Penatalaksanaan Indikasi untuk pengobatan dari fraktur Montegia didasarkan pada pola spesifik dari fraktur dan umur penderita. Sebagian besar fraktur Montegia pada anak-anak dapat dilakukan closed reduction dan long arm cast, sedangkan pada sebagian besar orang dewasa dilakukan open reduction internal fixation. Clossed reduction dengan mengunakan sedasi diberikan apabila

kejadiannya sudah berlangsung 6-8 jam. Clossed reduction biasanya dilakukan dengan posisi supinasi, tetapi kadang memerlukan traksi dan penekanan langsung dari caput radius. Apabila closed reduction tidak berhasil maka akan segera di lakukan open reduction di kamar operasi. Penundaan reduksi dari caput radius

dapat mengakibatkan kerusakkan artikular secara permanen, cedera saraf atau keduanya. Apabila terjadi open fraktur maka akan dilakukan operasi emergensi. Pada bado tipe I,III, dan IV dilakukan posterior long arm cast dengan posisi siku flexi 90 derajat dan supinasi penuh.sedangkan pada bado tipe II dilakukan posterior long arm cast dengan posisi siku flexi 70 derajat dan supinasi. Imobilisasi dapat dilakukan selama 6 minggu.

I.6. Komplikasi Malunion Malunion ulna tidak terlalu mengakibatkan kelemahan tetapi dapat menyebabkan caput radius tetap berdislokasi dan membatasi flexi siku. Nonunion Ruptur ligament Selama dislokasi caput radius dapat terjadi ruptur ligamen. Ligamen yang biasanya terkena adalah ligamen anulare dan ligamen collateral radial. Radiohumeral ankilosis Radioulnar sinostois

II. FRAKTUR GALEAZZI II.1. Definisi Fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi radioulnar joint distal. Fragmen distal angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna. Fraktur dislokasi Galeazzi terjadi akibat trauma langsung pada wrist, khususnya pada aspek dorsolateral atau akibat jatuh dengan outstreched hand dan pronasi forearm. Pasien dengan nyeri pada wirst atau midline forearm dan diperberat oleh penekanan pada distal radioulnar joint.

Anteroposterior radiograf ini menunjukkan patah Galeazzi klasik: patah miring atau melintang pendek dari jari-jari dengan dislokasi dari ulna distal. Hasil dislokasi dari gangguan dari DRUJ (distal radio-ulna joint). Perhatikan ulna distal yang menonjol (ulna varians positif).

II.2.Epidemiologi Dari semua kasus patah tulang lengan bawah biasanya fraktur Galeazzi terjadi sekitar 3-7% dan paling sering pada laki-laki. Walaupun pola fraktur Galeazzi dilaporkan jarang, diperkirakan 7% dari seluruh patah tulang lengan bawah pada orang dewasa. II.3.Mekanisme cedera Penyebab lazimnya adalah jatuh dengan posisi menumpu pada tangan,dan mungkin disertai daya rotasi. Fraktur radius pada sepertiga bagian bawah dan sendi radioulnar inferior bersubluksasi atau berdislokasi. Cedera ini hampir

merupakan

pasangan

fraktur

dislokasi

Montegia.

II.4.Gambaran klinik Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris.

II.5. Pemeriksaan Sinar-X Dilakukan foto antebrachii antero posterior (AP) dan lateral, diperlukan foto kontralateral untuk perbandingan. Hasil: Fraktur melintang atau oblik yang pendek ditemukan pada sepertiga bagian bawah radius, dengan angulasi atau tumpang-tindih. Sendi radioulnar inferior bersubluksasi atau berdislokasi. juga

II.6.Terapi Pada fraktur Galeazzi harus dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi dan mobilisasi segera karena bagian distal mengalami dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposisi dengan sendirinya. Apabila reposisi spontan tidak terjadi maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-wire. Operasi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF).

Pada anak - anak dengan Galeazzi fraktur tertutup, reposisi dapat dilakukan tanpa bentuk operasi. Namun tidak pada orang dewasa, karena kemungkinan akan menyebabkan kerusakan permanen pada DRUJ. Berbeda dengan anak-anak yang memiliki tingkat penyembuhan tulang yang cepat. Namun, jika sangat parah tetap akan dilakukan operasi. Teknik penanganan terapi konservatif dan operasi. Metode penanganan konservatif Prinsipnya dengan melakukan traksi ke distal dan mengembalikan posisi tangan yang berubah akibat rotasi. Posisi tangan dalam arah benar dilihat letak garis patahnya, 1/3 distal radius pronasi maka posisi seluruh lengan pronasi, setelah itu dilakukan immobilisasi dengan gips di atas siku Metode penanganan operatif Persiapan preoperasi

Seperti fraktur lainnya, perencanaan preoperatif diperlukan.foto rontgen yang tepat, beserta foto dari sisi yang sehat diperlukan sebagai perbandingan. Operasi Empat exposure dasar yang direkomendasikan : 1. Straight ulnar approach untuk fraktur shaft ulna. 2. Volar antecubital approach untuk fraktur radius proximal. 3. Dorsolateral approach untuk fraktur shaft radius, mulai dari kapitulum radius sampai 1/3 distal shaft radius. 4. Palmar approach untuk radius 1/3 distal. - Posisikan pasien terlentang pada meja operasi. Meja hand sangat membantu untuk memudahkan operasi. Torniquet dapat digunakan kecuali bila didapatkan lesi vaskuler. - Expose tulang yang mengalami fraktur sesuai empat prinsip diatas. - Reposisi fragmen fraktur seoptimal mungkin. - Letakkan plate idealnya pada sisi tension yaitu pada permukaan dorsolateral pada radius, dan sisi dorsal pada ulna. Pada 1/3 distal radius plate sebaiknya diletakkan pada sisi volar untuk menghindari tuberkulum lister dan tendon tendon extensor.

- Pasanglah drain, luka operasi ditutup lapis demi lapis. Kontraindikasi Jika ada yang lebih mengancam jiwa harus dilakukan yang lebih prioritas, operasi ini dapat ditangguhkan terlebih dahulu sampai pasien stabil. II.7. Komplikasi Tingkat komplikasi secara keseluruhan dalam pengobatan fraktur Galeazzi sekitar 40%. Komplikasi meliputi:

Nonunion Malunion Cross union Kompartemen sindrom Atropi sudeck Trauma N. Medianus Refracture Ruptur tendo extensor sendi pergelangan tangan, pronasi, supinasi, fleksi palmar, pergerakan serta ekstensi

II.8. Mortalitas Pada umumnya rendah. II.9. Perawatan pasca bedah - Perawatan luka operasi pada umumnya. - Drain dilepas 24-48 jam post operatif atau sesuai dengan produksinya. - Elevasi lengan 10 cm di atas jantung. - Mulai latihan ROM aktif dan pasif dari jari-jari, pergelangan tangan, siku sesegera mungkin setelah operasi. II.10. Follow up - Fisioterapi aktif ROM tangan, pergelangan dan siku. - Buat x-ray kontrol 6 minggu dan 3 bulan sesudahnya. - Penyembuhan biasanya setelah 16-24 minggu, selama itu hindari olahraga kontak dan mengangkat beban lebih dari 2 kilogram.

III. FRAKTUR SUPRACONDYLAR III.1. Insiden Kejadian fraktur supracondylus biasanya terjadi pada tulang yang imatur dan biasanya ditemukan pada dekade awal kehidupan. Fraktur supracondylus biasanya seing didapatkan pada anak-anak dimana fragmen distal dapat bergeser ke posterior atau ke anterior. Ada 2 tipe fraktur supracondylus yakni : extension type (terbanyak,96%) dan flexion type (4%).

III.2. Mekanisme Cedera Biasanya terjadi akibat jatuh dengan posisi tangan terentang dengan siku hiperekstensi sehingga dapat menyebabkan fraktur supracondylar tipe ekstensi.

Cederanya terjadi akibat dari hiperekstensi atau fleksi. Sedangkan apabila jatuh dengan posisi olecranon dan siku flexi dapat menyebabkan fraktur supracondylar tipe flexi. Klasifikasi fraktur supracondylus menurut Gartland dibagi menjadi : 1. Type I Adalah nondisplaced. Fraktur hanya ditemukan garis patahan dari hasil pemeriksaan sinar-x. 2. Type II Adalah didapatkan angulasi. Angulasi didapatkan dari pemeriksaan foto posisi lateral. Normalnya capitulum angulasi ke anterior sebesar 30 derajat. 3. Type III Adalah completely displaced dimana hubungan antara kedua fragmen distal humerus terlepas. Pada tipe ini sering didapatkan pergeseran ke arah posteromedial.

III.3. Gambaran Klinik Setelah jatuh, anak merasa nyeri dan siku bengkak, dan didapatkan deformitas-S pada siku dengan jelas. Kalau gerakan siku atau bahu dipaksakan

sebelum konsolidasi, humerus dapat mengalami fraktur lagi. Kekakuan sendi dapat diminimalkan dengan aktifitas lebih awal.

Sinar-X Fraktur terlihat paling jelas pada pemeriksaan foto elbow lateral. Pada fraktur yang bergeser ke posterior maka pada fotonya ditemukan garis fraktur berjalan secara oblik ke bawah dan ke depan dan fragmen distal bergeser ke belakang dan miring ke belakang. Pada fraktur yang bergeser ke anterior maka pada fotonya ditemukan garis fraktur bersifat oblik dan lebih rendah di posterior, fragmen miring ke depan.

III.4. Penatalaksanaan A. Skin Traksi Karena risiko kompresi vaskular maka traksi menjadi popular untuk terapi pada fraktur ini. Jenis-jenis skin traksi yang biasanya dipakai pada fraktur ini adalah Dunlop traksi, Straps traksi, Longitudinal traksi. B. Skeletal Traksi

Pin harus dimasukkan dalam keadaan steril. Pin dimasukkan dari samping medial dan 2,5cm dari distal olecranon. Pemasukkan pin dengan keadaan siku flexi untuk menghidari cedera saraf. Penggunaan skeletal traksi pada fraktur ini biasanya lebih baik daripada skin traksi. C. Closed Reduction dan Cast Pada fraktur supracondylus tipe 1 dilakukan immobilisasi pada siku dengan sudut 90 derajat dan light-weight splint atau cast dan tangan dibantu dengan sling. Setelah pemasangan selama 5-7 hari pasien diperiksa apakah ada pergeseran atau tidak. Pemasangan cast atau splint dipertahankan selama 3 minggu. Pada fraktur dengan angulasi ke posterior dilakukan step-wise manover. Splint pertahankan selama 3 minggu. Setelah itu diperbolehkan melakukan fleksi siku aktif tetapi lengan tetap disangga dan ekstensi dihindari selama 3 minggu lagi. Pada fraktur supracondylus tipe III dilakukan pemasangan wires kirschner.

III.5. Komplikasi A.Dini Lesi pembuluh darah dan cedera saraf. Akibat dari fraktur supracondylus dapat menyebabkan cerdera arteri brakialis dan cedera saraf medianus. B.Kronis Miositis osifikans, kekakuan sendi, malunion, dan cubitus varus.

IV. FRAKTUR COLLES IV.I. Sejarah dan Definisi Fraktur Colles paling sering ditemukan pada orang dewasa usia lanjut, dengan insidensi yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause. Oleh sebab itu, pasien biasanya wanita dengan riwayat jatuh dengan tangan terentang. Burkhaeta (1985) mengatakan pada saat memikirkan fraktur pada ektremitas atas pada usia lanjut maka segera terpikirkan pertama kali adalah fraktur Colles. Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya disebabkan oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme reflex jatuh dimana tangan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti gaya jatuhnya atlit atau penerjun payung. Fraktur Colles adalah fraktur pada tulang radius berjarak kurang atau sama dengan 2,5 cm dari pergelangan tangan (Mc Rae, 1992), Apley dan Solomon, 1987. Sheikh dan Murthy (2000) member batasan sebagai fraktur metafisis distal radius, biasanya terjadi pada 3 4 cm dari facies artikularis dengan angulasi volar dari apex fraktur (dinner fork deformity), pergeseran ke dorsal dari fragmen distal dengan diikuti pemendekan (shortening) radial. Keadaan ini dapat atau tidak

disertai fraktur styloideus ulnae. Variasi intraartikuler dapat melibatkan facies artikularis distal radius serta artikulatio radiocarpal dan radioulnaris. Fraktur Colles diuraikan pertama kali oleh Abraham Colles tahun 1814 sebagai fraktur dislokasi ujung distal radius berjarak satu setengah inci dari sendi, yang ternyata terbukti kebenarannya dengan perkembangan radiolografi (Pool, 1973).

IV.2. Anatomi, Fisiologi, dan Mekanisme Trauma Radius bagian distal bersendi dengan tulang carpal yaitu tulang lunatum dan navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial. Bagian distal sendi radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna selain terdapat ligamentum dan kapsular yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus artikularis yang melekat pada semacam meniskus yang berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamentum kolateral ulnar. Ligamentum kolateral ulnar bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis bersama ligamentum radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya

menghubungkan radius dan ulna, disebut Triangular Fibro Cartilage Complex (TFCC) (Sjamsuhidajat, 1997) berguna untuk menstabilakan artikulatio radioulnaris distal (Zabinski dan Weiland, 1999). Gerakan pergelangan tangan sangatlah luas (mobile) dan kemampuannya mencapai 1800 untuk rotasi lengan bawah. Kurang dari 80% dari transmisi beban melalui pergelangan tangan lewat artikulatio radiocarpal sementara 20% sisanya melalui artikulatio ulnocarpal lewat Triangular Fibro Cartilage Complex. (Zabinski dan Weiland, 1999). Fraktur Colles terjadi pada penderita dengan riwayat jatuh dengan tangan terentang (Apley dan Solomon, 1987). Trauma yang terjadi merupakan trauma langsung yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar yang menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu terbalik.

Cedera ini paling sering terjadi pada saat bermain sepatu roda, skateboard, atau kegiatan lainnya dimana seseorang jatuh ke depan pada kecepatan tinggi. Tulang dapat menjadi lebih rapuh pada orang dewasa yang berusia 50 60 tahun

atau lebih tua. Orang yang lebih tua memang lebih sering mengalami patah tulang meskipun mereka berjalan perlahan karena osteoporosis.

IV.3. Diagnosis Fraktur Colles Diagnosis fraktur Colles ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Kita dapat mengenal fraktur ini dengan adanya deformitas dinner fork seperti telah disebutkan di atas, dengan penonjolan pada punggung pergelangan tangan (ke arah dorsal) dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan. Dari pemeriksaan radiologis posisi anteroposterior dan lateral dapat dijumpai suatu fraktur transversal pada tulang radius kurang dari 2,5 cm dari pergelangan tangan, dan sering disertai patahnya processus styloideus ulnae.

Fragmen distal (1) bergeser dan miring ke dorsal (2) bergeser dan miring ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang kadang fragmen distal mengalami kerusakan dan kominutif yang hebat.

IV.4. Gejala Klinis Gejala dari fraktur Colles antara lain : 1. Perubahan bentuk atau sudut lengan bawah tepat di atas pergelangan tangan. 2. Ketidakmampuan untuk menahan atau mengangkat benda berat. 3. Nyeri pada pergelangan tangan. 4. Pembengkakan tepat di atas pergelangan tangan.

IV.5. Klasifikasi Gertland dan Werley cit Zabinski dan Weiland (1999), mula mula membagi trauma distal radius ke dalam fraktur ekstra artikular dan intra artikular. Kebanyakan klasifikasi fraktur dibuat berdasarkan anatomi fraktur. Klasifikasi Frykman didasarkan pada keterlibatan artikulatio radiokarpal

dan atau radioulnar serta ada tidaknya fraktur styloideus ulnae.

Klasifikasi Fraktur Colles menurut Frykman TIPE URAIAN I II III IV Fraktur radius ekstra artikuler Fraktur radius ekstra artikuler dengan fraktur ulna Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal disertai fraktur ulna distal V VI Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal disertai fraktur ulna distal VII Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal dan radio ulnaris distal. VIII Fraktur sendi radiokarpal dan radioulnaris distal disertai fragmen ulnaris

Klasifikasi anatomi yang paling komprehensif dan lengkap adalah system AO (Zabinski dan Weiland, 1999). Sistem ini membagi trauma menjadi tipe A (ekstra artikular), tipe B (artikular simpel), dan tipe C (artikuler komplek). Lidstrom cit Roysam (1993), berdasarkan gambaran radiologis membagi fraktur Colles ke dalam empat tingkatan derajat keparahan pergeseran fragmen fraktur (derajat anatomis) dan kualitas reduksi, yaitu derajat I, II, III, dan IV sesuai beratnya deformitas meliputi angulasi ke dorsal dan pemendekan (shortening) tulang radius.

Derajat Keparahan Fraktur Colles menurut Lidstrom Derajat I Deformitas Tidak ada atau tidak bermakna. Angulasi dorsal < 0 0 atau shortening < 3 mm II III IV Ringan. Angulasi dorsal 1 100 dan / atau shortening 3 6 mm Sedang. Angulasi dorsal 11 - 140 dan / atau shortening 7 - 11 mm Berat. Angulasi dorsal > 150 atau shortening > 11 mm

IV.6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan tergantung pada derajat pemendekan tulang radius dan ketidaknormalan sudut dari pergelangan tangan. Fraktur Colles dapat diterapi dengan gips saja atau operasi (percutaneous pinning, external fixation, ORIF). Jika pemendekan dan pergeseran tulang minimal, maka gips dapat menjadi terapi definitif. Pada keadaan yang lebih buruk harus dilakukan operasi. Penanganan fraktur Colles umumnya dilakukan rawat jalan yaitu setelah terdiagnosis diberi tindakan reposisi tertutup. Bila tidak ada pergeseran, cukup diimmobilisasi dengan gips bawah siku. Bila terjadi pergeseran atau sedikit pergeseran perlu tindakan reposisi dengan anestesi lokal, regional, atau umum, kemudian dilakukan gips bawah siku dengan posisi fragmen distal fleksi dan pronasi. Pada hari berikutnya anggota gerak atas elevasi. Adapun jari jari sesegera mungkin melakukan latihan. Seminggu kemudian dilakukan pemotretan

dengan sinar x kontrol untuk menilai apakah terjadi pergeseran kembali (redisplacement). (Armis, 1994). Immobilisasi dengan gips bertujuan mencegah pergeseran kembali fragmen fraktur pasca reposisi. Sebagai tulang kanselus, maka penyembuhan tulang radius distal diperkirakan tuntas kurang lebih 6 minggu dari saat terjadinya trauma. Oleh sebab itu, pada fraktur Colles gips dapat dilepas umumnya 5 - 6 minggu (Mc Rae); Apley dan Solomon, 1987; Gartland dan Werley, 1951). Mengenai immobilisasi gips bawah siku atau atas siku masih terdapat perbedaan pandangan. Apley dan Solomon (1987), serta Mc. Rae (1982), menyatakan penanganan fraktur Colles cukup dengan gips bawah siku sedangkan ahli lain menyatakan harus dengan gips atas siku (Way, 1994). Sheikh dan Murthy (2000) menganjurkan immobilisasi kombinasi yaitu gips atas siku pada minggu minggu awal dilanjutkan gips bawah siku kecuali pada penderita di atas 60 tahun harus dipasang gips bawah siku untuk mencegah kekakuan sendi siku.

IV.7. Komplikasi Komplikasi Dini : Algodystrophy Komplikasi Kronis ; Neuropathy persisten dari N. Medianus, N. Ulnaris, dan N. Radialis, arthrosis radiocarpal dan radioulanar, dan malposition malunion. Komplikasi lain adalah adanya ruptur tendon, unrecognized associated

injuries, Volkmanns ischaemia, finger stiffness, carpal tunnel syndrome, dan shoulder - hand syndrome.

V. FRAKTUR SMITH V.1. Sejarah dan Definisi Fraktur Smith adalah fraktur dari radius bagian distal yang lokasinya - 1 inch dari ujung distal radius dengan pergeseran fragmen distal ke depan (volar) dan ke atas disertai pergeseran ulna bagian distal ke belakang (dorsal). Robert William Smith di Dublin (1847) mengatakan bahwa fraktur jenis ini jarang terjadi dan merupakan lawan dari fraktur Colles. John Rhea Barton di Philadelpia (1838), mengemukakan bahwa fraktur Barton adalah : fraktur anterior dan posterior dengan dislokasi pergelangan tangan. Fraktur Colles adalah fraktur posterior dengan dislokasi pergelangan tangan. Dan fraktur anterior dengan dislokasi pergelangan tangan ini disebut sebagai salah satu dari tipe fraktur Smith. Nama lain fraktur Smith adalah Wrist Fracture, Broken Wrist, Flexion Fracture of The Radius.

V.2. Pembagian Fraktur Smith Secara Klinis dan Radiologi Thomas (1957), mencoba membagi fraktur Smith ini menjadi 3 tipe dan fraktur Barton jenis anterior dengan dislokasi pergelangan tangan salah satu tipe dari fraktur Smith.

I. Fraktur Smith yang comminutive dan oblique. II. Fraktur Barton, yang disebut anterior fraktur tipe flexi marginal dengan dislokasi pergelangan tangan. III. Fraktur transversal yang disebut juga fraktur radius bagian distal yang tidak dengan tipe flexi kominutif.

V.3. Mekanisme Cedera Cedera ini paling sering ditemukan setelah seseorang jatuh dengan menumpu pada bagian belakang tangannya.

V.4. Gejala Klinis Gejala dari Fraktur Smith antara lain : 1. Perubahan bentuk atau sudut lengan bawah tepat di atas pergelangan tangan. 2. Ketidakmampuan untuk menahan atau mengangkat benda berat. 3. Nyeri pada pergelangan tangan. 4. Pembengkakan tepat di atas pergelangan tangan.

V.5. Penatalaksanaan Konservatif : 1. Mills (1957), telah menganjurkan cara manipulasi dari fraktur Smith dengan mengembalikan arah persendian seperti semula. Mills dan Thomas menyarankan cara mengunci fragmen pada tempatnya dengan posisi

supinasi penuh. Immobilisasi dengan sirkuler gips di atas siku selama 5 6 minggu. 2. Plewer (1962), menganjurkan untuk mobilisasi setelah gips dibuka supaya cepat, sebab kalau kurang aktif akan mengakibatkan pergerakan pronasi yang terbatas dan terjadi kekakuan sendi tangan dan siku. 3. De Palma menganjurkan sebagai berikut Type I : Fraktur Smith dengan comminutive yang oblique dilakukan reduksi dengan traksi, manipulasi dan transfiksasi dengan pin. Type II : Fraktur Barton atau disebut pula fraktur marginal anterior tipe fleksi. Di sini dilakukan reduksi dengan traksi dan manipulasi dengan anestesia umum. Penderita tidur telentang dan posisi siku tegak lurus, lengan bawah pada posisi pertengahan (mid position). Dilakukan traksi dengan alat Weinberg pada jari jari di atas siku yang diikatkan ke bawah meja.

Selama traksi, dengan dua tangan diletakkan pada pergelangan tangan, lalu pergelangan tangan diletakkan dalam posisi

dorsofleksi ringan dan lengan bawah dalam mid position, kemudian dipasang circuler gips dari bawah siku sampai tangan setinggi persendian metacarpo phalangeal. Sesudah itu alat traksi dilepas. Kontrol foto AP dan Lateral untuk melihat kedudukan tulang tersebut. Type III : Fraktur Smith yang non comminutive, tipe fleksi : Di sini juga dilakukan reduksi dengan traksi dan manipulasi dengan anestesi umum dan lengan bawah posisi supinasi. Penderita tidur terlentang dan posisi siku tegak lurus lalu dilakukan traksi dengan alat Weinberg pada jari jari di atas siku yang diikatkan di bawah meja. Dengan dua tangan dimana jari jari II V diletakkan pada fragmen proksimal sebelah dorsal dan dua ibu jari menekan ke atas dan ke belakang pada fragmen yang distal sampai pergelangan tangan dalam posisi dorsofleksi dan deviasi ke arah ulnar.

Lalu dipasang sirkuler gips dari bawah siku ke distal sampai setinggi persendian metacarpo phalangeal dan kemudian alat traksi dilepas.

Sesudah reposisi dilakukan kontrol foto, bila kedudukan jelek, reposisi lagi.

Operatif : Cauchoix, Dupare dan Potel (1960), menganjurkan pengobatan fraktur Smith dengan fiksasi dalam (internal fixation) dengan memakai plat kecil berbentuk T (Ellis Plate) dimana dua sekrup dipasang pada fragmen proximal sedangkan fragmen distal ditahan dengan kuat tanpa memakai sekrup. Teknik operasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut : 1. Incisi vertikal melalui sisi radial arah volar dari lengan bawah bagian distal dan incisi diperdalam sampai M. Pronator Quadratus antara M. Flexor Carpi Radialis pada sisi lateral dan M. Palmaris Longus dan N. Medianus pada sisi medial. 2. M. Flexor Policis Longus ditarik ke lateral dan tendon M. Flexor Digitorum Superficialis ke medial, dan M. Pronator Quadratus tampak pada sisi inferior dari tulang radius bagian bawah. 3. Fraktur diperbaiki dengan plat kecil, menyudut untuk menyesuaikan dengan permukaan dari tulang, lalu dipasang sekrup pada fragmen

proksimal 2 buah dan pada fragmen yang distal plat tanpa sekrup berguna untuk menyangga yang kuat dari fragmen yang telah dilakukan reposisi. 4. Akhir akhir ini plat berbentuk T yang kecil telah tersedia, dimana pada fragmen tulang yang proksimal dengan 2 sekrup pada bagian vertikal. 5. Lalu luka operasi ditutup lapis demi lapis sampai kulit dan dipasang bebat tekan. Mobilisasi jari jari dimulai sejak hari pertama dan pergerakan pergelangan tangan, lengan bawah dimulai segera setelah bebat tekan dilepas. Keuntungan : Hasilnya cukup memuaskan. Sesudah operasi pergerakan dapat dilakukan dengan segera tanpa terjadi redisplacement dari fragmen yang mengalami fraktur. Di antara ke-3 tipe dari fraktur Smith, tipe Barton adalah yang paling memuaskan pada pengobatan dengan cara operasi ini, juga pada tipe yang lain cukup memuaskan. V.6. Komplikasi 1. Kerusakan jaringan lunak : Yang penting di sini adalah kerusakan N.Medianus karena tekanan dari fragmen radius yang fraktur.

2. Malunion : karena reposisi dan immobilisasi yang kurang baik. 3. Non union 4. Osteoarthritis 5. Gangguan pronasi dan supinasi BAB III PENUTUP Berdasarkan pembahasan dalam referat ini, dapat disimpulkan bahwa

fraktur yang sering terjadi baik pada anak - anak maupun dewasa di daerah radius dan ulna antara lain; fraktur Montegia, fraktur Galeazi, fraktur Supracondylus, fraktur Colles, dan fraktur Smith. Penyebab terbanyak dari fraktur - fraktur tersebut adalah akibat trauma langsung, di mana tangan jatuh terlebih dahulu kemudian badan (dalam hal ini tangan menyangga berat badan ketika jatuh). Penatalaksanaan pada fraktur fraktur tersebut dapat berupa reposisi tertutup ( Closed Reduction ) yang dilanjutkan dengan gips maupun Operasi dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Angka kesembuhan pada fraktur ini cukup tinggi, sehingga seringkali hanya membutuhkan tindakan reposisi tertutup ( Closed Reduction) dan gips. Tindakan operatif hanya dibutuhkan bila fraktur berada pada di daerah intraartikuler atau yang bersifat communitif.

Anda mungkin juga menyukai