Anda di halaman 1dari 6

REFLEKSI KASUS Pengaruh Anemia Terhadap Anestesi

Nama : Muflihatur Rasyidah, S.Ked NIM : 2007 031 0036 Stase Anestesi dan Reanimasi RS. Jogja Kota Yogyakarta Pembimbing : dr. Ardi Pramono, Sp. An dr. Basuki, Sp. An

1. Pengalaman Seorang perempuan 53 tahun, datang dengan keluhan benjolan di leher bagian kanan. Benjolan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, tidak nyeri, mual (-), muntah (-), demam (-). Riwayat HT (-), DM (-), asma (-), alergi obat (-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36,50 C. Konjungtiva anemis. Pemeriksaan Leher : Tampak asimetri, limfonodi teraba 3 cm x 3 cm. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,1mg/dl. Pasien direncakan akan dilakukan regional anestesi dan dilakukan transfusi PRC 1 kolf sebelum operasi.

Diagnosis: Limfadenopati colly dengan anemia. Status ASA II

2. Masalah yang dikaji a. Pengaruh anemia terhadap anestesi b. Pertimbangan atau syarat transfusi darah

3. Pembahasan Anemia dan Anestesi Pada pasien ini diperoleh nilai Hb sebelum operasi 8,1g/dl. Hal ini perlu dikaji apakah anemia akan berpengaruh terhadap anestesi yang diberikan. Anemia dapat mengakibatkan transport oksigen oleh haemoglobin akan berkurang. Hal ini berarti untuk mencukupi kebutuhan oksigen jaringan, jantung harus memompa darah lebih banyak sehingga timbul takikardi, murmur, dan kadang timbul gagal jantung pada pasien dengan anemia. Peran anestesi adalah memastikan bahwa organ vital menerima oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, selama prosedur bedah berlangsung. Penentu transport oksigen termasuk di antara pertukaran gas di pulmo, afinitas Hb-O2, konsentrasi total Hb, dan cardiac output. Seluruhnya bekerja dalam satu sistem dan menyediakan kapasitas oksigen yang adekuat. Apabila ada penurunan pada satu komponen di atas, maka menyebabkan komponen lain terpengaruh. Dari komponen tersebut, haemoglobin mempunyai kemungkinan terbesar untuk dimanipulasi sehingga dapat meningkatkan transport oksigen.2 Setelah mengalami proses ventilasi, perfusi dan difusi oksigen akan

ditransportasikan dari sirkulasi pulmoner ke seluruh jaringan tubuh secara fisik terlarut dalam plasma dan secara kimia terikat dengan hemoglobin.2 1. Secara Fisika Pada suhu 37C 1 ml plasma mengandung 0,00003 ml oksigen tiap tekanan parsial oksigen 1 torr (1 mmHg). Jadi jika tekanan parsial oksigen arteri dianggap 100 mmHg maka oksigen yang terlarut dalam 1 ml plasma ialah 0,003 ml atau 0,3 ml tiap 100 ml plasma 2. Secara Kimia Satu molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen atau 8 atom oksigen dan bentuk ikatan tersebut adalah reversibel dan berlangsung sangat cepat sekitar 0,01 detik. Kebanyakan oksigen ditransportasi secara kimiawi. Sel darah merah dengan haemoglobin di dalamnya berfungsi untuk

mempertahankan kapasitas pengangkutan oksigen dalam darah. Delivery oksigen (DO2) ditentukan oleh hasil dari cardiac output dan kadar oksigen arterial (CaO2) dimana :2 CaO2 = 1.34 x Hb (g/dl) x % Saturasi O2 + (0.003 x PaO2)

Oksigenasi jaringan yang adekuat tidak tergantung pada kadar haemoglobin normal. Perdarahan intraoperative utamanya digantikan dengan cairan bebas eritrosit seperti cairan kristaloid atau koloid (Ringer Laktat, Dextran, Hydroxyethyl Starch, gelatine). Selama keadaan normovolemia tercapai, keadaan anemia dilusi dan penurunan kadar oksigen arterial (CaO2) akan terkompensasi tanpa timbulnya risiko hipoksia jaringan, melalui peningkatan cardiac output. Reduksi progresif dari CaO2 akan menurunkan delivery oksigen pada jaringan (DO2).3

Pada keadaan hemodilusi yang ekstrim (ketika sudah melewati DO2 crit), jumlah oksigen yang sudah dihantarkan ke jaringan menjadi tidak sesuai dengan permintaan oksigen dari jaringan, sebagai konsekuensinya, VO2 mulai turun. Penurunan VO2 harus diinterpretasikan sebagai tanda indirek dari manifestasi hipoksia jaringan. Tanpa penanganan, keadaan DO2 crit akan menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 3 jam.3 Faktor yang mempengaruhi delivery oksigen antara lain :3 1. Volume Darah Komponen utama untuk kompensasi efektif adalah normovolemia. Selama hipovolemia permintaan oksigen seluruh tubuh meningkat karena release katekolamin dan hormons stress lain dibandingakan dengan bila normovolemic. 2. Kedalaman Anestesi Pada dosis tinggi, kebanyakan anestesi menurunkan cardiac output selama hemodilusi dan menurunkan toleransi anemia. 3. Pelemas Otot (muscle relaxant)

Otot rangka mempunyai masa tubuh dari total, sehingga relaksasi muscular dapat secara efektif menurunkan permintaan oksigen dan meningkatkan toleransi anemia. 4. Temperature Tubuh Pada studi model didapatkan hipotermia meningkatkan toleransi anemia karena penurunan permintaan oksigen tubuh. 5. Performa Miokard Pasien dengan coronary artery disease, gagal jantung kongestif, konsumsi obatobatan cardiodepresan, akan menyebabkan penurunan toleransi anemia. Identifikasi DO2 crit dapat dilakukan dengan :3 1. Pulmonary Artery catheter 2. Metabolic monitoring 3. ECG (perubahan segmen ST) dan Trans Esophageal Echocardiography (TEE) (perubahan pergerakan dinding regional) Apabila didapatkan perdarahan massif, dapat dilakukan transfusi perioperatif. Transfusi sel darah merah perioperatif jarang diindikasikan pada pasien dengan Hb > 10 g/dl, namun hampir selalu diindikasikan pada pasien dengan Hb < 6 g/dl. Pada pasien dengan risiko kardiovaskular, konsentrasi Hb perioperatif harus dijaga antara 8 10 g/dl.3 Setiap keputusan transfusi harus berdasarkan :3 1. Konsentrasi Hb aktual 2. Adanya komorbiditas penyakit kardiopulmonar 3. Penampakan keadaan anemia secara fisik 4. Dinamika perdarahan

Komponen darah yang dipakai adalah Packed Red Cell (PRC). Dapat meningkatkan 1.1 g/dl per unit, pada pasien dewasa dengan BB 70 kg. Pada perdarahan akut tanpa resusitasi cairan, akan membutuhkan waktu beberapa jam untuk meningkatnya Hb. Pada situasi terkontrol (cairan hilang digantikan dengan kristalloid / koloid sehingga dicapai keadaan normovolemia), satu unit PRC dapat menyeimbangkan Hb dalam waktu yang cepat (kurang dari 15 menit).2

Guideline transfusi darah CBO, 2005 : 4 1. Mempertimbangkan transfusi darah kerika Hb < 6.4 g/dl : a. Perdarahan akut pada pasien ASA 1 dengan usia < 60 tahun b. Individu sehat dengan anemia kronis asimptomatik 2. Mempertimbangkan transfusi darah ketika Hb < 8 g/dl: a. Perdarahan akut pada individu sehat (ASA 1) dengan usia > 60 tahun b. Perdarahan akut pada keadaan multitrauma c. Prediksi perdarahan perioperatif > 500 cc d. Pasien dengan demam e. Pasien ASA 2 dan ASA 3 dengan operasi tanpa resiko komplikasi 3. Mempertimbangkan transfusi darah ketika Hb < 10 g/dl a. Pasien ASA 4 b. Pasien dengan penyakit gagal jantung, penyakit katup jantung c. Pasien sepsis d. Pasien dengan penyakit paru parah e. Pasien dengan simptomatik cerebrovaskular disease

DAFTAR PUSTAKA 1. Latief, SA., Suryadi, KA., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta : FK UI. 2. Mallett, SV. 2002. Perioperative Anaemia and Its Management. The Medicine Publishing Company Ltd. 3. Habler O., Pape, A., Meier, J., Zwiler, B. 2005. Perioperative Limits Of Anaemia. In EUROANESTHESIA 2005. 4. Spence, RK., MD, Carson, JA., MD, Poses, R., MD, McCoy, S., MD, Pello, M., MD, Alexander, J., MD, Popovich, J., MD, Norcross, Edward., MD, Camishion, RC., MD,. 1990. Elective Surgery without Transfusion: Influence of Preoperative Hemoglobin Level and Blood Loss on Mortality. THE AMERICAN JOURNAL OF SURGERY VOLUME 159.

Yogyakarta, 15 Maret 2013 Preceptor 1, Preceptor 2,

dr. Ardi Pramono, Sp.An

dr. Basuki, Sp. An

Anda mungkin juga menyukai