Anda di halaman 1dari 4

Manusia sebagai makhluk ber-Tuhan a.

Pengertian Manusia adalah makhluk ber-Tuhan, pola pemikiran ini bertolak dari pandangan manusia sebagai makhluk homo religious. Salah satu tokohnya adalah Mircea Eliade. Pandangan Eliade dapat dilihat pada tulisan Mangunhardjono dalam buku Manusia Multi Dimesional: Sebuah renungan filsafat, (1982:38). Menurut Eliade, homo religius tipe manusia yang hidup dalam suatu alam yang sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat menikmati sakralitas yang ada dan tampak pada alam semesta, alam materi, alam tumbuh-tumbuhan,dan manusia. Sebagai makhluk religius manusia sadar dan meyakini akan adanya kekuatan supranatural dalam dirinya. Sesuatu yang disebut supranatural itu dalam sejarah manusia disebut Tuhan. Sebagai mahluk Tuhan, manusia memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. b. c. d. Mengakui kebesaran dan keagungan Tuhan yang diwujudkan dengan berbagai cara. Menyadari bahwa dunia serta isinya adalah ciptaan Tuhan Manusia dianugerahi akal dan budi yang dapat dikembangkan secara maksimal Manusia memiliki keterbatasan yang kadang sukar dijelaskan

Ciri-ciri tersebut dapat kita amati dalam berbagai perilaku manusia dalam kesehariannya. Keyakinan akan adanya Tuhan membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu:

menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan

menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata

keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, gama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-

ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. mile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebagai orang yang beragama, manusia meyakini bahwa Tuhan telah mewahyukan kepada manusia pilihan yang disebt dengan rasul yang dengan wahyu Tuhan tersebut, manusia dibimbing ke arah yang lebih baik, lebih sempurna dan lebih bertaqwa. b. Hubungan kebudayaan dengan agama Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, agama sumbernya adalah wahyu dari Tuhan. Tuhan mengutus Rasul untuk menyampaikan agama kepada umat. Dengan perantaraan malaikat, Tuhan mewahyukan firman-firman-Nya di dalam kitab suci kepada pesuruh-Nya. Isi kitab suci itu berasal dari Tuhan, disampaikan oleh malaikat, diucapkan oleh Rasul, sehingga dapat ditangkap, diketahui, dipahami dan selanjutnya diamalkan oleh umat. Contoh: agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Dari pembahasan di atas jelas terlihat bahwa agama bersumber dari Tuhan sedangkan kebudayaan sumbernya dari manusia. Jadi, agama tidak dapat dimasukkan ke dalam lingkungan kebudayaan selama manusia berpendapat bahwa Tuhan tak dapat dimasukkan ke dalam hasil ciptaan manusia.

Orang-orang Atheis umumnya beraggapan bahwa Tuhan adalah ciptaan manusia yang timbul dari perasaan takutnya. Semuanya bersumber pada materi, jadi Tuhan juga hasil perkembanganperpautan materi-materi akal manusia. Oleh golongan ini agama dipandang sebagai cabang kebudayaan, karena agama merupakan cara berpikir dan merasa dalam kehidupan: suatu kesatuan sosial mengenai hubungan dengan Yang Maha Kuasa. Agama ini dapat diistilahkan dengan: agama budaya, seperti misalnya animisme, dinamisme, naturalisme, spritualisme, agama Kong Hucu, agama Sinto. Bagi orang yang ber-Tuhan adalah sebaliknya. Alam semesta ini menurut mereka adalah ciptaan Tuhan. Dengan demikian agama dapat ikut mempengaruhi terciptanya kebudayaan, sedang kebudayaan tak dapat mencipta agama. Sebagaimana halnya Tuhan dapat mempengaruh manusia, tetapi manusia tidak dapat mempengaruhi Tuhan. Jadi jelas bahwa agama bukan bagian dari kebudayaan, tetapi berasal dari Tuhan. Kebudayaan mengatur hubungan manusia dengan

manusia dan alam nyata. Sedang agama selain mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam nyata, juga mengatur hubungan dengan alam gaib, terutama dengan Yang Maha Esa.

c. Pengaruh Agama Terhadap Kebudayaan Akulturasi dalam lapangan agama dapat mempengaruhi isi iman dan budi yang tinggi. Akulturasi dalam lapangan agama tersebut dinamai: syncrotisme (perpaduan antara dua kepercayaan) misalnya agama Jawa terdiri dari Islam bercampur dengan Budha. Menurut Prof. Koesoemadi SH: Pengaruh kebudayaan Hindu terhadap kebudayaan Indonesia itu bersifat penetration pasifique e suggestive artinya bersifat damai dan mendorong. Sebab datangnya kebudayaan Hindu bersifat menggiatkan dan meninggikan kebudayaan IndonesiaKuno dengan tiada melepaskan kepribadian, dan setelah kebudayaan Hindu hilang, kebudayaan Indonesia tetap kaya dan tetap tinggal dalam kepribadiannya. Menurut Yosselin de Yong: Pengaruh Islam terhadap kebudayaan Indonesia bersifat penetration pasifique dan tolerante et constructive (damai dan membangun). Jadi tidak hanya damai dan mendorong saja, tetapi juga membangun. Seperti pengaruh-pengaruh Islam dalam perkawinan, warisan, hak-hak wanita dan lain-lain. Pengaruh Islam tidak hanya pada kepercayaan dan adat istiadat sehari-hari, bahkan sampai pada bidang hukum dan upacaraupacaranya misalnya: hari besar Islam, upacara kematian, selamatan-selamatan, mengubur mayat, doa, wakaf, warisan, letak mesjid, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diambil beberapa pengaruh agama terhadap kebudayaan. Contohnya ketika ibadah hari raya idul fitri, hari raya ini dalam praktiknya tidak lagi menjadi perayaan khas penganut agama islam tetapi sudah lebih merupakan tradisi bagi segenap masyarakat Indonesia. Saling maaf memaafkan yang dulu tidak pernah terjadi di negeri-negeri timur tengah tetapi masyarakat Indonesia justru di jadikan momemtum untuk membangun kembali tali persaudaraan seta kesetiakawanan lintas etnoreligius. Contoh lain adalah pengaruh agama terhadap kebudayaan masyarakat Banjarmasin yang terlihat pada tradisi Baayun Maulid. Baayun asal katanya ayun yang diartikanmelakukan proses ayunan. Asal kata maulid berasal dari peristiwa maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW. Sebelum mendapat pengaruh Islam, maayun anak sudah dilaksanakan ketika masyarakat masing menganut kepercayaan nenek moyang. Tradisi asalnya dilandasi oleh kepercayaan Kaharingan. Setelah Islam masuk dan berkembang serta berkat perjuangan dakwah para ulama,

akhirnya upacara tersebut bisa diislamisasikan. Dengan demikian, baayun anak adalah salah satu tradisi simbol pertemuan antara tradisi dan pertemuan agama. Inilah dialektika agama dan budaya, budaya berjalan seiring dengan agama dan agama datang menuntun budaya.

Daftar Pustaka http://eprints.uny.ac.id/285/1/URGENSI_MEMAHAMI_HAKEKAT_MANUSIA.pdf file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195903051989011SYARIF_MOEIS/MAKALAH__9.pdf http://id.wikipedia.org/wiki/Agama Prasetya, Joko Tri. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai