Anda di halaman 1dari 18

Pankreas adalah organ pipih yang terletak di belakang dan sedikit di bawah lambung dalam abdomen.

Organ ini memiliki dua fungsi: fungsi endokrin dan fungsi eksokrin. Bagian eksokrin dari pangkreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus. Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau Langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ. Ada empat jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut: a. Sel alfa mensekresi glukagon, yang meningkatkan kadar gula darah. b. Sel beta mensekresi insulin, yang menurunkan kadar gula darah. c. Sel delta mesekresi somatostatin, atau hormon penghalang hormon pertumbuhan, yang menghambat sekresi glukagon dan insulin. d. Sel F mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang tidak jelas, yang dilepaskan setelah makan (Sloane, 1995).

A. DEFINISI Pankreatitis adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas diaktifasi secara prematur mengakibatkan autodigestif dari pankreas. Pankreatitis mungkin akut atau kronis, dengan gejala ringan sampai berat (Doengoes et al., 1993).

Gambar 1

Pankreatitis adalah reaksi peradangan

pankreas. Secara klinis pankreatitis akut

ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Perjalanan penyakitnya sangat bervariasi dari ringan sampai sangat berat yang disertai dengan renjatan dengan gangguan ginjal dan paru-paru yang berakibat fatal (Nurman, 2006). Berdasarkan defenisi, pada pankreatitis akut, keadaan ini bersifat reversibel jika stimulus pemicunya dihilangkan; pankreatitis kronik diartikan sebagai desktruksi parenkim eksokrin pankreas yang bersifat ireversibel (Mitchell et al., 2006). a. Pankreatitis Akut Kelompok kelainan ini ditandai oleh inflamasi pankreas. Pasien khasnya mengeluhkan nyeri abdomen akibat peningkatan kadar enzim pankreas (amilase dan lipase) di dalam darah atau urin. Gambaran ringan berupa edema interstisial dan inflamasi pankreas (pankreatitis interstisial akut). Pada kasus yang lebih berat terjadi nekrosis jaringan (pankreatitis nekrotikans akut). Bentuk terberat, yaitu pankreatitis hemoragik akut, memperlihatkan perdarahan luas ke dalam parenkim pankreas. Sekitar 80% kasus pankreatitis berkaitan dengan kolelitiasis atau alkoholisme (Mitchell et al., 2006). b. Pankreatitis Kronik Jika luka pada pankreas berlanjut, pankreatitis kronis mungkin dapat berkembang. Pankreatitis kronis terjadi ketika enzim-enzim pencernaan menyerang dan merusak pankreas dan jaringan-jaringan didekatnya, menyebabkan luka parut dan sakit. Penyebab umum dari pankreatitis kronis adalah penyalahgunaan alkohol bertahun-tahun, namun bentuk kronis mungkin juga dapat dipicu oleh hanya satu serangan akut, terutama jika saluran-saluran pankreas rusak. Saluran-saluran yang rusak menyebabkan peradangan pankreas, perusakan jaringan-jaringan, dan terbentuknya jaringan-jaringan parut (Anonim, 2008). Pankreatitis kronik ditandai oleh inflamasi pankreas disertai destruksi parenkim eksokrin dan fibrosis; pada stadium lanjut, terjadi destruksi parenkim endokrin pankreas. Perbedaan utama antara pankreatitis akut dan kronik terletak pada sifat ireversibel gangguan fungsi pankreas yang menjadi ciri khas pankreatitis kronik; pankreatitis kronik dapat menyebabkan kemunduran keadaan umum yang berat karena hilanganya fungsi pankreas (Mitchell et al., 2006).
2|Page

B. EPIDEMIOLOGI Di negara barat penyakit ini sering kali ditemukan dan berhubungan erat dengan penyalahgunaan pemakaian alkohol, dan penyakit hepetobilier. Frekuensi berkisar antara 0,14% atau 10-15 pasien pada 100.000 penduduk (Nurman, 2006). Di negara barat bilamana dihubungkan dengan batu empedu merupakan penyebab utama pankreatitis akut, maka usia terbanyak terdapat sekitar 60 tahun dan terdapat lebih banyak pada perempuan (75%), bila dihubungkan dengan pemakaian alkohol yang berlebihan maka pria lebih banyak (80-90%) (Nurman, 2006). C. ETIOLOGI Penyebab pankreatitis akut dan kronik saling tumpang tindih (lihat tabel). Patogenesis pankreatitis tidak seluruhnya dimengerti, namun hal yang mungkin terhalangnya empedu ke penting aliran dalam adalah getah duktus

pankreas dan/atau refluks cairan pankreatikus. Beratnya kerusakan pada pankreas bervariasi mulai dari peradangan ringan dengan edema hingga nekrosis hemoragik. Pada pankreatitis kronik, peradangan yang terus berlangsung menyebabkan fibrosis yang mula-mula di sekitar duktus dan asini namun kemudian di dalam asini (Hayes & Mackay, 1993). Faktor-faktor etiologik pada pankreatitis akut: a. Metabolik Alkoholisme Hiperlipoproteinemia Hiperkalsemia Obat-obatan (misalnya, diuretik tiazid) Genetik Trauma

b. Mekanis

3|Page

Batu empedu Jejas iatrogenik Syok Atheroembolisme Poliarteritis nodosa Parotitis Coxsackievirus Mycoplasma pneumoniae (Mitchell et al., 2006).

c. Vaskuler

d. Infeksi

Persentase penyebab pankreatitis akut adalah sebagai berikut: Batu empedu 30-50% Alkohol 10-40% Idiopatik 15% Trauma (kolangiopankreatografi retrograd endoskopik [ERCP],

pascaoperasi, trauma tumpul) 5% (Davey, 2006). a. Pankreatitis Akut Batu empedu dan alkoholisme merupakan penyebab terbanyak dari pankreatitis akut (hampir 80%). Batu empedu tertahan di sfingter Oddi sehingga menghalangi lubang dari saluran pankreas. Tetapi kebanyakan batu empedu akan lewat dan masuk ke saluran usus. Meminum alkohol lebih dari 4 ons/hari selama beberapa tahun bisa menyebabkan saluran kecil pankreas yang menuju ke saluran pankreas utama tersumbat, akhirnya menyebabkan pankreatitis akut (Anonim, 2012). Mekanisme pasti alkohol dalam merusak kelenar masih belum diketahui dengan jelas. Alkohol atau metabolitnya, yaitu asetaldehida, mungkin memiliki efek toksik langsung pada sel asinus pankreas sehingga terjadi pengaktifan tripsin intrasel oleh enzim-enzim lisosom, atau mungkin menyebabkan peradangan sfingter Oddi sehingga enzim-enzim hidrolitik tertahan di ductus pancreaticus dan asinus. Pada pecandu alkohol, malnutrisi dapat mempermudah terjadinya cedera pankreas. Contohnya, defisiensi trace elements, misalnya seng atau selenium
4|Page

dijumpai pada pecandu alkohol dan berkaitan denganc cedera sel asinus. Metalloenzim seperti superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase merupakan pembersih radikal bebas yang penting (McPhee, 2011). Pada pasien yang tidak meminum alkohol, sekitar 50% kasus pankreatitis akut berkaitan dengan penyakit saluran empedu. Pada kasus-kasus ini, mekanismenya diduga berupa obstruksi ductus biliaris communis dan ductus pancreaticus major oleh batu empedu yang tersangkut di ampulla Vateri (McPhee, 2011). Sebab terlazim kedua pankreatitis akut adalah penyakit saluran empedu. Pembentukan batu bisa menyebabkan duktus koledokus tersangkut setinggi ampulla, sehingga menyebabkan trauma atau obstruksi duktus pankreatikus atau regurgitasi empedu ke dalam pankreas karena saluran bersama tersumbat (Sabiston, 1994). Hubungan antara pankreatitis dan saluran bersama diuraikan terperinci mula-mula sebagai empedu pankreatitis. oleh yang secara Opie
Gambar 2

tersumbat, pertama kali

pada tahun 1901 dan dianggap utama Penyakit ditemukan sebab

dalam 5 sampai 50 persen dari orang Amerika Utara penderita pankreatitis akut, tetapi bervariasi tergantung pada sifat sosioekonomi populasi yang diteliti. Pada pasien yang telah pulih dari pankreatitis akut yang menyertai kolesistitis, resiko episode pankreatitis berikutnya berkisar dari 36 sampai 63 persen, jika kolelitiasis dibiarkan menetap (Sabiston, 1994). Refluks empedu atau isi duodenum ke dalam ductus pancreaticus menyebabkan cedera pankreas. Beberapa penulis berpendapat bahwa toksin bakteri atau asam empedu bebas mengalir melalui pembuluh limfe dari kandung empedu ke pankreas, yang menyebabkan peradangan. Bagaimanapun, pankreatitis akut

5|Page

yang berkaitan dengan penyakit saluran empedu lebih sering terjadi pada wanita karena batu empedu lebih sering pada wanita (McPhee, 2011). Pankreatitis akut dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, termasuk infeksi virus (virus gondongan, coxsackieviruI, virus hepatitis A, HIV, atau sitomegalovirus) dan bakteri (Salmonella typhii atau Streptococcus hemolyticus). Pasien dengan infeksi HIV dapat mengalami pankreatitis akut akibat infeksi HIV itu sendiri, akibat infeksi oportunistik terkait, atau akibat terapi antiretrovirus. Pada pasien yang terinfeksi HIV, pankreatitis pernah dilaporkan berkaitan dengan penyalahgunaan obat intravena, terapi pentamidin, infeksi Pneumocystis jiroveci dan Mycobacterium avium-intracellulare complex, dan batu empedu (McPhee, 2011). Trauma tumpul atau tembus dan cedera lain dapat menyebabkan pankreatitis akut. Pankreatitis kadang-kadang terjadi setelah tindakan bedah di dekat pankreas. Infark pankreas dapat terjadi akibat sumbatan pembuluh yang mendarahi kelenjar ini. syok dan hipotermia dapat menyebabkan penurunan perfusi sehingga terjadi degenerasi sel dan pelepasan enzim-enzim pankreas. Terapi radiasi untuk neoplasma ganas retroperitoneum kadang-kadang dapat menyebabkan pankreatitis akut (McPhee, 2011). Hiperkalsemia yang tinggi, seperti yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme, sarkoidosis, hipervitaminosis D, atau mieloma multipel, menyebabkan pankreatitis akut pada sekitar 10% kasus. Dua mekanisme diperkirakan berperan. Tingginya konsentrasi kalsium plasma dapat menyebabkan kalsium mengendap di ductus pancreaticus sehingga terjadi obstruksi. Selain itu, hiperkalsemia mungkin merangsang pengaktifan tripsinogen di ductus pancreaticus (McPhee, 2011). Pankreatitis juga berkaitan dengan hiperlipidemia, terutama dari jenis yang ditandai oleh peningkatan kadar kilomikron plasma (tipe I, IV, dan V). Pada kasuskasus ini, dipostulasikan bahwa asam-asam lemak bebas yang dihasilkan melalui kerja lipase pankreas menyebabkan peradangan dan cedera kelenjar. Penyalahgunaan alkohol atau pemakaian kontrasepsi oral meningkatkan resiko pankreatitis akut pada pasien dengan hiperlipidemia (McPhee, 2011). Di Inggris, kebanyakan etiologinya adalah batu empedu, di Amerika Serikat adalah alkoholisme, sedangkan di Asia belum banyak diketahui (Bakta & Suastika, 1998).
6|Page

b.

Pankreatitis Kronis Dahulu terdapat anggapan bahwa pankreatitis kronik terjadi hanya akibat serangan berulang pankreatitis akut. Namun, terdapat beberapa bukti bahwa pankreatitis akut dan kronik adalah entitas patogenetik yang berbeda. Pasien yang mengalami pankreatitis akut rerata 13 tahun lebih tua daripada mereka yang mengalami pankreatitis kalsifikasi kronik. Selain itu, kedua penyakit tersebut dilaporkan berkaitan dengan kausa yang berbeda. Akhirnya, pada pankreatitis akut, pankreas masih normal sebelum serangan dan perubahan patologis dapat pulih sempurna jika pasien bertahan hidup, sementara pada pankreatitis kronik kelenjar sudah abnormal sebelum serangan dan perubahan patologis bersifat ireversibel (McPhee, 2011). Kausa utama pankreatitis kronik adalah alkoholisme kronik, yang menyebabkan sekitar 70-80% kasus. Pasien dengan pankreatitis kronik akibat penyalahgunaan alkohol kronik biasanya memiliki riwayat yang lama (6-12 tahun) dalam mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar (150-175 g/hari) sebelum awitan penyakit. Pada pecandu alkohol, defisiensi seng dan selenium mungkin menghambat pembersihan radikal bebas oksigen (McPhee, 2011). Obstruksi kronik ductus pancreaticus juga dapat menyebabkan pankreatitis kronik. Obstruksi dapat disebabkan oleh tumor periampula, stenosis papila, kista, jaringan parut atau striktur, atau trauma. Pancreas divisum dapat menyebabkan pankreatitis kronik akibat obstruksi di papilla minor. Pankreatitis kronik tropis adalah suatu bentuk juvenilis dari pankreatitis non-alkoholik kalsifikasi kronik (McPhee, 2011). Penyakit ini diperkirakan disebabkan oleh defisiensi protein atau mikronutrien, yang dapat menyebabkan gangguan pembersihan radikal bebas, atau oleh ingesti suatu zat toksik, misal nya sianogen dalam akar singkong. Sianogen diketahui menghambat berbagai enzim antioksidan. Karena itu, konsumsi singkong dapat menyebabkan pembentukan tak-terkendali radikal-radikal bebas dengan efek toksik. Hiperkalsemia kronik dapat menyebabkan pankreatitis. Contohnya 10-15% pasien dengan hiperparatiroidisme mengalami pankreatitis. Pengendapan kalsium intraduktus dan stimulasi sekresi enzim pankreas diperkirakan penting dalam patogenesisnya. Pankreatitis herediter kronik, yang ditandai oleh serangan berulang

7|Page

nyeri abdomen yang dimulai sejak masa anak, membentuk sekitar 1% (McPhee, 2011). D. FAKTOR RESIKO Faktor resiko yang dapat memicu pankreatitis akut dan pankreatitis kronis, termasuk: pecandu alkohol batu empedu operasi perut pengobatan tertentu penyakit genetik resesif umum yang mempengaruhi seluruh tubuh, menyebabkan kecacatan progresif dan sering kematian dini (cystic fibrosis) endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), ketika digunakan untuk mengobati batu empedu latar belakang keluarga terkena pankreatitis level kalsium tinggi di dalam darah level hormon paratiroid tinggi di dalam darah trigliserida tinggi di dalam darah infeksi cedera perut kanker pankreas (Anonim, 2010).

8|Page

BAB II ISI
A. PATOGENESIS a. Pankreatitis Akut Patogenesis pada pankreatitis akut berupa sekresi sejumlah enzim oleh pankreas; amilase dan lipase disekresikan dalam bentuk aktif, sementara protease, elastase, dan fosfolipase disekresikan sebagai proenzim yang dalam keadaan normal harus diaktifkan oleh tripsin di dalam duodenum. Tripsin sendiri normalnya diaktifkan oleh enteropeptidase duodenal. Patogenesis pankreatitis akut berpusat pada aktivasi tripsin yang tidak tepat di dalam pankreas; tripsin yang sudah diaktifkan tersebut akan mengubah berbagai proenzim menjadi enzim aktif dan prekalikrein menjadi kalikrein yang akan mengaktifkan sistem kinin serta pembekuan. Hasil nettonya berupa inflamasi pankreas dan trombosis. Ciri-ciri pankreatitis meliputi proteolisis jaringan, lipolisis dan pendarahan, terjadi karena efek destruktif enzim-enzim pankreas yang dilepas dari sel-sel asiner (Mitchell et al., 2006). Mekanisme yang dikemukakan untuk aktivasi enzim pankreas meliputi halhal berikut ini: Obstruksi duktus pankreatikus. Batu empedu dapat terjepit di dalam ampula Vateri; di sebelah proksimal obstruksi, cairan kaya enzim menumpuk dan menimbulkan jejas parenkim pankreas. Leukosit dalam jaringan parenkim akan melepaskan sitokin proinflamantorik yang menggalakkan inflamasi lokal dan edema (Mitchell et al., 2006). Jejas primer sel asiner. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kerusakan karena virus (parotitis), obat-obatan, trauma, atau iskemia (Mitchell et al., 2006). Defek transportasi-intraseluler proenzim. Enzim-enzim eksokrin pankreas mengalami kesalahan arah dalam perjalanannya, yaitu menuju lisosom dan bukan menuju sekresi; hidrolisis proenzim di dalam lisosom akan menyebabkan aktivasi dan pelepasan enzim (Mitchell et al., 2006).

9|Page

Alkohol dapat meningkatkan jejas sel asiner lewat perjalanan proenzim intraseluler yang salah arah dan pengendapan sumbatan protein yang mengental serta bertambah banyak di dalam duktus pankreatikus sehingga terjadi inflamasi dan obstruksi lokal (Mitchell et al., 2006). Alkohol mempunyai efek toksik yang langsung merangsang spingter Oddi sehingga terjadi spasme yang menyebabkan peningkatan tekanan di dalam saluran bilier dan saluran-saluran di dalam pankreas serta merangsang sekresi enzim pankreas dan mengakibatkan pankreatitis. Alkohol juga mengurangi jumlah inhibitor tripsin sehingga pankreas menjadi lebih mudah dirusak tripsin (Price & Wilson, 2005).

Pankreatitis herediter ditandai oleh serangan rekuren pankreatitis yang hebat dan sudah dimulai sejak usia kanak-kanak. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi germ line (garis-turunan sel tunas) pada: Gen tripsinogen kationik (PRSSI), menimbulkan kehilangan suatu tempat pada tripsin yang esensial untuk inaktivasi enzim itu sendiri (mekanisme pengaman yang penting untuk mengatur aktivitas enzim tripsin). Gen inhibitor protease serin, Kazal tipe I (SPINK I), yang menimbulkan protein yang cacat sehingga tidak lagi mampu memperlihatkan aktivitas tripsin (Mitchell et al., 2006).

Obat-obatan

mengakibatkan

pankreatitis

karena

hipersensitivitas

atau

terbentuknya zat metabolik yang toksik. Hipertrigliserida dapat memicu pankreatitis akut karena asam lemak bebas yang tinggi dalam darah akan menyebabkan toksik atau mempercepat inflamasi pada sel-sel pankreas (Graber et al., 1996).

b.

Pankreatitis Kronis Sementara itu, keadaan yang paling sering menyebabkan pankreatitis kronik adalah alkoholisme. Penyebab lain yang lebih jarang ditemukan adalah
10 | P a g e

hiperkalsemi, hiperlipidemia, pankreas divisum, pankreatitis herediter dan malnutrisi defisiensi-protein. Kejadian yang dipostulasikan sebagai pemicu meliputi: Obstruksi duktus pankreatikus oleh batu (seperti pada alkohol) Efek toksis-metabolik. Berbagai toksin, termasuk alkohol dan metabolitnya dapat menimbulkan efek toksik langsung pada sel-sel asiner pankreas. Stres oksidatif karena pembentukan radikal bebas yang berasal dari oksigen dan diinduksi oleh alkohol. Fibrosis interstisial yang disebabkan oleh pankreatitis akut (Mitchell et al., 2006). Untuk pankreatitis litogenik kronik, beberapa mekanisme patogenesis telah dipostulasikan. Salah satu teori mempostulasikan hipersekresi protein (tripsinogen) asinus sebagai proses awal. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan rasio hidrolase lisosom (katepsin B) terhadap hidrolase pencernaan (tripsinogen) sehingga terjadi pengaktifan tripsinogen. Kemudian perubahan endapan protein intraduktus menjadi sumbatan diduga terjadi melalui cara berikut: Lithostathines (dahulu disebut protein batu pankreas, atau PSP) adalah peptida-peptida yang disekresikan ke dalam getah pankreas yang normalnya menghambat pembentukan sumbat protein dan agregasi kristal kalsium karbonat untuk membentuk batu. Sekresi lithostathines oleh sel asinus pankreas terganggu oleh alkohol. Selain itu, ketika terhidrolisis oleh tripsin dan katepsin B, terbentuk lithostathines H2/PSP-S1. Peptida tak larut ini mengalami polimerasi menjadi fibril yang membentuk matriks sumbat protein. Pada saat yang sama, terjadi hipersekresi kalsium ke dalam getah pankreas. Hipersekresi kalsium pertama kali dipicu oleh rangsang neural (kolinergik, diperantarai oleh nervus vagus) atau hormonal (McPhee, 2011). Stres oksidatif juga mungkin berperan menyebabkan pankreatitis kronik. Menurut teori ini, pengaktifan enzim-enzim sitokrom P450 pankreas yang tidak sesuai (misal oleh alkohol) menyebabkan peroksidasi lipid oleh kelebihan radikal bebas oksigen. Pengendapan lipid di sitoplasma basal sel asinus diperkirakan
11 | P a g e

memicu terjadinya fibrosis. Stres oskidatif dan oksidasi lipid membran menyebabkan proses peradangan, yang mungkin diperantarai oleh berbagai kemokin yang menarik sel-sel mononukleus (McPhee, 2011). Pada kasus pankreatitis kronik akibat obstruksi ductus pancreaticus, obstruksi mendahului terjadinya pankreatitis. Patogenesisnya mungkin melibatkan peningkatan tekanan di ductus pancreaticus, yang menyebabkan iskemia, nekrosis, dan peradangan sel-sel asinus. Namun, epitel duktus tidak terganggu. Sumbat protein yang terkalsifikasi dan batu lebih jarang ditemukan. Banyak pasien dengan pankreatitis kronik idiopatik juga mengalami hipertensi duktus (McPhee, 2011).

B. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT Pankreatitis akuta ditandai oleh mendadaknya dimulai nyeri epigastrium, yang sering menjalar ke punggung dan disertai oleh mual dan muntah. Etiologi terlazim pankreatitis akut adah alkoholisme atau kolelitiasis. Khas amilase serum dan kemudian amilase urina meningkat. Proses patologi bisa menyebabkan serangan realtif ringan karena pankreatitis edematosa. Penyakit ini bisa memburuk dengan mulainya pankreatitis hemoragika, yang disertai oleh tingginya angka mortalitas dan morbiditas yang ditandai oleh pseudokista pankreas, abses dan asites pankreas. Dalam pankreatitis edematosa yang lebih lazim, pankreas dan jaringan retroperitoneum sekelilingnya diinfiltrasi dengan banyak cairan interstisial. Kehilangan cairan (jika tidak diganti) bisa begitu masif, sehingga mneyebabkan syok hipovolemi. Pankreatitis hemoragika yang lebih parah disertai pendarahan ke dalam parenkima pankreas dan area retroperitoneum sekelilingnya. Bisa timbul nekrosis pankreas yang luas (Sabiston, 1994). Khas pasien menderita nyeri epigastrium parah setelah makan besar. Nyeri menyebar melalui punggung yang menetap serta disertai mual da muntah. Tergantung atas jumlah kehilangan cairan dalam pankreas dan area peripankreas, pasien bisa menderita dehidrasi parah dengan hipertensi dan kecepatan nadi yang cepat. Fungsi miokardium tertekanmungkin karena toksin yang bersikulasi mempengaruhi penampilan jantung (Sabiston, 1994). C. GEJALA a. Pankreatitis Akut
12 | P a g e

Pada pankreatitis akut, gejala berupa nyeri, biasanya hebat, hampir selalu ada dan paling hebat di epigastrium dan menyebar ke punggung. Nyeri tersebut dapat berkurang dengan duduk membungkuk. Mual dan muntah juga sering terdapat (Hayes & Mackay, 1993). Mual muntah bersifat tidak spesifik. Mual muntah sering merupakan akibat dari nyeri dan dapat memperburuk keadaan penderita. Syok dapat timbul karena hipovolemia akibat dehidrasi ataupun karena neurogenik. Demam sering pula ditemukan pada penderita pankreatitis akut. Penyebab utamanya adalah kerusakan jaringan yang luas (Bakta & Suastika, 1998). Nyeri bisa ringan atau parah, tetapi biasanya menetap dan tidak bersifat kram. Mual dan muntah sering timbul. Sering gejala ini timbul 1 sampai 3 hari setelah meminum alkohol dalam jumlah yang banyak (Sabiston, 1994). Nyeri berlangsung dengan onset mendadak (<30 menit), menjalar ke punggung, menghilang dalam < 72 jam. Kemudian muntah yang juga menyebabkan hipovolemia, dan intekrus yang menunjukkan adanya kolangitis yang berhubungan dan meningkatkan kemungkinan batu empedu. Tiga gejala ini disebut dengan trias klasik. Tingkat berat suatu serangan bisa bervariasi dari hampir tidak signifikan sampai membahayakan jiwa (Davey, 2006). Nyeri diperkirakan berasal dari peregangan kapsul pankreas oleh duktulus yang melebar dan edema parenkim, eksudat peradangan, protein dan lipid yang tercerna, dan perdarahan. Selain itu, zat-zat tersebut dapat merembes keluar parenkim dan memasuki retroperitoneum dan saccus minor, tempat zat-zat tersebut mengiritasi ujung saraf sensorik retroperitoneum dan peritoneum serta menimbulkan nyeri punggung dan pinggang yang intens (McPhee, 2011). Penderita pankreatitis akut karena alkoholisme, bisa tidak menunjukkan gejala lainnya, selain nyeri yang tidak terlalu hebat. Sedangkan penderita lainnya akan terlihat sangat sakit, berkeringat, denyut nadinya cepat (100-140 denyut per menit) dan pernafasannya cepat dan dangkal. Pada awalnya, suhu tubuh bisa normal, namun meningkat dalam beberapa jam sampai 37,8-38,8 Celcius (Anonim, 2012). b. Pankreatitis Kronis

13 | P a g e

Gejala pankreatitis kronis adalah nyeri. Pada 85% kasus, nyeri pankreas berupa nyeri epigastrik yang menjalar ke punggung, seringkali dipicu oleh makan. Tingkat beratnya sangat beragam (Davey, 2006). Nyeri abdomen hebat dapat menetap atau hilang timbul. Nyeri abdomen sering menyebar ke punggung tengah atau skapula dan meningkat setelah makan. Nyeri kadang-kadang lenyap dengan duduk tegak atau condong ke depan. Nyeri diperkirakan berasal dari dilatasi sistem duktus yang menyebabkan hipertensi duktus; peradangan parenkim yang menyebabkan iskemia pankreas; atau aktivitas enzimatik setempat dan destruksi selubung perineural sehingga akson terpajan oleh berbagai sitokin yang dibebaskan oleh sel-sel radang dan akhirnya menyebabkan fibrosis perineural. Pasien dapat mengalami serangan berulang nyeri abdomen hebat, muntah, dan peningkatan amilase serum (pankreatitis kambuhan kronik). Berlanjutnya asupan alkohol dapat meningkatkan frekuensi serangan nyeri, paling tidak ketika fungsi pankreas masih relatif terjaga; pada insufisiensi pankreas berat, asupa alkohol tampaknya tidak terlalu berpengaruh pada kejadian nyeri abdomen. Penekanan parenkim pankreas tidak terbukti berkaitan dengan nyeri (McPhee, 2011). Pada kasus-kasus tertentu, sakit abdomen hilang ketika kondisi berlanjut, mungkin karena pankreas tidak menghasilkan lagi enzim-enzim pencernaan. Gejala-gejala lain termasuk mual, muntah, kehilangan berat badan, dan kotoran (feces) yang berlemak (Anonim, 2008). D. TANDA a. Pankreatitis Akut 20% penderita pankreatitis akut mengalami beberapa pembengkakan pada perut bagian atas. Pembengkakan ini bisa terjadi karena terhentinya pergerakan isi lambung dan usus (keadaan yang disebut ileus gastrointestinal) atau karena pankreas yang meradang tersebut membesar dan mendorong lambung ke depan. Bisa juga terjadi pengumpulan cairan dalam rongga perut ( asites). Pada pankreatitis akut yang berat (pankreatitis nekrotisasi), tekanan darah bisa turun, mungkin menyebabkan syok (Anonim, 2012). Pada pankreatitis akut tipe hemoragik sering ada tanda-tanda perdarahan berupa:
14 | P a g e

a. Tanda Cullen, suatu bercak kebiruan/ekimosis sekitar umbilikus.

b. Tanda Gray-Turner, suatu bercak kebiruan atau ekimosis di pinggang kanan dan kiri

Gambar 3

(Bakta & Suastika, 1998). c. Pankreatitis Kronis Tanda dari pankreatitis kronik adalah sebagai berikut: Insufisiensi pankreas eksokrin: menyebabkan steatorea dan penurunan berat badan pada tahap lanjut dari penyakit bila > 90% fungsi eksokrin pankreas telah menghilang. Diabetes: pada 30% (Davey, 2006). E. PROGNOSIS Mortalitas akibat pankreatitis akut kira-kira 15% dan pankreatitis hemoragika akut mempunyai mortalitas di atas 50%. Faktor-faktor prediktif dari prognosis yang buruk mencakup demam, hipotensi, takikardia, dan gangguan pernapasan yang terdapat saat pasien datang. hipokalsemia, hipoksemia dan hiperglikemia yang terjadi kemudian, semuanya menunjukkan indikator prognosis yang buruk (Hayes & Mackay, 1993). Berdasarkan kriteria Ranson, adanya tiga atau empat tanda pada saat masuk ke rumah sakit memiliki angka mortalitas 15% sampai 20%. Jika terdapat 7 tanda atau lebih, mortalitasnya mencapai 100%. a. Pada saat masuk rumah sakit. 1. Usia >55 tahun. 2. Hitung leukosit >16.000. 3. Glukosa darah >200mg/dl. 4. LDH >350 IU/I. 5. SGOT >250 IU/L. b. Pada jam ke-48. 1. Penurunan hematokrit >10%. 2. Peningkatan BUN >5 mg/dl. 3. Kalsium serum <8 mg/dl. 4. PO2 arteri <60 mm Hg. 5. Defisit basa >4 mEq/L.
15 | P a g e

6. Perkiraan terpisahnya cairan ketiga >6 liter (Graber et al., 1996). Sekitar 20% pasien mengalami serangan yang parah atau mematikan. Angka kematian keseluruhan untuk pankreatitis akut adalah 5-10%, tetapi angka ini meningkat hingga 35% atau lebih pada kasus-kasus berpenyulit. Kematian sering terjadi akibat syok hemoragik, KID, AIDS, atau sepsis (McPhee, 2011). Untuk pankreatitis kronik, salah satu penelitian mencatat bahwa 63% mengalami disfungsi eksokrin dalam 5 tahun dan 94% setelah 10 tahun. Disfungsi endokrin menyebabkan hiperglikemia, glikosuria, dan diabetes melitus yang nyata pada 30-40% kasus pankreatitis kronik yang telah berlangsung bertahun-tahun. Pada pasien yang dipantau selama lebih dari 10 tahun, angka kematiannya adalah 22%; penyulit akibat pankreatitis kronik menyebabkan 13% kematian. Kausa utama kematian adalah penyakit hati alkoholik, penyulit pascaoperasi, dan kanker. Usia lanjut saat didiagnosis, merokok, dan asupan alkohol adalah prediktor utama kematian pada pasien dengan pankreatitis kronik (McPhee, 2011).

16 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Pankreas, www.totalkesehatananda.com, diakses tanggal 1 Maret 2012 Anonim, 2010, Pankreatitis, health.kompas.com, diakses tanggal 1 Maret 2012 Anonim, 2012, Radang Pankreas Akut, www.medicastore.com, diakses tanggal 1 Maret 2012 Bakta, I.M., & Suastika, I.K., 1998, Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Davey, P., 2006, At A Glance: Medicine, Penerbit Erlangga, Jakarta Doengos, M., et al., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Graber, M.A., et al., 1996, Buku Saku Dokter Keluarga, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Hayes, P.C., & Mackay, T.W., 1993, Buku Saku Diagnosis dan Terapi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta McPhee, S.J., 2011, Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Mitchell, R.N., et al., 2006, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Nurman, A., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, ed. IV, Balai Penerbit FKUI, Jakarta Price, S.A., & Wilson, L.M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Sabiston, 1994, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
17 | P a g e

Sloane, E., 1995, Anatomi & Fisiologi untuk Pemula, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Sumber Gambar: Gambar 1 : faculty.southwest.tn.edu Gambar 2 : www.doctortipster.com Gambar 3 : www.marvistavet.com

18 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai