Anda di halaman 1dari 3

Kado Pertama untuk Ananda Ditatpanya bocah itu dengan kasih sayang. Dibelainya rambut ikal mengombak itu.

Kemudian wajahnya beralih kea rah suami yang duduk di sampingnya. Kasihan anak ini masa kanak-kanaknya tergadai dengan kehidupan jalanan yang keras. Menatap mata suami dengan tetes air mata yang tak mampu ditahan. Benar, dik Sungguh malang nasib anak ini. Disaat banyak pasangan menginginkan keturunan, justru di luar sana anak-anak ditelantarkan. Maafkan Aini, mas Aini belum bisa memberikan keturunan. Air mata semakin deras tak terbendung. Bukan salahmu, dik mungkin Allah belum berkehendak. Sudah lebih tujuh tahun masa pernikahan kami. Kami menikah lima bulan setelah aku menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi, sedang Mas Adnan, suamiku telah bekerja di sebuah perusahaan swasta di Ibu kota. Kami memulai sebuah kehhidupan baru dengan mengontrak sebuah rumah sederhana hingga Mas Adnan diangkat sebagai pegawai tetap dengan gaji yang lumayan dan kami akhirnya mampu untuk membeli sebuah rumah mungil yang lebih sehat walau dengan cara angsuran. Setelah diangkat sebagai pegawai tetap, Mas Adnan makin sibuk bekerjaguna menambah penghasilan untuk segera melunasi rumah mungil kami. Sedangkan aku mulai sibuk dengan pekerjaan baruku sebagai tenaga konseling di sebuah SMA. Meski kami hidup bahagia dengan balutan kesederhanaan namun kami merasa sepi tanpa kehadiran buah hati. Ibu sudah semakin senja, Aini Ibu ingin sekali menimang cucu sebelum Ibu pergi. Keluh ibu mertuaku setiap berbicara di telepon. Aku hanya membisu karena kecamuk dalam hati tak bisa kulukiskan. Mas Adnan tidak pernah mengeluh akan hal itu, tapi binar-binar di matanya mampu lukiskan bahwa batinnya sangat sepi. Sering di sepertiga malam, aku melihat suamiku

menangis dalam muhasabahnya, meminta keikhlasan Sang Pencipta untuk memberikan keturunan pengisi jiwa. Akhirnya yang dinanti-nanti pun hinggap, aku positif hamil. Betapa bahagianya seluruh keluargaku mendengar hal ini. Inilah jawaban atas doa-doa dan air mata di sepertiga malam-Nya yang agung. Berbulan-bulan kulewati dengan ucap syukur yang menghambur. Tak terasa sudah genap delapan bulan usia kandunganku. Bulan-bulan pertama merupakan masa sulit bagiku, makan tak nafsu dan mual-mual. Namun aku menjalani hariku seperti biasa serasa tak ada beban berat di perutku. Bearngkat ke sekolah, menjadi pembicara beberapa seminar, menghadiri pengajian pekanan, dan kegiatan-kegiatan lain yang cukup menguras energi. Sebenarya Mas adnan melarangku untuk bekerja, tapi aku tidak mau menjadi istri yang hanya konco wingking. Aku lebih suka menjadi wanita karier namun tetap mengutamakana keluarga. Semenjak bulan pertama kehamilan, Mas Adnan sangat antusias mempersiapkan segala sesuatu untuk calon bayi kami. Terlebih ia pun telah membuat rencana pendidikan lengkap sampai perguruan tinggi untuk janin dalam kandunganku. Bahkan ia tlah menyiapkan kado special untuk calon bayi kami. Entahlah, aku pun tak tahu isi kado itu. Sempat kutanyakan, tapi tak pernah ada jawaban. Petanyaanku hanya dijawab dengan senyum yang mengembang. Hari yang ditunggu-tunggu pun mnetas. Proses persalinan berjalan alot karena posisi janinku tidak berda pada posisi seharusnya. Lebih dari lima jam rasa sakit menggerogotiku, sampai akhirnya bayi cantik kami lahir tepat di sepertiga malam, waktu biasa kami bermuhasabah kepada-Nya. Senyuman simpul suamiku meresap tepat di hatiku, binar-binar cinta melingkarkan harap di sudut matanya. Binar-binar itu semakin nampak tatkala ia tengah membisikkan adzan di telinga bayi kami. Ibu mertuaku tersenyum puas atas kehadiran cucu pertamanya, semua keluarga besar kami menyambut girang kehadiran malaikat kecil kami. Kebahagiaan kami serta merta tergores, ketika dokter memberitahukan bahwa ada kelainan pada jantung bayi kami. Kebahagiaan kami hancur sempurna ketika dokter menambahkan bahwa bayi kami tidak akan bertahan lama dengan kelainan yang dideritanya.

Dokter tidak mampu berbuat apa-apa karena bayi kami masih terlalu kecil untuk dilakukan operasi besar. Suasana berubah drastis, aku semakin lemah dan jatuh tak sadarkan diri. Sementara binar-binar cinta di sudut mata Mas Adnan berubah menjadi tangis air mata. Serta merta ia mendekap bayi cantik kami dan berbisik pelan. Ayah mencintaimu, ananda sayang Biarlah kado untukmu tersimpan hingga suatu saat nanti kita akan kembali dipertemukan dalam dekapan surga-Nya.

***

Anda mungkin juga menyukai