Anda di halaman 1dari 54

Laporan Kasus

LETAK SUNGSANG

Oleh

Hernita Indriyani I1A0040

Pembimbing dr. Samuel Tobing, Sp.OG(K)

BAGIAN/UPF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM / RSUD ULIN BANJARMASIN

Juni, 2010

BAB I PENDAHULUAN

Proses persalinan merupakan proses mekanik dimana janin didorong melalui suatu ruangan (pelvis) oleh tenaga (his) yang mempunyai fungsi membuka serviks dan mendorong janin keluar. Normalnya persalinan dilakukan secara pervaginam. Namun demikian pada kondisi tertentu kelahiran pervaginam ini sulit dilakukan. Kematian maternal dan neonatal merupakan masalah yang besar di negaranegara miskin dan berkembang. Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia tercatat sekitar 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini tergolong masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas.1 Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal merupakan indikator yang paling peka untuk menilai keberhasilan program kesehatan ibu dan anak.1 Malpresentasi dapat mengakibatkan timbulnya penyebab kematian perinatal termasuk diantaranya adalah kelainan presentasi bokong (letak sungsang), kejadian hipoksia dan trauma lahir pada perinatal sering ditemui pada kasus persalinan dengan malpresentasi yaitu pada presentasi bokong.2 Kematian perinatal langsung yang disebabkan karena persalinan presentasi bokong sebesar 4-5 kali dibanding presentasi kepala. Sebab kematian perinatal pada persalinan presentasi bokong yang terpenting adalah prematuritas dan penanganan persalinan yang kurang sempurna, dengan akibat hipoksia atau perdarahan di dalam

tengkorak. Trauma lahir pada presentasi bokong banyak dihubungkan dengan usaha untuk mempercepat persalinan dengan tindakan-tindakan untuk mengatasi macetnya persalinan. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi ; Complete breech (5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai bawah ekstensi ; Footling (10-30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi, presentasi kaki.1,2 Kehamilan dengan presentasi bokong merupakan kehamilan yang memiliki risiko. Hal ini dikaitkan dengan abnormalitas janin dan ibu. Frekuensi dari letak sungsang ditemukan kira-kira 4,4 % di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan dan 4,6 % di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kelainan letak presentasi bokong, diantaranya paritas ibu dan bentuk panggul ibu. Angka kejadian presentasi bokong jika dihubungkan dengan paritas ibu maka kejadian terbanyak adalah pada ibu dengan multigravida dibanding pada primigravida, sedangkan jika dihubungkan dengan panggul ibu maka angka kejadian presentasi bokong terbanyak adalah pada panggul sempit, dikarenakan fiksasi kepala janin yang tidak baik pada Pintu Atas Panggul 2-6 Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 31 tahun yang masuk kamar bersalin RSU Ulin dengan G2P1A0, hamil 38-39 minggu, inpartu kala I fase laten + Janin tunggal, hidup, intra uterin, presentasi bokong + taksiran berat janin 3150 gram.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri 2 Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni:1,4 Presentasi bokong (frank breech) (50-70%). Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong. Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech) ( 5-10%). Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki. Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete or footling) (10-30%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.

Gambar 1. Macam-macam presentasi bokong6 2. PREVALENSI Kejadian presentasi bokong ditemukan sekitar 3-4% dari seluruh persalinan tunggal.(1-3) Presentasi bokong adalah suatu keadaan pada letak janin memanjang dimana presentasi bokong dengan atau tanpa kaki merupakan bagian terendahnya. Angka kejadiannya adalah 3-4% dari seluruh kehamilan. 1,6 Beberapa peneliti lain seperti Greenhill melaporkan kejadian persalinan presentasi bokong sebanyak 4-4,5%.1 Di Parkland Hospital 3,5 persen dari 136.256 persalinan tunggal dari tahun 1990 sampai 1999 merupakan letak sungsang1 Sedangkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang sendiri pada tahun 20032007 didapatkan persalinan presentasi bokong sebesar 8,63%.4

Mortalitas perinatal : kematian perinatal 13 kali lebih tinggi daripada kematian perinatal pada presentasi kepala. Morbiditas perinatal : 5-7 kali lebih tinggi daripada presentasi kepala. Gambaran ini dipengaruhi usia kehamilan, berat janin dan jenis presentasi bokong. Sebab utama kematian perinatal pada presentasi bokong : hipoksia, trauma persalinan, prematuritas dan kelainan kongenital. Kelainan kongenital terdapat 6-18% pada presentasi bokong, dibandingkan 2-3% pada presentasi kepala. 1,6,7 Kejadian letak sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Letak sungsang pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu sebesar 25%, pada kehamilan 32 minggu 7% dan, 1- 3% pada kehamilan aterm. 7

3. PATOFISIOLOGI Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.4 Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan,

janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti itu. Sebagian dari mereka berada dalam posisi sungsang.4

4. ETIOLOGI Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah prematuritas, abnormalitas uterus (malformasi, fibroid), abnormalitas janin (malformasi CNS, massa pada leher, aneploid), overdistensi uterus (kehamilan ganda, polihidramnion), multipara dengan berkurangnya kekuatan otot uterus, dan obstruksi pelvis (plasenta previa, myoma, tumor pelvis lain). Fianu dan Vacclanova (1978) mendapatkan dengan pemeriksaan USG bahwa prevalensi letak sungsang tinggi pada implantasi plasenta pada cornufundal. 1 Lebih dari 50 % kasus tidak ditemukan faktor yang menyebabkan terjadinya letak sungsang. 1,4,6

5. TANDA DAN GEJALA Kehamilan dengan letak sungsang seringkali oleh ibu hamil dinyatakan bahwa kehamilannya terasa lain dari kehamilan sebelumnya, karena perut terasa penuh dibagian atas dan gerakan lebih hanyak dibagian bawah. Pada kehamilan pertama kalinya mungkin belum bisa dirasakan perbedaannya. Dapat ditelusuri dari riwayat kehamilan sebelumnya apakah ada yang sungsang.1-6 Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Leopold ditemukan bahwa Leopold I difundus akan teraba bagian yang keras dan bulat yakni kepala. Leopold II teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi lain. Leopold III-IV teraba bokong dibagian bawah uterus. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala.

Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada umbilicus.1,7 Pada pemeriksaan dalam pada kehamilan letak sungsang apabila didiagnosis dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat oleh karena dinding perut tebal, uterus berkontraksi atau air ketuban banyak. Setelah ketuban pecah dapat lebih jelas adanya bokong vang ditandai dengan adanya sakrum, kedua tuberositas iskii dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari vang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada persalinan lama, bokong mengalami edema sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan kedalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan, mulut dan tulang pipi akan membentuk segitiga, sedangkan anus dan tuberosis iskii membentuk garis lurus. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba disamping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempuma hanya teraba satu kaki disamping bokong. Informasi yang paling akurat berdasarkan lokasi sakrum dan prosesus untuk diagnosis posisi.1,7

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dilakukan jika masih ada keragu-raguan dari pemeriksaan luar dan dalam, sehingga harus di pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau MRI (Ma g n e t i c Re s o n a n c e Ima g i n g ) . Pemeriksaan ultrasonografik

diperlukan untuk konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik belum jelas, menentukan letak placenta, menemukan kemungkinan cacat bawaan. Pada foto rontgen (bila perlu) untuk menentukan posisi tungkai bawah, konfirmasi letak janin serta fleksi kepala, menentukan adanya kelainan bawaan anak.1,2,7

7. DIAGNOSIS Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan subyektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang telah dilakukan. Dari anamnesis didapatkan kalau ibu hamil akan merasakan perut terasa penuh dibagian atas dan gerakan anak lebih banyak dibagian bawah rahim. Dari riwayat kehamilan mungkin diketahui pernah melahirkan sungsang. Sedangkan dari pemeriksaan fisik Leopold akan ditemukan dari Leopold I ifundus akan teraba bagian bulat dan keras yakni kepala, Leopold II teraba punggung dan bagian kecil pada sisi samping perut ibu, Leopold III-IV teraba bokong di segmen bawah rahim. Dari pemeriksaan dalam akan teraba bokong atau dengan kaki disampingnya. Disini akan teraba os sakrum, kedua tuberosis iskii dan anus. Pemeriksaan penunjang juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis seperti ultrasonografik atau rontgen .1,2,7

8. DIAGNOSIS BANDING Kehamilan dengan letak sungsang dapat didiagnosis dengan kehamilan dengan letak muka. Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi Leopold 6 masih ditemukan kemiripan. Ini dibedakan dari pemeriksaan dalam yakni padaletak sungsang akan didapatkan jari yang dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot dan anus dengan tuberosis iskii sesuai garis lurus. Pada letak muka, jari masuk

mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa hambatan serta mulut dan tulang pipi membentuk segitiga. Sedangkan dengan USG atau rontgen sangatlah dapat dibedakan.1,7

9. PENATALAKSANAAN 1. Dalam Kehamilan Pada umur kehamilan 28-30 minggu ,mencari kausa daripada letak sungsang yakni dengan USG; seperti plasenta previa, kelainan kongenital, kehamilan ganda, kelainan uterus. Jlka tidak ada kelainan pada hasil USG, maka dilakukan knee chest position atau dengan versi luar (jika tidak ada kontraindikasi).1 Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan 34-38 minggu. Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu dilakukan karena kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah

minggu ke 38 versi luar sulit dilakukan karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang. Sebelum melakukan versi luar diagnosis letak janin harus pasti sedangkan denyut jantung janin harus dalam keadaan baik. Kontraindikasi untuk melakukan versi luar; panggul sempit, perdarahan

antepartum, hipertensi, hamil kembar, plasenta previa. 1,6,7

Gambar 2. Versi luar7

10

Keberhasilan versi luar 35-86 % (rata-rata 58 %). Peningkatan keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak lintang. Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).7 Tabel 1. Skor Bishop6

Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai >9. Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding perut, penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan, tetapi kerugiannya antara lain: narkosis harus dalam, lepasnya plasenta karena tidak merasakan sakit dan digunakannya tenaga yang berlebihan, sehingga penggunaan narkosis dihindari pada versi luar.7 2. Dalam Persalinan Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak ketekunan dan kesabaran dibandingkan dengan persalinan letak kepala. Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang menjadi indikasi seksio, seperti kesempitan panggul, plasenta previa atau adanya tumor dalam rongga panggul.7

11

Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sungsang, maka penatalaksanaan persalinan lebih waspada. Persalinan pada letak sungsang dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal (seksio sesaria). Pervaginam dilakukan jika tidak ada hambatan pada pembukaan dan penurunan bokong. Syarat persalinan pervaginam pada letak sungsang: bokong sempurna (complete) atau bokong murni (frank breech), pelvimetri, klinis yang adekuat, janin tidak terlalu besar, tidak ada riwayat seksio sesaria dengan indikasi CPD, kepala fleksi. 1,7 Mekanisme persalinan letak sungsang berlangsung melalui tiga tahap yaitu 1-7: Persalinan bokong a. Bokong masuk ke pintu atas panggul dalam posisi melintang atau miring. b. Setelah trokanter belakang mencapai dasar panggul, terjadi putaran paksi dalam sehingga trokanter depan berada di bawah simfisis. c. Penurunan bokong dengan trokanter belakangnya berlanjut, sehingga distansia bitrokanterika janin berada di pintu bawah panggul. d. Terjadi persalinan bokong, dengan trokanter depan sebagai hipomoklion. e. Setelah trokanter belakang lahir, terjadi fleksi lateral janin untuk persalinan trokanter depan, sehingga seluruh bokong janin lahir. f. Terjadi putar paksi luar, yang menempatkan punggung bayi ke arah perut ibu. g. Penurunan bokong berkelanjutan sampai kedua tungkai bawah lahir. Persalinan bahu a. Bahu janin memasuki pintu atas panggul dalam posisi melintang atau miring. b. Bahu belakang masuk dan turun sampai mencapai dasar panggul.

12

c. Terjadi putar paksi dalam yang menempatkan bahu depan dibawah simpisis dan bertindak sebagai hipomoklion. d. Bahu belakang lahir diikuti lengan dan tangan belakang. e. Penurunan dan persalinan bahu depan diikuti lengan dan tangan depan sehingga seluruh bahu janin lahir. f. Kepala janin masuk pintu atas panggul dengan posisi melintang atau miring. g. Bahu melakukan putaran paksi dalam. Persalinan kepala janin a. Kepala janin masuk pintu atas panggul dalam keadaan fleksi dengan posisi dagu berada dibagian posterior. b. Setelah dagu mencapai dasar panggul, dan kepala bagian belakang tertahan oleh simfisis kemudian terjadi putar paksi dalam dan menempatkan suboksiput sebagai hipomiklion. c. Persalinan kepala berturut-turut lahir: dagu, mulut, hidung, mata, dahi dan muka seluruhnya.9 d. Setelah muka, lahir badan bayi akan tergantung sehingga seluruh kepala bayi dapat lahir. e. Setelah bayi lahir dilakukan resusitasi sehingga jalan nafas bebas dari lendir dan mekoneum untuk memperlancar pernafasan. Perawatan tali pusat seperti biasa. Persalinan ini berlangsung tidak boleh lebih dari delapan menit.

13

Jenis-jenis persalinan sungsang: 1. Persalinan Pervaginam Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan pervaginam dibagi menjadi 3, yaitu: a) Persalinan spontan (spontaneous breech), janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara, Bracht. 8,9 b) Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery), janin dilahirkan sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong. c) Ekstraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga, penolong. 2. Persalinan perabdominam (seksio sesaria). Prosedur pertolongan persalinan spontan1,6,7 Tahapan : 1. Tahap pertama : fase lambat, yaitu mulai melahirkan bokong sampai pusat (skapula depan). 2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusat sampai lahirnya mulut. 3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir. Teknik : 1. Sebelum melakukan pimpinan persalinan penolong harus memperhatikan sekali lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan kelahiran.janin harus selalu disediakan cunam Piper.

14

2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berada didepan vulva. Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dan merangkul kedua pangkal paha. Pada saat bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikan 2-5 unit oksitosin intramuskuler. 3. Episiotomi dikerjakan saat bokong membuka vulva. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jani-jari lain memegang panggul. 4. Pada setiap his, ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan. Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke punggung ibu. Penolong hanya 13 mengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan, sehingga gerakan tersebut disesuaikan dengan gaya berat

badan janin. Bersamaan dengan dilakukannya hiferlordossis, seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uteri sesuai dengan sumbu panggul. Dengan gerakan hiperlordossis ini berturut-turut lahir pusar, perut, badan lengan, dagu, mulut dan akhirnya kepala.

Gambar 3.Hiperlordosis badan bayi (Bracht)8

15

5. Janin yang baru lahir segera diletakan diperut ibu. Bersihkan jalan nafas dan rawat tali pusat. Keuntungan : Dapat mengurangi terjadinya bahaya infeksi oleh karena tangan penolong tidak ikut masuk ke dalam jalan lahir. Dan juga cara ini yang paling mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin. Kerugian : Dapat mengalami kegagalan sehingga tidak semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin secara Bracht. Terutama terjadi peda keadaan panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku seperti pada primigravida, adanya lengan menjungkit atau menunjuk. Prosedur Manual Aid 8,9 Indikasi : Dilakukan jika pada persalinan dengan cara Bracht mengalami kegagalan, misalnya terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala. Dan memang dari awal sudah direncanakan untuk manual aid. Tahapan : 1. Tahap pertama :lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. 2. Tahap kedua : lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong. Cara/teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara : 8,9 a) Klasik (Deventer) b) Mueller

16

c) Lovset d) Bickenbach. 3. Tahap ketiga : lahirnya kepala, dapat dengan, cara a) Mauriceau (Veit-Smellie) b) Najouks c) Wigand Martin-Winckel d) Parague terbalik e) Cunam piper Tehnik : Tahap pertama persalinan secara bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua melahirkan bahu dan langan oleh penolong: 1. Cara klasik Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan belakang lebih dulu karena lengan belakang berada di ruang yang luas (sacrum), kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawah simpisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa kubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin. Untuk melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.

17

Gambar 4.Melahirkan bahu dan lengan (klasik/Deventer)8 Keuntungan cara klasik adalah pada umumnya dapat dilakukan pada semua persalinan letak sungsang tetapikerugiannya lengan janin relative tinggi didalam panggul sehingga jari manimbulkan infeksi.8,9 2. Cara Mueller8,9 Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan bahu dan lengan depan lebih dulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang. Bokong janin dipegang dengan femuropelvik yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada krisat iliaka dan jari-jari lain mencengkram bagian depan. Kemudian badan ditarik ke curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di bawah simpisis dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya. Setelah bahu depan dan lengan lahir, tarik badan janin ke atas sampai bahu belakang lahir. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi infeksi. penolong harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat

18

Gambar 5.Melahirkan bahu dan lengan (Mueller)8 3. Cara lovset Prinsip melahirkan persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di belakang akhirnya lahir dibawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.

Gambar 6. Melahirkan bahu (Loevset)8 Keuntungannya yaitu sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada semua letak sungsang, minimal bahay infeksi. Cara lovset tidak dianjurkan dilakukan pada sungsang dengan primigravida, janin besar, panggul sempit. 4. Cara Bickhenbach Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan cara klasik. 1,7-9 Tahap ketiga : melahirkan kepala yang menyusul (after coming head)

19

1. Cara Mauriceau Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari keempat mencengkeram fossa kanina, sedang jari lain mencengkeram leher. Badan anak diletakkan diatas lengan bawah penolong seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ketiga penolong yang lain mencengkeram leher janin dari punggung. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten Melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Bila suboksiput tampak dibawah simpisis, kepala dielevasi keatas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahirnya seluruh kepala janin.

Gambar 7. Melairkan kepala (Mauriceau-Veit-Smeille)8 2. Cara Naujoks Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong tidak dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong yang mencengkeram leher janin menarik bahu curam kebawah dan bersamaan dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara ini tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.

20

3. Cara Prague Terbalik Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang dekat sacrum dan muka janin menghadap simpisis. Satu tangan penolong mencengkeram leher dari bawah dan punggung janin diletakkan pada telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain memegang kedua pergelangan kaki, kemudian ditarik keatas bersamaan dengan tarikan pada bahu janin sehingga perut janin mendekati perut ibu. Dengan laring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat dilahirkan.

Gambar 8.Melahirkan kepala (Prague terbalik)8 4. Cara Cunam Piper Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki dan kedua lengan janin diletakkan dipunggung janin. Kemudian badan janin dielevasi ke atas sehingga punggung janin mendekati punggung ibu. Pemasangan cunam piper sama prinsipnya dengan pemasangan pada letak belakang kepala. Hanya saja cunam dimasukkan dari arah bawah sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah oksiput tampak dibawah simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.

21

Gambar 9. Melahirkan kepala (cunam piper)8 Prosedur Ekstraksi Sungsang7,8,9 1. Teknik ekstraksi kaki Tangan dimasukkan ke dalam jalan lahir mencari kaki depan dengan menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut,kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi. Tangan yang diluar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki bawah fleksi pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut. Kedua tangan memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah sampai pangkal paha lahir. Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke bawah trokhanter depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi keatas sehingga trokhanter belakang lahir dan bokong pun lahir. Setelah bokong lahir maka untuk melahirkan janin selanjutnya dipakai teknik pegangan femuro-pelviks, badan janin ditarik curam kebawah sampai pusat lahir. Selanjutnya untuk melahirkan badan janin yang lainnya dilakukan cara persalinan yang sama seperti pada manual aid. 2. Teknik ekstraksi bokong Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong sudah berada di dasar panggul sehingga sukar menurunkan kaki. Jari telunjuk tangan penolongyang

22

searah bagian kecil janin dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk ini pelipatan paha dikait dan ditarik curam kebawah, sehingga trokhanter tampak dibawah simpisis, maka jari telunjuk penolong yang lain segera mengait pelipatan paha ditarik curam kebawah sampai bokong lahir. Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks kemudian janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid. Prosedur Persalinan Sungsang Perabdominam Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan yang terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak sungsang pervaginam memberi trauma yang sangat berarti bagi janin. Namun hal ini tidak berarti bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan perabdominam. Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila: 1. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya (disproporsi feto pelvic atau skor Zachtuchni Andros 3).1-7,9 Skor Zachtuchni Andros

Arti nilai: 3 : persalinan perabdominam 4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin, bila nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam. >5 : dilahirkan pervaginam. 2. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.

23

3. Didapatkan distosia 4. Umur kehamilan:19 Prematur (EFBW=2000 gram) Post date (umur kehamilan 42 minggu) 5. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan) Riwayat persalinan yang lalu: riwayat persalinan buruk, nilai social janin tinggi. 6. Komplikasi kehamilan dan persalinan: Hipertensi dalam persalinan Ketuban pecah dini Kriteria persalinan Pervaginam pada presentasi bokong:6,7,8 1. 2. 3. 4. 5. Presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki Tafsiran berat janin pada primi : < 3500g, pada multigravida <4000g Panggul luas Zatuchni Andros > 4 Plasenta tidak dibawah

Kriteria section cesarean pada bokong:6,7,8 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Panggul sempit, DKP Janin besar Preterm sudah inpartu Ketuban pecah > 12 Jam Zatuchni Andros <4 Cacat rahim (bekas SC) Tafsiran berat janin pada primi > 3500g, pada multi >4000g

24

8. 9.

Plasenta previa Presentasi lutut/kaki

10. Kepala dalam posisi hiperekstensi 11. IUGR 10. KOMPLIKASI Komplikasi persalinan letak sungsang antara lain 1,7,9: 1. Dari faktor ibu: Perdarahan oleh karena trauma jalan lahir atonia uteri, sisa placenta. Infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritits) Trauma persalinan seperti trauma jalan lahir, simfidiolisis. 2. Dari faktor bayi: Perdarahan seperti perdarahan intracranial, edema intracranial, perdarahan alat-alat vital intra-abdominal. Infeksi karena manipulasi Trauma persalinan seperti dislokasi/fraktur ektremitas, persendian

leher,rupture alat-alat vital intraabdominal, kerusakan pleksus brachialis dan fasialis, kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma langsung alat-alat vital (mata, telinga, mulut), asfiksisa sampai lahir mati. 11. PROGNOSIS Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila dibandingkan dengan letak kepala. Di RS Karjadi Semarang, RS Umum Dr. Pringadi Medan dan RS Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian perinatal masing-

25

masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%. Eastmen melaporkan angka kematian perinatal antara 12-14%. Sebab kematian perinatal yang terpenting akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu kepala memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat menyebabkan lepasnya placenta sebelum kepala lahir. Kelahiran kepala janin yang lebih lama dari 8 menit umbilicus dilahirkan akan membahayakan kehidupan janin.1,5-7 Selain itu bila janin berbafas sebelum hidung dan mulut lahir dapat membahayakan karena mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan nafas. Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat menumbung, hal ini sering Dijumpai pada presentasi bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak sempurna , tetapi jarang dijumpai pada presentasi bokong.5,7

12. GAWAT JANIN 1. Definisi Gawat janin adalah keadaan / reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (hipoksia). Hipoksia adalah suatu keadaan terjadinya kekurangan oksigen didalam jaringan. Hipoksia janin terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan oksigen dan dalam menghilangkan karbondioksida. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.10,11 Dari banyak penelitian didapatkan bahwa sebagian besar mortalitas janin terutama disebabkan oleh keadaan hipoksia intraurine, sepertiga terjadi dalam periode intrapartum. Neonatus yang pernah mengalami asfiksia dalam kehidupan selanjutnya

26

dapat terancam oleh gangguan akibat efek neurology. Data di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) didapatkan 81,6% kematian perinatal berasal dari ibu-ibu dengan resiko tinggi yang meliputi 30% kasus yang datang di bagian kebidanan RSCM. Mortalitas perinatal terutamadisebabkan oleh keadaan hipoksia intrauterine (60% faktor kontribusi kematianperinatal), berat badan lahir rendah dan cacat bawaan (10%-20%).12 Faktor resiko hipoksia janin intrauterin diantaranya adalah: hipertensi dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, solusio plasenta, postmaturitas,

malpresentasi termasuk vasa previa. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan hipoksia janin, diantaranya adalah : gangguan aliran darah dalam tali pusat, penggunaan obatobat anestesia/analgetika pada ibu, gangguan his (hipertoni dan tetani), hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, misalnya pada plasenta previa.11 2. Deteksi Dini Hipoksia Janin Intrauterin Ada banyak cara untuk dapat mendeteksi adanya hipoksia janin intrauterin baik secara sederhana maupun dengan menggunakan alat bantu yang lebih canggih. Cara sederhana yaitu dengan perkiraan berat janin dan penentuan tinggi fundus uteri dibandingkan dengan usia kehamilan, auskultasi denyut jantung janin (normal 120 160 dpm), pengamatan gerakan janin (minimal 10 gerakan dalam 12 jam atau 2 gerakan dalam 4 jam), pengamatan cairan amnion.11,13 Dengan kemajuan teknologi, keadaan hipoksia pada janin dapat dideteksi lebih dini yaitu dengan menggunakan kardiotokografi, velosimetri Doppler arteriumbilikalis, pemeriksaan pH darah janin, biofisik profil dan juga oksimetri

27

denyut janin (fetal pulse oximetry). A. Kardiotokografi (CTG) Kardiotokografi merupakan pemeriksaan denyut jantung janin dan perubahanperubahannya yang terjadi akibat adanya aktivitas uterus dan /atau gerakan janin selama masa kehamilan dan persalinan.14 1. Penilaian denyut jantung janin a. Frekuensi dasar denyut jantung janin Gambaran denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada dua macam, yaitu : Denyut jantung janin basal (basal fetal heart rate), yakni frekuensi dasar (baseline rate) dan variabilitas (variability) denyut jantung janin saat uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi). Perubahan periodik (reactivity), merupakan perubahan denyut jantung janin yang terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi uterus. Untuk menentukan frekuensi denyut jantung janin basal dilakukan selama 10 menit.15-18

Tabel 1. Frekuensi denyut jantung janin18 Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin yang ringan (kronik). Biasanya gambaran takikardi tidak berdiri sendiri. Bila takikardi disertai gambaran

28

vaiabilitas denyut jantung janin yang masih normal biasanya janin masih dalam kondisi baik. 15-16,19-20 Bradikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin yang berat (akut). Gambaran bradikardi ini pun biasanya tidak berdiri sendiri, sering disertai dengan gejala yang lain. Bila bradikardia antara 100-120 disertai dengan variabilitas yang masih normal biasanya menunjukkan keadaan hipoksia. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat lagi, akan terjadi penurunan frekuensi yang makin rendah (<100 dpm) disertai dengan perubahan variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang abnormal). 15-16,19-20 b. Variabilitas denyut jantung janin Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang tak teratur, yang tampak pada rekaman denyut jantung janin. Variabilitas denyut jantung janin diduga terjadi akibat keseimbangan interaksi dari sistem simpatis (kardioselektor) dan parasimpatis (kardiodeselerator).Akan tetapi ada pendapat lain mengatakan bahwa variabilitas terjadi akibat rangsangan di daerah kortek otak besar (serebri) yang diteruskan ke pusat pengatur denyut jantung di bagian batang otak dengan perantaraan n.vagus. 21-24 Pada keadaan hipoksia otak, terjadi gangguan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi otak, dalam rekaman

kardiotokografi akan tampak adanya perubahan variabilitas yang makin lama akan makin rendah sampai menghilang (bila janin tidak mampu lagi mempertahankan mekanisme hemodinamik diatas). 15-20

29

Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam penilaian kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak, maka akan terjadi perubahan variabilitas jangka panjang, tergantung derajat hipoksianya. Sebaliknya bila gambaran ini masih normal biasanya janin belum terkena dampak dari hipoksia tersebut.24-25

Gambar 1. Pengaruh sistem saraf otonom pada denyut jantung. Dikutip dari Kean 25 c. Perubahan periodik denyut jantung janin Bila terjadi peningkatan frekuensi yang berlangsung cepat (> 1-2 menit) disebut suatu akselerasi (acceleration). Peningkatan denyut jantung janin pada keadaan akselerasi ini paling sedikit 15 dpm diatas frekuensi dasar dalam waktu 15 detik. Bila terjadi penurunan frekuensi yang disebut deselerasi (deceleration).15-21 Akselerasi Merupakan respon simpatis, dimana terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung janin, suatu respon fisiologik yang baik (reaktif). Ciri-ciri akselerasi yang normal adalah dengan amplitudo > 15 dpm dari gambaran denyut jantung, lamanya sekitar 15 detik dan terjadi paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20 menit. 15-21 berlangsung cepat (< 1-2 menit)

30

Deselerasi Deselerasi denyut jantung janin adalah penurunan frekuensi denyut jantung janin secara periodik berhubungan dengan adanya kontraksi uterus (uniform) atau yang tidak berhubungan dengan kontraksi uterus (non-uniform). 1. Deselerasi dini (Early deceleration) Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal/fisiologis dimana terjadi kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi saat ini disebabkan oleh penekanan kepala janin oleh jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan merangsang reflek vagus. Deselerasi dini ditandai dengan: penurunan amplitudo tidak lebih dari 20 dpm, lamanya deselerasi < 90 detik, frekuensi dasar dan variabilitas masih normal, timbul dan menghilangnya bersamaan/sesuai dengan kontraksi uterus.15-22 2. Deselerasi variabel (Variable deceleration) Deselerasi variabel ditandai dengan gambaran deselerasi yang bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya, amplitudo dan bentuknya. Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pra deselerasi) atau sesudah (akselerasi pasca deselerasi) terjadinya deselerasi. Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty yaitu deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih dibawah frekuensi dasar denyut jantung janin dan lamanya deselerasi lebih dari 60 detik. Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering atau deselerasi variabel yang memanjang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang berlanjut. Deselerasi variabel ini terjadi akibat penekanan tali pusat pada masa hamil

31

atau kala I. Penekanan tali pusat ini dapat terjadi karena lilitan tali pusat, tali pusat menumbung atau jumlah air ketuban berkurang

(oligohidramnion). Selama variabilitas denyut jantung janin masih baik, biasanya janin tidak mengalami hipoksia yang berarti. 15,16,20,21 3. Deselerasi lambat Deselerasi lambat ditandai dengan waktu timbulnya sekitar 20 30 detik setelah kontraksi uterus dimulai, berakhirnya sekitar 20 30 detik setelah kontraksi uterus menghilang, lamanya kurang dari 90 detik, timbulnya berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas kontraksi uterus, frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi ringan, tetapi pada keadaan hipokia yang berat bisa terjadi bradikardi. Deselerasi lambat dapat terjadi pada beberapa keadaan yang pada dasarnya semua bersifat patologis. Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebabkan janin mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai cadangan O2 yang mencukupi dan masih mampu mengadakan kompensasi keadaan tersebut maka tidak tampak adanya gangguan pada gambaran kardiotokografi selama tidak ada stress yang lain.15-17

Gambar 2. Deselerasi denyut jantung janinDikutip dari Kean L25

32

2. Non Stress Test (NST) Freeman (1975) serta Lee dkk (1975) memperkenalkan uji nonstress untuk menjelaskan akselerasi denyut jantung janin dalam respons terhadap gerakan janin sebagai salah satu penanda kesehatan janin.15 Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantungjanin dalam hubungannya dengan gerakan/aktivitas janin. Adapun penilaian NST dilakukan terhadap frekuensi dasar denyut jantung janin (baseline), variabilitas dan timbulnya akselerasi yang sesuai dengan gerakan/aktivitas janin. Interpretasinya :15-20 1. Reaktif yaitu bila : a. terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam 20 menit pemeriksaan yang disertai adanya akselerasi paling sedikit 10 15 dpm b. frekuensi dasar Djj diluar gerakan janin antara 120 - 160 dpm c. variabilitas denyut jantung janin antara 6 25 dpm 2. Non Reaktif a. tidak didapatkan gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak ditemukan adanya akselerasi pada setiap gerakan janin b. variabilitas denyut jantung janin mungkin masih normal atau berkurang sampai menghilang. 3. Hasil pemeriksaan NST disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif) apabila ditemukan : a. Bradikardi b. Deselerasi 40 atau lebih dibawah (baseline) atau denyut jantung janin mencapai 90 dpm, yang lamanya 60 detik atau lebih.

33

Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik sampai 1 minggu kemudian sehingga pemeriksaan ulang 1 minggu kemudian. Namun bila terdapat faktor resiko seperti hipertensi, diabetes melitus, perdarahan atau oligohidramnion hasil NST yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan tetap baik sampai 1 minggu kemudian. Hasil pada pemeriksaan yang meragukan hendaknya dilakukan pemeriksaan ulang 24 jam atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST.7,13 3. Contraction Stress Test (CST) Pemeriksaan CST dimaksudkan untuk menilai gambaran denyut jantung janin dalam hubungannya dengan kontraksi uterus. Interpretasi CST : 1. Negatif : Frekuensi dasar denyut jantung janin normal Variabilitas denyut jantung janin normal Tidak didapatkan adanya deselerasi lambat Mungkin ditemukan akselerasi atau deselerasi dini 2. Positif : Terdapat deselerasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50% dari jumlah kontraksi Terdapat deselerasi lambat yang berulang, meskipun kontraksi tidak adekuat Variabilitas denyut jantung janin berkurang atau menghilang 3. Mencurigakan : Terdapat deselerasi lambat yang kurang dari 50% dari jumlah kontraksi Terdapat deselerasi variabel

34

Frekuensi dasar denyut jantung janin abnormal. Bila hasil CST yang mencurigakan, maka pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam. 4. Tidak memuaskan (unsatisfactory) Hasil rekaman tidak representatif misalnya oleh karena ibu gemuk, gelisah atau gerakan janin berlebihan Tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat. Dalam keadaan ini pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam 5. Hiperstimulasi Kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit Kontraksi uterus lamanya lebih dari 90 detik (tetania uteri) Seringkali terjadi deselerasi lambat atau bradikardi.14-17 Dalam keadaan ini, harus waspada kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang berlanjut sehingga bukan tidak mungkin terjadi asfiksia janin. Hal yang perlu dilakukan adalah segera menghentikan pemeriksaan dan berikan obat-obat penghalang kontraksi uterus(tokolitik), diberikan oksigen pada ibu dan tidur miring untuk memperbaiki sirkulasi utero-plasenta.14-17 Hasil CST yang negatif menggambarkan keadaan janin yang masih baik sampai 1 minggu kemudian (spesifitas 99%). Sedangkan hasil CST yang positif biasanya disertai outcome perinatal yang tidak baik dengan nilai prediksi positif 50%, kontra indikasi pada pemeriksaan CST :14-16 1. Absolut : resiko ruptur uteri, perdarahan antepartum, tali pusat terkemuka 2. Relatif : ketuban pecah prematur, kehamilan kurang bulan, kehamilan ganda, inkompetensia servik, disproporsi sefalo-pelvik.

35

B. Velosimetri Doppler arteri umbilikalis C. Pemeriksaan pH darah janin D. Profil Biofisik E. Oksimetri denyut janin (Fetal pulse oximetry) 3. Resusitasi Intrauterin Apabila ditemukan bukti klinis terjadinya hipoksia pada janin, maka resusitasi intrauterin perlu dilakukan. Bila kriteria pengamatan janin secaraelektronik disebut tidak meyakinkan, perlu dilakukan upaya pemeriksaan yang lebih spesifik atau segera dilakukan resusitasi intrauterin.26 Menurut ACOG tahun 1995 kriteria tersebut adalah bila didapatkan satu atau lebih gambaran sebagai berikut: 26 DJJ basal 100 110 x/menit tanpa akselerasi DJJ basal < 100 dengan akselerasi
Peningkatan variabilitas: > 25 x/menit selama > 30 menit

Deselerasi lambat (sedikitnya 1 dalam 30 menit)


Variabilitas berkurang: < 5x/menit selama > 30 menit

Deselerasi lambat persisten (>50% kontraksi) selama > 15 menit Takikardia > 160x/menit dengan variabilitas jangka panjang < 5x/menit
Saturasi oksigen janin < 30% bila diukur menggunakan oksimetri denyut

Pada keadaan gawat janin, persalinan harus segera diakhiri. Sambil menunggu tindakan yang sesuai dalam melahirkan janin, maka hendaknya dilakukan resusitasi intrauterin. Langkah-langkah resusitasi intrauterin secara umum dimaksudkan untuk membuat kondisi janin menjadi stabil dalam waktu sesingkat mungkin agar

36

kehamilan dapat berjalan terus atau setidaknya kehamilan tersebut dapat dikontrol dan persalinan yang aman dapat dilakukanpada keadaan yang tidak gawat darurat. 26 Beberapa teknik resusitasi intrauterin diantaranya adalah : 26 1. Memperbaiki sirkulasi darah di dalam rahim Deselerasi lambat biasanya berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah intervili. Tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan ini diantaranya : a. Posisi ibu : Semua pasien dengan dugaan gawat janin harus dibaringkan pada posisi miring. b. Pemberian cairan: Tidak jarang wanita dalam persalinan kurang intake per oral dalam waktu lama. Keadaan ini mengakibatkan kekurangan cairan tubuhsecara total. Walaupun demikian keadaan pasien masih dapat dalam keadaan baik, nadi dan tekanan darah stabil. Stabilnya fungsi alatvital ibu ini mungkin dengan mengorbankan sirkulasi darah arteri uterina yang mengakibatkan gangguan sirkulasi janin. Bila ada tanda-tanda gawat janin, ibu perlu diberi cairan melalui infus. Bila infus sudah diberikan, perlu tetesan dipercepat. Pada janin dengan gambaran deselerasi lambat perlu diberi cairan substitusi seperti Ringer Laktat atau NaCl fisiologis untuk mengganti cairan intravaskuler yang hilang. Kadangkadang cara ini dapat membantu memperbaiki sirkulasi uteroplasenter. c. Relaksasi rahim: Bila sedang dalam pemberian oksitosin drip, tindakannya adalah hentikan oksitosin drip, kemudian beri obat-obat tokolitik seperti : Ritodrin intravena atau terbutalin subkutan. Dengan mengurangi atau menghilangkan stress yang mungkin ditimbulkan oleh kontraksi rahim,

37

diharapkan janin akan kembali ke keadaan normal. Kadangkadang frekuensi kontraksi rahim terlalu banyak (lebih dari 5 kali kontraksi per 10 menit) sehingga sedikit waktu untuk janin mendapatkan oksigen dari sirkulasi uteroplasenter. 2. Memperbaiki sirkulasi darah tali pusat Untuk memperbaiki deselerasi variabel yang berat perlu dikerjakan seluruh tindakan resusitasi pada kasus seperti gangguan sirkulasi darah uterus. Perlu perhatian khusus pada masalah: 1. Posisi ibu : Merubah posisi ibu dari tidur miring menjadi posisi Trendelenburg atau knee-chest 2. Posisi kepala janin : Bila sudah terjadi prolaps tali pusat, dapat diperbaiki dengan menekan kepala janin agar tidak menekan tali pusat, sampai saat operasi dilakukan. Beberapa kepustakaan tidak menganjurkannya, dengan alasan karena tali pusat dan kepala itu licin sehingga hasilnya diragukan dan tidak etis. 3. Memperbaiki oksigenasi janin Meningkatkan oksigen yang dihisap ibu akan meningkatkan sedikit tekanan O2 darah janin. Mungkin hal ini menguntungkan bagi janinkarena dengan sedikit peningkatan oksigen akan menghasilkan kadar oksigen darah janin yang relatif tinggi karena daya afinitas darah janin tinggi terhadap oksigen. 4. Memberikan infus cairan amnion Dengan memberikan infus cairan melalui kanalis servikalis akan mengembangkan rongga rahim, dan akan mengurangi kompresi rahim terhadap tali pusat. 26

38

Hasil resusitasi intrauterin dinilai berdasarkan perubahan-perubahan atas parameter yang sebelumnya dipakai untuk memutuskan dilakukannya resusitasi intrauterin. Belum ada kesepakatan mengenai berapa lama resusitasi intrauterin dapat dilakukan, tetapi pada kasus-kasus gawat janin sebaiknyawaktu antara ditegakkannya diagnosis gawat janin hingga dilakukannya operasi (decision to incision time) tidak melebihi 30 menit.26
Tabel 2. Beberapa macam tindakan untuk meningkatkan oksigenasi janin menurut est

dkk, 1993 dan Flake & Harrison, 199426

39

BAB III LAPORAN KASUS

Identitas Nama Umur Agama Suku Pekerjaan Alamat MRS tanggal Anamnesa Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa tanggal 03-06-2010 pukul 02.30 WITA. 1. Keluhan utama : Ingin melahirkan 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Os merasa mules-mules sejak tanggal 02-06-2010 pukul 16.00 WITA, disertai keluar air-air dan lendir serta darah. Pukul 17.00 WITA diperiksa bidan dan dikatakan sudah pembukaan 1 sentimeter. Ibu rajin ANC ke dokter/poliklinik RS 1 bulan sekali. Saat hamil ibu tidak pernah menderita tekanan darah tinggi, pandangan mata kabur, kaki bengkak maupun kejang. Ibu sering USG dan hasil USG terakhir dikatakan letak janin sungsang. Ibu : Ny. Jamilah : 31 tahun : Islam : Banjar : PNS Nama suami : Tn. Abd.Gafur Umur Agama Suku Pekerjaan : 35 tahun : Islam : Banjar : PNS

: Jl. Cempaka Putih Ujung No.72 Banjarmasin : 03 06 2010 (Pukul 02.30 Wita)

40

merasa terasa penuh pada perut bagian atas dan mulai merasa gerak janin pada hamil 20 minggu dan lebih terasa di perut bagian bawah. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Os mengaku tidak pernah menderita darah tinggi, asma maupun kencing manis. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Os mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita tekanan darah tinggi, kencing manis maupun asma. 5. Riwayat Haid Menarche umur 12 tahun, siklus haid 28 hari, teratur, lama 7 hari, tidak ada keluhan selama haid, HPHT 14-09-2009. 7. Riwayat Perkawinan: Os menikah 1 kali dan sudah 5 tahun lamanya. 8. Riwayat Obstetri: G2P1A0 2005/laki-laki/2500 gr/Spontan BK/RS Ulin/hidup 2010/saat ini Pemeriksaan A. Pemeriksaan Fisik Umum 1. Keadaan umum 2. Kesadaran : Tampak sakit ringan : Kompos mentis

41

3. Tanda Vital Tensi Nadi Suhu Pernapasan BB : 52 kg 4. Kepala dan leher Kepala Mata : Bentuk normal : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, palpebrae tidak edem, pupil isokor, refleks cahaya +/+. Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga, tidak ada ganguan pendengaran. Hidung : Bentuk normal, tidak tampak defiasi septum, tidak ada sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping hidung. Mulut : Bibir dan mukosa tidak anemis, perdarahan gusi tidak ada, tidak ada trismus, tidak ada pembesaran atau radang pada tonsil, lidah tidak ada kelainan, tidak ada gigi palsu. Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid, tidak ada pembesaran JVP. 5. Thoraks Paru Inspeksi : bentuk normal, gerakan simetris dan ICS tidak melebar. :100/70 mmHg : 84 x/menit : 36,5 oC : 24 x/menit TB: 157 cm

42

Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi

: fremitus raba +/+ simetris, tidak ada nyeri tekan. : sonor +/+, tidak ada nyeri ketuk. : Vesikuler, tidak ada ronkhi atau wheezing.

: iktus kordis tidak tampak : tidak teraba thrill. : batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II LPS kanan.

Auskultasi 6. Abdomen

: S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada. : Lihat Status Obstetri

7. Ekstremitas atas dan bawah : Atas Bawah B. Pemeriksaan Obstetri : 1. Inspeksi : Perut tampak membuncit asimetris 2. Palpasi : Leopold I : fundus uteri teraba 3 jari di bawah processus xyphoideus (TFU = 29 cm), teraba bundar keras dan melenting Leopold II : memanjang, punggung kanan. Leopold III : presentasi bokong Leopold IV : sudah masuk PAP His TBJ : 3x/10/30 : 2635 gram : Edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-). : Edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-).

43

3. Auskultasi

: DJJ 156 x/menit.Terdengar di atas perut sebelah kanan pusat.

4. Pemeriksaan Dalam : Vaginal Touche : portio teraba tebal, arah posterior, ketuban (+), pembukaan 2 sentimeter, konsistensi tebal lunak bagian terbawah bokong di Hodge I dan penunjuk sacrum kanan depan Kesan Panggul : luas

C. Pemeriksaan Penunjang Hb Sahli 11 gr %. Laboratorium 3 Juni 2010 Pemeriksaan Hb RBC (juta/mm3) WBC (/mm3) HCT (%) PLT ( /mm3) MCV MCH MCHC Hitung jenis Neutrofil % Monosit % Neutrofil # Monosit # PT/APTT PT APTT
3-6-2010

12,5 3,98 juta 11.600 35 225.000 87,3 31,4 33,5 79,6 16,2 9,20 2,00 14,7 30,2

IV. Diagnosa
G2P1A0, hamil 38-39 minggu, inpartu kala I fase laten + Janin tunggal, hidup, intra uterin, presentasi bokong + taksiran berat janin 2635 gram

44

V. Penatalaksanaan IVFD RL Cek CTG Observasi DJJ, HIS, kemajuan persalinan Pro spontan Breech

VI. Hasil CTG (Cardiotokografi) Variabel deselerasi berulang sampai dengan 105 kali per menit pukul 10.30 wita VI. Laporan SC Diagnosa Pre operasi : G2P1A0, hamil 37-38 minggu, inpartu kala I fase laten + Janin tunggal, hidup, intra uterin, presentasi bokong + taksiran berat janin 3150 gram +fetal distress Macam Operasi Tanggal operasi Jenis Anestesi Operator Laporan Operasi : Informed concent, pasang infuse dan berikan antibiotik profilaksis Pasien terlentang diatas meja operasi, dan disiapkan untuk anestesi spinal Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan pandang dipersempit dengan kain duk steril. Pada dinding perut dilakukan insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di bawah umbilicus lapis demi lapis sehingga cavum peritoneum terbuka. : LSCS : 03 Januari 2010 (Pukul 11.00 s/d 12.15 WITA) : Spinal Anestesi : dr. Wisnu (residen)

45

Dibuat bladder flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung kemih (plica vesica uterine) didepan segmen bawah rahim secara melintang. Plica vesicouterina disisihkan secara tumpul kearah samping dan bawah. Kandung kemih yang telah disisihkan ke arah bawah dan samping dilindungi dengan speculum kandung kemih.

Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim 1 sentimeter dibawah irisan plica vesicouterina tadi secaraa tajam dengan pisau bedah + 2 sentimeter, kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator.

Setelah cavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan dengan mengekstraksi bokongnya.

Lahir bayi perempuan, tidak segera menangis, AS 4-6-7, BB 2400 gram, PB 49 cm, anus (+), kelainan congenital (-).

Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua pahanya, tali pusat dijepit dan dipotong. Plasenta dilahirkan secara manual.

Luka insisi segmen bawah rahim dijahit 2 lapis. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa di eksplorasi. Dilakukan retroperitonealisasi dan perdarahan dirawat Pencucian cavum abdomen dengan NaCl 0,9 % Luka operasi dijahit lapis demi lapis Operasi selesai : P2A0 post SC a.i letak sungsang dengan presentasi bokong + fetal distress

Diagnosa Post Op

46

Terapi post operasi o IVFD RL : D5% = 2 : 2 o Injeksi vitamin C 3 x1 ampul (IV) o Injeksi Cefotaxim 3 x 1 gram (IV) o Injeksi Alinamin F 3 x 1 ampul (IV) o Injeksi Antrain 3x1 ampul (IV)

VII. Observasi Post Operasi Jam 13.15 13.30 TD (mmHG) 100/70 100/80 Nadi (x/) 80 72 RR (x/) 16 20 T (oC) 36,1 35,2 Urine (cc) 100 150

VIII. Follow Up Perawatan dari tanggal 03 Juni 2010


Tgl 4 5 6 7 8

10

SOAP Subjektif Nyeri Perdarahan Mobilisasi

Juni 2010

< < -

< < duduk

< < duduk

< berdiri

Objektif TD (mmHg) Nadi (x/menit) RR (x/menit) Temperatur (oC) 100/80 72 20 35,2 100/70 80 18 36.1 110/70 82 18 36,0 110/80 78 20 36,3 100/70 82 18 36,2

Assesment

P2A0 Post SC a/i letak sungsang dengan presentasi bokong + fetal distress

Penatalaksanaan IVFD Rl:D5% = 2:2 Inj. Cefotaxim 3 x 1 (IV) Injeksi Alinamin F 3 x 1 + + + + + + + +

Obat oral

47

ampul (IV) Injeksi vitamin C 3x1 amp (IV) Injeksi Antrain 3 x 1 ampul (IV)

+ -

48

BAB IV DISKUSI

Pada kasus ini, jika dilihat dari definisi merupakan kehamilan dengan letak sungsang, dimana keadaan janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong dibagian bawah kavum uteri. Dalam penegakan diagnosis pada kasus ini juga didukung pemeriksaan USG untuk konfirmasi terhadap presentasi bagian janin yang terdapat di bagian terbawah rahim. Sesuai dengan teori yang ada bahwa diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan subyektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang telah dilakukan. Dari anamnesis didapatkan kalau ibu hamil akan merasakan perut terasa penuh dibagian atas dan gerakan anak lebih banyak di bagian bawah rahim. Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Leopold ditemukan bahwa Leopold I difundus akan teraba bagian yang keras dan bulat yakni kepala. Leopold II teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi lain. Leopold III-IV teraba bokong dibagian bawah uterus. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada

umbilikus. Dalam hal ini, setelah pemeriksaan abdomen dilakukan ternyata hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada. Pada kasus ini, pemeriksaan dalam menguatkan diagnosis letak sungsang yaitu dengan terabanya bokong sebagai bagian terbawah demikian juga

denominatornya dicapai sacrum kanan depan . Pada kasus ini kulit ketuban masih utuh.

49

Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan kedalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan, mulut dan tulang pipi akan membentuk segitiga, sedangkan anus dan tuberosis iskii membentuk garis lurus. Dalam kasus ini sudah ada tanda-tanda persalinan. Hal ini menandakan bahwa janin yang berada dalam kandungan penderita tidak dapat lagi dilakukan versi luar untuk memutar posisi janin selain itu setelah minggu ke 38 versi luar sulit dilakukan karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang. Dari hasil pemeriksaan fisik dan evaluasi awal pada penderita ini didapatkan hal-hal sebagai berikut: 1. Persentasi bokong murni 2. Perkiraan berat janin yang masih dalam batas normal (2635 g) 3. Tidak ada kelainan letak pada tali pusat 4. Tidak ada riwayat seksio sesaria 5. Dari pengukuran dengan ZA skor didapatkan skor = 4 (setelah dievaluasi 5) ZA skore = 4evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin, bila nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam. o Paritas: (multi) = 1 o Pernah letak sungsang: (tidak) = 0 o TBJ : (< 3176 g) = 2 o Usia Kehamilan: (38 mgg) = 1 o Stasion ( < -3) = 0

50

o Pembukaan serviks (2 cm) = 0 6. Penderita tidak ada riwayat obstetric yang buruk 7. His yang adekuat yaitu 3x/10 menit dengan durasi selama 30 detik 8. Denyut jantung janin yang baik yaitu 156 x/menit (regular) 9. Ditunggu kemajuan persalinan Dengan adanya tanda-tanda diatas, penderita ini diusahakan lahir dengan cara pervaginam, karena dengan lahirnya pervaginam dapat dihindari risiko-risiko pada ibu dan janinnya. Namun pada pukul 11.00 wita (4 Juni 2010) didapatkan hasil NST deselerasi variable berulang sampai dengan 106 bpm. Keadaan ini mengindikasikan adanya hipoksia janin intrauterin. Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty yaitu deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih dibawah frekuensi dasar denyut jantung janin dan lamanya deselerasi lebih dari 60 detik. Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering atau deselerasi variabel yang memanjang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang berlanjut. Deselerasi variabel ini terjadi akibat penekanan tali pusat pada masa hamil atau kala I. Penekanan tali pusat ini dapat terjadi karena lilitan tali pusat, tali pusat menumbung atau jumlah air ketuban berkurang (oligohidramnion). Pada kasus ini hasil NST abnormal yaitu mencapai 105 bpm. NST dikatakan abnormal

jika deselerasi 40 atau lebih dibawah (baseline) atau denyut jantung janin mencapai 90 dpm, yang lamanya 60 detik atau lebih. Faktor risiko terjadinya hipoksia intrauterine pada kasus ini kemungkinan besar adalah keadaan malpresentasi (letak sungsang). Penyebab kematian pada letak sungsang adalah hipoksia. Hipoksia yang mendadak yang timbul dalam persalinan ini

51

mungkin disebabkan gangguan aliran darah dalam tali pusat, karenatidak terdapat gangguan lain seperti penggunaan obatobat anestesia/analgetika pada ibu, gangguan his (hipertoni dan tetani), hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, misalnya pada plasenta previa.2 Pada letak sungsang sering diikuti dengaan gangguan aliran darah dalam tali pusat. Adanya hipoksia intrauterine ini menunjukkan adanya gawat janin yang mengindikasikan untuk mengambil tindakan segera demi menurunkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Pada keadaan gawat janin, persalinan harus segera diakhiri. Pada kasus diambil tindakan SC cito. Sambil menunggu tindakan yang sesuai dalam melahirkan janin, maka dilakukan resusitasi intrauterine. Pada kasus ini resusitasi dilakukan dengan pemberian oksigen pada ibu, pemberian cairan dan memposisikan ibu dengan posisi miring. Tindakan resusitasi dilakukan selama 30 menit sebelum SC dimulai. Belum ada kesepakatan mengenai berapa lama resusitasi intrauterin dapat dilakukan, tetapi pada kasus-kasus gawat janin sebaiknya waktu antara ditegakkannya diagnosis gawat janin hingga dilakukannya operasi (decision to incision time) tidak melebihi 30 menit. Dari pembukaan dinding abdomen dan uterus dilakukan dengan teknik LSCS (Low Segmen Cesaerean Section) atau SCTP. Keuntungan teknik ini adalah penjahitan lebih mudah dan perdarahan kurang serta risiko rupture uteri lebih kecil disbanding cara corporal. Namun pada keadaan kasus gawat janin, teknik corporal lebih untung karena dapat mengluarkan janin lebih cepat. Pemilihan teknik ini juga tergantung dari keterampilan operator. Dari SC ini juga dibuktikan adanya letak sungsang yaitu mengeluarkan janin dengan mengekstraksi bokongnya juga bukti

52

terjadinya hipoksia intrauterine adalah bayi yang tidak menangis dengan APGAR skor 4-6-7 termasuk asfiksia ringan. Dari penemuan letak placenta, maka kemungkinan yang menjadi factor penyebab terjadinya letak sungsang pada kasus ini adalah letak placenta yang ada di fundus bagian kornu posterior. Sesuai teori yang ada bahwa plasenta yang terletak didaerah kornu fundus uteri dapat menyebabkan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan didaerah fundus sehingga kepala berada diruang yang lebih kecil dan bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas yaitu di segmen bawah rahim. Setelah SC, kondisi pasien membaik, luka operasi baik sehingga setelah tujuh hari perawatan pasien dipulangkan. Ibu dan bayi pulang dalam kondisi baik.

53

BAB V PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus wanita umur 31 tahun dengan diagnosis G2P1A0, hamil 38-39 minggu, inpartu kala I fase laten + Janin tunggal, hidup, intra uterin, presentasi bokong + taksiran berat janin 2635 gram. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan presentasi bokong dan didukung oleh pemeriksaan dalam serta USG. Berdasarkan skor Zatuchni Andros, pasien ini ditatalaksana dengan persalinan spontan Breech. Namun dalam perjalanan observasi kemajuan persalinan didapatkan tanda gawat janin yaitu NST berupa deselerasi variable yang berulang mencapai 105 bpm sehingga dilakukan persalinan perabdominam dengan secsio cesarea cito. Setelah operasi kondisi pasien membaik dan diperbolehkan pulang 7 hari setelah operasi.

54

Anda mungkin juga menyukai