Anda di halaman 1dari 4

Komplikasi pada penderita TBC Pada penyakit TBC sangat memungkinkan sekali akan terjadinya komplikasi atau gangguan-gangguan

lain yang akan muncul. Hal ini dapat terjadi dikarenakan proses keperawatan yang kurang tepat yang diberikan kepada klien penderita TBC ini. Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien penderita TBC mampu menyerang organ-organ vital, antara lain: 1. TULANG TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di paru-paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga bakteri TBC langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru. Waktu yang dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang bervariasi. Ada yang singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahun-tahun. Bakteri TBC biasanya akan berkembang biak dengan pesat saat kondisi tubuh sedang lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat. Saat itu kekebalan tubuhnya menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya. Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul, panggul dan tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring ke kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak pun membuat penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil, kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong karena sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup. 2. USUS Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita mengonsumsi makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering muntah akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna. Mendiagnosis TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama dengan penyakit lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas bakteri itu merusak usus. Demikian juga dengan pengobatannya. Jika ada bagian usus yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu lalu menyambungnya dengan bagian usus lain. 3. OTAK Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan orang yang terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan kesadaran, kejang-kejang, juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau sampai menyerang selaput otak, penderita harus menjalani perawatan yang lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita tidak bisa kembali ke kondisi normal. 4. GINJAL

Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses pembuangan racun tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara lain mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan sejenisnya. Gagal ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan pengobatan yang tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan. Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok ginjal.

Farmakologi
Salah satu permasalahan dalam Program Penanggulangan TBC adalah lamanya jangka waktu pengobatan yang harus dijalani penderita selama 6 sampai 8 bulan. Untuk mengurangi penyebaran TBC secara cepat, pemerintah telah menyediakan OAT(Obat Anti Tuberculosis) yang digunakan dalam Program Penanggulangan TBC saat ini dan disediakan secara gratis.Obat Anti Tuberculosis tersebut merupakan paduan yang disebut FDC (Fixed Dose Combination). FDC tersedia dalam beberapa kategori yaitu FDC Kategori : 1. untuk penderita TBC baru (2HRZE/4HR3) 2. untuk penderita TBC kambuh atau gagal (2HRZES/1HRZE/5HR3E3) 3. FDC sisipan (HRZE) 4. FDC anak (2HRZ/4HR) Jenis dan dosis OAT Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2005: 37-38) jenis dan dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan saat ini terdiri atas: 1) Isoniazid (H) Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid , dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB. 2) Rifampisin (R) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kgBB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu. 3) Pirasinamid (Z) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kgBB. 4) Etambutol (E) Bersifat bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kgBB. 5) Streptomisin (S) Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk yang berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari. Sediaan OAT INH, Rifampisin, Pirasinamid dan Etambutol dalam bentuk tablet dan diberikan per oral, sedangkan Streptomisin diberikan melalui injeksi intramuskuler.

Jenis-jenis tablet FDC untuk dewasa terdiri atas: 1) Tablet yang mengandung 4 macam obat dikenal sebagai tablet 4FDC. Setiap tablet mengandung: 75mg Isoniasid (INH), 150mg Rifampisin, 400mg Pirasinamid dan 275mg Etambutol. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan untuk sisipan. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita. 2) Tablet yang mengandung 2 macam obat dikenal sebagai tablet 2FDC. Setiap tablet mengandung: 150mg Isoniasid (INH) dan 150mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita. Disamping itu, tersedia obat lain untuk melengkapi paduan obat kategori 2, yaitu: 1) Tablet etambutol @ 400mg 2) Streptomisin injeksi vial @ 750mg atau vial @ 1gr 3) Aquabidest. Dasar Perhitungan Pemberian OAT FDC: 1) Kategori I Jumlah dosis pemberian pada: Tahap intensif: 2 bulan x 4 minggu x 7 hari = 56 dosis. Tahap lanjutan: 4 bulan x 4 minggu x 3 kali = 48 dosis. Diberikan kepada: penderita baru TBC Paru BTA positif, penderita baru TBC Paru BTA negatif rontgen positif (ringan atau berat) dan penderita TBC Ekstra Paru (ringan atau berat). Berat Badan Tahap Intensif Tiap Hari Tahap Lanjutan 3 x Seminggu Selama 56 Hari Selama 16 Minggu Berat Badan 30-37 kg 38-54 kg 55-70 kg 71 kg Tablet 4FDC 2 tablet 3 tablet 4 tablet 5 tablet Tablet2FDC 2 tablet 3 tablet 4 tablet 5 tablet

2) Kategori II Jumlah dosis pemberian pada: Tahap intensif untuk tablet 4FDC: 3 bulan x 4 minggu x 7 hari = 84 dosis, untuk Streptomisin injeksi: 2 bulan x 4 minggu x 7 hari = 56 dosis Tahap lanjutan: 5 bulan x 4 minggu x 3 kali = 60 dosis Diberikan kepada: penderita TBC BTA positif kambuh, gagal, dan yang berobat kembali setelah lalai (default) dengan BTA positif. 3) OAT Sisipan OAT sisipan diberikan bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada penderita BTA positif tidak terjadi konversi, maka diberikan obat sisipan 4FDC (HRZE) setiap hari selama 28 hari dengan jumlah tablet setiap kali menelan sama dengan sebelumnya. 4) Kategori Anak

Diberikan pada penderita TBC anak, yaitu yang berusia 0 sampai 14 tahun. Jumlah dosis pemberian pada: Tahap intensif: 2 bulan x 4 minggu x 7 hari = 56 dosis Obat yang digunakan adalah tablet 3FDC yang mengandung 30 mg Isoniasid (INH), 60 mg Rifampisin, 150 mg Pirasinamid. Tahap lanjutan: 4 bulan x 4 minggu x 7 hari = 112 dosis Obat yang digunakan adalah tablet 2FDC yang mengandung 30 mg Isoniasid (INH), 600 mg Rifampisin.

Anda mungkin juga menyukai