Anda di halaman 1dari 12

Laporan Jaga UGD Puskesmas Cilamaya Wetan Puskesmas Nomor register I.

: Cilamaya Wetan : 935/13

Identitas Pasien a. Nama b. Umur c. Jenis Kelamin d. Pekerjaan e. Pendidikan f. Alamat : Ny. S : 23 tahun : Laki-laki : Ibu rumah tangga : Tamat SMP : Desa Jatisari, Cilamaya Wetan

II.

Riwayat Biologis Keluarga a. Keadaan kesehatan sekarang b. Kebersihan perorangan c. Penyakit yang sering diderita d. Penyakit keturunan e. Penyakit kronis/ menular f. Kecacatan anggota keluarga g. Pola makan h. Pola istirahat i. Jumlah anggota keluarga : Sedang : Sedang : ISPA, GEA : Hipertensi (ibu) : Tidak ada : Tidak ada : Baik : Baik : 4 orang

III.

Keluhan Utama Panas tinggi sejak 3 hari yang lalu

IV.

Keluhan Tambahan Nyeri ulu hati, pusing.

V.

Riwayat Penyakit Sekarang 3 hari yang lalu OS mengeluh panas tinggi yang terus-menerus baik siang walaupun malam hari disertai rasa menggigil dan pusing yang berdenyut. Pusing

berlangsung hilang timbul dan apabila OS tidur, OS merasa agak enakan dan bertambah pusing bila OS berjalan. Kejang sewaktu panas disangkal oleh OS. OS mengeluh sering mengeluarkan keringat yang berlebihan pada malam hari walaupun OS tidak merasakan udara panas. OS juga mengeluh mual-mual dan muntah terutama sehabis makan dengan frekuensi kurang lebih 3 kali sehari berisi makanan yang dimakan, berwarna kekuningan, tidak menyemprot, adanya darah pada muntahan disangkal oleh OS, dan rasa muntahan asam. Nafsu makan OS menurun. OS juga merasakan nyeri pada ulu hati yang menjalar hingga ke daerah perut bagian tengah yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk. OS mengaku badannya terasa pegal-pegal dan lemas walaupun tidak beraktivitas sehingga os tidak masuk sekolah. Adanya batuk dan pilek disangkal oleh OS. Sesak napas dan nyeri dada disangkal oleh OS. Adanya keluhan BAK dan BAB juga disangkal oleh OS. Setelah meminum obat tersebut, panas badan OS menjadi turun tapi tidak mencapai normal, badan OS masih terasa panas. OS menyangkal pernah berpergian ke luar kota selama sebulan terakhir. OS mengaku sering jajan di pinggir jalan tapi selama jam sekolah saja. OS mengaku mempunyai riwayat sakit maag.

VI.

Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit maag (+) Penyakit DM Penyakit jantung Penyakit asma Penyakit hipertensi disangkal

VII.

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Compos mentis, tidak cyanosis, Status Generalis : Tekanan Darah Nadi Pernapasan : 110/70 mmHg : 84 x / menit : 22 x / menit tidak status gizi cukup. dyspneu, tidak ikterik, tidak anemis,

Berat Badan Tinggi Badan Status Gizi

: 70 kg : 173 cm

IMT = BB (kg) / TB2 (m2) = 70 / (1,73)2 = 23,38kg/m2 IMT normal pria : 18,5 - 25 kg/m2 Status gizi = normal Keadaan Regional Kulit Kepala Kulit berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis(-) Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut. Mata OD : Bentuk normal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, palpebra superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), arkus senilis (-). OS : Bentuk normal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, palpebra superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm, Telinga Hidung Mulut reflek cahaya (+), arkus senilis (-). Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, serumen (+) Bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada deviasi septum nasi Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah tidak kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T2-T2 tenang, mukosa mulut tidak ada kelainan,

tidak Gigi Leher Kelenjar getah bening

ada

halitosis,

tidak

memakai

prothesa. Karies (+), Kalkulus (+) Trachea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar Retroaurikuler, submandibula, cervical, supraclavicula, membesar axilla, inguinal tidak

Thorax Paru-paru : Auskultasi Jantung : Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Extremitas Extremitas superior et inferior tidak ada edema dan tidak ada deformitas Refleks fisiologis Refleks patologis VIII. Diagnosis Penyakit Demam Berdarah Dengue IX. Diagnosis Keluarga : XVI. Anjuran Penatalaksanaan penyakit : : +/+ : -/: datar, gambaran vena dan usus tidak tampak : supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar & lien tidak teraba membesar, turgor kulit baik : timpani : bising usus (+), sedikit menigkat : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-) : Vesikuler +/+, ronchi -/-, whezzing -/-

Promotif : Memberikan penyuluhan dan pengertian kepada pasien tentang penyakit Demam Berdarah Dengue, komplikasi penyakit, dan perilaku hidup bersih dan sehat agar dapat mencegah sakit Demam Berdarah Dengue, seperti selalu melaksanakan program 3M, yakni menutup, menguras dan mengubur.

Preventif : Melaksanakan program 3 M yakni menguras tempat penampungan air 1 minggu sekali, mengubur benda-benda yang dapat menampung air, menutup tempat penampungan air. Dapat juga dilaksanakan fogging. Pemakaian repellent dan menyemprot anti serangga di dalam rumah.Menjaga kebersihan diri dan kesehatan lingkungan serta mengkonsumsi makanan yang bergizi

Kuratif : a. Farmakologis: IVFD RA 20 tetes/menit Paracetamol tablet 500 mg 3x1 tablet per oral Injeksi Ranitidin 50 mg IV 3x1 ampul Ondancentron 4 mg IV 3x1 ampul

X.

Prognosis Penyakit Keluarga Masyrakat : Bonam : Bonam : Bonam

TINJAUAN PUSTAKA DEMAM BERDARAH DENGUE

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.1 Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah.1 Wabah Dengue yang baru terjadi di Bangladesh yang diidentifikasi dengan PCR ternyata Den-3 yang dominan. Sedangkan wabah di Salta Argentina pada tahun 1997 ditemukan bahwa serotipe Den-2 yang menyebabkan transmisinya. Sistem surveillance Dengue di Nicaragua pada bulan Juli hingga Desember 1998 mengambil sampel dari beberapa rumah sakit dan pusat kesehatan (Health Center) yang terdapat pada berbagai lokasi menghasilkan temuan 87% DF, 7% DHF, 3% DSS, 3% DSAS. Den-3 paling dominan, Den-2 paling sedikit. Disimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada wilayah geografi dan serotipe virusnya.2,3 Virus Dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, genus flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, 2, 3 dan 4. Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Pada masing-masing segmen codon, variasi diantara serotipe dapat mencapai 2,6 ? 11,0 % pada tingkat nukleotida dan 1,3 ? 7,7 % untuk tingkat protein (Fu et al, 1992). Perbedaan urutan nukleotida ini ternyata menyebabkan variasi dalam sifat biologis dan antigenitasnya.3 Virus Dengue yang genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb tersusun dari protein struktural dan non-struktural. Protein struktural yang terdiri dari protein envelope (E), protein

pre-membran (prM) dan protein core (C) merupakan 25% dari total protein, sedangkan protein non-struktural merupakan bagian yang terbesar (75%) terdiri dari NS-1 ? NS-5. Dalam merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein prM dan C. Sedangkan pada protein nonstruktural yang paling berperan adalah protein NS-1.3 Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae.) dari ssubgenus Stegomyia. Ae. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex, dan Ae. (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae. aegyti semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus Dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti. (WHO, 2000).1,2,3 Demam Dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis yaitu nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petechie atau uji bendung positif), leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.2,3 Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), gejala prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah. Tanda khas dari DD adalah peningkatan suhu mendadak, kadang-kadang disertai menggigil, nyeri kepala, dan flushed face (muka kemerahan). Dalam 24 jam, terasa nyeri pada belakang mata terutama pada pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah anoreksia, konstipasi, nyeri perut atau kolik, nyeri tenggorokan, dan depresi (biasanya terdapat pada pasien demam). Gejala tersebut biasanya menetap untuk beberapa hari.3 Secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya antara 39-40 C, bersifat bifasik, menetap antara 5-7 hari. Pada awal fase demam terdapat ruam yang tampak di muka, leher, dada. Pada akhir fase demam (hari ketiga atau keempat) ruam berbentuk makulopapular atau berbentuk scarlatina. Selanjutnya pada fase penyembuhan suhu turun dan timbul petechie yang menyeluruh pada kaki dan tangan dan diantara petechie dapat dijumpai area kulit normal berupa bercak keputihan, kadang-kadang dirasa gatal. Perdarahan kulit pada Demam Dengue terbanyak adalah uji tourniquet positif dengan atau tanpa petechie.2,3 Derajat penyakit sangat bervariasi berbeda untuk tiap individu dan pada daerah

epidemi. Perjalanan penyakit biasanya pendek 5 hari, tetapi dapat memanjang terutama pada dewasa sampai beberapa minggu. Pada dewasa sering kali disertai lemah, depresi dan bradikardia. Perdarahan seperti mimisan, perdarahan gusi, hematuria, dan menorrhagia sering terjadi saat epidemi DD. Walaupun jarang, kadang-kadang terjadi perdarahan hebat walaupun jarang menyebabkan kematian. DD yang disertai dengan manifestasi perdarahan harus dibedakan dengan DBD.2,3 Secara laboratoris pada fase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah leukosit normal, kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal, demikian pula semua faktor pembekuan, tetapi pada saat epidemi dapat dijumpai trombositopenia. Serum biokimia pada umumnya normal, namun enzim hati dapat meningkat.1 Manifestasi klinis DD menyerupai berbagai penyakit, misalnya infeksi virus chikungunya, demam tifoid, leptospirosis, dan malaria. Diagnosis dapat dibantu dengan pemeriksaan serologis atau isolasi virus.1,2,3 Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan sub tropis. Kejadian penyakit DBD semakin tahun semakin meningkat dengan manifestasi klinis yang berbeda mulai dari yang ringan sampai berat. Manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan darurat yang dikenal dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).1,2,3 Manifestasi klinis infeksi virus Dengue termasuk didalamnya Demam Berdarah Dengue sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS). Dalam praktek sehati-hari, pada saat pertama kali penderita masuk rumah sakit tidaklah mudah untuk memprediksikan apakah penderita Demam Dengue tersebut akan bermanifestasi menjadi ringan atau berat. Infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue yang berbeda dari sebelumnya merupakan faktor resiko terjadinya manifestasi Deman Berdarah Dengue yang berat atau Dengue Shock Syndrome (DSS). Namun sampai saat ini mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus Dengue masih belum jelas, banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue, antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Jenis

nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh. Faktor agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3 dan 4. Penelitian terhadap epidemi Dengue di Nicaragua tahun 1998, menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada daerah geografi dan serotipe virusnya.2,3 Untuk menegakkan diagnosa infeksi virus Dengue diperlukan dua kriteria yaitu kriteria klinik dan kriteria laboratorium (WHO, 1997). Pengembangan tehnologi laboratorium untuk mendiagnosa infeksi virus Dengue terus berlanjut hingga sensitivitas dan spesifitasnya menjadi lebih bagus dengan waktu yang cepat pula. Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu : uji serologi, isolasi virus, deteksi antigen dan deteksi RNA/DNA menggunakan tehnik Polymerase Chain Reaction(PCR). (Mariyam, 1999).3 Wabah Dengue yang baru terjadi di Bangladesh yang diidentifikasi dengan PCR ternyata Den-3 yang dominan. Sedangkan wabah di Salta Argentina pada tahun 1997 ditemukan bahwa serotipe Den-2 yang menyebabkan transmisinya. Sistem surveillance Dengue di Nicaragua pada bulan Juli hingga Desember 1998 mengambil sampel dari beberapa rumah sakit dan pusat kesehatan (Health Center) yang terdapat pada berbagai lokasi menghasilkan temuan 87% DF, 7% DHF, 3% DSS, 3% DSAS. Den-3 paling dominan, Den-2 paling sedikit. Disimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada wilayah geografi dan serotipe virusnya.2,3 Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi. Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS), (Soegijanto, 2000). Diagnosis Demam Berdarah Dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).1,2,3 Kriteria Klinis 1,2,3 1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 1-7 hari. 2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan : - Uji tourniquet positif - Petekia, ekimosis, purpura - Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi - Hematemesis dan atau melena

- Hematuria - Pembesaran hati (hepatomegali) - Manifestasi syok/renjatan 3. Kriteria Laboratoris : Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml) 4. Hemokonsentrasi (kenaikan Ht > 20%) Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4 derajat, yaitu :
1,2,3

Derajat I: Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif. Derajat II : Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat. Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah. Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. Patogenesis dan Patofisiologi Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan patofisiologis yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam). Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.1,2,3 Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD, namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum

terbukti.1,2 Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi Dengue sebelumnya. Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons imun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (WHO, 2000).1,2,3 Tatalaksana pasien DD dapat berobat jalan. Pada fase demam pasien dianjurkan : 1,2 Tirah baring, selama masih demam Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan Untuk menurunkan suhu <39 C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan mkita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karenba itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulitserta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.1,2,3

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcelius SK, Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006 : 1731-1735. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Bakti Husada ; 2005. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta : Bakti Husada ; 2004

Anda mungkin juga menyukai