Anda di halaman 1dari 27

REFRAT Ablatio Retina

Disusun Oleh : Isya Akhmad 1210221067 Destiana Lisnawati 1210221068

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN JL. PERSAHABATAN RAYA NO 1 RAWAMANGUN JAKARTA TIMUR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

JAKARTA 2013 KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Ablasio Retina. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di poli Mata RSUP PERSAHABATAN. Terimakasih penulis ucapakan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna , maka dari itu sangat diperlukan saran-saran untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

Ablasio adalah keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Keadaan ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih.1 Ablasio retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang mengalami rabun jauh (myopia) dan pada orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina. Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata yang lain, seperti tumor, peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Bila tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan menetap.1 Myopia tinggi, diatas dioptri 5-6, berhubungan dengan 67% kasus ablasio retina dan cenderung terjadi lebih muda dari pasien nonmiopia. Diperkirakan terjadi pada 5-16 dari 1.000 setelah operasi katarak dengan metode ICCE. Resiko ini menjadi lebih tinggi pada pasien dengan miopi tinggi. Walaupun ablasio retina terjadi pada satu mata tetapi 15% kemungkinan akan berkembang pada mata yang lainnya, dan resiko ini lebh tinggi, sekitar 25-30% pada pasien yang telah menjalani operasi katarak pada kedua matanya.3 Ablasio retina yang disebabkan oleh trauma sering terjadi pada individu berusia 25-45 tahun. Hal yang tidak terlalu berhubungan dengan ablasio retina regmatogenosa, antara lain riwayat keluarga, riwayat kelainan kongenital mata seperti glaukoma, vitreopati herediter dengan abnormal badan vitreus, dan riwayat retinopati prematuritas.5 Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual.2 Struktur yang berlapis-lapis tersebut memungkinkan lokalisasi fungsi atau gangguan fungsional pada suatu lapisan atau sekelompok sel. Namun, persepsi warna, kontras kedalaman, dan bentuk berlangsung di dalam korteks.2

Ablasio retina merupakan suatu penyakit yang tidak umum atau jarang, terjadi hanya pada satu orang setiap 10.000 penduduk per tahunnya dan tidak disebabkan oleh hanya satu penyakit keadaan patologis spesifik tetapi merupakan hasil akhir dari berbagai proses penyakit yang mana melibatkan cairan subretina. Terdapat tiga tipe ablasio retina: eksudatif, traksi, dan regmatogenosa. Tipe yang paling umum a d a l a h r e g m a t o g e n o s a y a n g disebabkan oleh robekan retina akibat t r a k s i vitreoretina. Faktor resiko ablasio retina antara lain: umur tua, riwayat operasi katarak, myopia, dan trauma. Pasien biasanya mengalami gejala fotopsia, floaters, kehilangan lapangan pandang bagian perifer, dan pandangan kabur. Penyakit ini apabila tidak ditangani secara tepat akan mengakibatkan hal yang terburuk bagi mata yaitu kebutaan. Apabila dideteksi secara awal, ternyata penyakit ini dengan penanganan yang sesuai akan menghasilkan suatu perbaikan dalam hal visus atau tajam penglihatan. Oleh karena itu tulisan ini akan membahas secara umum mengenai penyakitablasio retina itu sendiri, sehingga nantinya dapat dipergunakan oleh tenaga kesehatan untuk mendiagnosis ablasio retina secara dini untuk segera bisa mereferal kepada ahli bedah mata untuk penangannya atau bahkan yang lebih baik lagi dapat mendeteksi gejala awal robekan retina sehingga dengan penangannan yang awaldan tepat, perjalanan penyakit ke arah ablasio retina dapat dihentikan sehingga prognosis yang dihasilkan akan lebih baik.

BAB II

TNJAUAN PUSTAKA Anatomi

Gambar anatomi mata dikutip dari kepustakaan 3

Retina adalah selembaran tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir ditepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serata berkisar 6,5mm dibelakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm dibelakang garis pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, khoroid dan sclera. Disebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruangan subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada discus optikus dan ora serrata, retina dengan epithelium pigmen retina saling melekat kuat, sehinggga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang terbentuk antara khoroid dan sclera, yang meluas ketaji sclera. Dengan demikian ablasi khoroid meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel permukaan dalam korpus ciliaris dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan epithelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.3 Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan terdiri a t a s beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola

mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus s i l i a r e , d a n berakhir di tepi ora serrata. Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteriretina sentral masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisidalam retina. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi darikoroid. Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut : 1,2,3

Membran limitas interna m e r u p a k a n m e m b r a n h i a l i n d a n vitreous

antara retina

Lapisan serat saraf merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf ke arah saraf optic Lapisan sel ganglion merupakan badan sel dari neuron kedua Lapisan pleksiformis dalam m e r u p a k a n l a p i s a n a s e l u l e r t e m p a t s i n a p s s e l bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion Lapisan inti dalam merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller Lapisan pleksiformis luar merupakan tempat sinaps sel fotores ptor dengan selbipolar dan sel horizontal Lapisan inti luar merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang Membrane limitans eksterna merupakan membran ilusi Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut terdiri dari sel batang dan kerucut Epitelium pigmen retina. merupakan batas antara retina dan koroi

Gambar lapisan retina dikutip dari kepustakaan 2

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada katub posterior. Di tengah-tengah retina terdapat macula. Secara klinis macula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuungan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5mm. Ditengah macula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral discus optikus terdapat fovea, yang secara klinis jelas-jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskopi.3 Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar membrane Brunch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam.3 Embriologi Mata berkembang dari 3 lapis embrional primitif, yaitu ektoderm permukaan, ektoderm neural dan mesoderm, ektoderm permukaan membentuk lensa, glandula lakrimalis, epitel kornea, konjungtiva dan glandula adneksa serta epidermis palpebra, ektoderm neural menghasilkan vesikel optik dan makula optik dan karenanya berfungsi untuk pembentukan retina dan epitel pigmen retina, lapisan-lapisan berpigmen dan tidak berpigmen dari epitel silindris, epitel posterior, muskulus dilatordan sfingter pupil pada iris, dan serat serat nervus optikus dan ganglia, mesoderm kini diduga hanya terlibat pada pembentukan muskulus ekstraokuler dan endotel vaskuler orbita dan okuler. Fisiologi mata Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari paling luar ke paling dalam, lapisan-lapisan itu adalah : (1) sclera/kornea; (2) koroid/badan siliaris/iris; dan (3) retina. Sebagian besar bola mata dilapisi oleh sebuah lapisan jaringan ikat protektif yang kuat disebelah luar, sclera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (kea rah depan), lapisan luar terdiri dari kornea transparan tempat lewatnya berkas-berkas cahaya ke interior mata. Lapisan mata dibawah sclera adalah koroid yang sangat bergpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan koroid disebelah anterior mengalami spesialisasi untuk membentuk badan (korpus) siliaris dan iris. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri dari sebuah lapisan berpigmen disebelah luar dan lapisan jaringan saraf di sebelah dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energy cahaya menjadi impuls saraf.

Pigmen di koroid dan retina menyerap cahaya setelah cahaya mengenai retina untuk mencegah pemantulan atau penghamburan cahaya di dalam mata. Bagian dalam mata terdiri dari dua rongga yang dipisahkan oleh sebuah lensa. Rongga anterior (depan) antara kornea dan lensa mengandung cairan encer jernih, aqueous humor, dan rongga di posterior (belakang) yang lebih besar antara lensa dan retina mengandung zat semicair mirip gel yang disebut vitreous humor. Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis. Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Fisiologi Retina Fungsi utama mata adalah untuk memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke selsel batang dan kerucut, sel fotoreseptor retina. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital. Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harusberfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Bagian retina yang mengandung fotoreseptor sebenarnya adalah perluasan dari SSP dan bukan merupakan suatu organ terpisah. Bagian saraf dari retina terdiri dari tiga lapisan : (1) lapisan paling luar (terdekat ke koroid) mengandung sel kerucut dan sel batang, yang ujung-ujung peka cahaya-nya berhadapan dengan koroid (yakni menjauhi cahaya yang datang); (2) sebuah lapisan tengah neuron bipolar; dan (3) lapisan bagian dalam sel ganglion.

Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu m e n g u b a h rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. M a k u l a b e r t a n g g u n g j a w a b u n t u k k e t a j a m a n p e n g l i h a t a n y a n g t e r b a i k d a n u n t u k penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Akson sel ganglion menyatu membentuk saraf optikus, yang keluar dari retina sedikit di luar titik tengah. Titik di retina tempat keluarnya saraf optikus dan tempat lewatnya pembuluh darah adalah diskus optikus. Daerah ini sering disebut sebagai bintik (titik) buta; tidak ada bayangan yang dapat dideteksi di daerah ini karena daerah ini tidak mengandung sel batang dan kerucut. Cahaya harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mncapai fotoreseptor di semua daerah retina kecuali fovea. Di fovea, yaitu cekungan sebesar pangkal jarum pentul dan terletak tepat di tengah retina, lapisan bipolar dan ganglion tertarik ke samping, sehingga cahaya secara langsung mengenai fotoreseptor. Daerah tepat di sekitar fovea, yaitu makula lutea, juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang tinggi dan memiliki ketajaman yang cukup besar. Namun ketajaman makula lutea lebih rendah daripada ketajaman fovea karena adanya sel-sel ganglion dan bipolar di atas makula. Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat-serat saraf yang keluar sedangkan di retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama.

Fovea berperan dalam pada resolusi spesial (ketajaman pengihatan) dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola; sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan penglihatan malam (skotopik). Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses penglihatan. Seriap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran ganda pada fotoreseptor segmen luar. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein opsin dan sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah scotopsin, yang terbentuk dari tujuh heliks transmembran. Opsin tersebut mengelilingi kromofornya, retinal, yang merypakan turunan vitamin A. Saat rodhopsin menyerap foton cahaya, 11-cis-retinal akan mengalami isomerasi menjadi all-trans-retinal dan akhirnya menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk itu akan mencetuskan terjadinya kaskade penghantar kedua (secondary messenger cascade). Puncak absorpsi cahaya oleh rhodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500nm, yang merupakan daerah biru-hijau pada spektrum cahaya. Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak absorbsi panjang gelombang, berturutturut untuk sel kerucut sensitif-biru, -hijau, dan -merah, pada 430, 540, dan 575 nm. Fotopigmen sel kerucut terdiri atas 11-cis-retinal yang terkait pada protein opsin selain scotopsin.

Penglihatan skotopik seluruhya diperantarai oleh fotoreseptor batang. Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warna-warnanya tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektrum retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu objek akan berwarna apabila objek tersebut secara selektif memantulkan atau menyalurkan sinar dengan panjang gelombang tertentu dalam kisaran spektrum cahaya tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari (fotopik) terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan malam (skotopik) oleh fotoreseptor batang. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan penting dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar basalis sel-sel epitel pigmen retina membentuk lapisan dalam membran Bruch, yang juga tersusun atas matriks ekstraseluler khusus dan membran basalis koriokapilaris sebagai lapisan luarnya. Selsel epitel pigmen retina mempunyai kemampuan terbatas dalam melakukan regenerasi. Fisiologi Vitreoretina Vitreus mengisi ruang antara lensa dan retina, dan terdiri atas matriks serat kolagen tiga-dimensi dan gel asam hialuronat. Permukaan luar vitreus dikenal sebagai korteks, berkontak dengan lensa (konteks vitreous anterior) dan memiliki daya lekat berbeda-beda ke permukaan retina (korteks vitreous posterior).

ABLASIO RETINA Ablasio adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). keadaan ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua.

Ablasio retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina. Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Bila tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap. Retina adalah jaringan tipis dan transparan yang peka terhadap cahaya, yang terdiri dari sel-sel dan serabut saraf. Retina melapisi dinding mata bagian dalam, berfungsi seperti film pada kamera foto, cahaya yang melalui lensa akan difokuskan ke retina. Sel-sel retina yang peka terhadap cahaya inilah yang menangkap gambar dan menyalurkannya ke otak melalui saraf optik. Definisi Ablasio retina merupakan suatu kelainan/penyakit mata dimana lapisan sensoris retina terlepas dari pigmen epitelium retina yang melekat erat pada koroid. Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor dan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen retina di bawahnya. Insidensi

Istilah Ablasi retina(retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik, yaitu fotoreseptor dan lapisan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat tiga jenis utama ablasi retina yaitu : ablasi retina regmategenosa, ablasi retina traksi (tarikan) dan ablasi retina eksudatif.3,4

Ablasi retina regmatogenosa merupakan penyebab tersering dari kedua bentuk ablasi retina yang lain. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasi retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan meningkat jika pada pasien yang; memiliki miopa yang tinggi, telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreous, pernah mengalami ablasi retina pada mata kontralateral dan baru mengalami trauma mata berat.1,2,5 Etiologi Sebagian besar ablasio retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan atau lubang-lubang di retina, dikenal sebagai ablasio retina regmatogen (Rhegmatogenous Retinal Detachment). Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah bola mata.Korpus vitreum melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina.Beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang normal terjadi pada lanjut usia dan biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada retina. Korpus vitreum dapat pula menyusut pada bola mata yang tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma. Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi perubahan besar struktur korpus vitreum.Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan dari korpus vitreum dapat masuk ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara lapisan sensoris retina

dan epitel pigmen retina. Cairan ini akan mengisi celah potensial antara dua lapisan tersebut di atas sehingga mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta.Bentuk ablasio retina yang lain yaitu ablasio retina traksi ( Traction Retinal Detachment ) dan ablasio retina eksudatif (Exudative Retinal Detachment) umumnya terjadi sekunder dari penyakit lain. Ablasio retina traksi disebabkan adanya jaringan parut ( fibrosis ) yang melekat pada retina. Kontraksi jaringan parut tersebut dapat menarik retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio retina eksudatif dapat terjadi karena adanya kerusakan epitel pigmen retina ( pada keadaan normal berfungsi sebagai outer barrier ), karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah oleh berbagai sebab atau penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan. Gejala Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah : 1. Floaters (terlihatnya benda melayang-layang). yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. 2. Photopsia/Light flashes(kilatan cahaya). tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. 3. Penurunan tajam penglihatan. penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat. Dikenal ada tiga bentuk umum ablasi retina yaitu : 1. Ablasi retina regmatogenosa Bentuk tersering ablatio retinae, ablatio retinae regmatogenosa, ditandai dengan pemutusan (suatu regma) total (full-thickness) retina sensorik, traksi vitreus dengan derajat bervariasi, dan mengalirnya vitreus cair melalui robekan ke dalam ruang subretina. Ablatio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan vitreus posterior dan berhubungan dengan miopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata. Oftalmoskopi indirek binokular dengan depresi sklera memperlihatkan peninggian retina sensorik total, misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan

sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenisnya; robekan tapal kuda paling sering terjadi di kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan dialisi retina di kuadran inferotemporal. Bila terdapat robekan retina multiple defek-defek tersebut biasanya terletak 90 satu sama lain.

Gambar robekan berbentuk tapal kuda

Pada ablasi retina regmatogenosa akan memberikan gejala terdapat gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat seperti tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan. Ablasi yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya Karena dapat mengagkat macula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasi retina bila dilepasnya mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarana pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meningkat bila telah terjadi neovaskularisasi glaucoma pada ablasi yang telah lama.1

Tata laksana Non bedah o Positionng pasien bedrest o Ophtalmologic mata diberi sulfas atropin 0,5% untuk anak-anak, 1% untuk dewasa Bedah o Bedah dengan narkose atau bius lokal o Simple sceral buckling dengan atau gas o Pneumoretinopeksi Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki semua robekan retina; digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut ke dalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam dan ke luar, dan meredakan traksi vitroretina. Diterapkan berbagai tehnik bedah. Pada retinopeksi pneumatik, udara atau gas yang dapat memuai disuntikkan ke dalam vitreus untuk mempertahankan retina pada posisinya, sementara adhesi korioretina yang diinduksi oleh laser atau cryoterapi menutup robekan retina secara permanen. Dengan cara ini retina dapat direkatkan kembali. Teknik ini memiliki angka keberhasilan yang rendah dibandingkan cara lain dan hanya digunakan pada robekan retina tunggal kecil yang mudah dicapai, cairan subretina yang minimal, dan tidak adanya traksi vitreoretina. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah penyuntikan gas atau koagulasi dengan laser yang dilakukan di sekitar defek retina setelah perlekatan retina. Pelepasan dengan robekan tunggal pada retina di tepi atas fundus (arah jam 10 jam 2) adalah kondisi yang paling bagus untuk kondisi ini.

Gambar retinopeksi pneumatic Scleral buckling mempertahankan retina di posisinya sementara adhesi korioretinanya terbentuk, dengan melekukkan sklera dengan menggunakan eksplan yang dijahitkan pada daerah robekan retina. Teknik ini juga mengatasi traksi vitreoretina dan menyingkirkan cairan subretina dari robekan retina. Angka keberhasilannya adalah 92-94% pada kasus-kasus tertentu yang sesuai. Komplikasinya antara lain perubahan kelainan refraksi, diplopia akibat fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstraokuler oleh eksplan, ekstrusi eksplan, dan kemungkinan peningkatan risiko vitreoretinopati proliferatif. Setelah defek pada retina ditandai pada luar sclera, cryosurgery dilakukan disekitar lesi. Dilanjutkan dengan memperkirakan bagian dari dinding bola mata yang retinanya terlepas, lalu dilakukan fiksasi dengan buckle segmental atau sircular band (terlingkar >360) pada scelra. Keuntungan dari tehnik ini adalah menggunakan peralatan dasar, waktu rehabilitasi pendek, resiko iatrogenik yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah, mencegah komplikasi intraocular seperti perdarahan dan inflamasi.

Gambar scleral buckling Vitrektomi pars plana memungkinkan pelepasan traksi vitreo-retina, drainase internal cairan subretina bila diperlukan dengan penyuntikkan perfluorocarbon atau cairan berat, dan penyuntikan udara atau gas yang dapat memuai untuk mempertahankan retina pada posisinya atau penyuntikan dengan minyak jika dibutuhkan tamponade retina yang lebih lama. Teknik ini digunakan bila terdapat robekan retina multipel, di superior atau di posterior; bila visualisasi retina terhalang, misalnya oleh perdarahan vitreus; dan bila ada vitreoretinopati proliferatif yang bermakna. Vitrektomi menginduksi pembentukkan katarak dan mungkin kontraindikasi pada mata fakik. Mungkin diperlukan pengaturan posisi pasien pascaoperasi. Di bawah mikroskop, badan vitreous dan semua komponen penarikan epiretinal dan subretinal dikeluarkan. Lalu retina dilekatkan kembali dengan cairan perfluorocarbon. Defek pada retina ditutup dengan endolaser atau aplikasi eksokrio. Keuntungan PPV : 1. Dapat menentukan lokasi defek secara tepat 2. Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini dapat dikombinasikan dengan ekstrasi katarak 3. Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreous.

Kerugian PPV : 1. Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal 2. Dapat menyebabkan katarak 3. Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil 4. Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli anterior yang dapat menungkatkan tekanan intraokuar)

Gambar vitrektomi Hasil-hasil penglihatan pascabedah ablatio retinae regmatogenosa terutama tergantung dari status praoperasi makula. Apabila makula terlepas, pengembalian pengelihatan sentral biasanya tidak sempurna. Oleh karena itu tindakan bedah harusa segera dilakukan selagi makula masih melekat. Bila makula sudah terlepas, penundaan tindakan bedah hingga 1 minggu tidak mengubah hasil akhir penglihatan. 2. Ablasi retina traksi atau tarikan Ablatio retinae akibat traksi adalah jenis tersering pada retinopati diabetik proliferatif. Kelainan ini juga dapat menyertai vitreoretinopati proliferatif, retinopati prematuritas, atau trauma mata. Dibandingkan dengan ablation retinae regmatogenosa, ablatio retinae akibat traksi memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih terlokalisasi, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya traksi menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya secara aktif, menuju basis vitreus. Traksi ini disebabkan oleh pembentukkan membran vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri atas fibriblas dan sel glia atau sel

epitel pigmen retina. Pada mulanya, pelepasan mungkin terlokalisasi di sepanjang arkadearkade vaskular, tetapi dapat meluas hingga melibatkan retina midperifer dan makula. Traksi fokal dari membran-membran selular dapat menyebabkan robekan retina dan dapat menimbulkan kombinasi ablatio retinae regmatogenosa-traksional. Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.1 Vitreoretinopati proliferatif merupakan komplikasi ablatio retinae regmatogenosa dan penyebab tersering kegagalan tindakan bedah pada mata tersebut.

Gambar ablasi retina retraksi Terapi Vitrektomi pars plana memungkinkan pengangkatan unsur penyebab traksi diikuti dengan penyingkiran membran-membran fibrotik. Mungkin perlu dilakukan retinotomi dan/atau penyuntikkan perfluorokarbon atau cairan berat untuk meratakan retina. Dapat digunakan tamponade gas, minyak silikon, atau scleral bucking. 3. Ablasi retina eksudasi Ablatio retina eksudasi dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau traksi vitreoretina. Ablasi ini adalah hasil dari penimbunan cairan di bawah retina sensorik dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Pada ablasi tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Pada ablasio retina eksudatif dapat disebabkan oleh penyakit sistemik maupun penyakit pada mata itu sendiri. Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan ablasio retina

eksudatif antara lain hipertensi renalis dan poliarteritis nodosa. Penyakit mata yang dapat menjadi penyebab antara lain inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), penyakit vascular (central serous retinopathy), neoplasma (retinoblastoma, melanoma malignan pada koroid), perforasi bola mata pada operasi intraokuler. Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahuntahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.1

Diagnosis Untuk menentukan apakah ada ablasio retina maka dokter spesialis mata akan melakukan pemeriksaan mata menyeluruh terutama bagian dalam mata. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina:

Oftalmoskopi direk dan indirek Ketajaman penglihatan Tes refraksi Respon refleks pupil Gangguan pengenalan warna Pemeriksaan slit lamp Tekanan intraokuler USG mata Angiografi fluoresensi

Elektroretinogram.

Diagnosis Ablasi retina ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan mata meliputi :
1,3,5

1) 2) 3) 4)

Visus Lapangan pandang Funduskopi USG Tabel gambaran diagnosis dari ketiga jenis ablasio retina Regmatogenus Traksi Eksudatif

Riwayat penyakit

Afakia, trauma gangguan pandang progresif,

myopia, Diabetes, prematur, Faktor-faktor tumpul, trauma lapang oklusi vena. yang dengan tembus, sistemik eklamsia, ginjal. seperti maligna, gagal

photopsia, floaters, penyakit sel sabit, hipertensi

keadaan umum baik. Kerusakan retina Terjadi pada 90- Kerusakan tidak ada. meluas Tergantung volume gravitasi, menuju perluasan primer Tidak ada.

95% kasus Perluasan ablasi

Meluas dari ora ke Tidak diskus, batas permukaan cembung, tergantung gravitasi.

dan menuju ora, dapat dan sentral atau perifer.

ora bervariasi, dapat sentral atau perifer. elevated biasanya

Pergerakan retina

Bergelombang atau Retina tegang, batas Smoothly terlipat dan permukaan bullae,

cekung, meningkat tanpa lipatan pada titik tarikan. Bukti kronis Terdapat garis Garis pembatas Tidak ada

pembatas, makrosis intra retinal, atropik retina Pigmen vitreous Perubahan vitreous pada Terlihat pada 70% Terlihat pada kasus Tidak ada kasus Sineretik, yang robek. Cairan subretinal Jernih Jernih atau tidak ada Dapat perpindahan. cepat keruh dan secara tergantung trauma PVD, Penarikan Tidak ada kecuali pad auveitis.

tarikan pada lapisan vireoretinal.

berpindah posisi kepala.

Massa koroid Tekanan intraocular Transluminasi

Tidak ada. Rendah. Normal.

Tidak ada. Normal. Normal.

Bisa ada. Bervariasi. Transluminasi terblok ditemukan pigmen koroid. apabila lesi

Keadaan menyebabkan ablasio

yang Robeknya retina.

Retinopati diabetik Uveitis, proliferatif, traumatis traction post tumor, vitreous maligna,

metastasis melanoma

retinoblastoma, hemangioma koroid, makulopati eksudatif senilis, eksudatif cryotherapi dyathermi. ablasi post atau

Pemeriksaan : 1. Pemeriksaan tajam penglihatan

2. Pemeriksaan lapang pandang 3. Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma 4. Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasi adanya trauma 5. Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, vitreous untuk mencari tanda pigmen atau tobacco dust, ini merupakan patognomosis dari ablasio retina pada 75% kasus.

Gambar tobacco dust 6. Periksa tekanan bola mata 7. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan dilatasi) Pengobatan

Operasi Teknik operasinya bermacam macam, tergantung pada luasnya lapisan retina yang lepas dan kerusakan yang terjadi, tetapi semuanya dirancang untuk mendekatkan dinding mata ke lubang retina, menahan agar kedua jaringan itu tetap menempel sampai jaringan parut terbentuk dan melekatkan lagi robekan. Kadang-kadang cairan harus dikeluarkan dari bawah retina untuk memungkinkan retina menempel kembali ke dinding belakang mata. Seringkali sebuah pita silikon atau bantalan penekan diletakkan di dinding luar mata untuk dengan lembut menekan dinding belakang mata ke retina. Dalam operasi ini dilakukan pula tindakan untuk menciptakan jaringan parut yang akan merekatkan robekan retina, misalnya dengan pembekuan, dengan laser atau dengan panas diatermi (aliran listrik dimasukkan dengan sebuah jarum). Pada ablasio retina yang

lebih rumit mungkin diperlukan teknik yang disebut vitrektomi. Dalam operasi ini korpus vitreum dan jaringan ikat di dalam retina yang mengkerut dikeluarkan dari mata. Pada beberapa kasus bila retina itu sendiri sangat berkerut dan menciut maka retina mungkin harus didorong ke dinding mata untuk sementara waktu dengan mengisi rongga yang tadinya berisi korpus vitreum dengan udara, gas atau minyak silikon. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang-kadang diperlukan lebih dan satu kali operasi.

Prognosis Bila retina berhasil direkatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian

fungsi penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan dalam jangka enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Pada umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio retina telah terjadi cukup lama atau muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina. Korpus vitreum yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan retina menyebabkan tidak semua retina yang terlepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun penglihatannya dan akhirnya menjadi buta. Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Perbaikan anatomis kadang tidak sejalan dengan perbaikan fungsi. Jika macula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika macula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.2,3 Pencegahan

Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata. Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama. Jika anda memiliki risiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali

BAB III KESIMPULAN

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dansel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia40-70 tahun. Faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia, operasi katarak (afakia, pseudofakia), dan trauma okuler.Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater , fotopsia, dan penurunan tajampenglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid danterlihat adanya robekan retina berwarna merah.Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisanneurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan pembedahan. Namun, padaablasio retina eksudatif juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan etiologinya.Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia tinggi, karena ada degenerasiretina, maka prognosis buruk

DAFTAR PUSTAKA 1. Ilyas S, dkk. Ablasio retina. Sari Ilmu Penyakit Mata. cetakan ke 3. Gaya Baru Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:2003 hal 183-7 2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. Oftalmologi Umum. edisi 14, Alih Bahasa Tambajong J, Pndit UB. Widya Medika Jakarta : 2006 hal.207-9 3. James Bruce, dkk. Ablasi retina. Oftalmologi. edisi Kesembilan. Erlangga: Ciracas Jakarta:2003 hal 116-120 4. Newell Frank W. Retinal detachment. Ophthalmology Principles and concepts. Six Edition, The C.V. Mosby Company : ST. Louis.Toronto.Pricenton :1986 page 338-341 5. Wu Lihteh , MD. Retinal detachment, rhegmatogenous ophthalmology,

http://www.emedicine.com 6. Anonym. Ablasio Retina. [series online]. 2012 September 2012 [cited on 2013 February]. Available from URL:http://id.wikipedia.org/wiki/Ablasio 7. Anonim. Retinal Detachment. [series online] 2013 February 11 [cited on 2013 Februari]. Available from URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Retinal_detachment 8. Larkin GL. Retinal Detachment. [series online] 2006 April 11 [cited on 2013 Februari]. Available from URL:http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm 9. G a r i a n o R F , K i m C H . E v a l u a t i o n a n d M a n a g e m e n t o f S u s p e c t e d R e t i n a l Detachment. American Academy of Family Physicians. [series online] 2004 April 1[ c i t e d o n 2 0 1 3 a b l e f r o m F e b r u a r i ] ; v o l . 6 9 , n o . 7 . A v a i l http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html. U R L :

10. Rosi M. Ablasio retina. [series online] 2012 [cited on 2013 februari]. Available from URL : http://www.scribd.com/doc/49591219/ablasio-retina

Anda mungkin juga menyukai