Anda di halaman 1dari 24

MENGENALI

GEJALA GANGGUAN

JIWA DI MASYARAKAT

Dr.Maisarah Zas,SpKJ Pekanbaru,.Juni 2012

Kesehatan/ Health(WHO 1948): Health is a state of complete phisyca, mental, and social well being and not merely the absence of disease or infinity. The enjoyment of the highest attainable standard of the fundamental rights of every human being without distinction of race, religion, political belief, economic or social condition. Kesehatan Jiwa menurut WHO A state of well-being in which the individual realize his or her abilities, can cope with the normal stresses of life, can work productively and fruit fully, and is able to make acontribution to his or hercommunity. Gangguan /Pneyakit Jiwa menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi keIII (PPDGJ III/ICD X): Sekelompok gejala/perilaku Ditemukan secara klinis Disertai penderitaan pada kebanyakan kasus Terkait dengan terganggunya fungsi seseorang

Gejala Gangguan Jiwa : Gangguan Kesadaran : disorientasi, pengaburan kesadaran, kesadaran seperti mimpi, stupor (hilangnya rekasi dan ketidaksadaran terhadap linglungan sekeliling), delirium (kebingungan, gelisah, reaksi disorientasi yang disertai dengan rasa takut dan halusiansi), koma, koma

vigil/mutisme akinetik, somnolen (mengantuk yang abnormal), kesadaran seperti mimpi (twilight state), gangguan kesadaran dengan halusinasi (twilight state), (pasien tampak tertidur tetapi dengan segera dapat dibangunkan Gangguan Atensi (perhatian): 1. Distraktibilitas ( ketidakmampuan untukmemusatkan perhatian, penarikan atensi kepada stimuli eksternal yang tidak penting atau tidak relevan. 2. Inatensi selektif : hambatan hanya pada hal hal yang menimbulkan kecemasan. 3. Hipervigilensi : atensi dan pemusatan yang berlebihan pada semua stimuli internal dan eksternal, biasanya sekunder dari keadaan delusional atau paranoid. 4. Keadaan tak sadarkan diri (trance) : atensi yang terpusat dan kesadaran yang berubah, biasanya terlihat pada hypnosis, gangguan disosiatif, dan pengalaman religious yang luar biasa. Gangguan sugestibilitas : kepatuhan dan respon yang tidak kritis terhadap gagasan atau pengaruh. 1. Folie a deux (atau folie a trois) : penyakit emosional yang berhubungan antara dua (atau tiga) orang. 2. Hipnosis : modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan yang ditandai dengan peningkatan sugestibilitas. II EMOSi : suatu kompleks keadaan perasaan dengan komponen psikis, somatic dan perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood. Afek : Ekspresi emosi yang terlihat, mungkin tidak konsisten dengan emosi yang dikatakan pasien. 1. Afek yang sesuai (appropriate affect) : kondisi dimana irama emosional adalah harmonis dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertai, digambarkan lebih lanjut sebagai afek yang luas atau penuh, dimana rentang emosional yang lengkap diekspresikan secara sesuai.

2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect) : ketidakharmonisasan antara irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertainya. 3. Afek yang tumpul (blunted affect) : gangguan pada afek yang dimanifestasikan oleh penurunan berat yang intensitas irama perasaan yang diungkapkan keluar. 4. afek yang terbatas (restricted or constricted affect) : penurunan intensitas irama perasaan yang kurang parah dari pada afek yang tumpul tetapi jelas menurun. 5. Afek yang datar (flat affect) : tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda ekspresi afek, suara yang mononton, wajah yang tidak bergerak. 6. Afek yang labil (labile affect) : perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba yang tidak berhubungan dengan stimuli eksternal. B. Mood : suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang dialami secara subjektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain contohnya : depresi, elasi, dan kemarahan. 1. mood disforik : mood yang tidak menyenangkan. 2. Mood eutimik : mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya mood yang tertekan atau melambung. 3. Mood yang meluap-luap (expansive mood) : ekspresi perasaan seseorang tanpa pembatasan, seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap kepentingan atau makna seseorang. 4. Mood irritable (irritable mood) : dengan mudah diganggu atau dibuat marah. 5. Pergeseran mood (mood yang labil) : osilasi antaara euphoria dan depresi atau kecemasan. 6. Mood yang meninggi (elevated mood) : suasana keyakinan dan kesenangan, suatu mood yang lebih dari biasanya. 7. Euphoria : elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran. 8. Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : perasaan kegairahan yang kuat. 9. Depresi : perasaan kesedihan yang psikopatologis

10.Anhedonia : hilangnya minat terhadap dan menarik diri dari semua aktivitas rutin dan menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi. 11.Duka cita atau berkanung : kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata. 12.Aleksitimia : ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau menyadarai emosi dan mood seseorang. C. Emosi yang lain 1. Kecemasan : perasaan ketakutan yang disebabkan oleh dugaan bahaya, yang mungkin berasal dari dalam dan luar. 2. kecemasana yang mengambang bebas (free-floating anxiety): rasa takut yang meresap dan tidak terpusatkan yang tidak berhubungan dengan suatu gagasan 3. ketakutan: kecemasan yang disebabkan oleh bahaya yang dikenali secara sadar dan realistic. 4. agitasi: kecemasan berat yang disertai dengan kegelisahan motoric. 5. ketegangan (tension): peningkatan aktivitas motoric dan psikologis yang tidak menyenangkan 6. panik: serangan kecemasan yang akut, episodic, dan kuat yang disertai dengan perasaan ketakutan yang melanda dan oelepasan otonomik 7. Apati: irama emosi yang tumpul yang disertai dengan pelepasan (detachment) atau ketidakacuhan. 8. smbivslensi: terdapatnya secara bersamaan dua impuls yang berlawanan terhadap hal yang sama pada satu orang yang sama pada waktu yang sama 9. abreaksional: pelepasan atau pelimpahan emosional setelah mengingat pengalaman yang menakutkan 10. rasa malu: kegagalan membangun pengharapan diri

11. rasa bersalah: emosi sekunder karena melakukan sesuatu yang dianggap salah D. gangguan psikologis yang berhubungan denagn mood: tanda disfungsi somatic (biasanya otonomik) pada seseorang, paling sering berhubungan dengan depresi (juga disebut tanda vegetative) 1. anoreksia: hilangnya atau menurunnya nafsu makan 2. hiperfagia: meningkatnya nafsu makan dan asupan makan makanan 3. insomnia: hilangnya atau menurunnya kemampuan untuk tidur a. awal: kesulitan jatuh tertidur b. pertengahan: kesulitan tidur sepanjang malam tanpa terbangun dan kesulitan kembali tidur c. terminal: terbangun pada dini hari 4. hypersomnia: tidur yang berlebihan 5. variasi diurnal; mood yang secara teratur terburuk pada pagi hari, segera setelah terbangun, dan membaik dengan semakin siangnya hari 6. penurunan libido: penurunan minat, dorongan, dan daya seksual (peningkatan libido sering disertai keadaan manik) 7. konstipasi: ketidakmampuan atau kesulitan defekasi

III. Perilaku motorik (konasi): aspek jiwa yang trmasuk impuls, motivasi, harapan, dorongan instink, dan idaman, seperti yang diekspresikan oleh perilaku atau aktivitas motoric seseorang. 1. Ekopraksia: peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada orang lain

2. Katatonia: kelainanmotorik dalam gangguan non organic (sebagai lawan dari hgangguan kesadaran dan aktivitas motorik sekunder dari patologi organic) a. Katalepsi: istilah umum untuk suatu posisi yang tidak bergerak yang dipertahankan terus-menerus. b. Luapan katatonik: aktivitas motoric yang teragitasi, tidak bertujuan, dan tidak dipengaruhi oleh stimulasi eksternal c. Stupor katatonik: penurunan aktivitas motoric yang nyata, seringkali sampai titik imobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekelilingnya. d. Rigiditas katatonik: penerimaan postur yang kaku disadari, menentang usaha untuk digerakkan e. Posturing katatonik: penerimaan postur yang tidak sesuai atau kaku yang disadari, biasanya dipertahankan dalam waktu yang lama. f. Cerea flexibilitas : seseorang dapat diatur dalam suatu posisi yang kemudian dipertahankan anggota tubuh pasien, anggota tubuh terasa seakan-akan terbuat dari lilin. 3. Negativisme : tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk menggerakkan atu terhadap semua instruksi. 4. Katapleksi : hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara yang dicetuskan oleh berbagai keadaan emsional. 5. Stereotipik : pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan berulang. 6. Mannerisme : pergerakan tidak disadari yang mendarah daging dan kebiasaan. 7. Otomatisme : tindakan atau tindakan-tindakan yang otomatis yang biasanya mewakili suatu aktivitas simbolik yang tidak disadari. 8. Otomatisme perintah : otomatisme mengikuti sugesti (kepatuhan otomik) 9. Mutisme : tidak bersuara tanpa kelainan structural. 10.Overaktivitas a. Agitasi psikomotor : overaktivitas motoric dan kognitif yang berlebihan, biasanya tidak produktif dan sebagai respon dari ketegangan dalam. b. Hiperaktivitas (hiperkinesis) : kegelisahan, agresif, aktivitas destruktif, seringkali disertai dengan patologi otak dasar.

c. Tik : pergerakan motoric yang spasmodic dan tidak disadari. d. Tidur berjalan : aktivitas motoric saat tertidur. e. Akathisia : perasaan subjektif tentang tegangan motoric sekunder dari medikasi antipsikotik atau medikasi lain, yang dapat menyebabkan kegelisahan, melangkah bolak-balik, duduk dan berdiri berulang-ulang, dapat disalah artikan sebagai agitasi psikotik. f. Kompulsi : impuls yang tidak terkontrol untuk melakukan suatu tindakan secara berulang. i. Dipsomania : kompulsi untuk minum alcohol ii. Kleptomania : kompulsi untuk mencuri iii. Nimfomania : kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada serorang wanita. iv. Satyriasis : kebutuhan untuk koitus kuat dna kompulsif pada seroang laki-laki v. Trikotilomania : kompulsi untuk mencabut rambut vi. Ritual : aktivitas kompulsif otomatis dalam sifat, menurunkan kecemasan yang orisinil. g. Ataksia : kegagalan koordinasi otot, iregularitas gerakan otot. h. Polifagia : makan berlebihan yang patologis 11.Hipoaktivitas (hipokinesis) : penurunan aktivitas motoric dan koqnitif, seperti pada retardasi psikomotor, perlambatan pikiran, bicara dan pergerakan yang daapt terlihat. 12.Mimikri : aktivitas motoric tiruan dan sederhana pada anak-anak. 13.Agresi : tidnakan yang kuat dan diarahkan tujuan yang mungkin verbal atau fisik, bagian motoric dari afek kekasaran, kemarahan, atau permusuhan. 14.Memerankan (acting out) : ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls yang tidak disadari dalam bentuk gerakan, fantasi yang tidak disadari dihidupkan secara impulsive dalam perilaku. 15.Abulia : penuruan impuls untuk bertindak dan berpikir, disertai dengan ketidak acuhan tentang akibat tindakan, diserta dengan dengan deficit neurologis. IV. Berfikir Aliran gagasan, simbol, dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan dimulai oleh suatu masalah atau suatu tugas dan mengarah pada

kesimpulan yang berorientasi kenyataan, jika terjadi urutan yang logis, berpikir adalah normal. Parapraksis dianggap sebagai bagian dari berpikir yang normal. A. Gangguan umum dalam bentuk atau proses berpikir. 1. Gangguan mental : sindrom perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis, disertai dengan penderitaan atau ketidakmampuan, tidak hanya suatu respon yang diperkirakan dari peristiwa tertentu atau terbats pada hubungan antara seseorang dan masyarakat. 2. Psikosis : ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari fantasi , gangguan tes realitas, dengan menciptakan realitas baru (berlawanan dengan neurosis: gangguan mental dimana tes realitias adalah utuh, perilaku tidak jelas melanggar norma-norma social, relative bertahan lama atau rekuren tanpa pengobatan). 3. Tes realitas : pemeriksaan dan pertimbangan objektif tentang dunia diluar diri.j 4. Gangguan pikiran formal : gangguan dalam bentuk pikiran, malahan isi pikiran, berpikir ditandai dengan kekenduran asosiasi, neologisme, dan konstruksi yang tidak logis, proses berpikir mengalami gangguan, dan orang didefinisikan sebagai psikotik. 5. Berfikir tidak logis : berpikir mengandung kesimpulan yang salah atau kontraindikasi internal, hal ini adalah patologis jika nyata dan tidak disebabkan oleh nilai kultural atau deficit intelektual. 6. Dereisme : aktivitas mental yang tidak sesuai dengan logika atau pengalaman. 7. Berpikir autistic : preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi, istilah digunakan agak sama dengan dereisme. 8. Berpikir magis : suatu bentuk pikiran dereistik, berpikir dalah serupa dengan fase praoperasional pada masa anak-anak (jean piaget), dimana pikiran, kta-ata atau tindakan mempunyai kekuatan (sebagai contonya mereka dapat menyebabkan atau mencegah suatu peristiwa).

9. Proses berpikir primer : istilah umum untuk berpikir yang dereistik, tidak logis, magis, normalnya ditemukan pada mimpi, abnormal pada psikosis. B. Gangguan spesifik pada bentuk pikiran 1. Neologisme : kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan mengkombinasikan suku kata dari kata-kata lain, untuk alasan keanehan psikologis. 2. Word salad (gado-gado kata) : campuran kata dan frasa yang membingungkan. 3. Sirkumstansialitas : bicara yang tidak langsung yang lambat mencapai tujuan tetapi akhirnya dari titik awal mencapai tujuan yang diharapkan. Ditandai dengan pemasukan perincian-perincian dan tanda-tanda kutip yang berlebihan. 4. Tangensialitas : ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi pikiran yang diarahkan oleh tujuan, pasien tidak pernah berangkat dari titik awal menuju tujuan yang diinginkan. 5. Inkhoherensi (pembicaraan yang tidak logis) : pikiran yang biasanya tidak dapat dimengerti, berjalan bersama pikiran atau kata-kata dengan hubungan yang tidak logis atau tanpa tata bahasa, yang menyebabkan disorganisasi. 6. Perseverasi : respon terhadap stimulus sebelumnya yang menetap setelah stimulus baru diberikan, sering disertai dengan gangguan kognitif. 7. Verbigerasi : pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yang tidak mempunyai arti. 8. Ekolalia : pengulangan kata-kata atau frasa-frasa seseorang oleh seseorang lain secara psikopatologis, cenderung berulang dan menetap, dapat diucapkan dengan mengejek atau intonasi terputus-putus. 9. Kondensasi : penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep. 10.Jawaban yang tidak relevan : jawaban yang tidak harmonis dengan pertanyaan yang ditanyakan (pasien tampaknya mengabaikan atau tidak memperhatikan pertanyaan). 11.Pengenduran asosiasi : aliran pikiran dimana gagasan-gagasan bergeser dari satu subjek ke subjek lain dalam cara yang sama

sekali tidak berubungan, jika berat, bicara mungkin membinggungankan (inkoheren). 12.Keluar dari jalur (derailment) : penyimpangan yang mendadak dalam urutan pikiran tanpa penghambatan, seringkali digunakan secara sama dengan pengenduran asosiasi. 13. Flight of ideas : verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan terus menerus yang menghasilkan pergeseran terus menerus dari satu ode ke ide lain, ide-ide cenderung dihubungkan dan dalam bentuk yang kurang parah pendengar mungkin mampu untuk mengikutinya. 14.Asosiasi bunyi (clang association) : asosiasi kata-kata yang mirip bunyinya tetapi berbeda artinya. Kata-kata tidak mempunyai hubungan logis, dapat termasuk sajak dan permainan kata. 15.Penghambatan (blocking) : terputusnya aliran berfikir secara tiba-tiba sebelum pikiran atau gagasan diselesaikan, setelah suatu periode terhenti singkat, orang tampak tidak teringat pada apa yang telah dikatakan atau apa yang akan dikatakan (juga dikenal sebagai pencabutan pikiran). 16.Glossolalia : ekspresi pesan-pesan yang relevan melalui katakata yang tidak dapat dipahami (juga dikenal sebagai bicara pada lidah), tidak dianggap sebagai gangguan pikiran jika terjadi pada praktek keagamaan pantekosta tertentu. C.Gangguan Spesifik Pada Isi Pikiran 1. Kemisikinan isi pikiran: pikiran yang memberikan sedikit informasi karena tidak ada pengertian, pengulangan kosong, atau frase yang tidak jelas 2. Gagasan yang berlebihan: keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak beralasan yang dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan dengan suatu waham 3. Waham: keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan eksternal, tidak sejalan dengan intelegensi pasien dan latar belakang cultural, yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan

a) Waham yang kacau (bizarre delution) : keyakinan palsu yang aneh, mustahil yang sama sekali tidak masuk akal (sebagai contoh, orang dari angkasa luar telah menanamkan suatu elektroda dalam otak pasien) b) Waham tersistematisasi: keyakinan yang palsu yang digabungkan oleh suatu tema/ peristiwa tunggal (sebagai contoh, pasien merasa dimata-matai oleh agen rahasia) c) Waham yang sejalan dengan mood : waham yang isinya sesuai dengan mood (sebagai contoh, seorang pasien depresi percaya bahwa ia bertanggung jawab untuk penghancuran dunia) d) Waham yang tidak sejalan dengan mood: waham dengan isi yang tidak mempunyai hubungan dengan mood atau mood netral (sebagai contoh, pasien depresi mempunyai waham control atau isi pikiran atau siar pikiran) e) Waham nihilistic : perasaan palsu bahwa dirinya, orang lain, dan dunia tidak ada atau berakhir f) Waham kemiskinan : keyakinan palsu bahwa pasien kehilangan, atau akan terhampas semua harta miliknya g) Waham somatic : keyakinan yang palsu menyangkut fungsi tubuh pasien (sebagai contoh, bahwa otak pasien adalah berakar/ mencair) h) Waham paranoid: termasuk waham persekutorik dan waham referensi, control dan kebesaran (dibedakan dari ide paranoid, dimana kecurigaan lebih kecil dari bagian waham) i. Waham persekutorik: keyakina palsu bahwa pasien sedang diganggu, ditipu atau disiksa, sering ditemukan pada pasien

yang senang menuntut yang mempunyai kecendrungan patologis untuk mengambil tindakan hokum karena

penganiayaan yang dibayangkan. ii. Waham kebesaran: gambaran kepentingan, kekuatan, atau identitas seseorang yang berlebihan. iii. Waham referensi: keyakinan palsu bahwa perilaku orang lain ditujukan pada dirinya, bahwa peristiwa, benda-benda atau orang lain mempunyai kepentingan tertentu dan tidak biasanya, umumnya dalam bentuk negative, diturunkan dari idea referensi, dimana seseorang merasa salah bahwa ia sedang dibicarakan oleh orang lain (contohnya, percaya bahwa orang ditelevisi atau radio bebicara padanya atau

membicarakan dirinya) i) Waham menyalahkan diri sendiri: keyakinan yang palsu tentang penyesalan yang dalam dan bersalah. j) Waham pengendalian: perasaan palsu bahwa kemauan, pikiran atau perasaan pasien dikendalikan oleh tenaga dari luar. i. Penaikan pikiran (thought withdrawal): waham bahwa pikiran pasien dihilangkan dari ingatannya oleh orang lain atau tenaga lain. ii. Penanaman pikiran (thought insertion): waham bahwa pikiran ditanam dalam pikiran pasien oleh orang atau tenaga lain. iii. Siar pikiran (thought broadcoasting): waham bahwa pikiran pasien dapat didengar oleh orang lain, seperti pikiran mereka sedang disiarkan ke udara.

iv.

Waham pengendalian (thought control): waham bahwa pikiran pasien dikontrol atau dikendalikan oleh orang lain.

k) Waham ketidaksetiaan (waham cemburu): keyakinan palsu yang didapatkan dari kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien tidak jujur. l) Erotomania: keyakinan waham, lebih sering pada wanita

dibandingkan laki-laki bahwa seseorang sangat mencintai dirinya (juga disebut sebagai kompleks Clearambault-Kandinsky). m) Pseudologia phantastica: suatu jenis kebohongan, dimana seseorang tampaknya percaya terhadap kenyataan fantasinya dan bertindak atas kenyataan, disertai dengan Sindroma Munchausen,berpura-pura sakit yang berulang. 4. Kecendrungan atau preokupasi pikiran: pemusatan isi pikiran pada ide tertentu, disertai dengan irama afektif yang kuat, seperti kecendrungan paranoid atau preokupasi tentang bunuh diri atau membunuh. 5. Egomania: preokupasi pada diri sendiri yang patologis. 6. Monomania: preokupasi dengan suatu objek tunggal. 7. Hipokondria: keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan pasien yang didasarkan bukan pada patologi organic yang nyata, tetapi pada interpretasi yang tidak realistic terhadap tanda atau sensasi fisik yang sebagai abnormal. 8. Obsesi: ketekunan yang patologis dari suatu pikiran atau perasaan yang tidak dapat ditentang yang tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha logika, yang disertai dengan kecemasan (juga dikenal sebagai perenungan [rumination]).

9. Kompulsi: kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls, yang jika ditahan menyebabkan kecemasan, perilaku berulang sebagai respon obsesi atau dilakukan menurut aturan tertentu, tanpa akhir yang sebenarnya dalam diri selain daripada untuk mencegah sesuatu dari terjadi dimasa depan. 10.Koprolalia: pengungkapan secara kompulsif dari kata-kata cabul. 11.Fobia: rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan dan selalu terjadi terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu, menyebabkan keinginan yang memaksa untuk menghindari stimulus yang ditakuti. i. Fobia sederhana: rasa takut yang jelas terhadap objek atau situasi yang jelas (sebagai contohnya, rasa takut terhadap laba-laba atau ular). ii. Fobia social: rasa takut akan keramaian masyarakat, seperti rasa takut berbicara dengan masyarakat, bekerja atau makan dalam masyarakat. iii. iv. v. vi. vii. Akrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tinggi. Agoraphobia: rasa takut terhadap tempat yang terbuka. Algofobia: rasa takut terhadap rasa nyeri. Ailurofobia: rasa takut terhadap kucing. Eritrofobia: rasa takut terhadap warna merah (merujuk rasa takut terhadap darah). viii. ix. x. xi. Panfobia: rasa takut terhadap segala sesuatu. Klaustrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tertutup. Xenophobia: rasa takut terhadap orang asing. Zoophobia: rasa takut terhadap binatang.

12.Noesis: suatu wahyu dimana terjadi pencerahan yang besar sekali disertai dengan perasaan bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin atau memerintah. 13.Unio mystica: suatu perasaan yang meluap, pasien secara mistik bersatu dengan kekuatan yang tidak terbatas, tidak dianggap dalam isi pikiran jika sejalan dengan keyakinan pasien atau lingkungan cultural.

V. Bicara: gagasan, pikiran, perasaan, yang diekspresikan melalui bahasa, komunikasi melalui penggunaan kata-kata dan bahasa.

A. Gangguan bicara 1. Tekanan bicara: bicara cepat yaitu peningkatan jumlah dan kesulitan untuk memutus pembicaraan. 2. Kesukaran bicara (logorrhea), bicara yang banyak sekali, bertalian dan logis. 3. Kemiskinan bicara (poverty of speech): pembatasan jumlah bicara yang digunakan, jawaban mungkin hanya satu suku kata

(monosyllabic). 4. Bicara yang tidak spontan: respon verbal yang diberikan yang hanya jika ditanya atau dibicarakan langsung, tidak ada bicara yang dimulai dari diri sendiri. 5. Kemiskinan isi bicara: bicara yang adekuat dalam jumlah tetapi memberikan sedikit informasi karena ketidakjelasan, kekosongan atau frasa yang stereotipik.

6. Disprosodi: hilangnya irama bicara yang normal (prosodi). 7. Disartria: kesulitan dalam artikulasi, bukan dalam penemuan kata atau bahasa. 8. Bicara yang keras atau lemah secara berlebihan: hilangnya modulasi volume bicara normal, dapat mencerminkan berbagai keadaan patologis mulai dari psikosis sampai dengan ketulian. 9. Gagap: pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata, yang sering menyebabkan gangguan kefasihan yang jelas. 10.Kekacauan: bicara yang aneh dan disritmik yang mengandung semburan yang cepat dan menyentak. B. Gangguan afasik: gangguan dalam pengeluaran bahasa. 1. Afasia motorik: gangguan bicara yang disebabkan oleh gangguan kognitif dimana pengertian adalah tetap tetapi kemampuan untuk bicara adalah sangat terganggu, bicara berhenti-henti, susah payah dan tidak akurat (dikenal juga sebagai afasia broca, tidak fasif dan ekspresif). 2. Afasia sensoris: kehilangan kemampuan organic untuk mengerti arti kata, bicara adalah lancer dan spontan, tetapi membingungkan dan yang bukan-bukan (dikenal dengan afasia wernicke, fasih dan reseptif). 3. Afasia nominal: kesulitan untuk menemukan nama yang tepat untuk suatu benda (dikenal juga sebagai afsia nominal dan amnestik). 4. Afasia sintatikal: ketidak mampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan yang tepat.

5. Afasia logat kusus: kata-kata yang dihasilkan seluruhnya neologistik, kata-kata yang bukan-bukan diulangi dengan berbagai intonasi dan nada. 6. Afasia global: kombinasi afasia yang sangat tidak fasih dan afasia fasih yang berat. VI. Pesepsi: Proses pemindahan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis, proses mental dimana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran. A. Gangguan persepsi. 1. Halusianasi: persepsi sensoris yang palsu yang tidak disertai dengan stimulus eksternal yang nyata, mungkin terdapat atau tidak terdapat interpretasi waham tentang pengalaman halusinasi. a) Halusinasi hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi saat akan tertidur, biasanya dianggap sebagai fenomena non patologis. b) Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat terbangun dari tidur, biasanya dianggap tidak patologis. c) Halusinasi dengar (auditoris): persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara tetapi juga bunyi-bunyi lain seperti music, merupakan halusinasi yang paling sering pada gangguan psikiatrik. d) d. Halusinasi visual : persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang berbentuk (sebagai contohnya,orang) dan citra yang tidak berbentuk (sebagi contohnya, kilatan cahaya), paling sering pada gangguan organic

e) e. Halusinasi cium (olfaktoris) : persepsi membau yang palsu, paling sering pada ganguuan organik f) f. Halusinasi kecap (gustatoris) : persepsi tentang rasa kecap yang palsu, seperti rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kejang, paling sering pada gangguan organik, g) g. Halusinasi raba (taktil, haptic) : persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi permukaan seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom limb), sensasi adanya gerakan pada atau dibawah kulit (kesemutan) h) h. Halusinasi somatik : sensasi palsu tentang sesuatu hal

yang terjadi di dalam atau terhadap tubuh, paling sering berasal dari visceral ( juga dikenal sebagai halusinasi kenestetik) i) i. Halusinasi liliput : persepsi yang palsu dimana benda-benda tampak lebih kecil ukurannya (juga dikenal sebagai mikropsia) j) j. Halusinasi yang sejalan dengan mood (mood-congruent hallucination) : k) halusinasi dimana isi halusinasi adalah konsisten dengan mood yang tertekan atau manic (sebagai contohnya, pasien yang mengalami depresi mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien adalah orang yang jahat, seorang pasien manik

mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien memiliki harga diri, kekuatan dan pengetahuanyang tinggi) l) k. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood ( moodincongruent hallucination) :

m)

halusinasi dimana isinya tidak konsisten dengan mood yang tertekan atau manic (sebagai contohnya, pada depresi, halusinasi tidak melibatkan tema-tema tersebut seperti rasa bersalah, penghukuman yang layak diterima, atau

ketidakmampuan, pada mania halusinasi tidak mengandung tema-tema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang tinggi) n) l. Halusinosis : halusinasi, paling sering adalah halusinasi

dengar, yang berhubungan dengan penyalahgunaan alcohol kronis dan terjadi dalam sensorium yang jernih, berbeda dengan delirium tremens (DTs), yaitu halusinasi yang terjadi dalam konteks sensorium yang berkabut. o) m. Sinestesia : sensasi atau halusinasi yang disebabkan

oleh sensasi lain (sebagai contohnya, suatu sensasi auditoris yang disertai atau dicetuskan oleh suatu sensasi visual, suatu bunyi dialami sebagai dilihat atau suatu penglihatan dialami sebagai di dengar) p) n. Trailing phenomenon : kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat halusinogen di mana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang terpisah dan tidak kontinu. 2. Ilusi: mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimuli eksternal yang nyata.

B.Gangguan yang berhubungan dengan gangguan kognitif : agnosiaketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasikan kepentingan kesan sensoris 1. Anosognosia (ketidaktahuan tentang penyakit) : ketidakmampuan untuk mengenali suatu defek neurologis yang terjadi pada dirinya 2. Somatopagnosia (ketidaktahuan tentang tubuh): ketidakmampuan untuk mengenali suatu bagain tubuh sebagai milik tubuhnya sendiri (juga disebut sebagai autopagnosia) 3. Agnosia visual : ketidakmampuan untuk mengenali benda melalui sentuhan 4. Prosopagnosia : ketidakmampuan mengenali wajah 5. Astereognosis : ketidakmampuan untuk mengenali benda melalui sentuhan 6. Apraksia : ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu 7. Simultagnosia : ketidakmampuan untuk mengerti lebih dari satu elemen pandangan visual pada suatu waktu atau untuk mengintegrasikan bagianbagian menjadi keseluruhan 8. Adiadokokinesia : ketidakmampuan untuk melakukan pergerakan yang berubah dengan cepat

C. Gangguan yang berhubungan dengan fenomena konversi dan disosiatif : Somatisasi material yang direprsi atau perkembangan gejala dan distorsi fisik yang melibatkan otot volunteer atau organ sensorik tertentu bukan dibawah kontrol volunter dan tidak disebabkan oleh suatu gangguan fisik. 1. Anestesia histerikal : hilangnya modalitas sensoris yang disebabkan oleh konflik emosional 2. Makropsia : menyatakan bahwa benda-benda tampak lebih besar dari sesungguhnya 3. Mikropsia : menyatakan bahwa benda-benda adalah lebih kecil dari sesungguhnya (baik makropsia dan mikropsia juga dapat berhubungan dengan kondisi organic yang jelas, seperti kejang parsial kompleks) 4. Depersonalisasi : suatu perasaan subjektif merasa tidak nyata, aneh, atau tidak mengenali diri sendiri

5. Derealisasi : suatu perasaan subjektif bahwa lingkungan adalah aneh atau tidak nyata, suatu perasaan tentang perubahan realitas 6. Fuga (fugue) : mengambil identitas baru pada amnesia identitas yang lama, seringkali termasuk berjalan-jalan atau berkelana ke lingkungan yang baru 7. Kepribadian ganda (multiple personality) : satu orang yang tampak pada waktu yang berbeda menjadi dua atau lebih kepribadian dan karakter yang sama sekali berbeda (disebut gangguan identitas asosiatif dalam Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV)) VII. Daya ingat : fungsi di mana informasi di simpan di otak dan selanjutnya diingat kembali ke kesadaran A. Gangguan daya ingat 1. Anemsia : ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan untuk mengingat pengalaman masa lalu, mungkin berasal dari organik atau emosional a. Anterograd : amnesia untuk peristiwa yang terjadi setelah suatu titik tertentu b. Retrograd : amnesia sebelum suatu titik waktu 2. Paramnesia : pemalsuan ingatan oleh distorsi pengingatan a. Fausse reconnaissance : pengenalan yang palsu b. Pemalsuan retrospektif : ingatan secara tidak diharapkan (tidak disadari) menjadi terdistorsi saat disaring melalui keadaan emosional, kognitif, dan pengalaman pasien sekarang c. Konfabulasi : pengisian kekosongan ingatan secara tidak disadari oleh pengalaman yang dibayangkan atau tidak nyata yang dipercaya pasien tetapi tidak mempunyai dasar kenyataan, paling sering berhubungan dengan patologi organik d. Dj vu : ilusi pengenalan visual dimana situasi yang baru secara keliru dianggap sebagai suatu pengulangan ingatan sebelumnya e. Dj entendu ; ilusi pengenalan auditoris f. Dj pense ; ilusi bahwa suatu pikiran baru dikenali sebagai pikiran yang sebelumnya telah dirasakan atau diekspresikan

3. 4. 5. 6.

7.

g. Jamais vu ; perasaan palsu tentang ketidakkenalan terhadap situasi nyata yang telah dialami oleh seseorang Hiperamnesia ; peningkatan derajat penyimpanan dan pengingatan Eidetic image : ingatan visual tentang kejelasan halusinasi Screen memory : ingatan yang dapat ditoleransi secara sadar menutupi ingatan yang menyakitkan Represi : suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh pelupaan secara tidak disadari tehadap gagasan atau impuls yang tidak dapat diterima Letologika : ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama atau suatu kata benda yang tepat

B. Tingkat daya ingat 1. Segera (immediate) : reproduksi atau pengingatan hal-hal yang dirasakan dalam beberapa detik sampai menit. 2. Baru saja (recent) : pengingatan peristiwa yang telah lewat beberapa hari. 3. Agak lama (recent past) : pengingatan peristiwa yang telah lewat selama beberapa bulan. 4. Jauh (remote) : pengingatan peristiwa yang telah lama terjadi. VIII. Inteligensia : kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakkan dan menyatukan secara konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi situasi yang baru. A. Retardasi Mental : kurangnya inteligensia sampai derajat dimana terdapat gangguan pada kinerja social dan kejuruan : ringan (IQ 5o atau 55 sampai kira-kira 70), sedang (IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55), berat (IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), atau sangat berat (IQ dibawah 20 atau 25), istilah yang lama adalah idiot (usia mental kurang dari 3 tahun), imbesil (usia mental 3 sampai 7 tahun), dan moron (usia mental kira-kira 8 tahun). B. Demensia : pemburukan fungsi intelekstual organic dan global tanpa pengaburan kesadaran.

1. Diskalkulia (akalkulia) : hilangnya kemampuan untuk melakukan perhitungan yang tidak disebabkan oleh kecemasan atau gangguan konsentrasi. 2. Disgrafia (agrafia) : hilangnya kemampuan untuk menulis dalam gaya yang kursif, hilangnya struktur kata. 3. Aleksia : hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki, tidak disebabkan oleh gangguan ketajaman penglihatan. C. Pseudodemensia : gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak disebakan oleh suatu kondisi organic, paling sering disebabkan oleh depresi (sindroma demensia dari depresi). D. Berpikir konkret : berfikir harafiah, pengguanaan kiasan yang terbatas tanpa pengertian nuansa arti, pikiran satu-dimensional. E. Berpikir abstrak : kemampuan untuk mengerti nuansa arti, berfikir multidimensional dengan kemampuan menggunakan kiasan dan hipotesis dengan tepat. IX. Tilikan (Insight) : kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatu situasi (seperti sekumpulan gejala). A. Tilikan intelektual : mengerti kenyataan objektif tentang suatu keadaan tanpa kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam cara yang berguna untuk mengatasi situasi. B. Tilikan sesungguhnya : mengerti kenyataan objektif tentang suatu situasi, disertai dengan daya pendorong (impetus) motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi. C. Tilikan terganggu : menghilangnya kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif dari suatu situasi. X. Pertimbangan (judgment) : kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan untuk bertindak secara tepat didalam situasi tersebut. A. kemampuan untuk menilai, melihat, dan memilih berbagai pilihan didalam suatu situasi. B. Pertimbangan otomatis : kinerja reflex di dalam suatu tindakan c. Pertimbangan yang terganggu : menghilangkan kemampuan untuk mengerti suatu situasi dengan benar dan bertindak secara tepat.

Dst.gangguan fisik : sakit/nyeri kepala, kuduk,

Menurut PPDGJ III/ICD X: Sekelompok gejala/perilaku Ditemukan secara klinis Disertai penderitaan pada kebanyakan kasus Terkait dengan terganggunya fungsi seseorang

Disampaikan pada : BimTek HAM Kab/Kota, th 2012,


Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wilayah Riau, di Hotel Drego, Pekanbaru,

Anda mungkin juga menyukai