Anda di halaman 1dari 2

NAMA : I MADE ASTIKA YASA KELAS : IX A NO :

02

CERITA LUBDAKA
Lubdaka adalah seorang kepala keluarga hidup di suatu desa menghidupi keluarganya dengan berburu binatang di hutan. Hasil buruannya sebagian ditukar dengan barang-barang kebutuhan keluarga, sebagian lagi dimakan untuk menghidupi keluarganya. Dia sangat rajin bekerja, dia juga cukup ahli sehingga tidak heran bila dia selalu pulang membawa banyak hasil buruan.Hari itu Lubdaka berburu sebagaimana biasanya, dia terus memasuki hutan, aneh pikirnya kenapa hari ini tak satupun binatang buruan yang muncul, semua peralatan berburu digotongnya tanpa kenal lelah, dia tidak menyerah terus memasuki hutan. Kalo sampe ia pulang gak membawa hasil buruan nanti apa yang akan dimakan oleh keluarganya, semangatnya semakin tinggi, langkahnya semakin cepat, matanya terus awas mencari-cari binatang buruan, namun hingga menjelang malam belum juga menemukan apa yang ia harapkan, hari telah terlalu gelap untuk melanjutkan kembali perburuannya, dan sudah cukup larut jika hendak kembali ke rumahnya.Ia memutuskan untuk tinggal di hutan, namun mencari tempat yang aman terlindungi dari ancaman bahaya, beberapa hewan buas terkenal berkeliaran di dalam gelapnya malam guna menemukan mangsa yang lelap dan lemah. Sebagai seorang pemburu tentu dia tahu betul dengan situasi ini. Tak perlu lama baginya guna menemukan tempat yang sesuai, sebuah pohon yang cukup tua dan tampak kokoh di pinggir sebuah telaga mata air yang tenang segera menjadi pilihannya. Dari sisa tenaga yang masih ada, ia memanjat batang pohon itu, melihat sekeliling sekejap, ia pun melihat sebuah dahan yang rasanya cukup kuat menahan beratnya, sebuah dahan yang menjorok ke arah tengah mata air, di mana tak satu pun hewan buas pikirnya akan bisa menerkamnya dari bawah, sebuah dahan yang cukup rimbun, sehingga ia dapat bersembunyi dengan baik. Singkat kata, ia pun merebahkan dirinya di dahan tersebut. Ia merasa cukup aman dan yakin akan perlindungan yang diberikan oleh tempat yang telah dipilihnya. Sesaat kemudian keraguan muncul dalam dirinya. Kalau sampai dia tertidur dan jatuh tentu binatang buas seperti macan, singa, dll akan dengan senang hati memangsanya.Untuk menjaga agar ia tidak terjatuh dari pohon tersebut, Lubdaka lalu memetik daun, guna menyelamatkan hidupnya. Ia memperhatikan setiap kali daun yang jatuh ke air dan membentuk gelombang di permukaan air tersebut, gelombang itu saling berbenturan, kemudian menghilang kembali. Hal yang sama berulang. Ia baru pertama kalinya melihat yang seperti ini. Ia teringat akan kesehariannya saja yaitu berburu tak pernah ia menyadari masih banyak keindahan yang terdapat dialam tersebut.

Terdengar lolongan srigala yang kelaparan tak jauh dari tempatnya berada, secara tiba-tiba ia mengurungkan niatnya memetik daun. Jantungnya mulai berdegup kencang, Lubdaka tahu, pikirannya berkata bahwa jika ia membuat sedikit saja suara, si pemilik lolongan itu bisa saja menghampirinya, dan menunggunya untuk memangsanya. Ia kembali memetik sehelai daun dan menjatuhkannya ke mata air, namun secara tak sadar oleh kegugupannya, ia memetik sehelai daun lagi dengan segera,Ia pun melepas tangkai demi tangkai daun itu dari genggamanannya, dan jatuh dengan begitu indah di atas permukaan air. Diapun tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam Siwa (Siwa Ratri), yaitu pada pangelong ping-14 Tilem Kapitu. Dimana Siwa sedang melakukan tapa brata yoga semadi. Barang siapa pada malam itu melakukan brata (mona brata: tidak berbicara, jagra: Tidak Tidur, upavasa: Tidak makan dan minum) maka mereka akan dibebaskan dari ikatan karma oleh SiwaSang Surya pun muncul dari ufuk Timur, Lubdaka memandangnya dari celah-celah dedaunan hutan, dalam semalam ia telah melihat begitu banyak hal yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Kini ia telah tau dengan kehidupan dan melepas ketakutan-ketakutannya, ia telah mulai mengenal semua itu dengan mengenal dirinya. Lubdaka begitu senang ia dapat tetap terjaga walau dengan semua yang ia alami dengan kekalutan dan ketakutan. Dia menyadari bahwa berburu bukanlah satu-satunya pilihan untuk menghidupi keluarganya. Setelah dia melewati perenungan di malam tersebut, kesadaran muncul dalam dirinya untuk merubah jalan hidupnya. Dia mulai bercocok tanam, bertani hingga ajal datang menjemputnya.Saat dia meninggal, Atmanya (Rohnya) menuju sunia loka, bala tentara Sang Suratma telah datang menjemputnya. Mereka telah menyiapkan catatan hidup dari Lubdaka yang penuh dengan kegiatan Himsa Karma. Namun pada saat yang sama pengikut Siwa pun datang menjemput Atma Lubdaka. Mereka menyiapkan kereta emas. Lubdaka menjadi rebutan dari kedua balatentara baik pengikut Sang Suratma maupun pengikut Siwa. Ketegangan mulai muncul, semuanya memberikan argumennya masing-masing. Mereka patuh pada perintah atasannya untuk menjemput Atma Sang Lubdaka. Saat ketegangan memuncak Datanglah Sang Suratma dan Siwa. Keduanya kemudian bertatap muka dan berdiskusi. Sang Suratma menunjukkan catatan hidup dari Lubdaka, Lubdaka telah melakukan banyak sekali pembunuhan, sudah ratusan bahkan mungkin ribuan binatang yang telah dibunuhnya, sehingga sudah sepatutnya kalo dia harus dijebloskan ke neraka.Siwa menjelaskan bahwa Lubdaka memang betul selama hidupnya banyak melakukan kegiatan pembunuhan, tapi semua itu karena didasari oleh keinginan niat untuk menghidupi keluarganya. Dan dia telah melakukan tapa brata (mona brata, jagra dan upavasa/puasa) salam Siwa Ratri/Malam Siwa, sehingga dia dibebaskan dari ikatan karma sebelumnya. Dan sejak malam itu Dia sang Lubdaka menempuh jalan hidup baru sebagai seorang petani. Oleh karena itu Sang Lubdaka sudah sepatutnya menuju Suarga Loka (Sorga). Akhirnya Sang Suratma melepaskan Atma Lubdaka dan menyerahkannya pada Siwa.

Anda mungkin juga menyukai