Anda di halaman 1dari 29

PBL I Info I Tn.

Ogah berusia 62 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh keluarganya dengan keluhan utama anggota gerak sebelah kanan lemah secara mendadak ketika sedang istirahat 3 jam yang lalu. Jika dipaksakan pasien hanya mampu mengangkat tangan namun hanya sebentar. Pada anamnesis selanjutnya didapakan pasien pelo dan mulutya menceng ke kiri. Pasien tidak mengeluh ada riwayat demam maupun kejang sebelumnya. Pasien juga menyangkal mengalami trauma kepala sebelumnya. Pak Ogah baru pertama mengalami sakit seperti. Pak ogah suka makanan bersantan, cek kolesterol minggu lalu =313mg/dl. Riwayat pasien tidak memiliki riwayat DM, tidak ada penyakit jantung.

A. Klarifikasi Istilah a. Pelo : Disatria cara berbicara dengan lidah yang lumpuh. b. Hemiplegia : Hilangnya kekuatan otot sama sekali pada separuh anggota tubuh. c. Hemiparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada separuh anggota tubuh. d. Monoparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada salah satu anggota tubuh. e. Paraparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada dua anggota gerak (tungkai/2kaki). f. Tetraparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada ke empat anggota gerak.

g. Monoplegia : Hilangnya kekuatan otot pada salah satu anggota tubuh. h. Paraplegia : Hilangnya kekuatan otot pada dua anggota gerak (tungkai/2 kaki). i. Tetrapelgi : Hilangnya kekuatan otot pada ke empat anggota gerak.

B. Analisis Masalah a. Identitas Nama Pasien Tn. Ogah Umur : 62 tahun

b. RPS Keluhan Utama : Kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan Onset : 3 jam yang lalu Kronologis : Gejala muncul saat pasien sedang istirahat Keluhan Penyerta : Mulutnya menceng ke kiri dan bicaranya menjadi pelo, tidak mengeluh ,mual, muntah, demam, pasien sadar, tidak ada riwayat trauma

C. Identifikasi Masalah 1. Informasi apa yang dibutuhkan untuk memperkuat hipotesis?

D. Analisis Masalah 1. Informasi apa yang dibutuhkan untuk memperkuat hipotesis? a. RPS b. RPD Apakah dulu pernah mengalami kejadian yang sama Apakah ada riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu Apakah ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM atau hiperlipidemia Apakah terdapat riwayat cedera (trauma) kepala? Apakah Pasien pernah mengalami muntah yang proyektil (tanpa gangguan gastrointestinal)? c. RPK Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejadian yang sama? Apakah dalam keluarga memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM atau hiperlipidemia? d. RSE Apakah pekerjaan pasien? Bagaimana pola makan pasien sehari-hari? Apakah pasien memiliki kebiasaan olahraga teratur? Faktor yang memperberat dan memperingan

Apakah pasien terbiasa merokok atau mengkonsumsi alkohol?

e. Pemeriksaan Fisik yang Diperlukan Keadaan umum Kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) Vital Sign berupa tekanan darah, nadi, respiratory rate, suhu Pemeriksaan fisik head to toe: a) Kepala-Leher : Mata b) Thoraks : Jantung, paru-paru c) Abdomen : Lambung, hepar dan peristaltik usus d) Ekstremitas : Kekuatan motorik ekstremitas atas dan bawah Pemeriksaan Neurologi a) Pemeriksaan nevus cranialis b) Pemeriksaan Motorik c) Pemeriksaan Sensorik d) Pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis Info II Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos Mentis Kuantitatif : GCS E4 M6 V5 Vital Sign : TD 160/90 mmHG , N 88x/menit reguler, RR 20x/menit, S 36,30 C Kepala : Mesochepal, tanda trauma (-) Mata : Konjungtiva anemis -/- , sclera ikterik -/-, reflek cahaya +/+ , Pupil Isokor diameter 2mm/2mm Leher : Limfadenopati (-) Jantung : Batas kiri 2 cm lateral midclavicular line, lainnya dbn

Paru : (inspeksi simetris, statis, dinamis) , (Palpasi stem fremitus kanan = kiri) , (Perkusi sonor seluruh lapang paru) , (Auskultasi suara dasar = vesikuler, suara tambahan (-))

Abdomen : (Inspeksi datar), (Auskultasi bising usus (+) normal), (Palpasi supel, nyeri tekan (-)), (hepar dan lien tidak teraba), (Perkusi tymphani)

Interpretasi Informasi II Dilihat dari pemeriksaan fisik yang terdapat pada info II, kondisi tidak normal hanya ditemui pada tekanan darah 160/90 mmHG dimana angka tersebut masuk dalam kategori Hipertensi Grade II menurut JNC 7, sedangkan hasil pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pada pengukuran derajat kesadaran digunakan GCS (Glasgow Coma Scale) yang merupakan metode penilaian kuantitatif dengan menggunakan tiga parameter, yaitu : Eye response, Motor Response dan Visual response. a. Eye Response Membuka mata spontan (4) Membuka mata bila diperintah (3) Membuka mata dengan rangsangan nyeri (2) Tidak membuka mata walau dengan berbagai ransangan (1)

b. Motorik Response Bergerak sesuai perintah (6) Dapat bereaksi menyingkirkan nyeri (5) Fleksi siku pada ransangan nyeri (4) Fleksi spastik/ abduksi lengan atas dengan ransangan nyeri (3) Reaksi ekstensi terhadap ransangan nyeri (2) Tidak ada respon terhadap ransangan nyeri (1)

c. Verbal Response Dapat mengidentifikasi secara tepat terhadap waktu, tempat dan orang (5) Mengalami kebingungan terhadap waktu, tempat dan orang (4)

Dapat diajak bicara tetapi tidak memahami serta memberikan respon verbal dengan tidak tepat, tidak realistik. jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan (3)

Tidak ada respon terhadap pertanyaan, pasien tidak mampu mengeluarkan suara (1)

Penjelasan mengenai skor derajat kesadaran Tn. Ogah dengan GCS ( E4 M6 V5) diinterpretasikan sebagai berikut, Tn. Ogah mampu membuka mata secara spontan, bergerak sesuai perintah, serta dapat mengidentifikasi secara tepat terhadap waktu, tempat dan orang.

Informasi III

Pemeriksaan Neurologis Tidak didapatkan tanda-tanda iritasi meningeal N.Cranialis : Parase N.VII kanan tipe sentral dan Parase N.XII kanan tipe sentral Fungsi Motorik Gerak Kekuatan Reflek Fisiologis Reflek patologis Tonus Trofi Superior (D/S) T/B 3/5 +/+N +/N/N E/E Inferior (D/S) T/B 3/5 +/+N +/N/N E/E

Pemeriksaan Sensibilitas : dbn Siriraj Stroke Score = (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 100) - (3x1) - 12 = 9 - 12 = -3 (Stroke non hemoragik)

Pembahasan Berdasarkan hasil pemeriksaan neurologi pada Tn. Ogah didapatkan bahwa terdapat parase N.VII kanan tipe sentral dan parase N.XII kanan tipe sentral, terdapat keterbatasan gerakan pada fungsi motor pada anggota gerak kanan, meluasnya area pada pemeriksaan reflek fisiologis pada anggota gerak kanan, serta didapatkan adanya reflek patologis pada anggota gerak (tangan dan kaki) kanan. Sedangkan penjelasan mengenai Siriraj Stroke Score sebagai berikut : Siriraj Stroke Score (SSS) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menilai jenis stroke melalui perhitungan beberapa parameter dikali dengan konstanta tetap melalui rumus penghitungan : SSS = (2,5 x C) + (2 x V) + (2 x H) + (0,1 x BPD) - (3 x A) - 12 Keterangan : C = Derajat Kesadaran V = Vomitus / Muntah H = Nyeri Kepala BPD = Blood Pressure Diastolic (Tekanan diastolic) A = Atherom (DM, Penyakit Jantung) Penilaian Derajat Kesadaran a. Sadar Penuh : 0 b. Somnolen : 1 c. Koma : 2 Nyeri Kepala a. Tidak ada : 0 b. Ada : 0 Vomitus a. Tidak ada : 0 b. Ada :1 Artheroma a. Tidak ada : 0 b. Ada : 1 Kesimpulan : a. SSS > 1 : Stroke Hemoragik b. SSS <1 : Stroke Non Hemoragik

c. SSS = (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 0) -12 = -3 Sehingga, untuk sementara disimpulkan bahwa Tn Ogah merupakan pasien stroke non Hemoragik hal ini diperkuat dengan penerapan hasil pemeriksaan pasien TN. Ogah terhadap algoritma Gadjah Mada.

Gambar Algoritma Stroke Gadjah Mada (Perdossi, 2007)

Sasbel 1. Anatomi Nevus Cranialis 2. Fisiologi SSP 3. Fisiologi SST 4. Pemeriksaan reflek fisiologis 5. pemeriksaan reflek patologis

6. Upper motor Neuron 7. Lower Motor Neuron 8. Pemeriksaan saraf cranialis 9. Perbedaan SNH dan SH Hasil Belajar Mandiri 1. Anatomi SSP dan SST a. Nervus Olfactorius (N.I) N.I berasal dari sel-sel reseptor olfactorius pada mucosa olfactorius. Mukosa ini terletak pada bagian cavum nasi di atas concha nasalis superior. Berkas serabut-serabut n.olfactorius berjalan melalui lubang lubang pada lamina cribrosa ossis ethmoidalis untuk masuk ke dalam bulbus olfactorius di dalam rongga cranium. Bulbus olfactorius dihubungkan dengan area olfactorius cortex cerebrioleh tractus olfactorius (snell, 2006). b. Nervus Opticus (N.II) N.II merupakan kumpulan axon sel-sel lapisan ganglionik retina N.opticus muncul dari belakang bola mata dan meninggalkan rongga orbita melalui canali opticus untuk masuk ke dalam rongga cranium. Selanjutnya menyatu dengan n.opticus lainnya membentuk chiasma opticum (snell, 2006). c. Nervus Occulomotorius (N.III) N.III keluar dari permukaan anterior mesencephalon. Saraf ini berjalan ke depan di dalam fossa cranii anterior pada dinding lateral sinus cavernosus. Di sini saraf ini bercabang dua menjadi ramus superior dan ramus inferior yang masuk ke rongga orbita melalui fissura orbitalis superior (snell, 2006). d. Nervus Trochlearis (N.IV) N.IV adalah saraf cranial yang paling langsing. Meninggalkan permukaan posterior mesencephalon dan segera menyilang saraf sisi lainnya. N.IV berjalan ke depanmelalui fossa cranii media pada dinding lateral sinus cavernosus (snell, 2006). e. Nervus Trigeminus (N.V)

Merupakan saraf cranial terbesar, meninggalkan aspek anterior pons sebagai radix motorik yang kecil dan radix sensorik yang besar. Saraf ini berjalan ke depan dari fossa cranii posterior untuk mencapai apex pars petrosa ossis temporalis di dalam fossa cranii media. Di sini, radix sensorik membesar membentuk ganglion trigeminus. Radix motorik N.V terletak di bawah ganglion sensorik dan tidak mempunyai hubungan satu dengan yang lain. N. Ophthalamicus (N.V1), N. Maxillaris (N.V2), N. Mandibularis (N.V3) berasal dari pinggi anterior ganglion (snell, 2006). f. Nervus Abducens (N.VI) Saraf kecil ini muncul dari permukaan anterior

rhombencephalon di antara pons dan medulla oblongata dan jalan ke depan bersama a.carotis melalui sinus cavernosus di dalam fossa cranii media dan masuk orbita melalui fissura orbitalis superior (snell, 2006) g. Nervus Fascialis (N.VII) N.VII muncul sebagai dua radix dari permukaan anterior ke otak belakang di antara pons dan medulla oblongata. Radix berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior bersama n.vestibulocochlearis dan masuk ke meatus acusticus internus pada pars petrosa ossis temporalis. Pada dasar meatus, saraf ini masuk ke dalam canalis facialis yang berjalan ke lateral melintasi telinga dalam. kemudian n. facialis menempel pada telinga tengah dan aditusa dan

trumtympanicum kemudian keluar dari canalis melalui foramen stylomastoideum. Saraf ini kemudian berjalan ke depan melalui glandula parotis ke daerah distribusinya (snell, 2006). h. Nervus Vestibulocochlearis (N.VIII) Terdiri atas dua berkas saraf sensorik, yaotu vestibuloris dan cochlearis. Saraf-saraf ini meninggalkan permukaan anterior otak antara pon dan medulla oblongata, dan melewati fossa cranii posterior kemudian masuk ke meatus acusticus internus bersama n.facialis (snell, 2006). i. Nervus Glossopharyngeus (N.IX)

Keluar dari permukaan anterior medulla oblongata, di antara oliva dan pendiculus cerebelli inferior. N.IX berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior dan meninggalkan cranium melalui foramen jugulare. Kemudian N.IX berjalan turun melalui bagian atas leher ke bagian posterior lidah (snell, 2006). j. Nervus Vagus (N.X) Tersusun atas serabut motorik dan sensorik. Berasal dari medula oblongata dan meninggalkan tengkorak melalui bagian tengah foramen jugular bersama dengan craniales IX dan XI. N.X mempunyai dua buah ganglion inferius yang terlekat tepat di distal foramen (snell, 2006). k. Nervus Acessorius (N.XI) Susunan serabut-serabut motorik. Saraf ini dibentuk dari gabungan radix cranialis dan spinalis. Radix cranialis lebih kecil dan berasal dari medula oblongata. Radix spinalis berasal dari lima segmen cervicalis medulla spinalis bagian atas. Radix spinalis bersatu membentuk truncus yang berjalan ke atas di dalam canalis vertebralis dan masu ke dalam cranium melalui foramen magnum. Radix spinalis maupun radix cranialis bertemu dan berjalan bersama melalui bagian tengah foramen jugulare (snell,2006). l. Nervus Hypoglossus (N.XII) Saraf motorik untuk otot-otot lidah berasal dari medulla oblongata dan meninggalkan tengkorak melalui canalis nervi hypoglossi occipitale. Kemudia berjalan berdekatan denagan N.IX, X, XI, a.carotis interna, dan v.jugularis interna sampai mencapai pinggir bawah venter posterior m.digastricus, disini N.XIIX membelok ke depan dan medial. Saraf ini kemudian menyilang a.carotis interna dan externa mengait a.lingualis. Kemudian berjalan ke depan dan atas profunda m.mylohyideus (snell, 2006). 2. Fisiologi SSP Sistem saraf merupakan salah satu dari 2 sistem kontrol utama, mengatur banyak aktivitas tubuh yang ditujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal (homeostasis). Secara umum sistem saraf

bekerja melalui sinya listrik (potensial aksi) untuk mengontrol respons tubuh yang cepat. Melalui transmisi cepat impuls listrik secara umum

mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas tubuh yang cepat, misalnya gerakan otot (sherwood, 2001). Sistem saraf dibentuk oleh jaringan interaktif kompleks dari tiga jenis dasar sele saraf yaitu neuron aferen, neuron eferen dan antarneuron. Sistem saraf pusat (ssp) terdiri dari otak dan medulla spinalis. SSP menerima impuls atau ransang tentang lingkungan internal dan eksternal dari neuron aferen. SSP menyortir dan mengolah masukan impuls kemudian akan memulai pengarahan yang sesuai di neuron - neuron eferen, yang membawa instruksi ke kelenjar atau otot untuk melaksanakan respon yang diinginkan (sherwood, 2001).

Fungsi lobus-lobus dalam cortex cerebri (snell, 2006) : a. Lobus frontalis 1) Area precentralis Terletak di gyrus precentralis, termasuk dinding anterior sulcus centralis serta bagian posterior gyrus frontalis superior. Dibagi menjadi daerah posterior dan anterior. Daerah posterior disebut sebagai area motorik, area motorik primer atau area brodmann 4, yang berfungsi untuk menimbulkan gerakangerakan individual pada berbagai bagian tubuh. Jika area motorik primer distimulasi secara elektrik akan menimbulkan gerakan yang terisolasi pada sisi tubuh kontralateral dan kontraksi kelompok otot yang menampilkan gerakan-gerakan spesifik. Daerah anterior disebut sebagai area premotorik atau area motorik sekunder atau area brodmann 6 serta sebagian area 8, 44 dan 45. Berfungsi membuat program aktivitas motorik pada area motorik primer terutama berperan untuk mengontrol gerakan postural kasar melalui hubungannya dengan ganglia basalis. 2) Area motorik suplementer

Stimulasi pada area ini akan menimbulkan gerakan pada ekstremitas kontralateral, tetapi dibutuhkan stimulus yang lebih kuat. 3) Lapangan mata frontal Apabila distimulasi listrik akan menimbulkan gerakan mata konjugat, terutama ke arah sisi kontralateral. 4) Area bicara motorik broca Pada sebagian besar individu, area ini penting di hemisphere kiri atau dominan dan ablasio akan menimbulkan paralisis fungsi bicara. Pada individu dengan dominan hemisphere kana, area sisi kanan pening, tetapi ablasio di daerah tersebut pada hemisphere yang tidak dominan tidak akan

mempengaruhi fungsi bicara. 5) Area prefrontalis Berkaitan dengan pembentukan pribadi individu, berfungsi sebagai untuk menentukan inisiatif dan penilaian seseorang. b. Lobus parietalis Peran uramanya pada kegiatan pemprosesan dan integrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya. Sensasi dari semua bagian tubuh diterima oleh cortex sensorik primer dan disinilah manggapai kesadaran. Lobus parietalis menyampaikan informasi sensorik ke banyak daerah lain di otak termasuk daerah asosiasi motorik dan visual diseblahnya. Terdapat tiga area : 1) Area somatosensorik primer 2) Area somatosensorik sekunder 3) Area somatosensorik asosiasi Fungsi utamanya adalah menerima dan mengintegrasikan berbagai modalitas. c. Lobus temporalis Merupakan area sensori reseptif untuk impuls pendengaran. Cortex pendengaran primer (area 41 dan 42) berfungsi sebagai penerima suara, sedangkan cortex asosiasi pendengaran (terutama area 22,

walaupun bagian lain lobus temporalis juga berperan) diperlukan untuk proses pemahaman area 22 broadmann, dikenal dengan area wernicke. d. Lobus occipitalis Lobus ini mengandung cortex penglihatan primer (area 17) yang menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. 3. Fisiologi SST Tabel 1. Fungsi Saraf Kranialis (snell, 2006) Nama Olfactorius Komponen Sensorik Fungsi Penghidu Tempat Keluar Lamina cribosa

ossis ethmoidalis Opticus Occulomotorius Sensorik Motorik Penglihatan Mengangkat Canalis opticus kelopak Fissura orbitalis

mata atas, menggerakkan superior bola mata ke atas, bawah dan medial, konstriksi

pupil, akomodasi pupil Trochlearis Motorik Membantu Fissura orbitalis

menggerakkan bola mata duperior ke bawah dan lateral Trigeminus Ophtalmicus (Sensorik) Maxilaris (Sensorik) Mandibularis (Motorik) Abducens Motorik Abducens Fissura superior Facialis Motorik Sensorik Sekretomotorik parasympatis Facialis Meatus internus, facialis, acusticus canalis foramen orbitalis Ophtalmicus Maxilaris mandibularis Fissira superior Foramen rotundum Foramen ovale orbitalis

stylomastoideus

Vestibulocochlear

Vestibular (sensorik) Cochlear (sensorik)

Vestibulocochlear

Meatus internus

acusticus

Glossopharyngeus

Motorik Sekremotorik parasympatis sensorik

M.stylopharingeus

Foramen jugulare

Acessorius

Motorik

Otot

palatum

molle, Foramen jugulare laring,

pharing,

m.sternocleidomastoideus Hypoglossus Motorik Otot - otot lidah yang Canalis hypoglossi mengatur bentuk dan

gerakan lidah

4. Pemeriksaan Reflek Fisiologis Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom (sidharta, 1999) Interpretasi pemeriksaan reflek fisiologis tidak hanya menentukan ada tidaknya tapi juga tingkatannya. Adapun kriteria penilaian hasil pemeriksaan reflek fisiologis adalah sebagai berikut : 1) Positif normal 2) Positif meningkat 3) Positif menurun Suatu reflek dikatan meingkat bila daerah perangsangan meluas dan respon gerak reflektorik meningkat dari keadaan normal. Ransangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya ransangan tidak boleh melebihi batas sehingga justru melukai pasien. Sifa reaksi setelah peransangan tergantung tonus otot sehingga otot yang diperiksa

sebaiknya dalam keadaan sedikit kontraksi, dan bila hendak dibandingkan denagan sisis kontralateralnya maka posisis keduanya harus simetris. Reflek fisiologis ekstremitas atas : a. Reflek bisep 1) pasien duduk santai 2) lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit prinasi, lengan diletakkan di atas lengan pemeriksa 3) ibu jari pemeriksa diletakkan di atas tendo biep, lalu pukulah ibu jari tadi dengan palu reflek 4) Respon : fleksi ringan di siku b. Reflek Brakhioradialis 1) pasie duduk rilek 2) lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa 3) pukulah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu reflek 4) respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan c. Reflek Trisep 1) pasien duduk rileks 2) lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa 3) Pukullah tendo trisep melalui fosa olecrani 4) respon : ekstensi lengan bwah di siku d. Reflek periosteum radialis 1) Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit di pronasikan 2) ketuk periosteum ujung distal os.radialis 3) respon :fleksi lengan bawah dan supinasi ringan e. Reflek periosteum ulnaris 1) Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi dan pronasi 2) ketukan pada periosteum ulnaris 3) respon : pronasi tangan Reflek Fisiologi dinding perut : a. Reflek dinding perut

1) Kulit dinding perut digores dengan bagian tumpul palu reflek dengan arah dari samping ke garis tengah 2) respon : kontraksi dinding perut Reflek fisiologis ekstremitas bawah a. Reflek patella 1) Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai 2) raba daerah kana-kiri tendo untuk enentukan daerah yang tepat 3) tangan pemeriksa memegang paha pasien 4) ketuk tendo patela dengan palu reflek menggunakan tangan yang lain 5) respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai bawah. b. Reflek Achiles 1) Penderita berbaring terlentang 2) kaki yang akan diperiksa ditumpangkan pada os.tibia kaki lainnya 3) 1 tangan pemeriksa memegang jari - jari kaki yang akan diperiksa, sedangkan tangan yang lain mengetuk tendo achilles 4) respon : plantarfleksi kaki c. Reflek Plantar 1) Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu reflek 2) respon : plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki

5. Pemeriksaan Reflek Patologis a. Reflek Hofmantromer Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa yang lain dan disentilkan keujung jari tengah tangan penderita. Dilihat respon jari tangan-tangan penderita, yaitu fleksi jari-jari yang lain. Reflek positif bilateral bila dijumpai 25% prang normal, sedangkan unilateral hoffman indikasi untuk suatu lesi UMN (lumantobing, 2008). b. Grasping Reflex

Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibu jari dan telunjuk penderita. maka timbul genggaman dari jari penderita menjepit jari pemeriksa. jika reflek ini ada, penderita tidak dapat membebaskan jari penderita. Normal apabila terjadi pada bayi (lumantobing, 2008). c. Reflek Glabella Ketukkan jari ke glabella pasien, positif apabila ada reflek pada mata penderita berkedip (lumantobing, 2008). d. Reflek babinski Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral menuju medial. Orang normal akan memberikan respo fleksi jari-jari kaki abduksi, jempol kaki dan penarikan tingkai. pasa lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi dengan jari-jari akan menyebara atau membuka (lumantobing, 2008).

6. UMN Upper motor neuron adalah semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke lower motorneuron (LMN). Berdasarkan anatomik dibagi menjadi susunan piramidalis dan extrapiramidalis. Upper motorneuron berjalan dari cortex cerebri sampai dengan medulla spinalis sehingga kerja dari upper motorneuron akan mempengaruhi aktifitas dari lower motor neuron.

7. LMN Lower motorneuron adalah neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal, hal ini lah yang membedakan dengan upper motorneuron. Lower motorneuron mempersarafi serabut otot dengan berjalan melalui radix anteriot, nervis spinalis dan saraf tepi. Lower motor neuron memiliki dua jenis yaitu alfa-motorneuron memiliki akson yang ukuran besar, tebal dan menuju serabut otot ekstrafusal. sedangkan gamma-motorneuron memiliki akson yang ukuran kecil, halus dan menuju ke serabut otot intrafusal. Begitu halnya dengan nervi cranialis merupakan LMN karena nervus-nervus cranialis ini sudah keluar sebelum medulla spinalis yaitu pons dan medulla oblongata (sidharta,2008 ; snell 2007).

8. Pemeriksaan saraf cranialis Pemeriksaan kedua belas nevus cranialis secara sistematis merupakan bagian pemeriksaan yang penting pada semua pasien neurologi. Pemeriksaan ini dapat meninjukkan lesi nucleus nervus cranial atau hubungan - hubungan sentralnya, atau juga dapat meperlihatkan adanya gangguan LMN. Sesuai dengan kasus pemeriksaan nervus cranialis VII dan XII sebagai berikut a. Nervus VII 1) Dalam keadaan diam, memperhatikan : Asimetri muka Gerakan-gerakan abnormal

2) Atas perintah pemeriksa Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri),

kemudian pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan kiri) Mmemperlihatkan gigi Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi pada ujung bibir) Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-masing) Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan

konsistensi otot platisma kanan dan miri). Pada kelemahan ringan kadang-kadang tes ini dapat untuk mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada stadium dini 3) Sensorik Khusus (Pengecapan 2/3 anterior lidah) Melalui chorda tymphani. Pemeriksaan ini membutuhkan zatzat yang mempunyai rasa : Manis, dipakai gula Pahit, dipakai kinine Asin, dipakai garam Asam, dipakai cuka

Paling sedikit menggunakan 3 macam. Sebelumnya lidah pasien dibersihkan/dilap terlebih dahulu untuk mengurangi air liur. Pasien tidak boleh menutup mulut dan mengatakan perasaannya dengan menggunakan kode-kode yang telah disetujui bersama antara pemeriksa dan pasien. Penderita diminta membuka mulut dan lidah dikeluarkan, Zat-zat diletakkan di 2/3 bagian anterior lidah. Kanan dan kiri diperiksa sendiri-sendiri, mula-mula diperiksa yang normal, biasanya menggunakan gula, garam dan klorampenicol. b. Nervus XII Pada lesi LMN, maka akan tampak adanya atrofi lidah dan fasikulasi (tanda dini berupa perubahan pada pinggiran lidah dan hilangnya papil lidah). Cara pemeriksaannya adalah : 1) Menjulurkan lidah Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah lesi. Pada Bell's palsy bisa menimbulkan positif palsu. 2) Menggerakkan lidah ke lateral Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa digerakkan ke arah samping kanan dan kiri. 3) Tremor Lidah 4) Articulasi Diperhatikan bicara dari penderita, penderita disuruh

mengikuti kalimat yang diucapkan oleh pemeriksa, yaitu : 'Ular melingkar-lingkar diatas pagar'. Bila terdapat parase maka didpatakan disatria.

9. Perbedaan SNH dan SH

Gejala Onset

SNH Sub-akut kurang

SH Samgat akut/mendadak

Waktu Peringatan Nyeri kepala Kejang Muntah Koma, kesadaran menurun Kaku kuduk Tanda kernign Edema pupil Perdarahan retina Bradikardia

mendadak Bangun pagi/istirahat +50% TIA +/+/Hari ke 4 Tanda adanya arterosklerosis di retina, koroner,

Saat aktivitas +++ + + +++ ++ + + + Sejak awal

Hampir selalu hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung hemolisis

Penyakit lain

perifer. Emboli pada kelainan katub, fibrilasi, bising karotis

Pemeriksaan darah pada LP

+ Kemungkinan

Rontgen

pergeseran glandula pineal Aneurisma, massa

Angiografi

Oklusi, stenosis

intrahemisfer, vasopasme

CT Scan

Densitas berkurang Fenomena silang silver wire art

Massa intrakranial densitas bertambah Perdarahan retina atau korpus

Oftalmoskop

vitreum Tekanan normal, Lumbal pungsi warna jernih, eritrosit <250/mm arterografi EEG (Muttaqin, Arif, 2008) oklusi Di tengah
3

Meningkat, merah, >1000/mm3 Ada pergeseran Bergeser dari bagian tengah

Info IV Hasil laboratorium Hb : 13 gr/dl Leukosit : 40% (menigkat) Trombosit : 410.000/mm3 GDS : 150 mg/dl Kolesterol total : 170 mg/dl LDL : 175 mg/dl (tinggi) Trigliserida : 155 mg/dl Asam urat : 5,2 mg/dl BUN : 2,5 mg/dl (menigkat) Kreatinin serum : 1,1 mg/dl Pemeriksaan penunjang lain EKG :hipertrofi ventrikel kiri Ro Thorax : Kardiomegali ringan CT Scan kepala : gambaran hipodens pada hemisfer kiri, terdapat gambaran stroke non hemoragik Info V a. Diagnosis Klinis I : Hemiparese dextra, parese N.VII dextra sentral, parase N.XII dextra sentral b. Diagnosis Klinis II : Hipertensi, Hiperlipidemia c. Diagnosis topik : Lesi pada kapsula interna sinistra

d. Diagnosis etiologi : Stroke non hemoragik e. Diagnosis banding : Stroke Hemoragik Penatalaksanaan : a. Farmakologi : Tirah baring O2 Kanul nasal 3 liter/menit IVFD Asering 20 tetes/menit Clilotazol 2 x 100 mg PO atau ASA 1 x 100 mg atau clopidogrel 1 x 75 mg (anti platelet) Piracetam 4 x 3 gram intra vena

b. Monitoring Keadaan umum, kesadaran, tanda vital Awasi 5B (Breathing, Blood, Brain, Bowel, Bladder) Breathing, panatau terus jalan nafas pasien, jangan sampai terjadi gangguan pernafasan Blood, apabila terjadi tekanan darah di atas 220/110 mmHg, usahakan untuk menurunkan tekanan darah tersebut, namun tidak boleh secara drastis, harus perlahan. Jaga komposisi darah agar tetap seimbang, bila gula darah pasien mencapai lebih dari 200 mg/dl harus diutunkan Brain, kondisi otak harus dijaga agar tidak terjadi kejang dan peningkatan tekanan intrakranial. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat diberikan manitol dengan dosis titrasi c. Rehabilitasi d. Edukasi Mengatur pola makan sehat menghentikan rokok Komunikasi Mobilisasi Aktivitas sehari-hari

Sasbel 1. Etiologi Stroke

Melakukan olahraga teratur Menghindari stress dan beristirahat cukup

2. Faktor Resiko Stroke 3. Patogenesis dan patofisiologi stroke 4. klasifikasi stroke 5. Komplikasi 6. Prognosis 7. Penatalaksanaan 8. Aspek psikososial, rehabilitasi medis Hasil Belajar Mandiri 1. Etiologi a. Stroke Non-Hemoragik Artherosklerosis Embolisasi Penurunan tekanan darah sistemik

b. Stroke Hemoragik Pecahnya arteri Pecahnya Aneurisma AVM (Arteriol-Venula Malformation)

2. Faktor Resiko Stroke Faktor resiko stroke adalah sebagai berikut (WHO, 2009) : a. Bisa diubah (modifiable) 1) Faktor resiko mayor Kriteria ini didapat dari tingginya tingkat prevalensi dalam masyarakat dan adanya penurunan tingkat kejadian bila faktor risiko ini dikendalikan. Tekanan darah tinggi

Lipid darah yang abnormal, totalkolesterol, LDL dan TG meningkat, HDL menurun Merokok Jarang berolahraga Meningkatkan resiko sebesar 50% Obesitas Diet yang salah Diabetes Melitus

2) Faktor resiko lain Status sosio ekonomi yang rendah Penyakit mental seperti depresi Stres psikososial seperti terisolaso dari kehidupan sosial dan kecemasan Penggunaan alkohol dapat meningkatkan risiko sebesar 30% Penggunaan obat-obatan tertentu seperti obat

kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon Hipertrofi Ventrikel Kiri Peningkatan homosistein dalam darah Peningkatan C-reactive protein (CRO) Gangguan koagulasi darah

b. Tidak bisa diubah (non-modifiable) 1) Umur 2) Ras 3) Gender 4) Riwayat penyakit keluarga 3. Patogenesis dan Patofisiologi Stroke

Bagan patogenesis dan patofisiologi stroke (Rumantir, 2007)

4. Klasifikasi Stroke Stroke diklasifikasikan sebagai berikut (Misbach, 1999) : a. Berdasarkan kelainan patologis 1) Stroke Hemoragik Perdarahan intra serebral

Perdarahan Sub Arachnoid

2) Stroke nonhemoragik Stroke akibat trombosis serebri Embolis serebri Hiperfusis stemik

b. Berdasarkan lokasi vaskuler 1) Sistem karotis Motorik hemiparase kontralateral, disartria sensorik hemipestasi kontralateral, parestesi gangguan visual maurosis fugaks gangguan fungsi luhur : Afasia, Agnosia

2) Sistem Vertebrobasiler Motorik hemiparese alternans, disatria sensorik hemipaestasi alternans, parestesi gangguan lain : gamgguam keseimbangan, vertigo, diplopia 5. Komplikasi Stroke Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24 jam sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi adalah sebagai berikut (setyopranoto, 2012) : a. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian kejang umumnya memperberat defisit neurologik. b. Peningkatan tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun beberapa hari kemudian. c. Hiccup penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. sering terjadi pada stroke batng otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma. 6. Prognosis a. Fungsional :Dubia ad bonam b. Vitam :Bonam c. Sanam :Bonam

7. Penatalaksanaan umum (demarquay, 2005) : a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, infus terpasang, boleh dimulai bertahap bila hemodinamik stabil b. Bebaskan jalan nafas, bila perlu berikan oksigen 1-2 L/menit sampaia da hasil pemeriksaan gas darah c. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan katerisasi intermitten d. Penatalaksanaan takanan darah dilakukan secara khusus e. Hiperglikemia atau hipoglikemia harus segera dikoreksi f. suhu tubuh harus dipertahankan normal

g. Asupan nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah fungsi menelan baik dan apabila didapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik dengan 1500 kalori h. Keseimbangan cairan elektrolit dipertahankan i. Pemberian cairan intravena 24 jam pertama cairan emergency RL, Nacl 0,9% asering dan dilanjutkan 24 jam berikutnya berupa berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik. j. Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin/LMWH dosis rendah bila tidak ada kontraindikasi k. Mobilisasi dan neurorestorasi serta neurorehabilitasi dini bila tidak ada kontraindikasi 8. Aspek Psikososial, Rehabilitasi Medik Program Rehabilitasi Medik a. Fase awal, untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Melalui proper bed positioning, latihan luas gerak sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional. b. Fase lanjutan, mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Program pada fase ini meliputi : Fisioterapi

Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 kebawah) Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif tergantung dari kekuatan otot. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot. Latihan mobilisasi : Okupasi Terapi, Terapi Bicara

Aspek Psikososial Pasien stroke memiliki emosi yang tidak stabil, hal ini dikarenakan krena rusaknya pusat kontrol emosi pada pasien tersebut. Pasien stroke dapat tibatiba kehilangan motivasi, nafsu makan. Perawatan rumah di rumah sakit, lamanya proses rehabilitasi bagi pasien stroke juga dapat menyebabkan depresi, serta disabilitasyang dialami oleh pasien stroke dapat membuat pasien stroke mengalami perubahansifat dan perilak selama sakit, (Demarquay, et al, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Demarquay, et al, 2005. Ethical issue of inform consent in acute stroke dalam Cerebrovasc Disc 2005; 19:65-68 Kariasa, I Made. 2009. Tesis. Persepsi Pasien Paska Serangan Stroke Terhadap Kualitas Hidupnya Dalam Perspektif Asuhan Keperawatan. Depok: UI. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2007. Pencegahan Primer Stroke dalam : Guideline Stroke. Jakarta. Lumantobing, S.M., 2008. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FKUI Manjoer, A., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. Misbach, J. 2007. Pandangan umum mengenai Stroke. Manajemen stroke secara komprehensif. Pp 1-9 .Balai penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Muttaqin, A., 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Rumantir, CU. 2007. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Setyopranoto, Ismail. 2012. Stroke. Available at http://www.strokebethesda.com 10 March, 2012, 14.00 Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC. Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik Edisi 5. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai