Anda di halaman 1dari 30

Dari Balik Hati Senja

Ditulis sepenuh jiwa oleh Honeylizious Rohani Syawaliah

Senja melilit tubuhnya dengan handuk setelah setengah jam menyiram tubuhnya dengan air yang dingin. Dia berusaha menghapus sisa kenangan semalam yang akan menjadi sejarah panjang kelangsungan hidupnya. Nugrah meminta hubungan mereka berakhir. Begitu saja. Alasannya? Karena Senja mengetahui semua kebohongannya. Padahal kenyataannya lebih masuk akal untuk diceritakan.

Nugrah terlalu mencintai pekerjaannya sehingga tidak punya waktu luang untuk Senja. Tapi selalu saja beralasan pergi keluar kota karena dapat tugas dari kantor. Padahal sejujurnya, dia tenggelam di kantornya setiap malam karena lembur. Tidak enak hati untuk mengatakan bahwa dia absen mengapel sang pujaan hati demi memenuhi kepuasannya untuk bekerja.

Senja mengambil handuk kecil dan mengeringkan rambut panjangnya yang hitam dan bergelombang. Matanya tidak berair. Tidak sama sekali. Dia bahkan tersenyum saat Nugrah memeluknya untuk yang terakhir kali. Dia sedih tapi disaat yang sama merasa lega tidak perlu menerima sedemikian banyak kebohongan lagi.

Sudah banyak cinta yang meninggalkan Senja tapi kali ini yang paling tidak menyakitkan. Bukan karena Senja tak mencintainya. Dia sangat mencintai Nugrah. Dari semua cinta yang pernah hadir dalam hidupnya dia merasa Nugrah akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Ternyata dia

salah. Bahkan dia terlampau salah berpikir untuk merajut masa depannya bersama laki-laki itu. Nugrah bukanlah pria beruntung itu. Meskipun Senja harus mengakui baru kali ini dia bertemu dengan seseorang yang 99% memenuhi criteria yang dia inginkan menjadi kekasihnya. Suami juga. Ternyata 1% itu yang membuat hubungan itu harus berakhir.

Senja

Sandy muncul di depan pintu kamarnya dengan sebuah bungkusan.

Bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk?

Pintunya tidak terkunci.

Bukan berarti kamu boleh masuk seenaknya. Ini kamar perempuan Sandy. Kamu tuh cowok.

Sama saja kali, sudah berapa lama sih kita kenal?

Lama sekali dan harusnya kamu mengerti bahwa kamu cowok dan aku cewek.

Sandy tak peduli dengan wajah Senja yang terlihat cemberut.

Aku tahu kamu lagi tidak ingin bicara dengan siapa pun. Tapi aku bawain makanan kesukaan kamu.

Minimal kamu bisa berikan ruang untukku mengenakan pakaian?

Sandy meletakkan bungkusan yang dia bawa dan beringsut keluar sambil mengangkat kedua tangannya.

***

Senja telah merapikan rambut panjangnya. Membiarkannya tergerai. Ia mengenakan kaos pink dan celana pendek yang biasa dia kenakan di rumah. Gadis itu membuka bungkusan yang dibawakan Sandy. Sejenak dia menyesal telah bersikap ketus pada Sandy. Ia segera berlari menuruni tangga dan keluar dari rumahnya. Sejenak dia tertegun di depan pagar. Matanya menatap dua sosok yang berada di halaman rumah Sandy yang tepat bersebelahan dengan rumahnya sendiri. Sandy tak sendirian di bangku taman, ada Jenny di sana.

Bukan waktu yang tepat untuk datang ke sana tapi Sandy terlanjur melihat keberadaannya. Tangan sahabatnya itu melambai dan membuat langkahnya yang tadi terhenti harus dia lanjutkan kembali.

Aku mau pergi ke toko buku sebenarnya. Senja berbohong dengan wajahnya yang sama sekali tak bisa menyembunyikannya.

Toko buku? Kebetulan, Sandy juga mengajakku ke sana. Kita bisa pergi bertiga kalau kamu tidak keberatan. Jenny menyambar begitu saja.

Sandy tersenyum mengejek. Dia tahu Senja berbohong dan hanya menghindari percakapan yang lain dengan Jenny. Celana belel yang dia kenakan bukanlah celana yang sering Senja kenakan untuk ke toko buku. Itu celana kebangsaan yang ia kenakan untuk nongkrong di rumahnya. Dari mata Senja dia bisa membaca betapa sahabatnya itu ingin meledak. Sandy menebak Senja akan tambah marah padanya sepulang dari toko buku. Senja menggigit bibirnya. Sekarang dia terperangkap di antara sahabatnya dan pacar sahabatnya. Posisi yang selalu dia hindari dan hari ini dia terperosok tanpa tahu caranya untuk keluar.

Senja melempar buku yang terpaksa dibelinya ke ranjang. Jenny sudah pulang. Sandy duduk di pinggiran jendela kamar Senja. Wajah mereka ekspresinya sangat bertolak belakang. Senja merengut dan Sandy menahan tawa. Gadis itu mengambil karet dan mengikat rambutnya dengan kasar. Rambutnya terikat seadanya. Mata mereka bertemu beberapa detik.

Senang sekarang? suara Senja yang jernih terdengar sangat ketus.

Aku tidak memintamu untuk berbohong pada Jenny, kamu sendiri yang bohong. Sekarang semua salahku?

Setidaknya kamu bisa cari cara agar aku tidak perlu berada di antara kalian.

Ada apa dengan Jenny? Dia salah apa sama kamu?

Kamu tahu sendiri Jenny bukan tipe cewek yang cocok buat kamu. Kamu lihat saja, dia hanya mempermainkanmu. Kamu buat ya San? Dia tuh kerjaannya gonta-ganti pacar. Bukan hanya di

kampusku tapi di semua kampus universitas kita. Bahkan anak-anak dosen yang berada di kampus lain pun pernah dipacarinya.

Berarti dia populer, harusnya aku bangga bisa menjadi bagian dari kepopuleran itu.

Senja menarik napas sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali.

Kamu tahu? Aku tidak peduli kamu mau pacaran sama siapa, mau sama Jenny atau cewek lain yang sepuluh kali lebih player dari Jenny juga tak ada masalah. Sekarang pulang sana.

Kamu cemburu?

Senja melotot mendapat tuduhan semacam itu.

Bicara apa kamu?

Akuilah kalau memang kamu cemburu. Kamu tidak ingin aku dekat dengan orang lain karena sekarang kamu jomblo dan kamu iri aku punya pacar.

Kamu bisa baca wajahku, kamu bisa lihat sendiri aku cemburu atau tidak.

Sandy mendekat. Duduk di sebelah Senja dan memperhatikan wajahnya dari jarak yang sangat dekat. Beberapa puluh detik yang terdengar hanya detak jantung mereka. Entah kapan terakhir kalinya mereka berdua saling menatap sedekat ini. Tapi bukan begini rasanya. Bukan.

Sudah? Senja mendorong tubuh Sandy agar menjauh darinya.

Kamu sedang memikirkan sesuatu yang lain tadi. Apa?

Kamu sendiri yang bilang bisa membaca ekspresi wajahku. Kamu sendiri yang jelaskan apa yang ada di dalam kepalaku.

Sandy menatap mata Senja lekat-lekat.

Kalau kamu tidak suka aku dekat dengan perempuan mana pun kamu tinggal bilang Nja. Detik itu juga aku tidak akan dekat dengan Jenny atau cewek yang lain.

Maksud kamu?

Sandy terlihat gugup. Ia tak bisa mengatakan apa yang dia lihat di mata Senja. Dia melihat sesuatu yang tak biasa. Sesuatu yang tak pernah ada sebelumnya. Apakah ia telah membacanya dengan benar?

Pulang sana. Ini kamar cewek. Tidak baik berlama-lama di sini.

Akhir-akhir ini kamu selalu mengatakan hal seperti itu. Kamar cewek. Privasi. Aturan yang bermacam-macam. Sejak kapan ada jarak antara kita Nja?

Sejak kita sudah duduk di bangku kuliah dan aku sadar kita beda jenis. Bisa diterima penjelasanku?

Bukan itu yang aku lihat.

Apa yang kamu lihat San?

Kamu bukan iri karena kamu jomblo dan aku punya Jenny. Kamu cemburu sebagai perempuan. Kamu menyadarinya sekarang, bahwa kita lawan jenis, itu yang membuat jarak antara kita akhir-akhir ini.

Omong kosong macam apa itu San? Mana mungkin aku punya perasaan semacam itu. Kita sahabatan dari kecil. Tidak mungkin ada yang bisa mengubah itu semua. Aku tidak suka Jenny itu saja.

Jujur Senja.

Senja menggelengkan kepala berkali-kali dengan cepat sambil tertawa. Sandy berpikiran terlalu jauh. Jenny memang bukan pengaruh yang baik untuknya. Harusnya sejak awal dia sudah mengingatkan Sandy tentang siapa Jenny bukannya malah menghindari untuk bertemu bertiga. Akhirnya Sandy sudah memiliki hubungan khusus dengannya.

Sandy memegang belakang leher Senja perlahan membuat jarak wajah mereka semakin dekat. Sekarang mereka bahkan mendengar dengusan napasnya berdua. Hidung Senja hampir menyentuh hidung sahabatnya itu. Ia tak menarik wajahnya. Dibiarkannya Sandy menatapnya dalam jarak sedekat itu. Mereka bertatapan lama.

Jujur dengan dirimu sendiri Senja.

Sandy melepaskan lehernya dan meninggalkannya begitu saja. Melangkah pulang. Ke rumah sebelah.

Senja menyibak tirai jendela kamarnya. Matanya langsung bertemu dengan sepasang mata Sandy yang ternyata sudah berada di jendela seberang sana. Sudah mandi dan rapi. Senja baru saja bangun. Masih bau dan rambutnya awut-awutan.

Apa-apaan berdiri di sana mematung? tegur Senja dengan kesal.

Sandy tak menyahut. Lelaki itu bergerak ke balkon kamarnya dan menyeberang ke balkon kamar Senja. Gadis itu hanya menggeeleng-gelengkan kepala sambil menarik napas. Sandy gelagatnya aneh sejak kemarin. Sekarang menyeberangi balkon seperti yang sering mereka lakukan sejak kecil? Bagaimana jika tetangga melihat itu?

Pagi Nja.

Mau apa sih?

Senja menguap sambil meregangkan otot lengannya. Sandy memeluknya dari belakang. Sejenak Senja bisa mendengar detak jantung Sandy dari punggungnya sendiri. Tapi detak jantungnya tak kalah keras berdetak. Tak ada perlawanan yang datang darinya.

Aku harus mandi, lepaskan aku.

Kamu tidak merasakan apa-apa? Mimpi apa semalam?

Pertanyaan aneh, sudah pulang sana. Aku mau mandi. Memangnya hanya kamu yang bisa rapi dan wangi? Aku juga bisa.

Senja, jawab dulu. Kamu mimpi apa?

Sandy tak melepaskan pelukannya sedetik pun. Senja terpaksa menarik dirinya perlahan. Mendorong Sandy beberapa langkah. Membuat jarak antara mereka.

Ada apa San?

Tok! Tok!

Senja! Bangun!

Terdengar suara ibunya dari balik pintu yang diketuk.

Sudah bangun kok. Mau mandi bentar lagi.

Ada suara siapa di kamarmu? Kamu bawa teman cowok menginap?

Hanya Sandy kok.

Sandy menginap?

Dia hanya menyeberang balkon tidak menginap. Aku suruh pulang sebentar lagi.

Ibunya tak melanjutkan pertanyaannya dan Senja mendengar langkah ibunya menjauh dari pintu. Langkah itu terdengar di anak tangga.

Sekarang pulang.

Masalahnya apa Senja?

Kamu yang jadi masalahku sekarang.

Aku? Bagian mana yang jadi masalah?

Senja terpaksa duduk di pinggir ranjangnya sambil menarik napas yang teramat panjang.

Aku sudah melihatmu sejak kecil hingga sekarang San. Semua model rambutmu aku sudah lihat. Semua tren yang kamu ikuti aku tahu. Kita selalu bareng sejak lahir, jika boleh kukatakan demikian. Kita seperti saudara kembar. Tapi kenyataannya kamu bukan saudaraku. Sekarang rasanya baru kemarin aku melihatmu menyeberangi balkon itu dengan tubuh mungilmu dan sekarang kamu sudah berubah menjadi seorang pria gagah yang ganteng dan popular di kampus. Aku harusnya sadar sejak awal kita akan membesar seperti sekarang ini

Kamu bilang aku ganteng Nja?

Senja terdiam. Tanpa sadar dia mengatakan sesuatu yang harusnya tidak dia katakan. Ia tak bisa menebak Sandy akan melakukan apa mendengar pujian semacam itu.

Kamu melihatku dari kaca mata perempuanmu Nja? Kamu melihatku sebagai lawan jenis sekarang? Bukan teman sepermainanmu lagi? Bukannya selama ini tak pernah ada pemahaman seperti itu dalam hubungan kita?

Kamu salah mengerti

Sandy bergerak ke arahnya. Tanpa diduga, Sandy melabuhkan bibirnya di bibir Senja. Bibir mereka bertemu beberapa saat. Mata Senja sejenak terpejam dan dia membiarkan ciuman itu terjadi tanpa bisa menolaknya. Hatinya menghangat. Lebih hangat dari rasa yang ia dapati dengan Nugrah. Lebih berwarna dan lebih indah.

Sandy menarik wajahnya menyisakan sedikit jarak agar ia bisa menatap wajah Senja. Wajah tercantik yang ia kenali sejak kecil. Selalu menjadi pemandangan terindah yang ingin ia lihat setiap pagi dari jendela kamarnya.

Mandi sana. Aku harus berangkat kuliah.

Senja tak menyahut. Kejadian tadi sangat mengejutkannya sehingga ia tak mampu berkatakata. Sebelum pergi Sandy mendaratkan kecupan hangat di dahinya. Senja tertegun. Apa yang terjadi dengan dirinya?

Senja menatap sosok Sandy dari kejauhan. Dia memutar langkahnya ke jalur yang tidak biasa ia lewati. Saat ini, minimal detik ini, Senja merasa butuh waktu yang lebih panjang untuk tidak bertemu dengan Sandy. Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Nja, Senja!

Senja menoleh ke belakang dan menemukan sosok Nugrah. Sosok yang sekarang juga tak ingin ia temui. Tidak bisakah setiap cowok yang tidak ia inginkan jangan muncul di depannya.

Aku menyesal. Aku ingin kembali kayak dulu lagi.

Tidak ada yang bisa kembali kayak dulu lagi Nu. Tidak ada. Bisakah setiap orang di dunia ini jangan mencariku?

Sandy yang sejak tadi mencari Senja menemukan dua sosok yang sangat dikenalnya. Setengah berlari ia menyusul Senja dan Nugrah.

Ada apa Nja? Sandy menatap gadis yang terlihat kesal itu.

Aku mau pulang. Antar aku pulang.

Aku saja Nugrah menawarkan bantuan.

Aku tidak ingin bertemu lagi denganmu. Senja menepuk dada Nugrah perlahan. Menyisakan senyuman dingin yang tak mampu Nugrah terjemahkan.

*** Senja menghempaskan tubuhnya ke ranjang Sandy. Sahabatnya itu menghilang ke dapur mengambilkannya minuman. Beberapa menit kemudian membawa dua gelas minuman dingin di tangannya. Meletakkan semuanya di atas meja dan membiarkan kebisuan melanda mereka berdua.

Jadi mengapa orang tuamu memintaku datang ke sini?

Tanya sendiri saja, mereka ada di ruang tamu sekarang.

Jangan bohong, jangan main-main lagi, dan jangan cium aku lagi.

Aku serius, bahkan ketika aku menciummu.

Senja merasa detak jantungnya berhenti mendengar ucapan Sandy. Buru-buru ia menyambar tasnya dan berlari turun melalui tangga. Langkahnya melambat di ruang tamu. Sudah ada orang tua Sandy di sana. Seorang lelaki menatapnya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Gadis itu mengibaskan rambutnya dengan cuek.

Sandy bilang Senja harus bertemu dengan Om sama Tante, ada apa ya?

Jun, ini Senja. Senja ini Jun.

Senja bingung diperkenalkan dengan seorang laki-laki asing di rumah Sandy. Apa artinya? Senja menatap ke atas tangga dan melihat wajah sendu Sandy. Ada yang tidak dikatakannya. Dia menyembunyikan sesuatu.

Sandy menghembuskan napas berat melihat laki-laki yang di ruang tamu itu tersenyum pada Senja. Tidak butuh lama untuk laki-laki mana pun menyukai Senja. Dia sendiri bahkan jatuh cinta sejak kecil padanya. Sekarang dia berada di persimpangan yang sangat membingungkan. Kedua orang tuanya malah ingin membuat Senja dekat dengan anak teman ayahnya. Bukankah mereka juga punya anak laki-laki yang bisa mencintai Senja lebih baik dari siapa pun.

***

Tengah malam, Senja menyelinap ke balkon kamar Sandy. Ia mendengar tangisan di seberang sana. Bahkan ia merasakan dadanya sendiri sesak. Ia tidak tahu harus bersedih karena apa, tapi di dalam dadanya rasanya ada yang menekan hingga ia sendiri kesakitan. Sumbernya apakah di sana? Apakah Sandy penyebabnya?

Perlahan ia memutar pegangan pintu. Ia gagal membukanya. Tentu saja ia gagal, siapa yang akan membiarkan pintu terbuka tengah malam begini. Ia ingin kembali tapi ia juga ingin tahu ada apa dengan Sandy.

Senja

Senja melihat mata Sandy basah, pipinya juga basah.

Ada apa San? Mengapa menangis?

Senja langsung memeluknya erat-erat. Beberapa menit mereka hanya tenggelam dalam diam. Senja tak pernah melihatnya menangis seperti ini sebelumnya. Tidak bahkan waktu kecil sekalipun. Tangan gadis itu membelai kepala Sandy perlahan.

Kamu tahu tidak tanggal lahir kita bisa sama disebabkan karena apa?

Ada apa San? Ada apa sih? Ada apa dengan tanggal lahir kita?

Kita kembar Nja, kembar. Kita saudara kembar.

Tidak mungkin, orang tua kita beda San.

Sandy menggelengkan kepalanya.

Orang tuaku adalah orang tuamu. Mereka tadi sore memperlihatkan semuanya padaku. Orang tuamu yang memohon untuk memilikimu dulu. Mereka tidak akan pernah memiliki anak karena Tante Putri tidak punya rahim lagi. Kita saudara kandung Nja.

Mustahil.

Sekarang giliran mata Senja yang basah.

Senja menatap langit-langit kamarnya. Kepalanya berputar-putar rasanya. Pandangannya berkunang-kunang. Hingga akhirnya ia kehilangan kesadarannya.

Senja Nja

Senja membuka matanya dan menemukan dirinya terlentang di rumput dengan pakaian olah raga. Ia melihat sekeliling. Di mana ini? Matanya bertemu dengan mata Anita. Mengapa ada Anita? Bukannya Anita sudah tinggal di luar negeri dan bekerja sebagai jurnalis di sana? Temanteman yang lain ikut mengelilinginya. Senja masih belum mampu mengidentifikasinya satu persatu.

Sakit ya Nja kepalanya?

Senja memegangi kepalanya, memang terasa sakit. Tapi ia tak tahu penyebabnya.

Maaf ya, gara-gara aku nih tadi mukul bolanya terlalu kencang. Kamu baik-baik saja kan? Sesosok lelaki yang sangat ia kenali berlari ke arahnya. Sandy. Berpakaian putih abu-abu. Baiklah, apakah memang bola kasti itu terlampau keras mengenai kepalanya sehingga ia merasa kehilangan banyak hal. Apakah tadi ia bermimpi?

Bangku kuliah. Kampus. Jenny. Sandy. Nugrah. Orang tua Sandy yang ternyata orang tuanya? Jun, jejaka tampan yang dikenalkan padanya? Mana semua itu? Apakah semuanya sekadar mimpi belaka atau ia yang terjebak pada amnesia?

Kamu ngapain lagi? suara Sandy yang jernih membuat pikirannya tentang mimpi aneh barusan buyar.

Aku? Biasa, jatuh, bola kasti.

Maaf, ini salahku. Aku tadi memukulnya terlalu keras. Anita terlihat sangat menyesal.

Sepertinya aku yang kurang hati-hati saat menangkapnya.

Senja bangkit dengan kepala yang masih sedikit pusing.

Kita ke UKS yuk, ajak Sandy. Tangannya langsung menggandeng Senja.

Lanjut aja mainnya. Senja melambaikan tangan pada teman-temannya yang mengenakan pakaian olah raga.

***

Sandy mengusap kepala senja dengan lap basah. Membersihkan tanah dan rumput yang masih menempel di dahinya.

Ini nyata ya San?

Kepalamu terbentur terlalu keras sepertinya. Ya iyalah ini nyata.

Tapi rasanya aku sudah dewasa, sudah kuliah, kamu jug, rasanya usia kita 5 tahun lebih tua. Tiba-tiba saja sekarang aku sudah ada di sini, kembali di usia 17 tahun.

Apa aku harus membawamu ke rumah sakit? Senja menggelengkan kepalanya.

Senja berkali-kali menampar pipinya sambil menatap wajah yang ada di kaca. Ini memang wajahnya tapi wajah di usia 17 tahun. Seharusnya sekarang usianya 22 tahun dan sudah kuliah. Mengapa bisa kembali ke lima tahun di belakang? Apakah memang kepalanya terbentur terlalu keras?

Kamu gila Nja?

Sandy melemparkan bantal ke arahnya. Senja menangkap bantal putih tersebut dan langsung ikut berbaring di ranjang. Matanya menatap langit-langit.

Aku bingung.

Harusnya tadi kita ke rumah sakit, bola kasti itu membuat kamu gila.

Senja memukul Sandy dengan bantal. Ia kesal Sandy terus mengatainya gila. Dia yakin dia tidak gila. Dia sedang bingung mana dunia nyata dan mimpi sekarang. Tapi tubuhnya merasakan sakit, berarti sekarang bukan mimpi.

Kamu percaya tidak kalau aku cerita?

Apa?

Kita sudah dewasa, terus kita sebenarnya saudara kandung, aku dan kamu kembar, terus aku diadopsi di keluarga ini.

Bagaimana mungkin kita saudara? Kamu lahir di mana, aku lahir di mana?

Memangnya di mana?

Mana aku tahu kamu lahir di mana. Kamu lupa kita jadi tetangga sejak kapan? Sandy memelototkan matanya.

Mana aku tahu San.

Sama aku juga tak tahu.

Huuuu kamu tuh ya.

Sandy tiba-tiba terdiam dan menatapnya.

Ada apa?

Kalau nanti kamu sudah dewasa kamu mau dapat suami seperti apa Nja?

Ada apa sih?

Aku kan harus mempersiapkan diriku Nja.

Apanya yang perlu dipersiapkan?

Nja, kamu harusnya sadar, tidak ada laki-laki lain yang akan mau jadi suamimu nantinya selain aku.

Heyyyyyyyyyyy.

Senja mencubit pinggang Sandy. Tanpa ia duga Sandy bergerak ke atas tubuhnya. Pemuda yang usianya sama dengan dirinya itu memegangi kedua tangannya sambil menatap matanya lekatlekat.

Lima tahun lagi, maukah kamu

Jari telunjuk Senja langsung menutup bibir Sandy. Gadis itu tak ingin mendengar kalimat itu. Ia sudah bisa menebaknya. Sandy mencintainya, seperti yang ia lihat di alam usianya 22 tahun. Bagaimana jika mereka benar-benar saudara?

Kita tidak boleh menjalin hubungan seperti itu Sandy.

Mengapa?

Karena kita saudara sedarah. Aku kembaranmu.

***

Kedua orang tua Sandy yang terlihat lebih mudah lima tahun dari yang diingat Senja terbahak. Pertanyaan Senja sangat lucu bagi mereka.

Tidak ada istilah anak yang diadopsi apalagi jika kamu merasa kamu anak yang tertukar dan semacamnya. Kamu pikir ini sinetron Nja? Sandy memang punya saudara tapi bukan kamu. Lagi pula kembarannya laki-laki dan sudah meninggal dunia.

Jadi itu mimpi? Senja mengggigit bibirnya.

Bukan mimpi Nja tapi kamu kebentur bolanya terlalu keras, celetuk Sandy.

Senja membisu. Apabila memang mereka bukan saudara berarti dia bisa menjalin hubungan dengan Sandy? Ah, bingung.

Senja menatap Sandy. Ia masih tak percaya semua itu adalah mimpi. Itu rasanya terlalu nyata. Dia bisa merasakan hangatnya pelukan Sandy. Bahkan ciuman itu masih basah di hatinya. Banyak hal yang tak mampu ia katakan. Banyak hal juga yang belum tersampaikan.

Ada yang aneh denganmu hari ini. Kamu bandel sih, harusnya kita ke rumah sakit. Kamu seperti orang lain sekarang. Bukan Senja yang aku kenal sebelumnya.

Tidak ada yang aneh kok. Aku hanya sedang berpikir.

Tentang kita?

Senja menggeleng dan bergerak ke rak buku di dekat jendela yang memancarkan cahaya mentari pagi dengan hangatnya. Kulitnya menjadi kuning keemasan saat ia melewati terpaan cahaya matahari. Buku-buku yang letaknya tidak teratur itu ia rapikan dengan gerakan lambat. Matanya tertumbuk pada sebuah buku yang masih berbungkus plastik.

Tangan kanannya meraih buku tersebut dan terpana. Itu buku yang ia beli waktu ia pergi dengan Sandy dan Jenny. Buru-buru ia membuka bungkusannya dan membaca tahun terbitnya. Tahunnya tertulis angka 2017. Lima tahun akan datang. Sekarang masih tahun 2012. Bagaimana mungkin ia memiliki buku yang akan terbit lima tahun akan datang di rak bukunya?

Aku rasa kejadian itu bukan mimpi. Itu bukan mimpi. Itu benar-benar terjadi karena buku ini nyata, gumam Senja.

Apa sih?

Sandy merebut buku itu darinya. Ikut melihat tahun terbitnya dan terlihat heran.

Buku apa sih ini? Salah cetak ya?

Buku ini harusnya memang terbit lima tahun lagi San. Aku memang bukan Senja yang harusnya berada di tahun 2012. Aku sebelumnya berada di tahun 2012.

Bagaimana mungkin?

Dengar aku baik-baik ya, aku tiba-tiba sudah berada di sini dan diriku yang seharusnya ada di sini menghilang. Mungkin kami bertukar tempat dan semacamnya, aku tidak tahu. Aku sudah kuliah, kita, kamu juga sudah kuliah, kita sudah dewasa, tidak lagi berada di bangku SMA. Tapi kenyataan yang ada di tahun 2017 berbeda dengan sekarang. Lima tahun ke depan kita mengetahui kenyataan bahwa kita saudara. Kembar. Kamu mencintaiku dan aku juga.

Sandy menggenggam tangannya. Membuat jantungnya berdetak kencang.

Kamu mencintaiku juga?

Senja tak mampu menolak rasa itu. Rasa yang sebelumnya terhalang karena kenyataan bahwa mereka saudara kembar. Sekarang apabila memang semua yang tadinya dia tinggalkan di masa depan bukan kenyataan yang harus ia hadapi, mestinya tinggal menjalaninya.

Sandy mendaratkan ciuman di pipinya. Senja terkejut melihat Sandy tak lagi seusia anak SMA. Sekarang dia terlihat lebih tua dari sebelumnya. Bahkan lebih tua dari yang ia kenal di bangku kuliah. Senja mengumpulkan ingatannya kembali. Ada yang hilang dari kepalanya. Tapi apa?

Kita tidur bareng tadi malam? Kita ngapain?

Senja merapatkan selimut yang ia bagi dengan Sandy.

Senja, kita kan sudah menikah. Tentu saja kita tidur sama-sama.

Menikah? Bagaimana mungkin?

Kamu mimpi apa Senja?

Ini yang mimpi. Aku tidak berada di sini. Aku

Tadi malam pertama kita, kamu sudah melewatkannya dengan tidur lebih dulu. Sekarang pagi pertama kita dan kamu ingin mengisinya dengan sikapmu yang aneh itu? Kamu sebenarnya mau tidak sih jadi istriku?

Senja terdiam. Baiklah, jika memang sekarang dia harus menjalani kehidupan yang sekarang ini, berarti dia tidak boleh melewatkan hal-hal baik dengan membahas sesuatu yang akan merusak suasana.

Maaf, aku hanya merasa terjebak dengan keadaan. Kamu mau apa sekarang?

Sandy mengangkat alisnya dan menatapnya dengan tatapan menggoda.

Aku mau kamu.

Sandy memeluknya dan merapatkan selimut yang menutupi tubuh mereka.

Senja terbaring di sebuah ranjang putih bersih dengan mata tertutup. Detak jantungnya terdeteksi di monitor yang terletak di samping ranjangnya. Tubuhnya dipenuhi selang yang mengalirkan tidak hanya darah tapi juga infus. Ada beberapa kabel yang menempel di lengannya. Matanya masih saja tertutup. Sandy di samping ranjangnya dengan seorang suster memperhatikan tiap ekspresi yang terbentuk di wajah Senja.

Sudah beberapa jam ini wajahnya memberikan ekspesi yang berbeda Dok, tapi tidak ada tanda-tanda komanya akan segera berakhir.

Terima kasih Sus, saya bisa urus ini sendiri.

Suster cantik itu membawa beberapa catatan yang tadinya ia buat dan berlalu dari depan dr. Sandy.

Sandy

Iya, saya di sini.

Sandy

Mulut Senja terus saja komat-kamit memanggil nama Sandy. Tiba-tiba monitor yang menampilkan detak jantung Senja menyajikan detak yang semakin melemah.

Sandy

Suara Senja juga semakin melemah. Sandy hanya bisa memperhatikan semua hal yang terjadi selanjutnya pada pasiennya. Pasien terparah pertama sepanjang sejarahnya menjadi dokter di rumah sakit kecil ini. Baru beberapa bulan dia mendapatkan penugasan yang sesungguhnya dan sebuah mobil keluarga terlibat kecelakaan dengan sebuah truk di depan matanya, ketika ia akan berangkat ke rumah sakit.

Semua anggota keluarga tersebut meninggal dunia dan yang sekarang terbaring di depan matanya adalah anak yang tersisa. Itu pun koma. Kehilangan banyak darah karena menderita luka yang parah. Bahkan jika sekarang dia bangun pun bisa jadi dia akan menderita kelumpuhan.

Bagaimana gadis itu tahu namanya? Apakah dia mendengar semua orang memanggilnya? Apakah dalam komanya ia masih bisa mendengar yang diucapkan oleh orang di sekitarnya? Sandy memperhatikan darah yang masih mengalir ke tubuh perempuan yang memanggil namanya. Itu darah Sandy. Kekurangan darah untuk pasiennya ia tutupi sendiri. Ia tak mau pasien pertamanya yang paling parah meninggal dunia.

Detak jantung Senja terlihat normal kembali di monitor. Dokter muda itu tersenyum tipis. Senja, pasiennya, baik-baik saja. Akan baik-baik saja.

Sandy?

Mata mereka bertemu. Ternyata mata Senja membuka. Ia sadar dari komanya. Banyak pertanyaan yang

tersimpan di dalam kepala dokter itu yang ingin ia ajukan. Tapi sekarang ia harus menjalankan

kewajibannyak sebagai dokter.

10

Senja menghirup udara di taman dengan wajah yang masih pucat. Tapi sekarang ia tidak lagi membutuhkan selang-selang ke tubuhnya untuk bertahan hidup. Ia hanya perlu sebuah kursi roda. Dokter Sandy melepaskan pegangan kursi rodanya. Ia sudah mendorongnya ke tengah taman. Ada bangku untuk dia duduk di sana.

Bagaimana kamu tahu nama saya?

Akhirnya dokter itu tidak bisa menahan pertanyaan yang beberapa hari ini ia simpan. Pasien yang koma itu tahu namanya. Padahal seingatnya saat dibawa ke sini kondisinya sudah sangat kritis.

Saya mengalami banyak sekali mimpi aneh Dok. Di dalam mimpi saya ada dokter. Tapi bukan sebagai dokter.

Saya sebagai apa di dalam mimpi kamu?

Senja terdiam. Ia tak mampu menceritakan apa yang ada di dalam mimpinya. Semua rasa itu. Semua hal yang ternyata tidak nyata itu. Sandy yang ada di depannya sekarang seorang dokter yang sama sekali asing. Senja sendiri bahkan tidak yakin ini adalah sesuatu yang nyata. Bisa jadi ini sama saja dengan dunia yang ia lihat sebelumnya.

Sandy temannya dari kecil. Sandy teman SMA-nya. Sandy teman kampusnya. Sandy suaminya. Sekarang yang ada di depan matanya Sandy, seorang dokter. Bagaimana mungkin Sandy berubah terus di dalam dunia yang ia lihat? Di dalam kepalanya, ia merasa sangat mengenal Sandy.

Apakah ini nyata?

Senja membelokkan arah percakapan di antara mereka. Dokter muda itu tersenyum dan membelai pipinya.

Tentu saja ini nyata. Saya bisa menyentuh kamu. Kamu bisa melihat saya. Bagaimana mungkin ini tidak nyata?

Butuh beberapa waktu buat saya Dok untuk yakin sekarang adalah dunia yang sebenarnya. Bukan satu di antara banyak mimpi yang saya alami.

Apakah di dalam mimpi-mimpi yang kamu alami itu saya mencintai kamu?

Detak jantung Senja berdetak hebat. Bahkan di dunia yang membuat dirinya sebagai pasien dan Sandy sebagai dokternya pun, cinta itu masih ada. Entah ini mimpi, entah ini nyata. Ia hanya ingin menikmatinya. Bahkan jika ini adalah mimpi yang terus terjadi, menghilang, berganti, ia ingin menikmatinya. Senja hanya punya hari ini untuk mencintai Sandy. Besok belum ia jelang dan hari kemarin telah ia lalui.

Dua puluh empat jam yang ia miliki memberikannya pilihan. Bukankah hidup masalah pilihan? Senja memilih untuk bahagia dengan semua yang ia miliki sekarang. Sandy megecup bibirnya hangat. Senja berharap ciuman itu tidak akan berakhir dan mengantarkannya pada mimpimimpi yang lain. Ia takut Sandy tidak dalam mimpi selanjutnya.

Tamat

Anda mungkin juga menyukai