Anda di halaman 1dari 23

BAB I : PENDAHULUAN

Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostatis tubuh meliputi, biotransfromasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Penyebab penyakit hati bervariasi , sebagian besar disebabkan oleh virus yang menular secara fekal-oral, parenteral, seksual, efek toksik dari obat-obatan, akohol, racun, jamur dan lain-lain.2 Abses hati adalah suatu bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh bakteri , parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati. Abses hati terbagi secara umum, yaitu abses hati amubic (AHA) dan abses piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering ditemukan di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga dikenal sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, dan bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relative jarang terjadi , pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM), dan dipublikasikan pertama kali oleh bright pada tahun 1936. 1 Di Negara-negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara endemic dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP Ini tersebar diseluruh dunia dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene/ sanitasi yang kurang. Secara epidemologi, didapatkan 8 15 per 100.000 kasus AHP yang memerlukan perawatan di RS dan dari beberapa kepustakaan barat, didapatkan prevalensi autopsy bervariasi antara 0,29 1,47 % sedangkan prevalensi di RS antara 0,008 0,016 %. AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun dengan insiden puncak pada decade-6.1 Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah terinfeksi

Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah ataupun wisatawan yang ke daerah di mana laki laki lebih sering terkena perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada decade empat.2

BAB II : PEMBAHASAN A. EPIDEMOLOGI Insidensi tahunan berkisar antara 2-3 per 100.000 penduduk di Amerika Utara dan Inggris. Dan sekitar 8-20 per 100.000 kasus rawat rumah sakit. Insidensi tahunan abses hepar mungkin lebih tinggi dibeberapa negara Asia ( 15 kasus per 100.000 setiap tahunnya di Taiwan). Kebanyakan kasus infeksi amuba terjadi di Amerika tengah dan selatan, Afrika, dan Asia.1 Amoebiasis (yang selanjutnya akan menjadi abses hepar) di negara berkembang terdapat lebih banyak pada imigran dan pelancong. Angka kejadian abses hepar meningkat dengan bertambahnya usia, sedikit lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Studi epidemiologi terkini menunjukkan bahwa insidensi abses hepar meningkat namun angka kematian yang menurun. Kecenderungan peningkatan insidensi kemungkinan dikarenakan ketersediaan tes diagnostik yang lebih sensitif dibanding masa lalu, atau peningkatan prevalensi predisposisi.3 Insiden amoebiasis hati di RS di Indonesia berkisar antara 5-15 pasien pertahun. Penelitian epidemiologi di Indonesia menunjukkan perbandingan pria:wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade IV. Penularan pada umumnya melalui jalur oral-fekal. Kebanyakan amoebiasis hati yang dikenai adalah pria. Usia yang dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak.2 Abses hati piogenik didapatkan 1 dari 500 orang dewasa di rumah sakitInsiden dari abses hati piogenik tidak mengalami perubahan selama 70 tahun terakhir. Di Amerika Serikat, insiden abses hati piogenik sekitar 8-15 kasus per 100.000 populasi. Pada penelitian, didapatkan insiden penyakit ini lebih tinggi pada negara dengan pemeliharaan kesehatan yang tidak tersedia. Perbandingan laki-laki dan wanita didapatkan 2:1 dan lebih sering didapatkan pada usia dekade kelima.10

B. ETIOLOGI Abses hepar adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang biasanya timbul dalam jaringan hati akibat infeksi banal atau Amoeba Hystolitica. Ada 2 bentuk abses hepar, yaitu:

1. Abses hepar piogenik. Abses hati piogenik pada umumnya disebabkan oleh bakteri aerob gram negatif dan anaerob, yang tersering adalah bakteri yang berasal dari flora normal usus seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Bacteriodes, enterokokus, streptokokus anaerob, dan streptokokus mikroaerofilik. Pada anak, Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan abses hati piogenik. Stafilokokus, Streptococcus hemolyticus dan Streptococcus milleri seringkali menjadi penyebab abses hati jika infeksi primernya endokarditis bakterialis atau infeksi gigi. Abses piogenik juga dapat disebabkan oleh beberapa bakteri seperti Enterobactericeae, Microaerophiliceptococci, Bacteriodes, sobacterium, Candida albicans, Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis enterolitica, Salmonella thypii, Brucella melitensis dan fungal. 2. Abses hepar amuba Abses hati amubik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba hystolitica yang mengeluarkan

tinggi. Sebagai host definitif, individu-individu yang asimptomatis

tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah meminum air atau memakan makanan yang terkontaminasi kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur.

Tropozoit dewasa tinggal di usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba

hystolitica

tertentu dapat menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif. carrier yakni penderita amoebiasis tenpa gejala klinis PMN. Pertahanan tubuh

Sumber infeksi terutama yang dapat bertahan lama

megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu perhari. Bentuk kista tersebut dapat bertahan diluar tubuh dalam waktu yang lama. Kista dapat menginfeksi manusia melalui makanan atau sayuran dan air yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung kista. Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat dan kecoa (lipas) atau tangan orang yang menyajikan makanan (food handler) yang menderita sebagai carrier, sayur-sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia dan selada buah yang ditata atau disusun dengan tangan manusia. Bukti-bukti tidak langsung tetapi jelas menunjukkan bahwa air merupakan perantara penularan. Sumber air minum yang terkontaminasi pada tinja yang berisi kista atau secara tidak sengaja terjadi
3

kebocoran pipa air minum yang berhubungan dengan tangki kotoran atau parit. Penularan diantara keluarga sering juga terjadi terutama pada ibu atau pembantu rumah tangga yang merupakan carrier, dapat mengkontaminasi makanan sewaktu menyediakan atau menyajikan makanan tersebut.

C. PATOGENESIS Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses, dari suatu studi di amerika di dapatkan 13% abses hati dari 48% abses visceral. Abses hati dapat berbentuk soliter ataupun multiple. Hal ini terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi didalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena porta, hal ini memungkinkan untuk terjadinya infeksi pada hati oleh paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit system billiaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya poliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses flebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakterima sistemik. Panetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan 1. Amoebiasis Hepar Patogenesis amoebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Cara penularan pada umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan hygiene perorangan yang buruk. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme :10 1. Strain E. histolytica ada yang patogen dan non-patogen 2. Secara genetic E. histolytica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama kepada flora bakteri.
4

Mekanisme terjadinya amoebiasis hati :8,10 1. Penempelan E. histolytica pada mukosa usus. 2. Pengrusakan sawar intestinal 3. Lisis sel epitelintestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell-mediated yang disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberculosis, malnutrisi, keganasan, dll. 4. Penyebaab amoeba ke hati. Penyebaran amoeba dari usus ke hati sebagian besar melalui v.porta. terjadi proses akumulasio neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Amoebiasis hati ini dapat terjadi bebulan atau tahun setelah terjadinya amoebiasis intestinal dan sekitar 50% amoebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amoebiasis.

2. Piogenik Hepar Penyebab utama abses hepar piogenik adalah bakteri Escherichia Coli. Selain Escherichia Coli, organisme lain yang didapatkan adalah Klebsiella, Staphylococcus Aureus, Proteus, Pseudomonas, dan bakteri anaerob.10

Infeksi dari hati dapat juga berasal dari : 9,10 1. Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran empedu. Infeksi pada saluran empedu yang mengalami obstruksi naik ke cabang saluran empedu intrahepatik yang menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangitis dengan akibat abses multipel. Abses hati piogenik multiple terdapat pada 50% kasus, hati dapat membengkak dan daerah yang mengandung abses menjadi pucat kekuningan, berbeda dengan hati sehat disekitarnya yang berwarna merah tua. Kebanyakan terdapat pada lobus kanan dengan perbandingan lima kali lobus kiri.

2. Infeksi melalui sistem porta. Sepsis intra-abdomen, terutama apendisitis, divertikulitits, disentri basiler, infeksi daerah pelvik, hemoroid yang terinfeksi dan abses perirektal merupakan penyebab utama abses hepar piogenik. Pada umumnya berawal sebagai pileflebitis perifer disertai pernanahan dan thrombosis yang kemudian menyebar melalui vena porta ke dalam hati. 3. Hematogen melalui arteri hepatika. Trauma tajam atau tumpul dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan, dan nekrosis jaringan hati serta ekstravasasi cairan empedu yang mudah terinfeksi. Hematoma subkapsuler dapat juga mengundang infeksi dan menimbulkan abses yang soliter dan terlokalisasi.

D. DIAGNOSIS 1. Gambaran Klinis Amoebiasis Hepar Sesuai dengan modus transmisinya, pada Amebiasis umumnya akan didapatkan gejala-gejala klinik sebagai berikut :3,7,10 A. Infeksi dengan non-invasif Entamuba tidak menunjukkan gejala klinik (clinically silent carrier). B. Sebaliknya infeksi dengan invasif Entamuba menunjukkan serangkaian gambaran klinik yang beraneka ragam, tergantung pada lokasi manifestasinya : a. Amebiasis usus i. Disentri ii. Kolitis non disentri iii. Ameboma iv. Apendisitis amebik b. Amebiasis di luar usus Hepatik : i. non supuratif akut ii. abses hati Organ-organ lain : melalui penyebaran hematogen setelah terjadi ruptur dari abses hati.

Seperti telah kami katakan, kami akan membahas lebih dalam manifestasi Amebiasis di hati khususnya. Secara patologik, perbedaan antara hepatitis amebik (non-supuratif) dengan abses hati hanya terdiri dan derajat keterlibatan jaringan hati saja (degree of liver involvement), ini menunjukkan betapa sulitnya menegakkan diagnosis yang tepat, seperti yang pernah diungkapkan oleh Dr. Wright, seorang ahli penyakit tropis : 'Amoebic liver abscess continues to provide the greatest pittall in clinical tropical medicine". Setelah terjadi infeksi dengan Entameba histolitica, pada umumnya di kolon, maka sering akan dilewatkan waktu tenang (latent period) yang akan lama, kadang-kadang sampai beberapa tahun lamanya sebelum timbul manifestasi di hati sendiri.7,10 Gejala klinik muncul perlahan lahan, tapi kadang-kadang juga secara mendadak, dengan keluhan menggigil dan keringat. Temperatur biasanya hanya intermittent, remittent atau juga bisa absent sama sekali, tetapi kadang-kadang temperatur bisa juga mencuat tinggi yang menandakan kemungkinan terjadinya infeksi sekunder pada abses hati, tapi temperatur tak pernah melebihi 40 celsius. Jarang sekali terdapat ikterus yang menyolok. Biasanya pasien nampak pucat disertai dengan rasa lesu dan capai.10 Sesuai dengan lokasi dan derajat keterlibatannya, pasien merasakan "mengkal"di sebelah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang juga bisa menusuk tajam. Rasa nyeri tersebut bisa juga dirasakan di punggung kanan kalau abses tersebut terletak dekat diafragma sebagai referred pain yang lebih menonjol pada saat bernafas atau batuk. Perubahan posisi tubuh juga bisa mempengaruhi rasa nyeri tersebut, sehingga pasien lebih suka tidur dengan merebahkan badannya di sebelah kiri. Ini sekedar agar ruang interkista kanan membuka lebar hingga mengurangi tensi/rasa tegang pada kapsul hati. 9 Abses hati yang membesar menyebabkan massa hati ikut membesar dan mendorongnya ke arah horizontal, ke atas dan ke bawah. ''Benjolan" tersebut biasanya dengan mudah dapat dilihat dan diraba di daerah epigastrium dan ruang interkosta yang bersangkutan. Selain itu, cara lain untuk mendeteksinya ialah dengan palpasi dan perkusi, biasanya di sebelah hipo-kondrium kanan & di sekitar dada kanan.9,10

Pemeriksaan kimia darah Tidak selalu menunjukkan perubahan yang mendukung diagnosis. Kadang-kadang Alkali Fosfatase agak meninggi. leukokitosis ringan, IED Meningkat

Pemeriksaan Feses Harus dilaksanakan dengan feces yang segar untuk mendeteksi kista dan entameba dalam bentuk vegetatif. Hasil yang memuaskan hanya tercapai pada stadium awal saja. Sigmoidoscopy Untuk mendeteksi ulserasi dan biopsi. X-Ray dan Fluoroscopy Merupakan salah satu cara yang, dapat dengan mudah mendeteksi kelainan antara lain : hati yang membesar dengan diafragma kanan yang terdorong ke atas dan tak bergerak pada pernapasan, sesuai dengan lokasi abses di bagian superior dan anterior yang menyebabkan "benjolan" di bagian anteromedial dari diafragma kanan. Ruang interkosta kanan kadang-kadang' juga bisa melebarpada abses yang terletak di sebelah kanan lateral. Kadang-kadang terdapat pula efusi di sebelah kanan dengan pneumoniareaktif di sebelah kanan basal. Aspirasi Dapat disertai pula dengan needle-biopsyliver. Sering dijumpai pus berwarna kecoklatan (anchovy) dan tanpa bau. CT-Scan Termasuk salah satu cara yang modern untuk mendeteksi abseshati. Masih agak terbatas penggunaannya di kawasan kita mengingat terbatasnya sarana-sarana di rumah-sakit. Ultrasonografi Mulai popular dan salah satu cara non-invasif dan intelligenyang tidak mahal biayanya untuk mendeteksi abses hati.

1. Bentuk bulat atau oval 2. Tidak ada gema dinding yang berarti 3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal. 4. Bersentuhan dengan kapsul hati 5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)

Serologi Sedikit pengalaman kami berhubung kurangnya sarana dilaboratorium. Menurut literatur, terdapat beberapa tes sebagai berikut 1. Complement fixation test. 2. Latex agglutination test. 3. Counterimmunoelectrophoresis. 4. ELISA :Enzyme-linked immuno-sorbent assay.

2. Gambaran Klinik Abses Hepar Piogenik5,6,7,9 Gambaran klinis abses hepar piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih berat dari pada abses hepar amuba. Demam merupakan keluhan yang paling utama dengan tipe demam remiten, intermitten atau febris kontinu disertai menggigil. Manifestasi klinis pada abses hepar piogenik biasanya demam tinggi, menggigil, berat badan turun, mual, muntah, nyeri abdomen (biasanya right upper quadrant atau epigastrium), pleuritic chest pain, batuk, hepatomegali, distensi abdomen, ikterik, sepsis, hingga asites. Pemeriksaan Laboratorium Sering didapatkan gambaran leukositosis dan anemia. Sedangkan peninggian alkali fosfatase, kadar albumin serum di bawah 3 gr % dan waktu protrombin memanjang menunjukkan bahwa

kegagalan fungsi hepar ini disebabkan abses di dalam hepar. Leukositosis dengan shift to the left terjadi pada 2/3 penderita, anemia dan hipoalbuminemia juga sering ditemukan. Abnormalitas dari tes fungsi hati terjadi pada hampir semua penderita dan hal ini
9

merupakan penanda yang cukup sensitif untuk penyakit ini. Kenaikan kadar alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase terjadi pada 90 % kasus. Hiperbilirubinemia terjadi jika sumber infeksi berasal dari traktus biliaris. Pada kasus-kasus abses hepar piogenik sebaiknya dilakukan kultur darah tepi, hal ini penting untuk diagnostik, penanganan dan prognosis dari penderita. Pemeriksaan Radiologi 1. USG adalah pemeriksaan pertama yang dilakukan jika dicurigai adanya space occupying lession pada hepar, sensitivitasnya terhadap abses hepar 80 95 %. Lesi hanya dapat terlihat jika mempunyai > 2 cm. Abses terlihat sebagai massa hypoechoic dengan batas yang tidak teratur, tampak cavitas-cavitas/septum di dalam rongga abses. 2. Foto toraks tampak atelektasis, elevasi dari hemidiafragma kanan, dan efusi pleura kanan (50 % kasus). 3. MRI (dapat mendeteksi abses hepar dengan 0,3 cm), skening dengan Tm99 dan gallium (sensitivitas 50 90 %). 4. CT scan sensitivitas 95 100 %. Dengan CT juga dapat terlihat kelainan intraabdomen lain yang menyertai abses hepar piogenik seperti massa pada pankreas, Ca colon, divertikulitis, appendisitis, dan abses intraperitoneal. Untuk diagnosis amoebiasis hati dapat digunakan criteria Sherlock (1969), criteria Ramachandran (1973) atau criteria Lamont dan Pooler.10 Criteria Sherlock : 1. hepatomegali yang nyeri tekan 2. respon baik terhadap obat amoebisid 3. leukositosis 4. peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang 5. aspirasi pus 6. pada USG didapatkan rongga dalam hati 7. tes hemaglutinasi positif

10

Kriteria Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih dari) : 1. hepatomegali yang nyeri 2. riwayat disentri 3. leukositosis 4. kelainan radiologis 5. respon terhadap terapi amoebisid Kriteria Lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari ) : 1. hepatomegali yang nyeri 2. kelainan hematologis 3. kelainan radiologis 4. pus amoebik 5. tes serologic positif 6. kelainan sidikan hati 7. respon yang baik dengan terapi amoebisid

E. PENATALAKSANAAN 1,3,8,9,10 1. Amoebiasis Hepar Antibiotik o Antibiotik Imidasol, termasuk Metronidasol, Tinidasol dan Niridasol akan membunuh amuba pada saluran cerna dan hepar. Dengan dosis oral Metronidasol 3 x 750 mg /hari selama 10 hari dapat menyembuhkan 95 % dari penderita abses amuba. Dapat pula diberikan secara intravena dengan efektifitas yang sama pada penderitapenderita dengan nausea atau sakit berat. Efek samping dari obat ini berupa nausea, sakit kepala, metallic taste, kejang perut, muntah diare dan pusing. Warna urin jadi lebih gelap akibat metabolisme obat ini. o Emetin, dehidroemetin dan klorokuin. Kombinasi klorokuin ditambah dengan dosis rendah emetin pada kasus-kasus dimana amuba resisten terhadap metronidasol dapat mencapai angka kesembuhan 90 100 %.

11

Penggunaan amubisidal intraluminer seperti diloxanide furoate, iodoquinol dan paromomycin dianjurkan pemakaiannya untuk membunuh carrier amuba setelah penyembuhan suatu abses amuba.

Prosedur Operatif Aspirasi terapeutik dari abses hepar amuba harus dipertimbangkan pada keadaan : 1. resiko tinggi abses akan ruptur (ukuran cavitas > 5 cm) 2. abses pada lobus sinistra (komplikasi berupa ruptur ke perikardium) 3. tidak ada respon dengan pengobatan setelah 5 7 hari. Prosedur pilihan adalah aspirasi dengan jarum atau kateter yang dituntun dengan USG. Drainase operatif sebaiknya dihindari, tetapi dapat dilakukan pada keadaan-keadaan seperti bila abses tidak dapat dicapai dengan aspirasi jarum atau tidak ada respon terhadap terapi setelah 4 5 hari. Indikasi lain dari drainase operatif (laparotomi): - Perdarahan yang mengancam nyawa (dengan atau tanpa rupturnya abses) - abses menginfiltrasi organ viskus disekitarnya - septikemia (akibat dari infeksi sekunder).

2. Abses Hepar Piogenik Antibiotik o Antibiotik yang diberikan adalah yang spektrum luas seperti golongan penisilin (ampicillin), aminoglikosida (gentamisin atau tobramisin) dan metronidasol. o Pada penderita-penderita usia tua dengan gangguan ginjal dapat diberikan penisilin (amoxicillin), sefalosporin (cefotaxime atau cefuroxime) dan juga metronidasol. Amphotericin B dan flukonasol diberikan pada penderita-penderita dengan kecurigaan adanya infeksi oleh jamur. o Antibiotik diberikan secara intravena dan lama pemberian bervariasi antara 2 4 minggu atau lebih tergantung respon klinik dan jumlah absesnya.

Prosedur Operatif Drainase perkutaneus dapat dilakukan dengan tehnik Seldinger atau trocar, dengan bantuan CT atau USG. Angka keberhasilan berkisar antara 70 93 %, angka kematian antara 1 11

12

%. Indikasi tindakan ini adalah abses soliter dan sederhana dengan akses drainase yang baik, tetapi beberapa penulis melaporkan bahwa tindakan ini juga dapat dilakukan pada abses yang multipel. Kontra indikasi tindakan ini antara lain koagulopati, abses sulit dicapai, multilobus, dan abses dengan dinding yang tebal dan pus yang kental. Drainase operatif ,bila penyebab dari abses hepar piogenik adalah akibat penyebaran infeksi dari organ intraabdomen, maka laparotomi eksplorasi merupakan prosedur pilihan, karena dapat menangani abses dan sumbernya. Indikasi lain prosedur ini adalah abses yang berlobus dan multipel, abses yang tidak dapat dicapai dengan drainase perkutaneus, abses yang mengenai seluruh lobus hepar, dan adanya kelainan pada traktus biliaris (batu atau striktur). Pendekatan standar yang dipakai saat ini adalah transperitoneal. Dilakukan dengan insisi midline untuk mempermudah evaluasi dan eksplorasi organ-organ intraabdomen. Setelah sumber infeksi ditemukan maka dilakukan drainase dari abses. Abses diisolasi dari lapangan operasi, diaspirasi untuk kultur lalu dibuka dengan kauter. Setelah dilakukan irigasi dari abses lalu diletakkan drai hisap pada rongga abses tersebut. Untuk abses yang terletak di posterior dan diatas kubah maka lebih mudah dipakai pendekatan transtorasik (transpleural). Pada penderita-penderita dengan infeksi sekunder akibat keganasan pada hepar, hemobilia, dan penyakit granulomatosa kronik dilakukan reseksi hepar.

F. Komplikasi Terjadi 10 %, namun tidak fatal dan dapat ditangani secara konservatif. Komplikasi yang paling sering adalah rupturnya abses ke peritoneum atau rongga toraks. Yang paling sering terkena bila suatu abses amuba pecah adalah sistem pleuropulmoner dan Peritonitis. Pola penjalaran rupturnya abses hepar terjadi pada 40 % penderita, berupa sepsis, efusi pleura, empiema, pneumonia dan peritonitis (bila abses ruptur ke rongga abdomen). G. PROGNOSIS 1,3,9,10 Dengan tehnik diagnosis yang moderen, antibiotik dan drainase perkutaneus yang cepat maka angka kesembuhan mencapai 80 90 %. Penyembuhan klinis yang cepat terjadi dalam waktu < 1 minggu dengan pengobatan obat anti amuba saja. Hal-hal yang mempengaruhi tingginya angka
13

kematian pada penderita amebiasi Hepar antara lain : Kadar Bilirubin > 3,5 Mg/Dl, Ensefalopati,Volume Rongga Abses > 500 Ml, Serum Albumin < 2 G/Dl, Hb < 8 G/Dl, Abses Multipel. Banyak faktor yang mempengaruhi jeleknya prognosis. Antara lain diagnosis yang terlambat, tidak dilakukan drainase, infeksi primer tidak ditangani, penderita usia tua, keadaankeadaan dimana status imunitas penderita rendah, multipel abses, polimikrobial, kadar Hb < 11 g/dl, bilirubin > 1,5 mg/dl, leukosit > 15.000/mm3, dan albumin < 2,5 g/dl.

14

BAB III LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin No.RM Alamat : Baso dg.Ngerang : 59 tahun : Laki laki : 289233 : Bonto Taratta

Tanggal Pemeriksaan : 16 juli 2012 Ruangan Dokter PJ Ko-Asisten : Perawatan V kamar 3D : dr.Hj.Ratni Rahim,Sp.PD : S.Zulfikar Gaffar Assegaf,S.Ked

B. Anamnesis Pasien Tipe Anamnesis Keluhan Utama Anamnesis terpimpin Sakit perut dialami sejak 1 minggu yang lalu dirasakan terus menerus pada daerah kanan atas perut, pasien mengeluh sakit sensasi ditusuk tusuk. Demam (+) 3 hari yang lalu menggigil (+) terutama pada malam hari. Sakit kepala (+) pusing (-), batuk (-) sesak (-), Mual (+) muntah (-). BAK : Lancar dengan warna kuning biasa BAB : Lancar dengan konsistensi biasa ( tidak terlalu keras dan tidak encer ) dan warna coklat RPS : Riwayat Diare berlendir dan berdarah ( + ) Riwayat minum alcohol ( - ) Riwayat Penyakit maagh ( + )
15

: Heteroanamnesis : Sakit Perut

C. Status Present Sakit sedang / gizi cukup / composmentis Berat Badan : 48 Kg

Tinggi Badan : 168 cm IMT Tanda Vital TD N P S : 17,0 Kg/m3 : : 110 / 80 mmHg : 88 x / menit : 22 x / menit : 37,8 0C

Pemeriksaan Fisis Kepala Anemis ( - ) Ikterus ( - ) Sianosis ( - ) Edema ( - ) Lidah Normal Leher DVS R = - 2 Pem. Kelenjar ( - ) Pem. Tyroid ( - ) Deviasi trachea ( - )

Thorax Inspeksi : simetris ki=ka Palpasi : nyeri tekan ( - ) dan vocal fermitus ki = ka Perkusi : simetris ki = ka (sonor)

Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak Nampak Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Atas ICS II kiri Kiri ICS V mid clavicularis kiri
16

batas paru hepar ICS V Auskultasi : BP = Vesikuler BT = ( - ) Abdomen Inspeksi : Permukaan tidak rata MT ( - ) Palpasi : Nyeri tekan ( + ) kanan atas Hepar teraba 2 3 jari dari arcus costa dengan konsistensi kenyal dan tepi tumpul Lien tidak teraba MT = ( - ) Perkusi : Bunyi Abdomen thympani Asites ( - ) Auskultasi : Peristaltic ( + ) kesan normal

Kanan ICS V VI kanan Auskultasi : BJ = 1 & 2 murni regular BT = ( - ) Ekstremitas Edema : Kanan ( - ) Kiri ( - ) Eflorosensi : Kanan Normal Kiri Normal Tanda Perdarahan : Kanan ( - ) Kiri ( - )

Diagnosis Sementara : Suspek Abses Hepar :

Diagnosis Banding Hepatoma Hepatitis

Cirosis Hepatis Cholelitiasis

17

Penatalaksanaan

Diet cukup kalori cukup protein IVFD RL 20 tetes / menit Metronidazol tablet 3 x 500 mg Curcuma 3 x 1 Paracetamol tablet 3 x 500 mg

Pemeriksaan Penunjang : Darah Lengkap SGPT dan SGOT HbsAg Bilirubin Kultur cairan Abses USG Abdomen

D. Hasil Follow Up Tanggal 16 7 2012 TD : 120/80 N : 80 x/menit P : 20 x/menit S : 36,2 oC Perkembangan Penyakit Hepatomegali ( + ) Nyeri tekan ( + ) Keringat dingin ( + ) Sakit kepala ( + ) BAB lancar dengan konsistensi biasa dan warna coklat BAK lancar warna USG Abdomen R/ : IVDF RL:DS 2:1/20 tts Instruksi Dokter R/ : IVDF RL:DS 2:1/20 tts Diet cukup protein cukup karbohidrat Ciprofloxasin 2 x 500 mg Cernevit 1amp / 24 jam Asam Mefenamat 3 x 500

kuning pekat 17 7 2012 TD : 110 / 80 Hasil USG : Abses hepar

18

N P S

: 88 x / menit : 18 x / menit : 37,0 oC

Hepatomegali ( + ) Nyeri tekan ( + ) Keringat dingin ( + ) BAB lancar dengan konsistensi biasa dan warna coklat

Diet cukup protein cukup karbohidrat Cernevit amp 1 g/ 24 jam Metronidazole amp 1g/ 8 jam/drips Asam Mefenamat 3 x 500

BAK lancar warna kuning pekat

18 7 2012 TD : 120 / 80 N P S : 80 x / menit : 20 x / menit : 36,8 oC

Hepatomegali ( + ) Nyeri tekan ( + ) Keringat dingin ( + ) BAB kurang lancar (susah mengeluarkan kotoran)

R/ : IVDF RL:DS 2:1/20 tts Diet cukup protein cukup karbohidrat Cernevit amp 1 g/ 24 jam Metronidazole amp 1g/ 8 jam/drips R/ : IVDF RL:DS 2:1/20 tts Diet cukup protein cukup karbohidrat Cernevit amp 1 g/ 24 jam Metronidazole amp 1g/ 8 jam / drips Asam mefenamat 3 x 500

BAK

lancar

warna

kuning pekat 19 7 2012 TD : 120 / 80 N P S : 80 x / menit : 20 x / menit : 36,2 C


o

Hepatomegali ( + ) Nyeri tekan ( + ) Keringat dingin ( + ) BAB kurang lancar (susah mengeluarkan kotoran) BAK kuning lancar warna

20 7 2012 TD : 120 / 80 N P : 80 x / menit : 18 x / menit

Hepatomegali ( + ) Nyeri tekan ( + ) Keringat dingin ( + ) BAB lancar dengan konsistensi biasa dan
19

R/ : IVDF RL:DS 2:1/20 tts Diet cukup protein cukup karbohidrat

: 36,5 oC

warna coklat BAK lancar warna kuning

Cernevit amp 1 g/ 24 jam Asam mefenamat 3 x 500 Metronidazole amp 1g/ 8 jam /drips

21 7 2012 TD : 90 / 80 N P S : 96 x / menit : 22 x / menit : 37,2 C


o

Hepatomegali ( + ) Nyeri tekan ( + ) Keringat dingin ( + ) Agak sesak ( + ) BAB lancar dengan konsistensi biasa dan warna coklat

R/ : IVDF RL:DS 2:1/20 tts Diet cukup protein cukup karbohidrat Cernevit amp 1 g/ 24 jam Metronidazole amp 1g/ 8 jam/drips

BAK kuning

lancar

warna

Asam mefenamat 3 x 500

22 7 2012 TD : 110 / 80 N P S : 80 x / menit : 18 x / menit : 37,0 C


o

Ku : baik Hepatomegali ( + ) Nyeri tekan ( + ) Keringat dingin ( + ) Agak sesak ( + ) BAB lancar dengan konsistensi biasa dan warna coklat

R/ : IVDF RL:DS 2:1/20 tts Diet cukup protein cukup karbohidrat Cernevit amp 1 g/ 24 jam Metronidazole amp 1g/ 8 jam / drips Asam mefenamat 3 x 500

23 7 2012 TD : 110 / 80 N P S : 88 x / menit : 18 x / menit : 37,0 C


o

BAK lancar warna kuning Ku : baik Hepatomegali ( + ) Nyeri tekan ( - ) BAB lancar dengan konsistensi biasa dan warna coklat R/ : IVDF RL:DS 2:1/20 tts Diet cukup protein cukup karbohidrat Ciprofloxasin 2 x 1 Cernevit amp 1 g/ 24 jam

20

BAK lancar warna kuning

Metronidazole amp 1g/ 8 jam /drips

24 7 2012 TD : 120 / 80 N P S : 80 x / menit : 18 x / menit : 36,5 oC

Ku : baik Hepatomegali ( + ) Nyeri tekan ( - ) BAB lancar dengan konsistensi biasa dan warna coklat

R/ : AFF infuse Diet cukup protein cukup karbohidrat Pro-vita plus 1x1 Metronidazole 3 x 750

BAK kuning

lancar

warna

boleh pulang

E. Resume Seorang laki laki umur 40 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri hypocondrium kanan, keluhan nyeri dialami sejak 1 minggu yang lalu dengan onset nyeri terus menerus dengan sensasi seperti ditusuk. Keluhan disertai demam dan menggigil, sefalgia ( + ), mual ( + ) tapi tidak sampai muntah. BAB : lancar dengan konsistensi biasa ( tidak keras dan encer ) dan warna coklat BAK : lancar dengan warna kuning biasa. Dari riwayat didapatkan pasien sebelumnya pernah mengalami diare disertai lendir dan darah. Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien sakit sedang dimana gizi cukup dan kesadaran baik / composmentis, tanda vital dalam batas normal namun suhu meningkat (37,8). Pada pemeriksaan tidak didapatkan ikterus dan anemis dan juga pemeriksaan paru dan jantung dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hepatomegali 2 3 jari dari arcus costa disertai nyeri tekan pada daerah hypocondrium kanan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukositosis, HbsAg negative dan juga SGPT,SGOT, bilirubin dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG Abdomen di dapatkan kesan abses hepar. Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis Abses Hepar.

21

F. Diskusi Nyeri Abdomen adalah sensasi yang tidak mengenakkan yang berasal dari regio abdomen. Nyeri dirasakan di abdomen dapat berasal dari dalam abdomen, dinding abdomen, atau merupakan nyeri alih dari suatu sumber di luar abdomen, pada tulang belakang atau thorak. Nyeri dirasakan seperti ditusuk/disayat dan nyeri dapat ditunjukkan secara tepat letaknya dengan jari, biasanya dekat dengan organ sumber nyeri. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi atau proses radang. Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan peritoneum dan menyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada appendicitis akut. Setiap gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam atau batuk, juga akan menambah rasa nyeri. Berdasarkan hasil anamnesis, pasien tersebut masuk dengan keluhan nyeri abdomen yang dirasakan terus menerus dengan lokasi di regio hypocondrium kanan. Berdasarkan lokasi nyerinya kita dapat mencurigai beberapa penyakit yang memberikan keluhan nyeri yang sama seperti, cirosis, hepatitis, colelitiasis, colecystitis, abses hepar dan hepatoma. Dari hasil pemeriksaan fisis di dapatkan bahwa pasien mempunyai pembesaran hati ( hepatomegali ), dari tanda hepatomegali ini kita dapat menyingkirkan colelitiasis dan colecystitis dimana kedua penyakit ini tidak memberikan gejala adanya hepatomegali. Pada pemeriksaan sclera tidak didapatkan adanya ikterus sehingga kemungkinan hepatitis, cirosis dan hepatoma bisa disingkirkan. Kemungkinan besar pasien ini adalah Abses Hepar dimana hal ini didukung beberapa pemeriksaan yaitu, ada hepatomegali disertai nyeri, terdapat peningkatan leukosit dan terdapat kelainan radiologis berupa cairan bebas dihepar yang dilihat dari pemeriksaan USG Abdomen. Abses hepar adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang biasanya timbul dalam jaringan hati akibat infeksi banal atau Amoeba Hystolitica.2 Untuk membedakan jenis abses yang terjadi pada pasien di atas standarnya harus dilakukan aspirasi abses untuk melihat langsung jenis mikroba yang menginfeksi hepar. Namun karena aspirasi tidak dilakukan kita dapat melihat dari riwayat penyakit pasien yang sebelumnya pernah terkena disentri yaitu buang air besar disertai lendir. Infeksi amoeba di saluran pencernaan dapat bermanifestasi ke hepar, dimana amoeba dapat merusak dinding usus dan masuk kedalam system porta dan akhirnya melekat pada hepar.
22

Pengobatan pada pasien tersebut secara non farmakologis dianjurkan untuk pemberian nutrisi yang cukup, istirahat, kompres apabila demam dan balance cairan, sedangkan secara farmakologi dilakukan pemberian cairan parenteral untuk mempercepat reaksi obat terhadap penyakit. Pemberian antibiotic khusus untuk amoeba yaitu metronidazol dimana antibiotic ini dapat membunuh kuman di saluran cerna dan hepar. Dengan dosis oral Metronidasol 3 x 750 mg /hari selama 10 hari dapat menyembuhkan 95 % dari penderita abses amuba. Dapat pula diberikan secara intravena dengan efektifitas yang sama pada penderita-penderita dengan nausea atau sakit berat 9. Pemberian Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgetik, antipiretik dan anti inflamasi dimana sebagai analgetik obat ini satu satunya turunan fenamat yang mempunyai kerja yang baik pada pusat sakit dan saraf perifer. Cernefit dan Provita_plus digunakan sebagai multivitamin untuk menjaga stamina serta daya tahan tubuh pasien.

23

Anda mungkin juga menyukai