Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latara Belakang Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental.

Dokter psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan penjelasan yang mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa baru. Bagian bahasa didalam psikiatri termasuk pengenalan dan definisi tanda dan gejala perilaku dan emosional. Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya padaperilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.

B. Tujuan Penyusunan a. Tujuan umum Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang keperawatan gawat darurat psikiatri serta mampu berperan sebagai perawat jiwa baik di Rumah Sakit atau di komunitas.

b. Tujuan khusus Setelah menyusun makalah ini diharapkan 1. Memenuhi tugas keperawatan Gadar Psikiatri

2. Untuk memperdalam pengetahuan dalam keperawatan Gadar Psikiatri 3. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan pengertian keperawatan Gadar Psikiatri 4. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan faktor penyebab diadakannya keperawatan Gadar Psikiatri 5. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala bunuh diri

BAB II KONSEP DASAR KEDARURATAN PSIKIATRI

A. Pengertian Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998). Bunuh diri adlah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan (Budi Anna kelihat, 1991). Perlaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian (Gail Wiscara Stuart, dan Sandra J. Sundeen, 1998). Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya. ( Wikipedia : 2011 ) Bunuh diri adalah, perbuatan menghentikan hidup sendiri, yang dilakukan oleh individu itu sendiri. Namun, bunuh diri ini dapat dilakukan pula oleh tangan orang lain. Misal : bila si korban meminta seseorang untuk membunuhnya, maka ini sama dengan ia telah menghabisi nyawanya sendiri. Dimana, Menghilangkan nyawa, menghabisi hidup atau membuat diri menjadi mati oleh sebab tangan kita atau tangan suruhan, adalah perbuatan-perbuatan yang termasuk dengan bunuh diri. Singkat kata, Bunuh diri adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri dengan menggunakan segala macam cara.

B. Etiologi Penyebab perilaku bunuh diri dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Faktor genetic Ada yang berpikir bahwa bawaan genetik seseorang dapat menjadi faktor yang tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen memainkan peranan dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian menyingkapkan bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak insiden bunuh diri ketimbang dalam garis keluarga lainya. Namun, kecenderungan genetik untuk bunuh diri sama sekali tidak menyiratkan bahwa bunuh diri tidak terelakan. Kata Jamison. Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak.

Miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang serat syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh neurotransmiter yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah neurotransmiter, serotonin, mungkin terlibat dalam kerentanan biologis seseorang terhadap bunuh diri. Buku Inside the Brain menjelaskan, Kadar serotonin yang rendah dapat melenyapkan kebahagiaan hidup, mengurangi minat seseorang pada keberadaanya serta meningkatkan resiko depresi dan bunuh diri.. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa dijadikan alasan yang mengharuskan seseoranguntuk melakukan tindakan bunuh diri.

2. Faktor kepribadian Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya (Doman Lum).

Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor

predisposisi. Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.

3. Faktor psikologis Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara yang menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang memaksa masyarakat mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan dalam persepsi akan bunuh diri sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis seseorang tersebut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tertentu juga.

4. Faktor ekonomi Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh dalam pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup, mereka tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya, ada seorang ibu yang membakar dirinya beserta ananknya karena tidak memiliki uang untuk makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini biasanya lebih memikirkan menghindari permasalahan duniawi dan mengakhir hidup. 5. Gangguan mental dan kecanduan Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa yang terjadi jika menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem mental sudah tidak bisa bekerja dengan baik.

Selain itu ada juga gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi, gangguan bipolar, scizoprenia dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba. Penelitian di Eropa dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90 persen bunuh diri yang dilakukan berkaitan dengan gangguan-gangguan demikian. Bahkan, para peneliti asal Swedia mendapati bahwa di antara pria-pria yang tidak didiagnosis menderita gangguan apapun yang sejenis itu, angka bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000 orang, tetapi di antara yang mengalami depresi, angkanya melonjak menjadi 650 per 100.000 orang! Dan, para pakar mengatakan bahwa faktor-faktor yang mengarah ke bunuh diri ternyata serupa dengan yang di negeri-negeri timur. Namun, sekalipun ada kombinasi antara depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan berarti bunuh diri tidak bisa dielakan.

C. Jenis Tentamen Suicide Jenis tentamen suicide antara lain : 1. Ancaman Bunuh Diri Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan sebagainya. Pesanpesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian. Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

2. Upaya bunuh diri Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah kematian jika tidak dicegah. 3. Bunuh diri Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

D. Tanda dan Gejala: Tanda yang paling menonjol bahwa klien telah menunjukkan tanda bunuh diri secara fisik. Misalnya sayatan pada tangan ataupun luka pada leher. Di samping itu juga menunjukkan gejala putus harapan, tidak berdaya, malu, rasa bersalah, marah, kekerasan dan impulsif.

E. Faktor Resiko Bunuh Diri 1. Psikososial dan Analitik a. Keputusasaan b. Ras kulit putih c. Jenis kelamin laki-laki d. Usia lebih muda e. Hidup sendiri 2. Riwayat a. Pernah mencoba bunuh diri b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat 3. Diagnostik a. Penyakit medik umum b. Psikosis c. Penyalahgunaan zat F. Komplikasi Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan

bunuh diri, serta jika gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan tentamen suicide. Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya meninggal. Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan terutama jaringan otak. Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ.

G. Pemeriksaan Penunjang Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan terapi resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan tentamen suicide. Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN

A. Pengkajian Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang paling penting dilakukan oleh perawat, baik pada saat penderita pertama kali masuk Rumah Sakit (untuk mengetahui riwayat penyakit dan perjalanan penyakit yang dialami pasien) maupun selama penderita dalam masa perawatan (untuk mengetahui perkembangan pasien dan kebutuhannya serta mengidentifikasi masalah yang dihadapinya). Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian: Wawancara Pemeriksaan fisik Observasi atau pengamatan Catatan atau status pasien Kolaborasi dengan tim kesehatan lain 1. Pengkajian Primer meliputi a. Airway Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Apakah klien dapat berbicara dan bernafas dengan mudah, nilai kemampuan klien untuk bernafas secara normal. Pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri secara penenggelaman, mungkin akan ditemukan adanya timbunan cairan di paru-paru yang ditandai dengan muntah dan sesak nafas hebat. b. Breathing Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya. Penurunan oksigen yang tajam ( 10 liter/menit ) harus dilakukan suatu tindakan ventilasi. Analisa gas darah dan pulse oxymeter dapat membantu untuk mengetahui kualitas ventilasi dari penderita. Tanda hipoksia dan hiperkapnia bisa terjadi pada penderita dengan kegagalan

ventilasi seperti pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri yang dapat mengakibatkan asfiksia. Kegagalan oksigenasi harus dinilai dengan dilakukan observasi dan auskultasi pada leher dan dada melalui distensi vena. c. Circulation Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji kemampuan venus return klien, lebih lanjut kaji output dan intake klien Penurunan kardiak out put dan tekanan darah, klien dengan syok hipovolemik biasanya akan menunjukan beberapa gejala antara lain, Urin out put menurun kurang dari 20cc/jam, Kulit terasa dingin, Gangguan fungsi mental, Takikardi, Aritmia d. Disability Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah : A : Awakening V : Respon Bicara P : Respon Nyerin U : Tidak Ada Nyeri Penurunan kesadaran dapat disebabkan penrunan oksigenasi atau penurunan perfusi ke otak atau disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi. e. Exposure Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui kelaianan atau cidera yang berhubungan dengan keseimbangan cairan atau trauma yang mungkin dialami oleh klien dengan tentamen suicide, beberapa klien dengan tentamen suicide akan mengalami trauma pada lokasi tubuh percobaan bunuh diri tersebut, misalnya di leher, pergelangan tangan dan dibagian-bagian tubuh yang lain.

2. Pengkajian sekunder

Data pasien Data pasien merupakan identitas pasien yang meliputi Nama Usia, jenis kelamin Kebangsaan/suku Berat badan, tinggi badan Tingkat pendidikan Pekerjaan Status perkawinan Anggota keluarga Agama Kondisi medis, prosedur pembedahan Masalah emosional Dirawat di RS sebelumnya Pengobatan sebelumnya Alergi Review sistem tubuh (pada sistem utama yang mengalami gangguan) Pengkajian dilanjutkan dengan mengkaji keluhan utama, keluhan tambahan serta aspek psikologis dari klien dengan percobaan bunuh diri.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 2. Kekurangan voleume cairan 3. Pola nafas tidak efektif 4. Gangguan pertukaran gas 5. Gangguan perfusi jaringan

C. Intervensi Keperawatan 1. Diagnossa keperawatan 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif NOC: Status Pernapasan: Ventilasi Tujuan: Bersihan jalan napas kembali efektif

KH: 1. Menunjukkan jalan napas paten dg bunyi napas bersih 2. Tidak ada dipsneu 3. Sekret dapat keluar NIC: Pengelolaan Jalan Napas a. Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada b. Auskultasi area paru, catat area penurunan udara c. Bantu pasien latihan nafas dalam dan melakukan batuk efektif. d. Berikan posisi semifowler dan pertahankan posisi anak e. Lakukan penghisapan lendir sesuai indikasi. f. Kaji vital sign dan status respirasi. g. Kolaborasi pemberian oksigen dan obat bronkodilator serta mukolitik ekspektoran. 2. Diagnosa keperawatan 2 : Kekurangan volume cairan Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan dan elektrolit adekuat. NOC : Fluid balance Kriteria hasil : 1. Mempertahankan urine output sesuai berat badan 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal 3. Tidak ada tanda dehidrasi, turgor kulit baik, mukosa lembab. Skala penilaian NOC : a. Tidak pernah menunjukan b. Jarang menunjukan

c. Kadang menunjukan d. Sering menunjukan e. Selalu menunjukan NIC : Fluid management 1) Pertahankan intake dan output sesuai berat badan 2) Monitor status hidrasi 3) Monitor TTV 4) Kolaborasi pemberian cairan IV 5) Anjurkan pasien untuk meningkatkan masukan makanan dan cairan 6) Monitor adanya tanda dehidrasi, turgor kulit dan mukosa bibir 3. Diagnose keperawatan 3 : Pola nafas tidak efektif Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien bisa bernafas dengan lega dengan criteria hasil : 1. Respirasi 20x/mnt 2. Pasien tidak terengah engah dalam bernafas 3. Pasien tampak rileks Intervensi : 1. Berikan terapi oksigen Rasional : membantu mencukupi kebutuhan oksigen 2. Berikan posisi tendelenberg Rasional : meningkatkan aliran balik vena Observasi TTV, terutama respirasi tiap 4 jam Rasional : membantu mengevaluasi perkembangan pola nafas sekali

Kolaborasi medis untuk pemberian obat Rasional : membantu pembuluh kapiler dilatasi 4. Diagnosa keperawatan 4 : gangguan pertukaran gas

golongan

epinefrin

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas lancar. NOC : Respiratory status : gas exchange Kriteria hasil : 1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat. 2. Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan . 3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal. Keterangan skala : 1. = Tidak pernah menunujukkan 2. = Jarang menunjukkan 3. = Kadang menunjukkan 4. = Sering menunjukkan 5. = Selalu menunjukkan NIC : Airway management Aktivitas : a. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thurst bila perlu. b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan. d. Berikan bronkodilator bila perlu. e. Monitor konsentrasi dan status oksigen.

5.Diagnose keperawatan 5 : gangguan perfusi jaringan Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi pada jaringan serebral NOC I: Status sirkulasi a. Tekanan darah sistol normal b. Tekanan darah diastole normal c. Denyut nadi normal d. Tekanan vena sentral normal e. Tekanan paru paru normal f. Denyut jantung normal g. Irama jantung normal h. Perbedaan oksigen darah di arteri dan vena normal Keterangan Skala 1. = Tidak pernah menunjukan 2. = Jarang menunjukan 3. = Kadang menunjukan 4. = Sering menunjukan 5. = Selalu menunjukan NIC 1) Awasi sirkulasi 2) Evaluasi adanya edema perifer dan nadi 3) Lihat / kaji kulit ada luka atau tidak 4) Kaji derajat ketidaknyamanan atau nyeri 5) Ekstermitas bawah direndahkan untuk meningkatkan sirkulasi arteri 6) Ganti posisi pasien paling sedikit 2 jam 7) Monitor stress cairan, ternasuk cairan dan keluaran.

DAFTAR PUSTAKA Muhaj, Khaidir. 2009. Askep keracunan. Available at http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/07/askep-keracunan.html diakses pada tanggal 25 Mei 2011. Wikipedia. 2011. Bunuh diri. Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Bunuh_diri diakses pada tanggal 25 mei 2011. Kapita Selekta kedokteran, editor, Mansjoer Arif (et.al) ed.III, ce. 2.1999. Pasien dengan Tentamina Suicidum Media Aesculapius: Jakarta. Tahir, Edi. 2010. Askep Klien Tentamen suicide, available at http://tenriawaruemergency.blogspot.com/2010/06/askep-klien-tentamen-suicide.html diakses pada tanggal 25 Mei 2011. Raharjo, Teguh. 2011. Makalah Bunuh Diri Suicide. Available at http://www.scribd.com/doc/23421661/Makalah-Bunuh-Diri-Suicide# diakses pada tanggal 25 Mei 2011.

Anda mungkin juga menyukai