Anda di halaman 1dari 6

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PADA KELOMPOK TERNAK KAWASAN BARU
(Feasibility Study of Cattle Through Management Improvement at Kawasan Baru Group)
ENI SITI ROHAENI, RISMARINI ZURAIDA dan ZAHIROTUL HIKMAH
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru

ABSTRAK Sapi potong merupakan salah satu ternak yang cukup potensial yang berkembang di Kalimantan Selatan umumnya dan Tanah Laut khususnya. Ternak ini mempunyai peran sebagai penghasil daging, pupuk, tenaga kerja dan peluang usaha. Kegiatan ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha ternak sapi potong melalui perbaikan manajemen pada Kelompok Ternak Kawasan Baru yang dilakukan di Desa Tirtajaya, Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut. Kegiatan ini dilakukan dengan cara survei dan wawancara pada peternak sapi. Hasil survei diketahui bahwa pemeliharaan ternak sapi bibit berkisar antara 4 11 ekor/KK. Perbaikan manajemen yang dilakukan berupa pemberian pakan tambahan berupa singkong, pencegahan penyakit dengan pemberian obat cacing, kandang kelompok dan perkawinan dengan cara IB (Inseminasi Buatan). Hasil survei diketahui bahwa ternak sapi sebagai salah satu sumber pendapatan yang diperoleh petani layak untuk diusahakan. Pada pengusahaan 11 ekor bibit sapi penerimaan kotor yang diperoleh petani per tahun mencapai Rp. 51.400.000 dengan nilai R/C rasio : 1,23 (R/C rasio > 1). Kata Kunci: Sapi Potong, Manajemen, Tanah Laut ABSTRACT Cattle is potential livestock in South Kalimantan especially in Tanah Laut specially. This livestock have role as flesh producer, fertilize the, labor and opportunity of effort. This activity aim to analyse the eligibility is effort crosscut ox livestock through management repair at Kawasan Baru group done in Countryside Tirtajaya, Sub District Pelaihari, Tanah Laut Regency. This activity is conducted by survey and interview at ox breeder. Result of survey known that the conservancy of livestock of seed ox ranges from 4 11 head/KK. Management repair done by in the form of additional gift feed in the form of cassava, disease prevention with the gift medicine the worm, cage of group and marriage by IB (Insemination Breeding). Result survey known that livestock as one of earnings source obtained a farmer and competent to be labored. at farming 11 head of seed of acceptance ox obtained by farmer of per year reach the Rp. 51.400.000 with the value R/C ratio : 1,23. Key Word: Cattle, Management, Tanah Laut

PENDAHULUAN Sapi potong merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai peran yang penting karena sebagai penghasil daging untuk memenuhi permintaan konsumen. Populasi ternak sapi di Kalimantan Selatan pada tahun 2004 sebesar 173.648 ekor yang tersebar di 13 kabupaten/kota. Produksi daging yang dihasilkan dari ternak sapi sekitar 87,74% dari total produksi daging ternak ruminansia besar

atau memberikan kontribusi sekitar 21,01% dari total produksi daging asal ternak (DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN, 2005). Tanah Laut merupakan salah satu daerah sentra pengembangan ternak sapi potong di Kalimantan Selatan. Populasi ternak sapi di Tanah Laut sebanyak 66.444 ekor atau sekitar 38,26% dari total populasi sapi di Kalimantan Selatan, dengan produksi yang dihasilkan sekitar 19,67% dari total produksi daging asal

278

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

semua ternak (DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa ternak sapi mempunyai kontribusi yang besar terhadap sumber protein asal hewan, sumber pendapatan dan peluang usaha atau kerja. Ternak ruminansia yang dipelihara petani dapat berfungsi ganda yaitu sebagai penghasil pupuk kandang dan tabungan yang memberikan rasa aman pada saat kekurangan pangan (paceklik) disamping berfungsi sebagai ternak kerja. Menurut NAJIB et al. (1997) ternak sapi mempunyai peran yang cukup penting bagi petani sebagai penghasil pupuk kandang, tenaga pengolah lahan, pemanfaat limbah pertanian dan sebagai sumber pendapatan. Menurut SYAFRUDDIN et al. (2003) ternak merupakan salah satu sumber protein hewani masyarakat, mempunyai prospek yang cerah dan menjanjikan untuk dikembangkan. Selain itu, ternak dapat menjadi sumber pendapatan petani ternak, lapangan kerja, tenaga kerja dan sumber devisa yang potensial serta perbaikan kualitas tanah. Ditambahkan oleh SUMADI et al. (2004) bahwa sapi potong mempunyai fungsi sosial yang penting di masyarakat sehingga merupakan komoditas yang sangat penting untuk dikembangkan. Permintaan daging cenderung meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, kesadaran gizi dan tingkat pendidikan. Peningkatan permintaan akan daging harus diimbangi dengan peningkatan populasi dan produksi. Salah satu sumber utama penghasil daging sampai saat adalah sapi potong. Ini berarti bahwa aspek penyediaan konsumsi daging sapi cukup penting, apalagi setelah diputuskan bahwa produk daging selain telur dan susu merupakan komponen baru dari sembilan bahan pokok (sembako) menggantikan ikan asin, tekstil kasar dan sabun cuci. Selain memegang peranan penting sebagai pemasok daging, ternak sapi mempunyai peran bagi petani tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan, tetapi juga sebagai sarana investasi, tabungan, fungsi sosial, sumber pupuk dan membantu dalam pengolahan tanah (HERMAWAN et al., 1996). Pola pemeliharaaan ternak sapi di Kalimantan Selatan pada umumnya secara tradisonal yang ditandai dengan rendahnya jumlah pemilikan ternak, modal, ketrampilan

dn teknologi yang dikuasai masih terbatas. Karena sistem pemeliharaan secara tradisional inilah kemungkinaan produktivitas yang dihasilkan masih rendah. Rendahnya tingkat produktivitas disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya pakan, bibit dan manajemen. Oleh karena itu perlu upaya agar produktivitas meningkat, sehingga peran ternak sapi lebih optimal bagi petani ternak dan masyarakat. Peluang usaha ternak sapi yang dapat dilakukan di Kalimantan Selatan adalah usaha pembibitan dan penggemukan dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan SDM serta mempertimbangkan kualitas mutu genetis, perbaikan pakan dan manajemen (ROHAENI dan HAMDAN, 2004). Makalah ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha ternak sapi potong melalui perbaikan manajemen pada Kelompok Ternak Kawasan Baru yang dilakukan di Desa Tirtajaya, Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan lokasi penelitian Kegiatan ini dilakukan pada Kelompok Ternak Kawasan Baru, di Desa Tirtajaya, Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan pada bulan Oktober Nopember 2005. Kelompok ternak ini merupakan salah satu yang mendapat bantuan ternak sapi dengan sistem bagi hasil, pembagian keuntungan sebesar 60% untuk pemelihara (peternak) dan 40% untuk pemberi modal. Hal ini bertujuan untuk membantu peternak dalam hal penyediaan modal dalam berusaha ternak sapi. Metode pengambilan sampel dan analisis data Metode yang dipergunakan dalam pengambilan sample dengan cara survei dan observasi lapang. Wawancara dilakukan terhadap kelompok petani dengan menggunakan daftar pertanyaan berstruktur. Pemilihan responden dilakukan secara acak sederhana dengan asumsi bahwa penyeberan usahatani dilaksanakan secara merata di seluruh desa. Selain dari data primer di

279

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

lengkapi juga dengan data penunjang yang di kumpulkan pada Dinas/Instansi yang terkait. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan analisis kelayakan ekonomi (analisis finansial). HASIL DAN PEMBAHASAN Teknologi budidaya pemeliharaan sapi potong Jenis sapi yang dipelihara adalah sapi Bali dan PO dengan arah pemeliharaan sebagai ternak bibit, bila ada kelahiran sapi jantan, maka akan digemukkan. Skala pemilikan ternak berkisar antara 4 11 ekor induk/KK. Kandang yang digunakan adalah kandang kelompok yang terbuat dari kayu ulin dan alas semen, daya tahan kandang sekitar 20 tahun. Kandang kelompok yang ada terdiri atas 3 unit yang dilengkapi dengan gudang. Kapasitas tampung kandang kelompok sekitar 135 ekor, yang terdiri atas beberapa pemilik ternak. Ternak lebih banyak dipelihara dalam kandang, waktu ternak di gembala antara jam 08.00 15.00 (sekitar 7 jam) untuk mendapatkan sinar matahari dan mendapatkan tambahan rumput. Sistem pemeliharaan ternak yang dilakukan secara semi intensif yaitu kombinasi antara dikandangkan dengan gembala. Ternak digembalakan pada lahan yang dekat dengan sawah dengan tujuan untuk memudahkan pemilik untuk mengontrol keberadaan ternak. Pemberian pakan yang dilakukan petani ternak cukup bervariasi baik jumlah dan jenisnya, hal ini tergantung musim. Pada saat musim panen, pakan yang diberikan untuk sapi lebih bervariasi, selain diberikan rumput, juga limbah pertanian berupa jerami jagung, berangkasan kacang tanah, dan jerami padi. Kegiatan ini dilaksanakan pada musim kemarau dan pakan yang diberikan adalah rumput lokal (setiap hari) dan rebusan singkong yang diberikan 2 hari sekali. Singkong yang diberikan sebanyak 30 kg/ pemberian yang direbus selama kurang lebih 30 menit, pemberian singkong dilakukan pada saat musim kemarau karena ketersediaan rumput dirasa sulit, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pakan diberikan singkong. Ternak mengkonsumsi rumput dengan 2 cara yaitu dengan penggembalaan dan disediakan oleh

petani. Rumput yang disediakan petani sekitar 15 ikat atau setara 250 kg/hari untuk 22 ekor ternak dengan berbagai kelompok umur dan jenis kelamin atau rata-rata 11,36 kg/ekor/hari. Jenis rumput yang dikonsumsi adalah rumput lapang/lokal, walaupun peternak memiliki kebun rumput unggul. Rumput unggul yang ditanam yaitu rumput Raja dan Gajah dengan luas sekitar 300 600 m2/KK. Rumput ini biasanya akan dipotong/panen bila melihat rumput lapang di padang penggembalaan tidak mencukupi atau sulit diperoleh. Air minum yang diberikan untuk ternak berasal dari sumur pompa yang selalu tersedia di kandang. Pencegahan penyakit yang dilakukan petani yaitu vaksinasi SE, pemberian obat cacing, dan menjaga kebersihan kandang. Pembersihan kandang dilakukan setiap hari. Pakan tambahan yang diberikan berupa singkong, dilakukan oleh peternak dengan pertimbangan karena singkong cukup berlimpah ketersediaannya dan harganya cukup murah. Harga singkong dinilai lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan dedak. Oleh karena itu singkong menjadi pilihan yang tepat menurut petani. Pertumbuhan yang dihasilkan dari sapi yang diberi pakan tambahan berupa singkong rebus lebih baik dibanding sapi yang hanya diberi rumput, oleh karena itu pemberian singkong dilakukan peternak pada saat yang tepat yaitu musim kemarau yaitu sekitar 3 bulan yang diberikan dua hari sekali. Hal ini sangat membantu dalam hal penyediaan rumput. Analisis pengusahaan ternak sapi potong Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa pemeliharaan ternak sapi sebagai ternak bibit layak untuk diusahakan, menguntungkan dan menjadi sumber pendapatan tambahan bagi petani yang mengusahakannya. Perhitungan ini, menggunakan data dan informasi dari beberapa orang petani ternak yang memiliki sapi dengan skala 22 ekor yang terdiri atas 11 ekor induk (betina), 4 ekor jantan bakalan, dan 7 ekor anak (umur di bawah 1 tahun). Asumsi harga yang digunakan untuk menganalisis yaitu harga bibit Rp. 3.500.000/ekor, harga singkong Rp. 350/kg, obat-obatan Rp. 10.000/tahun/ekor, biaya penyusutan kandang Rp. 30.000, biaya listrik

280

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Rp. 40.000/bulan, tenaga kerja Rp. 15.000/ HOK, dan hasil yang diperoleh adalah anak sapi 7 ekor, kotoran sapi 800 zak dengan harga Rp. 3.000/zak. Pemberian singkong hanya diberikan selama 3 bulan di musim kemarau (45 kali). Berdasarkan informasi diketahui bahwa pemeliharaan ternak sapi sebanyak 11 ekor betina dewasa, dapat menghasilkan sekitar 7 ekor anak sapi. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerimaan kotor yang diperoleh petani ternak bila menilai harga bibit, anak dan kotoran yang dihasilkan sekitar Rp. 51.400.000 dengan pendapatan bersih/ keuntungan Rp. 9.783.750 dan nilai R/C 1,23 (Tabel 1). Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa, biaya yang tertinggi dikeluarkan untuk pembelian bibit (92,51%). Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan peternak belum dikelola secara intensif. Namun perbaikan manajemen telah dilakukan yaitu dengan cara pemberian pakan tambahan berupa singkong rebus, pemberian obat cacing dan vaksinasi, kandang kelompok, pengumpulan kotoran dan perkawinan dengan cara Inseminasi Buatan. Berdasarkan informasi diketahui bahwa

perbaikan manajemen yang dilakukan oleh petani ternak memberikan hasil yang lebih baik diantaranya lebih mudah untuk mengontrol ternak baik saat sakit atau berahi, memudahkan untuk pengumpulan kotoran karena digembalakan pada lokasi khusus dan dikandangkan, pertumbuhan lebih baik karena pada saat musim kemarau diberikan pakan tambahan berupa singkong sehingga ternak tidak kekurangan pakan. Menurut WIJONO et al. (2001) untuk mendapatkan keuntungan yang cukup memadai perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain jenis dan umur bibit (bakalan), kondisi badan, pakan, dan tatalaksana pemeliharaan. Pemberian obat cacing yang dilakukan 1 2 kali/tahun memberikan efek yang positif sehingga ternak terhindar dari infeksi cacing yang dapat mempengaruhi pertumbuhan. Menurut BERIAJAYA dan PRIYANTO (2004) ternak yang terinfeksi cacing menyebabkan penurunan produksi ternak. Penurunan produksi dapat berupa turunnnya bobot badan, terhambatnya pertumbuhan, turunnya produksi susu dan turunnya daya tahan tubuh.

Tabel 1. Analisis biaya dan pendapatan pengusahaan ternak sapi skala usaha 11 ekor sebagai bibit dalam satu tahun pemeliharaan dengan perbaikan manajemen, di Desa Tirtajaya Tahun 2005 Uraian Biaya Bibit Rumput Singkong Obat-obatan Kandang Listrik Tenaga Kerja Penerimaan Anak sapi Kotoran sapi Nilai bibit Pendapatan Bersih R/C ratio Fisik 11 ekor @ Rp 3.500.000 11 ekor x 25 kg x 1 tahun @ Rp 10 30 kg x 45 x Rp 350 11 ekor @ Rp 10.000 11 ekor @ Rp 30.000 12 bulan @ Rp 40.000 48 HOK @ Rp 15.000 Total Biaya 7 ekor @ Rp 1.500.000 800 zak @ Rp 3.000 11 ekor @ Rp 3.500.000 Total Penerimaan Nilai 38.500.000 1.003.750 472.500 110.000 330.000 480.000 720.000 41.616.250 10.500.000 2.400.000 38.500.000 51.400.000 9.783.750 1,23 Persentase 92,51 2,41 1,14 0,26 0,79 1,15 1,74 100,00

281

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Tabel 2. Analisis biaya dan pendapatan pengusahaan ternak sapi tanpa perbaikan manajemen Uraian Biaya Bibit Rumput Obat-obatan Kandang Tenaga kerja Penerimaan Nilai bibit Anak sapi Pendapatan bersih R/C 3 ekor @ Rp. 1.400.000 4 ekor @ Rp. 3.500.000 Total penerimaan 4.200.000 14.000.000 18.200.000 2.346.250 1,15 4 ekor @ Rp. 3.500.000 4 ekor x 25 kg x 1 tahun x Rp. 10 4 ekor @ Rp. 5.000 4 ekor @ Rp. 25.000 91,25 HOK @ Rp.15.000 Total biaya 14.000.000 365.000 20.000 100.000 1.368.750 15.853.750 88,31 2,30 0,13 0,63 8,63 100,00 Fisik Nilai Persentase

Sebagai perbandingan dilakukan analisis biaya dan pendapatan terhadap ternak yang pemeliharaannya dilakukan dengan cara kebanyakan petani ternak, yaitu tanpa perbaikan manajemen. Teknologi yang digunakan pada kelompok ini (kontrol/tanpa perbaikan manajemen) yaitu pakan berupa rumput lokal, perkawinan secara alamiah, pemberian obat tidak rutin (kadang-kadang). Hasil analisis (Tabel 2) diketahui bahwa penerimaan kotor sebesar Rp. 18.200.000 dengan pendapatan bersih Rp. 2.346.250 dan nilai R/C 1,15. Perbedaan ini dihasilkan dari taksiran harga anak sapi pada kelompok yang melakukan perbaikan manajemen lebih tinggi karena menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik. Pada sapi yang dikelola dengan perbaikan manajemen terdapat tambahan pemasukan berupa penjualan kotoran sapi. Pada sapi tanpa perbaikan manajemen, petani ternak tidak mengumpulkan dan memanfaatkan kotoran, tapi dibiarkan tercecer di luar kandang atau di padang penggembalaan. Secara umum, baik pada petani ternak yang melakukan perbaikan manajemen maupun tidak, diketahui bahwa usaha pemeliharaan ternak sapi layak untuk diusahakan dan menguntungkan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis (Tabel 1 dan 2) diketahui bahwa perbaikan manajemen pada pemeliharaan ternak sapi memberikan pengaruh yang positif. Hal ini ditunjukkan dari seg pendapatan bersih dan

nilai R/C yang dihasilkan meningkat. Pendapatanbersih meningkat dari Rp. 586.000/ tahun (tanpa perbaikan manajemen) menjadi Rp. 889.400/tahun dengan nilai R/C meningkat dari 1,15 menjadi 1,23. Namun yang terpenting adalah perbaikan manajemen dapat meningkatkan peran pemeliharaan ternak sapi melalui peningkatan pendapatan, memperbaiki produktivitas ternak dan dapat menjamin keberlanjutan usaha melalui pemanfaatan sumberdaya lokal. Hasil penelitian yang dilaporkan UMIYASIH et al. (2001) bahwa perbaikan manajemen pakan mampu meningkatkan PBHH, pendapatan dan nilai R/C pada usaha penggemukan sapi potong. KESIMPULAN 1. Pemeliharaan ternak sapi berkisar antara 4 11 ekor/KK sebagai ternak bibit dan penggemukan dengan jenis sapi Bali dan PO. 2. Ternak sapi sebagai salah satu sumber pendapatan yang diperoleh petani dan layak untuk diusahakan pada pengusahaan 11 ekor sapi potong, penerimaan kotor yang diperoleh petani per tahun mencapai Rp. 51.400.000 dengan nilai R/C ratio: 1,23 (R/C ratio > 1).

282

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

DAFTAR PUSTAKA BERIAJAYA dan D. PRIYANTO. 2004. Efektifitas serbuk daun nanas sebagai antelmintik pada sapi yang terinfeksi cacing nematode saluran pencernaaan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 162 169. DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN. 2005. Buku Saku Peternakan tahun 2005. Banjarbaru. HERMAWAN, A., C. SETIYANI dan T. PRASETYO. 1996. Suplementasi introduksi tanaman pakan sebagai upaya penegmbangan peternakan rakyat di lahan kering. Pros. Temu Ilmiah Hasil-hasil Penelitian Peternakan. Ciawi Bogor, 9 11 Januari 1996. hlm. 111 122. NAJIB, M., E.S. ROHAENI dan TARMUDJI. 1997. Peranan ternak sapi dalam sistem usahatani tanaman pangan di lahan kering. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 19 Nopember 1997. Jilid II. hlm. 759 766. ROHAENI, E.S. dan A. HAMDAN. 2004. Profil dan prospek pengembangan usaha sapi potong di Kalimantan Selatan. Pros. Lokakarya Sapi Potong. Yogyakarta, 8 9 Oktober 2004. hlm. 132 139.

SUMADI, W. HARDJOSUBROTO dan N. NGADIYONO. 2004. Analisis potensi sapi potong di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 5 Agustus 2004. hlm. 130 139. SYAFRUDDIN, A.N. KAIRUPON dan F.F. MUNIER. 2003. Potensi dan kesesuaian lahan untuk pengembangan pakan ruminansia di lembah Palu. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 30 September 2003. hlm. 266 271. UMIYATI, U. ARYOGI, D.B. WIJONO, M.A. YUSRON, dan D.E. WAHYONO. 2001. Pengaruh perbaikan pakan dan penambahan probiotik bioplus terhadap tampilan berat badan sapi PO: Studi kasus pada usaha penggemukan sapi potong rakyat di Kabupaten Magetan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17 18 September 2001. hlm. 287 291. WIJONO, D.B., ARYOGI dan A. RASYID. 2001. Pengaruh berat badan awal terhadap pencapaian hasil pada penggemukan sapi potong di peternakan rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17 18 September 2001. hlm. 449 455.

283

Anda mungkin juga menyukai