Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

Setiap bangsa, suku bangsa, umat, maupun komunitas selalu menghadapi
problematika dalam perjalanan hidup mereka. Itu merupakan hukum alam atau
sunnatullah. Sebagai contoh, bangsa Amerika Serikat (AS) sekarang juga sedang
menghadapi problematika hidup. Negara adidaya yang seolah merajai dunia itu kini
dilanda kesulitan keuangan yang sangat serius. Krisis finansial di negara tersebut
diawali dengan rontoknya pasar perumahan, yang kemudian merembet ke
perusahaan-perusahaan lain. Diperkirakan krisis tersebut akan berdampak ke negara-
negara lain, tidak terkecuali Indonesia. Kongres telah menyetujui rencana pemberian
dana talangan sebesar 700 miliar dolar AS. Ini merupakan dana talangan terbesar
dalam sejarah guna penyelamatan ekonomi mereka.
Umat Islam Indonesia kini juga menghadapi berbagai problematika hidup.
Dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Se-Jawa dan Lampung di Jakarta,
beberapa waktu lalu, para ulama dan zuama Islam yang tergabung dalam Majelis
Ulama Indonesia (MUI) telah mengidentifikasi problematika yang dihadapi umat
Islam Indonesia.
Mereka berdiskusi tentang bagaimana caranya umat Islam sebagai mayoritas
penduduk Indonesia memberikan kontribusi untuk mengatasi keterpurukan bangsa-
negara di berbagai bidang, serta mengatasi problematika mereka sendiri. Dalam
perspektif global, para ulama dan zuama menyadari, Indonesia sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia belum dapat menunjukkan karya-karya
2

unggulan yang menimbulkan respek umat Islam di negara lain terhadap umat Islam
Indonesia.
Kemiskinan merupakan problematika sosial yang tidak bisa dihindari. Setiap
Negara di dunia ini selalu tertimpa masalah sosial yang dinamakan kemiskinan.
Rakyat-rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan ini sangat sulit untuk
ditiadakan. Tindakan yang bisa dilaksanakan baik pemerintah maupun rakyat itu
sendiri adalah meminimalisir kuantitas penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan ini. Atau paling tidak, laju kemiskinan ini dapat ditekan hingga titik nol,
kalaupun itu bisa dilakukan.
Seperti yang disebutkan di atas, setiap Negara di dunia ini hampir pasti pernah
mengalami masalah kemiskinan. Negara-negara yang tengah berjuang untuk
mengembangkan diri, meningkatkan pertumbuhan ekonomi ataupun peningkatan-
peningkatan di berbagai sektor, bahkan mengalami laju pertumbuhan tingkat
kemiskinan yang tinggi. Negara-negara tersebut lebih dikenal dengan istilah Negara-
negara berkembang (developing countries). Sementara di Negara-negara yang telah
memiliki tingkat kemajuan yang tinggi, masalah kemiskinan ini bisa ditekan
meskipun sulit untuk dihapuskan. Negara-negara yang memiliki tingkat kemajuan
setingkat lebih tinggi dari Negara-negara berkembang ini dikenal dengan Negara-
negara maju (developed countries).
Perjuangan masing-masing Negara untuk mensejahterakan rakyatnya
merupakan salah satu motivasi yang menyebabkan mereka harus bersusah payah
merancang dan merumuskan strategi guna mehilangkan masalah kemiskinan ini.
Berbagai macam teori ekonomi coba diterapkan. Pakar-pakar ekonomi terus-menerus
3

bermunculan. Masing-masing dari mereka mengusulkan teori-teori ataupun metode-
metode yang bisa dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan ini. Namun demikian,
apakah problematika kemiskinan ini telah tuntas dengan diaplikasikannya teori-teori
yang telah di kemukakan para pakar ekonomi tersebut?
Melihat kenyataan yang terjadi saat sekarang ini, berbagai macam teori dan
metode yang telah dikemukakan oleh para ekonom yang handal itu tidak mampu
menyelesaikan problematika kemiskinan ini.
Ketika keresahan mulai menyelimuti jiwa-jiwa yang kebingungan, maka
sudah sepantasnya kita menengok, kembali kepada agama kita Islam, mendalami
kitab sucinya, al-Quran yang suci mengharap ditemukannya solusi tebaik yang harus
diterapkan untuk mengeliminasi atau paling tidak meminimalisir laju kemiskinan
yang sang sulit dihindari ini.
Melihat fenomena di atas, penulis mencoba memaparkan sedikit tentang
strategi al-Quran dalam penanggulangan kemiskinan ini. Penulis membatasi masalah
ini menjadi dua, yaitu persepektif al-Quran tentang kemiskinan; serta langkah-
langkah yang diberikan al-Quran guna mengentaskan kemiskinan ini.
Tujuan penulis membahas permasalahan ini adalah untuk mengetahui
bagaimana al-Quran memandang kemiskinan ini, dan langkah-langkah apa saja yang
dikemukakan al-Quran guna mengentaskan kemiskinan ini.




4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Masalah Kemiskinan
Problematika umat Islam Indonesia memang banyak, tetapi bisa dikerucutkan
pada empat problem terbesar. Problematika pertama adalah masalah kemiskinan.
Kalau penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan sekitar 17 persen,
maka sebagian besarnya adalah umat Islam. Faktor kemiskinan ini menimbulkan
dampak negatif yang sangat luas. Antara lain peluang anak-anak untuk mencapai
pendidikan tinggi sangat terbatas dan rendahnya daya saing dengan golongan lain.
Selain itu, terdapat beberapa hambatan untuk melakukan ibadah. Misalnya
akan menjalankan salat tidak punya pakaian yang memenuhi syarat syari, atau tak
sempat menjalankan salat karena kesibukan mencari nafkah, seperti dialami sebagian
sopir, tukang kayu, tukang batu, dan sebagainya. Saat tiba waktu salat, mereka tidak
berani meninggalkan pekerjaannya.
Kemiskinan juga bisa menyebabkan seseorang mudah meninggalkan atau
melanggar ajaran agama, seperti dijelaskan dalam sebuah hadis: Kefakiran itu nyaris
menyebabkan seseorang menjadi kafir. Berbagai fenomena dalam dasawarsa
terakhir membuktikan, kemiskinan telah menimbulkan erosi keimanan. Karena
iming-iming atau bujukan materi, jabatan, pengobatan, atau pekerjaan, tidak sedikit
orang Islam yang menjadi murtad. Untuk mengatasi hal ini, serta demi menjaga
kerukunan hidup antarumat beragama, perlu dibuat undang-undang (UU) tentang
pedoman penyiaran agama.
5

Problematika kedua adalah erosi moralitas. Betapa parah kemerosotan moral
di kalangan bangsa kita dapat diketahui dari berita-berita yang disiarkan media
massa. Kejahatan dan kemaksiatan dalam istilah Polri disebut penyakit masyarakat
telah merajalela. Penyakit masyarakat tersebut dilakukan berbagai lapisan masyarakat
dan dari berbagai umur, serta dari kalangan birokrasi, baik eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif.
Padahal, idealnya, umat Islam pada khususnya dan umat beragama pada
umumnya adalah orang-orang yang menjunjung tinggi norma-norma moral, akhlak,
atau budi pekerti. Dalam sebuah Hadis disebutkan, Agama adalah akhlak yang
luhur. Dalam kenyataan di lapangan, tidak sedikit tokoh agama yang mestinya
memberikan keteladanan utama dalam soal akhlak kepada umat, justru melakukan
perbuatan tercela. Demikian pula di kalangan aparat hukum, yang mestinya
menunjukkan konsistensinya dalam menegakkan hukum, ternyata tidak sedikit yang
justru melanggar hukum.
Problematika ketiga adalah egoisme kelompok. Di Indonesia ini terdapat
ormas-ormas keagamaan yang mencerminkan corak pemikiran keagamaan Islam,
seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, Al-Jamiyatul
Washliyah, Mathlaul Anwar, Syarikat Islam, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, dan lain-
lain. Menurut tuntunan Alquran, semua orang mukmin itu bersaudara. Maka
ukhuwah Islamiah (persaudaraan antarsesama umat Islam) merupakan keniscayaan.
Para pemuka Islam yang memahami tuntunan Alquran itu telah berupaya
memperkukuh ukhuwah Islamiyah. Berdirinya MUI antara lain juga untuk menjadi
tenda besar yang dapat memayungi seluruh aliran umat Islam. Namun upaya untuk
6

memperkukuh ukhuwah Islamiyah itu hingga kini belum mencapai hasil maksimal.
Masih terdapat masjid-masjid, lembaga pendidikan, atau forum-forum pengajian yang
alergi terhadap khatib, guru, dan mubalig yang bukan dari golongannya. Fenomena di
bidang politik lebih runyam lagi. Terbukti dari mudahnya parpol-parpol Islam atau
parpol yang berbasis umat Islam terpecah-pecah, sehingga potensi politik Islam
makin lemah. Memperhatikan fenomena di atas, kita mendambakan munculnya
seorang pemimpin Islam yang alim (berpengetahuan luas), disegani, dan berwibawa,
yang bisa menjadi anutan dan pengayom seluruh umat Islam Indonesia.
Problematika keempat, umat Islam berada dalam tarikan paham liberalisme,
fundamentalisme, dan transnasionalisme. Liberalisme mempunyai banyak versi.
Diantaranya ada paham liberalisme yang sering dituding sudah kebablasan, karena
dominasi rasio dalam memahami teks-teks Alquran dan Hadis. Di tambah lagi adanya
pengaruh pemikiran kaum orientalis dalam paham tersebut. Semua ini bisa
mendistorsi orisinalitas ajaran Islam yang sejati.
Fundamentalisme dalam agama adalah corak pemahaman agama yang bersifat
tekstual, radikal, dan militan. Pengikutnya sering menunjukkan tindak kekerasan
untuk membongkar hal-hal yang menurut mereka bertentangan dengan agama,
sehingga menyulut konflik sosial. Adapun transnasionalisme adalah paham yang
ingin mewujudkan kewilayahan umat Islam melampaui batas-batas negara yang telah
ditentukan.
Umat Islam Indonesia pada umumnya sudah merasa adem ayem memiliki
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga segenap potensi bangsa lebih
baik difokuskan untuk membangun negara ini saja.
7

B. Perspektif Al-Quran Tentang Kemiskinan
Sebelum kita menyelam lebih dalam kepada strategi penanggulangan
kemiskinan ala al-Quran ini, sayogyanyalah kita mengetahui terlebih dahulu apakah
yang dimaksud dengan kemiskinan itu. Telah dimaklumi bersama, khusunya kita
kaum muslimin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diakui pada hari kiamat
dan Allah SWT dengan tegas telah menyatakan bahwa yang mencari agama selain
Islam adalah batil dan tidak akan diterima di hari kiamat kelak. Allah SWT
berfirman:
}4`4 ;u4-4C 4OOEN
+Uce"- 44Cg1 }U
4:^NC +Ou4g` 4O-4 O)
jE4O=E- =}g`
=}C@OOEC^- ^g)
Artinya:
Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi.(Q.S. Ali Imran: 85)
Dengan demikian, sudah sangat jelas bahwa agama selain Islam adalah
tertolak. Sejak turunnya ayat pada surat al-Maidah pada waktu haji wada kepada
baginda junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, maka agama Islam yang telah
didakwahkan oleh beliau selama 23 tahun itu sempurna sudah. Hal ini telah
dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmanNya:
_ 4O4O^- eUE^
7 7E4Cg1
8

e;E^`4 7^OU4
/Eug^ e14O4 N7
=Uce"- 44Cg1 _ ....... ^@
Artinya:
Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.(Q.S. Al-
Maidah: 3)
Dari ayat di atas, sudah jelas sekali akan kesempurnaan agama Islam yang
telah diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Berbekal kitab suci al-Quran yang merupakan mukjizat terbesar Rasulullah
SAW, ajaran Islam tertuang dalam untaian ayat-ayat yang begitu indah, yang tak
satupun mampu membuat yang semisal dengan al-Quran tersebut meski mereka
ditolong oleh beribu-ribu, bahkan seluruh umat manusia ini.
1
Al-Quran merupakan
sumber utama ajaran agama Islam.
2
Ia adalah mashdar asasiy bagi agama Islam yang
luhur ini.
Dengan demikian mari kita menengok ke dalam al-Quran
3
bagaimana
kemiskinan tersebut. Allah SWT telah berfirman dalam al-Quran surat al-Taubah
ayat 60 yang berbunyi:
E^^) e~EO-
g7.-4OUg
-=OE^-4

1
Lihat al-Quran surat al-Baqarah ayat 23-24.
2
Sulaiman ibn Abdullah ibn Hamud Aba al-Khail, Mashadir al-Din al-Islamiy wa Abrazu
Mahasinihi wa Mazayahu, Cet. I (Riyadh: 2005), Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyah, hal. 7.
3
Harun Yahya, Memilih Al-Quran Sebagai Pembimbing, cet. I (Surabaya: Risalah Gusti,
2004), hal. 35
9

4-)-gE^-4
OgOU4
gOE-E^-4
gOU~ )4
~@O-
4-g`@O4^-4 )4
O):Ec *.- ^-4
O):OO- W LO_C@O
;g)` *.- +.-4
v1)U4 _O:EO ^g
Artinya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
4
Di dalam ayat ini al-Quran telah menyebutkan dua istilah bagi kemiskinan
ini, yaitu, fuqaraa yang merupakan jamak (plural) dari faqir; dan masaakiin yang
merupakan jamak (plural) dari miskin. al-Quran selalu menggunakan kedua istilah
ini ketika menyebutkan tentang problematika kemiskinan ini. munculnya dua istilah
ini sudah barang tentu ada perbedaan di antara kedua istilah ini.
Imam Thabari dalam tafsirnya menerangkan bahwa maksud dari kata fuqaraa
adalah orang orang sangat membutuhkan bantuan untuk meringankan bebannya,

4
10

( ) , sedangkan masaakiin ialah orang yang keliling
untuk meminta-minta ) (.
5

Sedangkan definisi faqir dan miskin, seperti yang dikemukakan di dalam al-
Quran dan terjemahnya Departemen Agama RI, yaitu:
orang fakir adalah orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta
dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. sedangkan orang miskin adalah orang
yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
6

Melihat berbagai definisi di atas, jelaslah bahwa orang fakir adalah orang
yang tidak mempunyai daya upaya, baik berupa harta maupun tenaga yang
menyebabkan ketidakmampuannya memenuhi hajat hidupnya. Dengan begitu orang
fakir inilah yang terutama harus dibantu sebelum yang lainnya.
Sedangkan orang miskin ini memiliki kemampuan untuk bekerja namun
belum bisa mencukupi kehidupannya. Dari itu, ia masih memerlukan uluran tangan
orang-orang yang berada untuk mencukupi kebutuhannya.
Dengan demikian, baik fakir maupun miskin kedua-duanya harus
mendapatkan uluran tangan kita. Itulah sebabnya delapan golongan penerima zakat
(mustahiq zakat) seperti yang disebutkan dalam al-Quran surat at-taubah ayat 60 di
atas, yang diutamakan adalah orang-orang fakir (fuqaraa) dan orang-orang miskin
(masaakiin).

5
Abu Yahya Muhammad ibn Shumadih at-Tujibiy, Mukhtashar min Tafsir al-Imam at-
Thabariy, (Kairo: tt), Dar al-Manar lin-Nasyr wa at-Tauzi, hal. 196.
6
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Quran Departemen Agama RI, Al-Quran
dan Terjemahnya: Al-Jumanatul Ali (Seuntai Mutiara yang Maha Luhur), (Bandung: J-Art, 2005),
hal. 197
11

Demikianlah al-Quran memandang kemiskinan. Kemiskinan itu merupakan
sebuah keniscayaan. Hal ini merupakan sunnatullah. Allah SWT telah menciptakan
segala sesuatu itu berpasang-pasangan, maka dari itu jika ada yang namanya orang
kaya, maka tentulah ada yang disebut miskin. Karena jika tidak ada orang kaya, maka
tidak mungkin ada istilah orang miskin, pun begitu sebaliknya.

C. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Menurut Al-Quran
Problematika sosial yang kita hadapi di dunia ini, yang salah satunya adalah
kemiskinan ini telah diwanti-wanti oleh al-Quran. Sehingga sebenarnya al-Quran
telah melakukan tindakan preventif agar tidak terjadi kemiskinan yang bergitu luas di
kalangan penduduk bumi ini.
Kemiskinan ini sangatlah berbahaya, baik untuk diri sendiri maupun untuk
agama kita tercinta Islam. Berapa banyak orang-orang yang pindah agama lain
Karena mie instan satu kardus. Bahkah, demi menyambung hidup mereka rela
mengorbankan akidah. Inilah bahayanya penyakit yang dinamakan kemiskinan.
Sampai-sampai Rasulullah SAW bersabda:
)(


Artinya :
Hampir saja kefakiran itu menyebabkan kepada kekufuran (al-Hadits)
Maka dari itu, Al-Quran telah memberikan beberapa strategi/langkah-
langkah untuk menanggulangi kemiskinan ini, di antaranya:

1. Al-Quran Menyeru Untuk Bekerja Dan Berusaha
12

Allah SWT melarang kita untuk hidup bermalas-malasan. Bahkan Allah SWT
memerintahkan kita untuk selalu giat bekerja dan berusaha. Bertebaran di muka bumi
ini untuk mencari rizki Allah SWT. Hal ini disebabkan Allah SWT telah
menyebarkan rizki itu dari berbagai sumber yang kita tidak tahu dari sumber yang
mana rizki kita itu. Dengan tegas, Allah SWT memerintahkan manusia untuk
bertebaran di muka bumi ini mencari fadlillah (rizki), seperti firmanNya yang
tertuang dalam surat al-Jumuah ayat 10, yang berbunyi:
-O) ge41_~
7E_OUO-
W-NOg=4^ O)
^O- W-O74--4
}g` ;_ *.-
W-NO7^O-4 -.-
-LOOg1E 7^UE-
4pO)U^> ^
Artinya:
Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
(Q.S. al-Jumuah: 10)

Pada ayat lain, Allah SWT memerintahkan kita untuk memburu kehidupan
akhirat, namun jangan sekali-kali melupakan kehidupan dunia ini. Allah SWT
berfirman:
;u4--4 .EOg
C4>-47 +.- 4O-O.-
13

E4O=E- W 4 w4>
El4l14^ ;g` 4Ou^O-
W }O;O4 .E
=}=O;O +.- C^O) W
4 ;ul> E1=OE^- O)
^O- W Ep) -.-
OUg47 4gO^^-
^__
Artinya:
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-
Qashash: 77)
Ayat ini dengan jelas menerangkan bahwa mencari kehidupan ukhrawi
itu lebih utama, yaitu dengan cara taat kepada Allah SWT, namun tidak boleh bagi
kita untuk melupakan kehidupan dunia ini. Hal ini dikarenakan kehidupan dunia itu
merupakan jembatan menuju kehidupan yang kekal abadi, yaitu kehidupan akherat.
Bekerja itu bisa dikatakan bukanlah suatu kewajiban, namun ia adalah sebuah
kebutuhan. Jika kemiskinan menjangkiti kita, maka ketenangan untuk menggapai
kehidupan akherat itu akan terganggu. Sebagai suatu contoh, jika kita shalat dalam
keadaan lapar, maka kekhusyuan itu akan berkurang, bahkan akan sirna. Yang
terpikir adalah perut yang kosong yang belum terisi makanan. Apalagi kalau kita
telah berkeluarga yang kita berperan sebagai suami. Kita bertanggungjawab terhadap
14

nafkah, baik istri kita, maupun anak-anak kita. Sedangkan nafkah itu hak istri dan
anak. Begitupula orang tua berkewajiban atas pendidikan anank-anaknya yang
tentunya memerlukan biaya dalam proses pendidikan tersebut.
7
Darimana biaya
tersebut akan didapat jika orang tua tidak berkerja dan berusaha?
8

Bekerja dan berusaha ini mutlak diperlukan guna menunjang kehidupan kita
di dunia ini. Tanpa adanya usaha sangat sedikit peluang untuk menjadi sukses dalam
menapak hidup ini.

2. Hidup Hemat Dan Tidak Berlebih-Lebihan
Islam sangat membenci sikap berlebih-lebihan. Allah SWT melarang kita
untuk berlebih-lebihan dalam segala hal. Allah SWT bahkan menyatakan bahwa
orang yang suka berlebih-lebihan itu termasuk saudaranya syaitan. Allah SWT
berfirman pada Surat al-Isra ayat 26-27:
g-474 -O _O.O^-
+OOEO 4-Og^-4
4^-4 O):OO- 4
OO4l> -OCOl> ^gg
Ep) 4jOO4:^-
W-EO+^~E 4p4Ou=)
-gC4OO=- W 4p~E4
}C^OO=- gO)4Og
-4OOE ^g_
Artinya:

7
Rashda Diana, Fiqh Muslimah, dalam Ijtihad: Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam, Vol. 2
nomor 1, (Fakultas Syariah Institut Studi Islam Darussalam: 1427-1428), hal. 19
8
Mengenai hak-hak wanita, lihat Abdul Ghaffar Hamid Hilal, Huquq al-marah fi al-Islam,
dalam Makanah al-Marah fi al-Islam, Rabithah al-Jamiaat al-Islamiyyah, hal. 5
15

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang
miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
(Q.S. Al-Isra: 26-27)



Di ayat yang lain Allah SWT berfirman:
4O-4 -Og~-.- 4=e
eE4E_ eE-^OuE`
4OOEN4 eE-+Ou+4`
uCEL-4 4vOEO-4
)U4^C` Nq-q
]O+-uCEO-4
]E`OO-4
6g4=4N` 4OOEN4
lO)l4=4N` _ W-OU }g`
j@OE .-O) 4OE^
W-O>-474 +OOEO 4O4C
jg1=EO W 4
W-EO)O;O _ +O^^)
OUg47 --g)O;O^-
^j
Artinya:
Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun
16

dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya
di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah
kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-
lebihan. (Q.S. Al-Anam: 141)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang melarang kita berlebih-lebihan dan
menganjurkan untuk berhemat (bashathah). Demikianlah, Allah SWT melarang
hambanya terlalu boros membelanjakan harta benda yang dititipkan kepadanya.
Jika kita berlebih-lebihan di muka bumi ini maka akan terjadi kerusakan-
kerusakan akibat keserakahan kita. Hal inilah yang memnyebabkan terjadinya
kerusakan pada lingkungan hidup seperti pemanasan global yang santer dibicarakan
akhir-akhir ini.

3. Mewajibkan Kaum Muslimin Untuk Mengeluarkan Zakat, Serta
Menyeru Kepada Shadaqah
Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk mengeluarkan zakat beriringan
dengan perintah untuk mendirikan shalat. Allah SWT berfirman:
W-O1g~4 E_OUO-
W-O>-474 E_OEEO-
W-ONEO-4 E74`
4-ggO- ^j@
Artinya:
17

Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku. (Q.S. Al-Baqarah: 43)
Bahkan Allah SWT telah menentukan golongan-golongan yang berhak
menerima zakat, yaitu delapan golongan, seperti yang disebutkan dalam surat at-
Taubah ayat 60 yang artinya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(Q.S. At-Taubah: 60)
Dari kedelapan ashnaf (golongan) mustahiq zakat ini, yang diperintahkan
untuk didahulukan adalah fakir miskin. Hal ini ini sangat kontras karena dua
golongan inilah yang paling membutuhkan uluran tangan.
Anjuran yang kedua adalah hendaklah kita memperbanyak shadaqah, karena
dengan banyak shadaqah itu bukan mengurangi harta, akan tetapi menambah harta.
Memang, secara lahiriah ketika kita menyedekahkan harta kita, Nampak bahwa harta
tersebut berkurang. Padahal pada hakekatnya barta itu tidaklah hilang, malah ia akan
menjadi semakin banyak. Allah SWT telah berjanji kepada orang yang
menyedekahkan sebagian hartanya akan melipatgandakannya menjadi sepuluh,
seratus, tujuh ratus ila maa yasyaaullah azza wa jalla.
Demikianlah beberapa langkah yang dikemukakan al-Quran untuk
mengurangi ataupun mengentaskan kemiskinan yang selama ini melanda Negara-
negara yang terutama sedang berusaha memajukan diri (developing countries).
18

Bahkan seandainya saja setiap individu mengeluarkan kewajiban zakatnya di Negara
kita tercinta Indonesia ini, maka tidak perlu lagi kita membayar pajak. Mengapa
demikian? Karena semua itu telah tercukupi oleh pembayaran zakat kaum muslimin
yang merupakan mayoritas agama penduduk Indonesia ini.
Kalau setiap kita mampu menerapkan staregi ini, insya Allah kita akan
mampu meminimalisir kemiskinan, terutama kemiskinan dalam diri kita sendiri
(individu).






BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan singkat ini, penulis dapat mengambil kesimpulan yang
merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah penulis kemukakan pada
pendahuluan, yaitu:
1. Bahwa Al-Quran memandang problematika kemiskinan itu merupakan
sunnatullah yang akan terus ada karena Allah SWT menciptakan segala sesuatu
di dunia ini berpasang-pasangan. Dengan demikian terdapat ladang amal bagi
yang berada untuk membantu saudaranya yang kekurangan (miskin).
19

2. Beberapa strategi/langkah yang dikemukakan Al-Quran dalam penanggulangan
kemiskinan ini adalah: perintah untuk bekerja dan berusaha untuk mencari rizki
Allah SWT; menjalani kehidupan yang sederhana dan berhemat serta tidak
berlebih-lebihan; perintah untuk mengeluarkan zakat serta anjuran untuk
menggalakkan shadaqah. Wallahu alam bisshawab.

B. Saran
Demikianlah makalah singkat ini penulis ketengahkan, semoga bermanfaat
baik secara teoritis, yaitu sebagai perbendaharaan pengetahuan bagi para akademisi
untuk menindaklanjuti beberapa strategi yang telah dikemukakan di atas; dan secara
praktis, untuk memberikan pengetahuan umum kepada masyarakat bahwa Al-Quran
ternyata telah memberikan solusi bagi setiap problematika umat khususnya masalah
kemiskinan yang tak kunjung hilang di tengah-tengah masyarakat kita.
20

DAFTAR PUSTAKA

Aba al-Khail, Sulaiman ibn Abdullah ibn Hamud, 2005. Mashadir ad-Diin al-Islami:
wa Abrazu Mahasinihi wa Mazayahu. Riyadh: Maktabah al-Malik Fahd al-
Wathaniyyah, cet. I.

Al-Quran Digital versi 2.0, Freeware, Maret 2004.

At-Tujibiy, Abi Yahya Muhammad ibn Shumadih, tt. Mukhtashar Min Tafsir
al-Imam at-Thabariy. Kairo: Dar al-Manar.

Aziz, Abdul dan Ahmad Musthofa Hadna, 2001. Quran Hadis Untuk Madrasah
Aliyah Jilid I Kelas I. Semarang: CV. Wicaksana.

Departemen Agama RI, 2005. Al-Quran dan Terjemahnya Al-Jumanatul Ali
(seuntai mutiara yang maha luhur). Bandung: J-Art.

Diana, Rashda, 1427-1428. Fiqh Muslimah, dalam Ijtihad: Jurnal Hukum dan
Ekonomi Islam, Vol. 2 nomor 1, Penerbit Fakultas Syariah Institut Studi
Islam Darussalam.

El-Fandy, Muhammad Jamaluddin, 2004. Al-Quran tentang Alam Semesta. Penerbit
Amzah.

Yahya, Harun, 2004. Memilih Al-Quran Sebagai Pembimbing. Surabaya: Risalah
Gusti, cet. I.

Anda mungkin juga menyukai