Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

Mohd Firdaus Bin Mohd Isa Yunita Wulandari Tri Wahyuningsih Nur Zahiera bt Muhd Nadjib Siti Amanda Chairi Gerard M.A. da Cunha Aristha Stavira Arianti Anggraeni Cherlie Marsya F. Pitra Syarifah Zawani Tuan Sariff Nurul Aina Nadiah bt Ahmad Lutfi

030.08.278 030.08.263 030.08.244 030.08.298 030.07.246 030.08.109 030.08.042 030.08.037 030.08.067 030.08.307 030.08.299 030.07.307

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOJA 5 APRIL 2013

IDENTITAS PASIEN Nama : An. A Umur : 2 th 5 bulan JK TTL : Perempuan :Jakarta,3/11/2010

Agama : Islam Suku : Betawi Alamat : Jl.Kmp bend Mel RT 004/001 Tanggal masuk RS : 2 April 2013

Orang tua/wali Ayah Ibu Nama : Siti Romilah Nama : Firdaus Umar Agama : Islam Suku : Betawi Pekerjaan: Buruh Alamat Pekerjaan: Penghasilan : Rp.1.500.000/bulan

Agama : Islam Suku : Betawi Pekerjaan : IRT Alamat Pekerjaan : Penghasilan: -

Wali Nama Agama Pekerjaan Alamat Pekerjaan Penghasilan :::::-

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung/anak tiri/anak asuh Suku bangsa/bangsa : Betawi

ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu kandung pasien, pada tanggal 2 April 2013, pk 13.00 wib KELUHAN UTAMA : Kejang seluruh badan kurang dari 5 menit 1 hari yang lalu KELUHAN TAMBAHAN :

Demam, batuk, pilek RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT : 1 minggu yang lalu : Pasien batuk, pilek dan mendapatkan pengobatan di Puskesmas. Obat yang diberikan puyer dan amoksisilin, kemudian keluhan berkurang. 1 hari yang lalu : Pasien demam mendadak tinggi, 38oC dan kejang. Kejang terjadi satu kali, seluruh tubuh kurang dari 5 menit, setelah kejang pasien langsung menangis, mulutnya berbusa, mata tidak melotot. Sebelum kejang pasien tidak, muntah, ataupun nyeri telinga.

RIWAYAT KEJANG SEBELUMNYA : OS pernah mengalami kejang sebanyak 3 kali sebelumnya, yaitu pada pasien berusia 1 tahun, 1 tahun 2 bulan, 1 tahun 6 bulan. Kejang sama seperti yang dialami sekarang. Riwayat trauma kepala dan riwayat kejang saat tidak demam disangkal. RiWAYAT KEJANG DALAM KELUARGA: Ibu os mengaku pada waktu kecil pernah mengalami kejang seperti yang dialami anaknya. Riwayat epilepsi disangkal.

RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN : KEHAMILAN KELAHIRAN Morbiditas Kehamilan Perawatan Antenatal Tempat Kelahiran Penolong Persalinan Cara Persalinan Tidak ada Teratur 1 bulan sekali Rumah Sakit/Rumah Bersalin/Rumah lain-lain Dokter/Bidan/Dukun Lainnya - Spontan Masa Gestasi Keadaan Bayi Penyulit, kelainan - Tindakan Lebih bulan/Cukup Bulan/Kurang Bulan - Berat lahir: 2500 gr Panjang: 46 cm

Ling.kepala: 32 cm Langsung Menangis Pucat/Biru/Kuning/Kejang Nilai Apgar: tidak ada Kelainan Bawaan: tidak ada

RIWAYAT PERKEMBANGAN Pertumbuhan gigi I : 8 bulan Psikomotor - Tengkurap - Duduk - Berdiri Perkembangan Pubertas - Rambut Pubis - Payudara - Menarche : belum berkembang : belum berkembang : belum berkembang : 3 bulan : 9 bulan : 11 bulan - Berjalan - Bicara : 12 bulan : 11 bulan

- Membaca/Menulis : 10 bulan

Gangguan Perkembangan Mental/Emosi Bila ada, jelaskan : -

RIWAYAT MAKANAN Umur (bulan) 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10 ASI/PASI v v v v v Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

10-12 2 tahun

v v

V V

V V

v v

Umur diatas 1 tahun Jenis Makanan Nasi/Pengganti Sayur Daging Telur Ikan Tahu Tempe Susu (merk/takaran) Lain-lain Kesulitan makan :RIWAYAT IMUNISASI Vaksin BCG DPT/DT POLIO CAMPAK HEPATITIS B MMR IPA Dasar (umur) X 4 2 X 1 X Ulangan (umur) X 6 4 X 6 X Frekuensi dan Jumlah 3x/hari, banyak 3x/hari 2-3x/minggu 3x/minggu 3x/minggu 3x/minggu Jarang (<1x/minggu) Jarang (<1x/minggu)

2 2 0 9 0

RIWAYAT KELUARGA (Corak Reproduksi) No Tgl Lahir Jenis Hidup v v Lahir Mati Abortus Mati (sebab) Keterangan Kesehatan Sehat Sehat

(umur) Kelamin 1 54 tahun Laki-laki 2 47 tahun Perempuan 3 4 5 Riwayat Keluarga Ibu Pasien

:-

Anggota Keluarga lain yang Serumah: ayah dan ibu suaminya

Perumahan - Milik sendiri/Menyewa/Menumpang - Keadaan rumah - Daerah/lingkungan : tinggal berlima dengan ayah dan ibu suaminya : padat penduduk, sekitar rumah tidak ada yang menderita penyakit yang serupa. Pasien memakai sumber air dari PAM. Ayah/Wali Tn.F I 23 SMA Islam Betawi Baik Ibu/Wali Ny.S I 19 SMP Islam Betawi Baik -

Nama Perkawinan keUmur saat menikah Pendidikan terakhir (tamat kelas/tingkat) Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Kosanguitas Penyakit, bila ada

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Penyakit Alergi Cacingan Demam Berdarah Demam Thypoid Otitis Parotitis Umur Penyakit Difteria Diare Kejang Kecelakaan Morbili Operasi Umur Penyakit Jantung Ginjal Darah Radang Paru Tuberculosis Lainnya Umur -

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 3 April 2013, Pukul 10.00 WIB ) Keadaan Umum Kesadaran Berat Badan : Tampak sakit ringan : Compos mentis : 10 kg

Tinggi Badan Lingkar Kepala Lingkar Dada

: 81 cm : 47 cm : 50,3 cm

Lingkar Lengan Atas : 15 cm Status Gizi (CDC) : BB/U = 10 kg TB/U = 81 cm (10/12,8) X 100% : 78, 13 % , Kesan: Gizi kurang

Tanda Vital Frekuensi Nadi Suhu Tubuh Frekuensi Napas Tekanan Darah Kepala : 118x/menit, reguler, isi cukup, equal. : 36,9oC : 30x/menit, reguler, tipe pernafasan thorakoabdominal :-

: normocephali, UUB sudah menutup, rambut hitam distribusi ,merata, tidak mudah dicabut.

Mata

: CA-/-, SI-/-, pupil bulat isokor, D 3mm/3mm, RCL+/+, RCTL +/+, Udem palpebra -/-

Telinga Hidung Mulut : Bibir

: normotia, sekret -/-, tidak ada tanda perdarahan : lapang, deviasi septum (-), concha hiperemis (-)

: basah

Selaput lendir : basah

Palatum Lidah Gigi Faring

: utuh : tidak kotor : tidak ada karies : hiperemis

Tenggorokan : dalam batas normal Leher Toraks Jantung Paru Abdomen Genitalia : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-) : SN vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) : supel, datar, nyeri tekan (-), bising usus (+) 4 6 x/menit : tidak dilakukan : KGB tiroid tidak teraba membesar

Kelenjar Getah Bening : KGB dan tiroid tidak teraba membesar Anggota Gerak Tulang Belakang Status Neurologis Tanda rangsang meningeal : - Kaku kuduk : - Bruzinsky I : - Bruzinsky II : - Laseque - Kerniq ::: akral hangat, RCT >3 detik : scoliosis (-), lordosis (-), kiposis (-)

Reflek Patologis : - Babinsky :-

- Oppenheim : Reflek Fisiologis : - Biceps : +/+ - Triceps : +/+ - Patella : +/+ - Achilles : +/+ Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Hematologi Hb Leukosit Hematokrit Eritrosit MCV MCH MCHC Basofil Eusinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Trombosit LED RDW Diabetes GDS Elektrolit Na K Cl Hasil 11,2 19.300 33 4,07 80 28 35 0 0 0 71 16 7 352.000 19 13,1 141 135 3,68 103 Nilai normal 12-16 4.100-10.900 36-46 4-5 80-100 26-34 31-36 0-2 0-5 2-6 47-80 13-40 2-11 140.000-440.000 <15 11,6-14,8 60-100 134-146 3,4-4,5 96-108 Satuan g/dl /uL % Juta fL Pg g/dl % % % % % % /uL Mm/jam

Mg/dl Mmol/L Mmol/l Mmol/l

Resume Diagnosis Diagnosis Kerja : Kejang demam sederhana Diagnosis Gizi : Gizi kurang Diagnosis Banding Epilepsi Meningoencephalitis Rencana Pemeriksaan Lanjutan EEG Pungsi Lumbal Lab darah elektrolit PENATALAKSANAAN IVFD ??? inj. Ceftizoxim 2x500 mg inj. Sagestan 2x 10 mg inj. Ranitidin 2x 10 mg inj. Amikasi 2x 50 mg Inj. Sibital 2x 25 mg PCT syr 1x 3 cth

PROGNOSIS Ad Vitam Ad Functionam Ad Sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam

Follow Up harian tanggal 2 april 2013 S: deman 1 hari yang lalu, sore hari, kejang kelojotan, diare +, batuk pilek sejak 2 mgg yang lalu, riwayat kejang 4 x, kejang pertama kali umur 1 th. O: BB : 10kg Suhu : 390 C Nadi : 118x/menit RR : 30x/menit A : kejang demam sederhana P : IVFD inj. Ceftizoxim 2x500 mg inj. Sagestan 2x 10 mg inj. Ranitidin 2x 10 mg inj. Amikasi 2x 50 mg Inj. Sibital 2x 25 mg

PCT syr 1x 3 cth Follow up harian tanggal 3 april 2013 S: Demam (-) Diare 2 x warna kuning, ampas (+) Batuk (+) tidak berdahak Pilek (-) O: BB : 10 kg Suhu : 36,8 0 C Nadi : 80 x/menit RR : 28x /menit A : kejang demam sederhana P: IVFD inj. Ceftizoxim 2x500 mg inj. Sagestan 2x 10 mg inj. Ranitidin 2x 10 mg inj. Amikasi 2x 50 mg Inj. Sibital 2x 25 mg PCT syr 1x 3 cth (k/P)

Vectin syr 3x 1 cth

TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari. Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1 Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2 Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.3 2.1 Definisi Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. 3 Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai

dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4 2.2 Epidemiologi3,5 Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.

2.3

Etiologi Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak,

tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.3 Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam),

gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 6 2.4 Patofisiologi7 Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. 2.5 Klasifikasi

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua 4

1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut) Berlangsung singkat Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut) Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan kejang. 2.6 Manifestasi Klinis8 Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik. Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan

air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti : 1. Anak hilang kesadaran 2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak 3. Sulit bernapas 4. Busa di mulut 5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan 6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat. 2.7 Diagnosis6,9,10 Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. 1. Anamnesis

waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang sifat kejang (fokal atau umum) Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik) Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis) Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun) Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi) Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)

Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan Trauma kepala

2. -

Pemeriksaan fisik

Tanda vital terutama suhu Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.

Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) Pemeriksaan refleks patologis Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

3. -

Pemeriksaan laboratorium

Darah tepi lengkap

Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.

Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.

4. -

Pemeriksaan penunjang

Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.

EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun.

CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial.

2.8

Diagnosis Banding3 Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah

penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam. Tabel Diagnosa Banding

No

Kriteri Banding

Kejang Demam Epilepsi

Meningitis Ensefalitis

1. 2. 3. 4. 2.9

Kejang Kelainan Otak Kejang berulang Penurunan kesadaran Penatalaksanaan4,10

Pencetusnya demam (-) (+) (+)

Tidak berkaitan dengan demam (+) (+) (-)

Salah satu gejalanya demam (+) (+) (+)

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu : 1. Mengatasi kejang secepat mungkin Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal 2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit 2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. 2. Pengobatan penunjang Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari. 3. Memberikan pengobatan rumat Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu: Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh 38,50C. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut: 1. Kejang demam 2 kali dalam 24 jam 2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan 3. Kejang demam 4 kali per tahun Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: 1). Fenobarbital Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

2).

Sodium valproat / asam valproat Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan dihentikan secara

bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.

3).

Fenitoin Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif

sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan. 4. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati. 2. 10 Prognosis6,11 sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %. 2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama. 3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor : a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal. Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.

1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak

4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama. 5. Retardasi Mental. Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA 1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 2060 2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 8. 3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 20592067.

4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 14. 5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta 2006. 6. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment . Diunduh pada tanggal 3 April 2013. Didapatkan dari: www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm 7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90. 8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange, 2002 9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-2. 10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British columbia medical association. 2010. 11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh pada tanggal 3 April 2013. Didapatkan dari: www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm

Anda mungkin juga menyukai