Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera.1 Syok dapat dibagi menjadi tiga tahap yang makin lama semakin berat : Tahap I, Syok terkompensasi (non-progresif), yaitu tahap terjadinya respon kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut. Tahap II, tahap progresif, ditandai oleh manifestasi sistemik dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ, dan Tahap III refrakter, (atau irreversibel), yaitu tahap saat kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi dihindari yang pada akhirnya menuju kematian. Konsep dasar yang mengatur perfusi aliran darah ke jaringan adalah sebagai berikut : Tekanan arteri rata-rata (MAP) = Curah jantung (CO) x Tahanan perifer total (TPR). Normal MAP = 70-140 mmHg. Tekanan arteri rata-rata adalah tekanan yang mendorong darah ke jaringan. Akan tetapi perfusi jaringan dapat memburuk meskipun tekanan arteri normal, yaitu jika curah jantung tidak memadai atau jika tahanan terhadap aliran darah tinggi. Sebagian besar syok ditandai oleh curah jantung yang rendah dan tahanan perifer yang tinggi. Namun syok juga dapat terjadi pada curah jantung yang normal atau bahkan meningkat jika tahanan perifer total menurun dengan cepat (seperti pada vasodilatasi akut) dan peningkatan curah jantung tidak seimbang untuk mempertahankan tekanan perfusi yang memadai. Syok dapat terjadi akibat berbagai keadaan yang dapat digolongkan sesuai empat mekanisme etiologi dasarnya : 1. Mekanisme kardiogenik 2. Mekanisme obstruktif 3. Perubahan dalam volume sirkulasi 4. Perubahan dalam distribusi sirkulasi. 2

Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.1 Pada referat ini kita akan membahas tentang syok kardiogenik mulai dari definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya karena syok kardiogenik merupakan lingkaran setan perubahan hemodinamik progesif hebat yang irrefersibel dan merupakan penyebab kematian utama pada pasien rawat inap yang menderita infark miokardium.2 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari syok kardiogenik? 2. Apa saja etiologi dari syok kardiogenik? 3. Bagaimana patofisiologi dari syok kardiogenik? 4. Apa saja manifestasi klinis dari syok kardiogenik? 5. Bagaimana penegakan diagnosa dari syok kardiogenik? 6. Bagaimana penatalaksanaan dari syok kardiogenik? 1.3 Tujuan 1 2 3 4 5 Mengetahui definisi dari syok kardiogenik. Mengetahui etiologi dari syok kardiogenik. Mengetahui patofisiologi dari syok kardiogenik. Mengetahui manifestasi klinis dari syok kardiogenik. Mengetahui penegakan diagnosa dari syok kardiogenik.

7. Mengethui penatalaksanaan dari syok kardiogenik.

1.4 Manfaat
2

Dengan

laporan

kasus

ini

diharapkan

dapat

menjelaskan

bagaimana

mendiagnosis dini, faktor yang mempengaruhi dan penatalaksanaan yang sebaik mungkin untuk kasus syok kardiogenik

BAB II
3

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sindrom klinis syok kardiogenik adalah suatu keadaan yang terjadi karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital akibat disfungsi otot jantung. Sering terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Ini merupakan keadaan yang gawat. Bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka kematian tetap tinggi.2 Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kardiogenik. 3,4 2.2 Etiologi Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.4 Masalahnya yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.4 Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal: a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien. b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok. c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer
4

meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.1 Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh: a. Penyakit jantung iskemik, seperti infark miokard. b. Obat-obat yang mendepresi jantung, seperti atropine, katelolamin, kafein, dan hormon tiroid yang dapat menimbulkan takikardi sinus. c. Gangguan irama jantung, berupa takikardi sinus (irama sinus yang lebih dari 100 kali permenit), takikardi nodal dan takikardi ventrikel.1,8 Penyakit - penyakit yang menyebabkan berkurangnya fungsi jantung, antara lain: a. Kontusio miokard b. Tamponade jantung c. Pneumotoraks tension d. Luka tembus jantung e. Infark miokard 5 Pencetus syok kardiogenik: a. Iskemik miokard atau infark b. Anemia : takikardi atau bradikardi c. Infeksi : endokarditis, miokarditis atau infeksi diluar jantung d. Emboli paru e. Kelebihan cairan atau garam f. Obat penekan miokard, seperti penghambat beta g. Lain-lain : kehamilan, tirotoksikosis, anemia, stress (fisik atau emosi) dan hipertensi akut.6 2.3. Patofisiologi Syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokard akut biasanya terjadi bila kerusakan otot jantung lebih besar dari 40%,bisa juga terjadi infark baru pada infark lama. Karena kerusakan iskemik dan nekrosis berjalan progresif, maka terjadi perburukan hemodinamik yang berkembang dalam waktu beberapa jam dan biasa sampai beberapa hari sejak mulainya tanda-tanda infark miokard akut.4,6 Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri sehingga menyebabkan kongesti paru
5

dan edema. Dengan menurunnya tekanan arteri sistemik, maka terjadi perangsangan baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan reflex vasokonstriksi, takikardi, dan peningkatan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi, menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respons kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium. Aliran darah koroner yang tidak memadai (terbukti dengan adanya infark) menyebabkan meningkatnya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium. Gangguan miokardium juga terjadi akibat iskemik dan nekrosis fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan miokardium. Dengan bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri, syok menjadi makin berkembang hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi hebat yang mengenai setiap sistem organ penting.2

Mikrosirkulasi Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk

meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung melebihi jaringan lain seperti kulit, otot, dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ tersebut tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung pada ketersediaan oksigen dan nutrisi, tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang memiliki kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika MAP turun hingga <60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.

Neuroendokrin Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan

kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tersebut berperan dalam respon autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain.

Kardiovaskular Tiga variabel seperti : pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel

dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah
6

jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.

Gastrointestinal Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan

absorbsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme yang bukan memperbaiki nutrisi sel tetapi menyebabkan depresi jantung.

Ginjal Gagal ginjal akut adalah suatu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi

terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian terapi cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologis, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan vasopressin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin. 3 aldosteron dan

2.4. Manifestasi Klinis


7

2.4.1. Sistem Kardiovaskuler a. Gangguan sirkulasi: perifer pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. b. Nadi cepat dan halus. c. Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah. d. Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik. e. CVP rendah. Normalnya 8-12 cmH2O. 2.4.2 Sistem Respirasi Pernapasan cepat dan dangkal. 2.4.3 Sistem saraf pusat Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan. 2.4.4 Sistem Saluran Cerna Bisa terjadi mual dan muntah. 2.4.5 Sistem Saluran Kemih Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (0,5 - 1 ml/kgbb/jam).1 2.5 Diagnosa Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis di dapat pasien mengeluh sesak nafas dan rasa nyeri daerah torak, dari pemeriksaan fisik didapat adanya tanda-tanda syok seperti gangguan sirkulasi perifer pucat, ekstremitas dingin, nadi cepat dan halus tekanan darah rendah, vena perifer kolaps, serta dari pemeriksaan penunjang dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung dan CVP rendah.1,4,6 Pemeriksaan penunjang : a. Electrocardiogram (ECG) b. Sonogram c. Scan jantung
8

d. Kateterisasi jantung e. Rontgen dada f. Enzim hepar g. Elektrolit oksimetri nadi h. GDA i. Kreatinin j. Albumin / transforin serum4 Kriteria untuk diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh Myocardial Infarction Research Units of the National Heart, Lung, and Blood Institute . Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Tekanan arteria sistolik < 90 mmHg atau 30 sampai 60 mmHg di bawah batas bawah sebelumnya. 2. Adanya penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama : a. Keluaran kemih < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium dalam kemih b. Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab c. Terganggunya fungsi mental 3. Indeks jantung < 2,1 L/(menit/m2) 4. Bukti-bukti gagal jantung kiri dengan peningkatan LVEDP/tekanan baji kapiler paru-paru (PCWP) 18 sampai 21 mmHg.5,9,15 Kriteria ini mencerminkan gagal jantung kiri yang berat dengan adanya gagal ke depan dan ke belakang. Hipotensi sistolik dan adanya gangguan perfusi jaringan merupakan ciri khas keadaan syok. Penurunan yang jelas pada indeks jantung sampai kurang dari 0,9 L/(menit/m2) dapat ditemukan pada syok kardiogenik yang jelas.5,16 Pada sebagian besar pasien syok kardiogenik, didapatkan sindrom klinis yang terdiri dari hipotensi seperti yang disebut di atas; tanda-tanda perfusi jaringan yang buruk, yaitu oliguria (urin<30 ml/jam), sianosis, ekstremitas dingin, perubahan mental, serta menetapnya syok setelah dilakukan koreksi terhadap faktor-faktor non miokardial yang turut berperan memperburuk perfusi jaringan dan disfungsi miokard, yaitu hipovolemia, aritmia, hipoksia, dan asidosis. Frekuensi nafas meningkat, frekuensi nadi biasanya > 100 x/menit bila tidak ada blok AV. Sering kali didapatkan tanda-tanda bendungan paru dan bunyi jantung yang sangat lemah walaupun bunyi jantung III sering kali dapat terdengar. Pasien dengan disfungsi katup akut dapat memperlihatkan
9

adanya bising akibat regurgitasi aorta atau mitral. Pulsus paradoksus dapat terjadi akibat adanya tamponade jantung akut.5,8 Menurut Scheidt dan kawan-kawan (1973) kriteria syok kardiogenik dalam penelitian mereka adalah : 1. Tekanan sistolik arteri <80 mmHg (ditentukan dengan pengukuran intra arteri). 2. Produksi urin < 20 ml/hari atau gangguan status mental. 3. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 12 mmHg. 4. Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O, dianggap menyingkirkan kemungkinan hipovolemia.2,4 Keadaan ini disertai dengan manifestasi peningkatan katekolamin seperti pada renjatan lain, yaitu: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardia, dan lain-lain.2,7 2.6. Penanggulangan Syok Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh, dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.1 Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri. Masalahnya yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung. Dan jika penyebabnya infark maka tujuan pengobatannya adalah membatasi luas infark.4,6 2.6.1 Langkah-langkah pertolongan pertama dalam penanggulangan syok: 1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
10

2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas. 3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia. 4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya. 5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.5,9 2.6.1.1 Pertahankan Respirasi 1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada sekresi atau muntah. 2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway). 3. Berikan oksigen 6 liter/menit 4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.1 2.6.1.2 Pertahankan Sirkulasi Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan CVP.1 Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi kembali. Bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan. Bila mungkin pasang CVP.1,7
11

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan. Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 0,5 ml/kgbb/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 0,5 ml/kgbb/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2-5 g/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8-12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.1,5,9 Cari dan Atasi Penyebab Syok kardiogenik disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung, manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.4 Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.1 2.6.2 Terapi Farmakologi 4,7,9,10,11. Obat inotropik dan / atau vasodilator pembuluh darah jantung digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor perifer merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata-rata > 65 mmHg.
12

Pemberian dopamin 2 g/kgbb/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 25 g/kgbb/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 515 g/kgbb/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan denyut jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontraktilitas jantung. Untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kgbb/mnt. Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kgbb bolus 1020 menit kemudian infus 0,375075 g/kgbb/mnt. Dosis enoximone 0,250,75 g/kgbb bolus kemudian 1,257,5 g/kgbb/mnt. Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya gagal jantung.4,9 Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,050,5 g/kgbb/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,21 g/kgbb/mnt. Dopamin 2,5-15 g/kgbb/menit, meningkatkan kekuatan, dan kecepatan kontraksi jantung serta meningkatkan aliran darah ginjal.9 Dopamin Kandungan: Dopamine HCl. Indikasi: Mengkoreksi perfusi yang kurang, curah jantung yang rendah, gagal ginjal & sindroma shok akibat infark miokardial, trauma, septisemia endotoksik, bedah jantung terbuka, gagal jantung. Kontra Indikasi:

13

Feokromositoma, hipovolemia yang tidak terkoreksi, fibrilasi ventrikular atau takhiaritmia yang tidak terkoreksi Hipertiroidisme. Interaksi obat : Obat-obat penghambat monoamin oksidase, siklopropan, anestesi halogen hidrokarbon. Efek Samping: Aritmia, takhikardia supraventrikuler primer, mual, muntah, sakit kepala, perangsangan susunan saraf pusat, takhiaritmia, angina, berdebar, sesak nafas, hipotensi, vasokontriksi. Kemasan: Ampul 10 mg/ml Dosis: Kecepatan infus awalnya harus rendah: 2-5 g/kgbb berat badan/menit. Pada pasien yang penyakitnya lebih serius, dosis awal dapat ditingkatkan 6-10 g/kg berat badan/menit sampai 20-30 g/kg berat badan/menit.10 Dobutamin Indikasi: Diberikan secara infus IV pada gagal jantung berat akut. Interaksi Obat: a. Dobutamin menstimulasi adrenoseptor 1 pada jantung dan meningkatkan kontraktilitas. Menyebabakan peningkatan curah jantung bersama dengan tekanan pengisian ventrikel. b. Kerja pada reseptor 2 menyebabkan vasodilitasi. Dosis: 2-20 g/kg berat badan/menit jika tekanan darah <90 mmHg, namun tidak terdapat tanda-tanda syok.8 Sediaan: 250 mg/20ml untuk infuse IV.7 Amiodarone HCl. Indikasi: a. Gangguan irama atrium, sinus takhikardi, ekstrasistol atrium, geletar serambi. b. c. Gangguan "junctional rhythm" , "junctional tachycardia" dengan ritme resiprokal. Gangguan ritme ventrikel : takhikardi & ekstrasistol ventrikel.
14

Kontra Indikasi: a. Sinus bradikardia, blok SA, blok atrio-ventrikular. b. Distiroidisme. c. Kehamilan. d. Hipotensi atrial berat, kolaps pada jantung dan pembuluh darah, insufisiensi jantung akut, intoleransi Iodin. Perhatian: a. Monitor tekanan darah dan fungsi tiroid secara teratur. b. Hipertensi arteri, insufisiensi pernapasan yang parah, miokardiopati, gagal jantung berat. Interaksi Obat: a. Antiaritmia kelas I, -bloker, Diltiazem, Verapamil, anestesi umum, Fenoksedil, Lidoflazin, Prenilamin, Vinkamin. b. Laksatif. c. Hipokalemik. d. Mempertinggi efek antikoagulan Koumarin. e. Meningkatkan kadar serum Digoksin, Quinidin, Prokainamida, Flekainida dan Fenitoin. Efek Samping: a. Mikrodeposit, fotosensitisasi dan pigmentasi kornea. b. Hipertiroidisme atau hipotiroidisme. Kemasan: Ampul 150 mg/3 ml. Dosis: a. 10-20 mg/kg berat badan dengan infus intravena (IV) sesuai indikasi selama 24 jam. b. Pada keadaan darurat: 1-2 ampul (5 mg/kg berat badan) diinjeksikan/disuntikkan secara lambat.11

15

Sedangkan Sumber lain, mengatakan tatalaksana Syok Kardiogenik adalah: 1. Pasien diletakkan dalam posisi berbaring mendatar 2. Pastikan jalan nafas tetap adekuat dan yakinkan ventilasi yang adekuat, bila tidak sadar sebaiknya diakukan intubasi. 3. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi. 4. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PaO2 70-120 mmHg. a. PaO2 (tekanan yang ditimbulkan oleh O2 yang terlarut dalam darah) minimal 60 mmHg b. Intubasi jika PaO2 < 60 mmHg pada FIO2 (konsentrasi oksigen inspirasi) maksimal dengan masker muka atau PaCO2 > 55 mmHg (tekanan yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalam darah) c. Semua pasien harus mendapat suplemen oksigen untuk meyakinkan oksigenasi yang adekuat. 5. Terapi terhadap gangguan elektrolit, terutama Kalium. 6. Koreksi asidosis metabolik dengan Bikarbonas Natrikus sesuai dosis.
16

7. Pasang Folley catheter, ukur urine output 24 jam. Pertahankan produksi urine > 0,5 ml/kg BB/jam. 8. Lakukan monitor EKG dan rontgen thoraks. 9. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin. 10. Hilangkan agitasi, dapat diberikan Diphenhydramin HCL 50 mg per oral atau intra muskular : 3-4 x/hari. 11. Bila terdapat takiaritmia, harus segera diatasi: a. Takiaritmia supraventrikular dan fibrilasi atrium dapat diatasi dengan pemberian digitalis. b. Sinus bradikardi dengan frekuensi jantung < 50 kali/menit harus diatasi dengan pemberian sulfas atropin. 12. Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Prioritas pertama dalam penanganan syok kardiogenik adalah pemberian cairan yang adekuat secara parenteral (koreksi hipovolemia) dengan menggunakan pedoman dasar PCWP atau pulmonary artery end diastolic pressure (PAEDP) atau CVP. Jenis cairan yang digunakan tergantung keadaan klinisnya, tetapi dianjurkan untuk memakai cairan salin isotonik. Intravenous fluid tolerance test merupakan suatu cara sederhana untuk menentukan apakah pemberian cairan infus bermanfaat dalam penanganan syok kardiogenik. Caranya: a. Bila PCWP atau PAEDP < 15 mmHg (atau CVP < 12 cmH2O), sulit untuk mengatakan adanya pump failure dan sebelum penanganan lebih lanjut, volume cairan intravaskuler harus ditingkatkan hingga LVEDP mencapai 18 mmHg. Pada keadaan ini, diberikan initial test volume sebanyak 100 ml cairan (D5%) melalui infus dalam waktu 5 menit. Bila ada respon, berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan diuresis, perbaikan syok secara klinis, tanda-tanda kongesti paru tidak ada atau tidak semakin berat, dan bila PCWP atau PAEDP tidak berubah atau tidak meningkat > 2 mmHg di atas nilai awal (atau jika CVP tetap atau tidak meningkat > 2-3 cmH2O di atas nilai awal), maka diberikan cairan tambahan sebanyak 200 ml dalam waktu 10 menit. b. Bila selanjutnya PCWP atau PAEDP tetap stabil atau tidak meningkat > 2 mmHg atau tidak melebihi 16 mmHg (atau jika CVP tetap < 15 cmH2O), tekanan darah tetap stabil atau meningkat, atau tanda-tanda kongesti paru tidak
17

timbul atau semakin bertambah, maka infus dilanjutkan dengan memberikan cairan 500-1000 ml/jam sampai tekanan darah dan gejala klinis syok lain menghilang. Periksa PCWP atau PAEDP (atau CVP), tekanan darah, dan paru setiap 15 menit. Diharapkan PCWP atau PAEDP akan meningkat sampai 15-18 mmHg (atau CVP meningkat sampai 15 cmH2O). c. Jika pada awal pemeriksaan didapatkan nilai PCWP atau PAEDP antara 15-18 mmHg (atau nilai CVP awal 12-18 cmH2O), maka diberikan infus cairan 100 ml dalam waktu 10 menit. Pemberian cairan selanjutnya tergantung dari peningkatan PCWP atau PAEDP (atau CVP), perubahan tekanan darah, dan ada tidaknya gejala klinis kongesti paru. d. Jika nilai PCWP atau PAEDP pada awalnya 20 mmHg atau lebih (atau jika nilai awal CVP 20 cmH2O atau lebih), maka tidak boleh dilakukan tes toleransi cairan intravena, dan pengobatan dimulai dengan pemberian vasodilator. e. Jika PCWP atau PAEDP menunjukan nilai yang rendah (< 5 mmHg), atau jika nilai CVP < 5cmH2O, infus cairan dapat diberikan walaupun didapatkan edema paru akut. f. Jika pasien menunjukan adanya edema paru dengan nilai PCWP atau PAEDP yang rendah dan dalam penanganan dengan pemberian infus cairan menyebabkan peningkatan kongesti paru serta perburukan keadaan klinis, maka infus cairan harus dihentikan dan keadaan pasien dievaluasi kembali. 13. Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan volume intravaskular yang adekuat harus dicari kemungkinan adanya tamponade jantung sebelum pemberian obat-obat inotropik atau vasopresor dimulai. Tamponade jantung akibat infark miokard memerlukan tindakan volume expansion untuk mempertahankan preload yang adekuat dan dilakukan perikardiosentesis segera. 14. Penanganan pump failure dibagi berdasarkan subset hemodinamik dan pasien dapat berpindah dari satu subset ke subset lainnya dan memerlukan perubahan dalam regimen terapi. a. Subset 1: LVEDP > 15 mmHg, tekanan sistolik arteri > 100 mmHg, dan indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan adanya gagal jantung kiri dengan tekanan arteri cukup tinggi, sehingga pengurangan afterload dapat dilakukan sebagai terapi pertama. - Ada dua vasodilator yang sering digunakan, yaitu nitrogliserin dan nitroprusid. Pada waktu pemberian nitroprusid harus dilakukan monitor terhadap tekanan
18

darah dan tekanan pengisian ventrikel kiri. Pemberian nitroprusid dimulai dengan dosis 0,4 mg/kg BB/menit (dosis awal jangan lebih dari 10 mg/menit), kemudian dosis ditingkatkan 5 mg/menit setiap 10 menit sampai tercapai efek hemodinamik yang diinginkan. Bila curah jantung meningkat dan gejala syok berkurang, maka terapi diteruskan. Bila tekanan darah menurun, terjadi takikardi, dan bila peningkatan curah jantung tidak mencukupi, maka ditambahkan dobutamin dengan dosis awal 5 mg/kg BB/menit dan ditingkatkan sampai maksimal 15 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah menurun lebih cepat, maka dobutamin diganti dengan dopamin (mikro drip) sesuai dosis efektif 2-10 ug/kg BB/menit atau Isoproterenol drip jika disertai bradikardia. - Pemberian nitrogliserin mempunyai peranan lebih kecil dalam penanganan syok kardiogenik ringan. Terutama diberikan bila proses iskemia masih berlangsung dan didapatkan adanya kongesti paru yang berat. Nitrogliserin diberikan dengan dosis awal 5 mg/menit dan ditingkatkan 5 mg/ menit setiap 10 menit. Bila ada perbaikan gejala syok dan pump failure, maka nitrogliserin dilanjutkan selama 24-28 jam. Bila tekanan darah menurun dengan tekanan preload yang tinggi, maka dosis nitrogliserin diturunkan dan ditambahkan dobutamin dengan dosis 2-5 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah lebih cepat menurun, maka dobutamin diganti dengan dopamin. - Selama periode ini, pemasangan intra aortic ballon pump (IABP) counterpulsation harus dipertimbangkan, karena hanya dengan tindakan ini aliran darah koroner dapat ditingkatkan, dan secara bersamaan kerja ventrikel kiri dapat dikurangi. - Bila hemodinamik pasien sudah stabil dan tanda-tanda kongesti paru masih tetap, maka pemberian diuretik secara perlahan dapat dipertimbangkan. b. Subset 2: Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg, LVEDP > 15 mmHg, dan indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan tanda klasik adanya syok akibat hipotensi pada pasien infark miokard akut, dimana tim ballon perlu digerakan dan sarana untuk kateterisasi harus dipersiapkan untuk menerima pasien ini - Jika pasien dalam keadaan hipotensi berat, norepinefrin merupakan pilihan utama dengan dosis 2-15 mg/menit sampai tekanan darah sistolik mencapai 8090 mmHg, kemudian diusahakan untuk mengganti dengan dopamin.
19

- Jika tekanan darah sistolik 70-90 mmHg, dopamin dapat digunakan untuk terapi awal dengan dosis 5-15 mg/kg BB/menit, dimana efek utamanya merangsang adrenergik perifer, lebih baik digunakan norepinefrin. - Bila tekanan darah pasien sudah stabil, maka terapi selanjutnya yang terbaik adalah dobutamin yang dapat diberikan bersama-sama dopamin untuk mengurangi kebutuhan dosis dopamin. Dobutamin tidak dapat digunakan secara tunggal pada pasien dengan hipotensi berat. c. Subset 3: Infark ventrikel kanan, peningkatan tekanan diastolik atrium kanan dan ventrikel kanan (> 10 mmHg), indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2, tekanan sistolik < 100 mmHg, LVEDP normal atau meningkat. Pasien dalam keadaan ini sangat sensitif terhadap kekurangan volume cairan dan sering menunjukan respon dengan terapi cairan. - Prinsip terapi: tekanan pengisian ventrikel kanan harus ditingkatkan dengan pemberian cairan secara cepat sampai tekanan darah stabil, tekanan pengisian ventrikel kiri > 20 mmHg, atau tekanan atrium kana > 20 mmHg. - Pemakaian vasodilator dan diuretik harus dihindarkan dan pada keadaan ini pemberian dobutamin lebih dianjurkan daripada dopamin. - Jika dengan terapi cairan dan obat inotropik tidak ada perubahan, maka dianjurkan pemasangan IABP counterpulsation. 15. Penggunaan trombolitik pada awal terapi infark miokard akan mengurangi jumlah miokard yang mengalami nekrosis, sehingga insiden sindrom syok kardiogenik akan berkurang. Penelitian GUSTO I menunjukan angka mortalitas untuk 6 minggu follow up 58% pada pasien syok kardiogenik yang mendapat terapi trombolisis dan aspirin serta heparin. Pada GUSTO I TPA lebih baik dari streptokinase bila tidak ada syok dan insiden syok juga lebih kecil, tetapi pada syok mortalitas pada streptokinase lebih rendah walaupun secara statistik tidak bermakna. 16. Sementara menunggu uji yang membandingkan angioplasti dan terapi medis, saat ini dianggap bahwa angioplasti direk lebih superior daripada terapi suportif sematamata maupun terapi trombolitik. Keberhasilan percutaneus transluminal coronary angioplasty (PTCA) terutama bila dilakukan pada 24 jam pertama setelah timbulnya gejala syok kardiogenik, pada pasien berusia < 65 tahun, dan dengan single-vessel disease. Kegagalan PTCA terutama dikaitkan dengan usia pasien yang lanjut (> 70 tahun) dan riwayat infark sebelumnya. Data-data menunjukan PTCA pada syok kardiogenik menurunkan angka kematian menjadi 46% atau kurang. PTCA
20

sebaiknya dikerjakan dengan support IABP. Semula PTCA dengan balon saja untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat secepatnya pada kasus-kasus infark menunjukan hasil lebih baik dari trombolisis. Akhir-akhir ini dengan pemasangan stent pada kasus infark akut menunjukan hasil lebih baik dari angioplasti dengan memakai balon saja, terutama untuk mencegah penyempitan kembali. Angka mortalitas didalam rumah sakit untuk pasien infark akut yang dilakukan angioplasti primer 2-6%, tetapi pada infark akut dengan syok kardiogenik yang dilakukan PTCA, angka kematian di rumah sakit masih tinggi, menurut PAMI 39%, dan GUSTO 38%. 17. Harapan hidup jangka panjang yang mengecewakan dari penanganan syok kardiogenik akibat infark miokard dengan terapi medis telah mendorong dilakukannya tindakan bedah revaskularisasi dini pada pasien yang telah stabil dengan terapi farmakologis dan IABP. Guyton menyimpulkan bahwa coronaryartery bypass surgery (CABS/CABG) merupakan terapi pilihan pada semua pasien syok kardiogenik akibat infark miokard, kecuali pada kelompok oktogenarian. CABS juga dianjurkan pada pasien yang mengalami kegagalan dengan tindakan angioplasti. Tindakan operasi dilakukan apabila didapatkan adanya kontraksi dari segmen yang tidak mengalami infark dengan pembuluh darah yang stenosis. Bedah revaskularisasi sebaiknya tidak dilakukan pada pasien oktogenarian, pasien dengan LVEDP > 24 mmHg, skor kontraktilitas ventrikel kiri > 13, dan adanya kerusakan pada organ sistemik yang irreversibel. Pada pasien dengan kerusakan mekanik, misalnya robeknya otot papilaris, robeknya septum interventrikel, maka tindakan operasi akan efektif terutama bila revaskularisasi juga dapat dilaksanakan. Kumpulan data dari 370 pasien dari 22 studi menunjukan CABG yang dilakukan pada pasien dengan infark jantung akut dan syok kardiogenik mempunyai mortalitas sebesar 36%. CABG perlu dipertimbangkan pada pasien dengan penyempitan di banyak pembuluh darah (multivessel disease) dan bila PTCA tidak berhasil. 18. Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat kerusakan miokard irreversibel, mungkin diperlukan tindakan transplantasi jantung.2,5,8 2.7 Syok Septik Sepsis adalah adanya SIRS ditambah dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat tertentu.
11

Definisi lain menyebutkan bahwa

21

sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi, berdasarkan adanya SIRS ditambah dengan adanya infeksi (proven) atau dengan suspek infeksi secara klinis.9 Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang berada dalam darah (endotoksin). Jamur dan jenis bakteri lain juga dapat menjadi penyebab septisemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan di sirkulasi mikro, pembentukan pintasan arteriovenus dan penurunan tahapan vaskuler sistemik, kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor predisposisi syok septik adalah trauma, diabetes, leukimia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang, imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering terjadi pada: - bayi baru lahir, - usia di atas 50 tahun, dan - penderita gangguan sistem kekebalan. Etiologi Syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu infeksi). Racun yang dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan gangguan peredaran darah. Gejala Pertanda awal dari syok septik sering berupa penurunan kesiagaan mental dan kebingungan, yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan darah turun. Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Curahan darah dari jantung memang meningkat, tetapi pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah turun. Pernafasan menjadi cepat, sehingga paru-paru mengeluarkan karbondioksida yang berlebihan dan kadarnya di dalam darah menurun. Gejala awal berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat cepat, kulit hangat dan kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang turun-naik. Produksi air kemih berkurang meskipun curahan darah dari jantung meningkat. Pada stadium lanjut, suhu tubuh sering turun sampai dibawah normal. Bila syok memburuk, beberapa organ mengalami kegagalan: - ginjal : produksi air kemih berkurang
22

- paru-paru : gangguan pernafasan dan penurunan kadar oksigen dalam darah - jantung : penimbunan cairan dan pembengkakan. Diagnosis Syok septik ditandai dengan gambaran syok dan infeksi. Setiap syok yang tidak diketahui penyebabnya harus dicurigai adanya kemungkinan septisemia. a. Tanda-tanda sistemik; febris dan kekauan, hipotermia, petekie, lekopenia, lekositosis. b. Tanda-tanda lokal; kekauan dinding abdomen, abses perirektal. Lokasi spesifik yang sering menjadi tempat infeksi terselubung adalah saluran empedu, pelvis, retroperitonium, dan perirektal. c. Lain-lain; hiperventilasi dengan hipokapnia Berdasarkan Bone et al, SIRS adalah pasien yang memiliki 2 atau lebih kriteri: 9-11 - Suhu >38C atau <36C - Denyut Jantung >90x/mnt - Laju Respirasi>20 x/mnt atau PaCO2 <32 mmHg - Hitung Leukosit >12.000/mm3 atau >10% sel imatur/ band. Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.

23

Penatalaksanaan

2.7.1 Pneumonia (CAP)/ Community Acquired Pneumonia Adalah suatu infeksi akut parenkim paru yang sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti dengan infiltrate pada foto thorak, auskultasi sesuai dengan pneumonia. Faktor resiko terjadi pneumonia: Usia > 65 tahun
24

Tinggal di rumah perawatan tertentu Alkoholismus : meningkatkan resiko kolonisasi kuman, mengganggu reflek batuk, mengganggu transport mukosiliar dan gangguan terhadap pertahanan sistem seluler.

Malnutrisi. Kebiasaan merokok

25

26

BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan


27

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung. Dapat didiagnosa dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis di dapat pasien mengeluh sesak nafas dan rasa nyeri daerah torak, dari pemeriksaan fisik didapat adanya tanda-tanda syok seperti gangguan sirkulasi perifer pucat, ekstremitas dingin, nadi cepat dan halus tekanan darah rendah, vena perifer kolaps, serta dari pemeriksaan penunjang dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung dan CVP rendah. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja pada saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok. Penanganan pertama dalam menangani syok adalah: 1. 2. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada sekresi atau muntah. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway). 3. 4. Berikan oksigen 6 liter/menit Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT. 5. Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP). Hindari kelebihan cairan karena akan membebani jantung. 6. Lanjutkan dengan pemberian obat-obatan yang membantu kontraktilitas jantung dengan tujuan agar curah jantung meningkat sehingga aliran ke perifer cukup. Pemberian Dopamin 2,5-15 g/kgbb/menit dapat meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung serta meningkatkan aliran darah ginjal. Dalam pemberian obat, perlu di perhatikan farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, efek samping dan hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pemberian obat.

DAFTAR PUSTAKA

28

1. Aru, Bambang, Idrus alwi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta: FKUI;2006 2. Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Kasper, Wilson. Harrison Principle of Internal Medicine. edisi 17. Chapter 266. Cardiogenic Shock.1208-1213 3. Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta. 2002. Hal: 90-93 4. Katzung G,Bertram. Farmakologi Dasar Dan klinik. Edisi VI. Jakarta.EGC; 2001 5. Lily Ismudiati Rilantono,dkk. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta FKUI 2003 6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. EGC. Jakarta. 1995. Hal: 593-606 7. Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-57 8. Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta. 1995. Hal. 243-249 9. Sylvia A.P dan Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume I Edisi 6. Jakarta : EGC; 2006 10. Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam . Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia. 2000. Hal: 11-16 11. Rangel-Frausto MS, Pittet D, Costigan M, et al. The natural history of the systemic inflammatory response syndrome (SIRS): a prospective study. JAMA. 1995;273:117-123

29

Anda mungkin juga menyukai