Anda di halaman 1dari 1

DI TAMAN PAHLAWAN Oleh : A. Mustofa Bisri Di taman pahlawan beberapa pahlawan sedang berbincangbincang tentang keberanian dan perjuangan.

Mereka bertanya-tanya apakah ada yang mewariskan semangat perjuangan dan pembelaan kepada yang ditinggalkan Ataukah patriotisme dan keberanian di zaman pembangunan ini sudah tinggal menjadi dongeng dan slogan ? banyak sekali tokoh di situ yang diam-diam ikut mendengarkan dengan perasan malu dan sungkan Tokoh-tokoh ini menyesali pihak-pihak yang membawa mereka kemari karena menyangka mereka juga pejuangpejuang pemberani. Lalu menyesali diri mereka sendiri yang dulu terlalu baik memerankan tokoh-tokoh gagah berani tanpa mengindahkan nurani. (Bunga-bunga yang setiap kali ditaburkan justru membuat mereka lebih tertekan) Apakah ini yan namanya siksa kubur ? tanya seseorang di antara mereka yang dulu terkenal takabur Tapi kalau kita tak disemayamkan di sini, makam pahlawan ini akan sepi penghuni, kata yang lain menghibur. Tiba-tiba mereka mendengar Marsinah. Tiba-tiba mereka semua yang di Taman Pahlawan, yang betul-betul pahlawan atau yang keliru dianggap pahlawan, begitu girang menunggu salvo ditembakkan dan genderang penghormatan ditabuh lirih mengiringi kedatangan wanita muda yang gagah perkasa itu Di atas, Marsinah yang berkerudung awan putih berselendang pelangi tersenyum manis sekali : maaf kawan-kawan, jasadku masih dibutuhkan untuk menyingkapkan kebusukan dan membantu mereka yang mencari muka. kalau sudah tak diperlukan lagi biarlah mereka menanamkannya di mana saja di persada ini sebagai tumbal keadilan atau sekedar bangkai tak berarti (1441) Pusi dan Musik Mengenang pahlawan, Jakarta, 1994 Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air (Kumpulan puisi, Oyon Sofyan, 1995 )

Anda mungkin juga menyukai