Anda di halaman 1dari 6

1. BAB I PENDAHULUAN1.

1 LATAR BELAKANG Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberianpengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas fisik denganmenggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi. Pendidikandapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melaluilembaga informal tersebut dilakukan melalui enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungankeluarganya. Dalam masyarakat yang sangat kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat,pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satukeseluruhan.Dengan makin cepatnya perubahan kebudayaan, maka makin banyak diperlukanwaktu untuk memahami kebudayaannya sendiri. Hal ini membuat kebudayaan di masadepan tidak dapat diramalkan secara pasti, sehingga dalam mempelajari kebudayaan barudiperlukan metode baru untuk mempelajarinya. Dalam hal ini pendidik dan antropologharus saling bekerja sama, dimana keduanya sama-sama memiliki peran yang penting dansaling berhubungan. Pendidikan bersifat konservatif yang bertujuan mengekalkan hasil-hasilprestasi kebudayaan, yang dilakukan oleh pemuda-pemudi sehinga dapat menyesuaikan diripada kejadian-kejadian yang dapat diantisipasikan di dalam dan diluar kebudayaan sertamerintis jalan untuk melakukan perubahan terhadap kebudayaan.

. Hubungan Antropologi dan Sosiologi Hubungan antara Antropologi dan sosiologi pada satu sisi, memperlihatkan bahwa sebagian para ahli tidak lagi membedakan kedua ilmu tersebut secara ketat. Artinya beberapa fokus kajiannya dianggap sama bahkan beberapa paradigma yang digunakan untuk melihat suatu fenomena sosial pun dianggap tidak memiliki perbedaan. Kedua ilmu itu bisa saling menukar atau saling melengkapi baik menyangkut paradigma ataupun metode yang digunakan dalam mengungkap suatu fenomena sosial. Di pihak ini, perbedaan antropologi dan sosiologi hanya terjadi pada sejarah berdirinya masing-masing ilmu tersebut. Namun dalam perkembangan selanjutnya, kedua ilmu itu dapat saling melengkapi bahkan melebur diri menjadi satu ilmu. Pada universitas tertentu, antropologi dan sosiologi merupakan program studi yang dikembangkan secara bersama-sama di bawah departemen antropologi-sosiologi atau sosiologi-antropologi. Benarkah antropologi dan sosiologi sudah tidak dapat dibedakan lagi? Ada pihak lain yang masih tetap mempertahankan adanya perbedaan antara antropologi dan sosiologi. Secara historis, kemunculan kedua ilmu tersebut adalah berbeda baik dari segi paradigma yang digunakan, metode yang digunakan atau pun sasaran masyarakat yang menjadi obyek penelitiannya. Di mana antropologi menekankan kajiannya pada masyarakat tradisional di luar masyarakat Barat, sedangkan sosiologi lebih menekankan pada masyarakat perkotaan yang pada saat itu ada pada masyarakat Barat sendiri. Dalam perkembangannya, menurut pihak ini, masih dapat dilihat adanya perbedaan di antara kedua ilmu tersebut. Walaupun menurut penulis, perbedaan ini lebih didasari oleh selera dalam menggunakan paradigma dan metode yang digunakan. Sedangkan sasaran penelitiannya, sering kali tidak dapat lagi dibedakan karena keduanya sama sama memperhatikan fenomena sosial di pedesaan (masyarakat tradisional) ataupun di perkotaan (masyarakat industri).

2. Hubungan Antropologi dan Ilmu Politik Perkembangan ilmu terus berlanjut, begitu pula dengan ilmu politik, yang mulai banyak menaruh perhatian terhadap berbagai fenomena budaya masyarakat yang terkait langsung atau tidak langsung. Keanggotaan partai politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi budaya masyarakatnya.Budaya masyarakat di Indonesia yang cenderung patrimonial sangat berpengaruh pada sistem budaya politiknya. Untuk itu, untuk lebih dapat memahami perilaku politik masyarakat di Indonesia, Anda perlu belajar tentang kebudayaan masyarakat di Indonesia, yang terdiri dari bermacammacam suku bangsa dan masing-masing suku bangsa tersebut memiliki

kebudayaannya yang khas. Untuk keperluan tersebut, antropologi mempunyai peran dalam kaitannya dengan kajian ilmu politik, karena mampu mengungkap kebudayaan suatu masyarakat yang akan menjadi tempat bagi perilaku politik.

3. Hubungan Antropologi dan Ilmu Ekonomi Ilmu Ekonomi yang mengkaji fenomena ekonomi modern lebih didasari oleh pemikiranpemikiran Barat atau Ero-Eropa. Persoalannya adalah bilamana pemikiran-pemikiran ekonomi diterapkan pada setiap masyarakat terutama masyarakat yang masih sederhana atau negara terutama negaranegara berkembang tidak selamanya akan sesuai karena dilatarbelakangi oleh faktor cara pandang yang berbeda pada kehidupan ekonominya. Perhitungan ekonomi modern tidak selamanya dapat diterapkan pada sistem ekonomi\masyarakat non Barat. Keragaman budaya pada setiap masyarakat atau suku bangsa memperlihatkan pula adanya keragaman dalam strategi kehidupan ekonominya. Keragaman pada sistem ekonomi dapat dilihat pada sistem produksi apakah bercocok tanam sebagai petani, nelayan, peternakan, dan sebagainya. Begitu pula keragaman ini dapat dilihat pada sistem tukar menukar atau sistem jual beli barang. Pada kondisi seperti di atas, antropologi sangat diharapkan perannya untuk dapat menjembatani pemikiran ekonomi modern dan pemikiran ekonomi lokal. Pembangunan ekonomi masyarakat di negara-negara berkembang tidak akan berjalan dengan baik bilamana tanpa diikuti oleh pertimbangan aspek budaya lokal terutama yang terkait dengan pola pikir kehidupan ekonominya. Terdapat perbedaan pandangan, anggapan, pengetahuan, persepsi pada masyarakat industri dengan masyarakat nonindustri seperti pertanian. Oleh karena itu perlu kehati-hatian para perencana pembangunan yang mencoba mengadopsi pemikiran atau teknologi yang datang dari masyarakat industri (negara-negara Barat) bagi kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nonindustri.

4. Hubungan Antropologi dan Ilmu Administrasi Pentingnya antropologi bagi Ilmu Administrasi adalah terkait dengan kebutuhan Ilmu Administrasi untuk memecahkan persoalan-persoalan administrasi pemerintahan. Kondisi sistem administrasi pemerintahan yang dianggap masih kurang baik oleh sebagian pihak, seperti masalah pemilikan tanah, membutuhkan pemecahan bukan saja dari pihak pegawai atau para admonistartur tetapi juga karena aspek yang bersumber pada latar belakang sosial budaya masyarakat yang belum menganggap penting masalah administrasi.

5. Hubungan Antropologi dan Arkeologi serta Ilmu Sejarah Pada dasarnya arkeologi bertujuan menyingkap sejarah kebudayaan manusia dari mulai kebudayaan kuno pada jaman purba seperti kebudayaan Mesopotamia dan kebudayaan Mesir Kuno. Di Indonesia, Arkeologi memfokuskan perhatiannya kepada kebudayaan di Indonesia pada masa Hindu yang hidup sekitar abad ke 4 hingga abad ke 16. Hasil penelitian arkeologi terhadap bahan bekas reruntuhan atau alat-alat peninggalan kerajaan Hindu di Indonesia adalah sebuah deskripsi sejarah manusia yang kemudian dapat digunakan oleh antropologi sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah asal-mula makhluk manusia. Dilihat dari batasan kajiannya, antropologi terlihat lebih luas karena tidak hanya memfokuskan pada benda-benda peninggalan (artifak) saja, melainkan juga pada sistem ide (gagasan dan sistem tingkah laku). Kesulitan di dalam merekonstruksi kembali kehidupan dan persebaran kebudayaan, antropologi dan ilmu sejarah saling bertukar metode dan teori untuk lebih dapat memahami masyarakat pada umumnya. Begitu pula penggambaran tentang hasil penelitian keduanya bisa saling melengkapi sesuai bagi tujuan tertentu.

1.1 Manusia (bermasyarakat dalam hukum) Antropologi sebagai salah satu cabang ilmu sosial mempunyai bidang kajian sendiri yang dapat dibedakan dengan ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu politik, kriminologi dan lain-lainnya. Antropologi juga dapat dikelompokkan ke dalam cabang ilmu humaniora karena kajiannya yang terfokus kepada manusia dan kebudayaannya. Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa, secara umum dapat dikatakan antropologi merupakan ilmu yang mempelajari manusia dari segi keragaman fisiknya, masyarakatnya, dan kebudayaannya. Seperti yang pernah diungkapkan Koentjaraningrat bahwa ruang lingkup dan dasar antropologi belum mencapai kemantapan dan bentuk umum yang seragam di semua pusat ilmiah di dunia. Menurutnya, cara terbaik untuk mencapai pengertian akan hal itu adalah dengan mempelajari ilmu-ilmu yang menjadi pangkal dari antropologi, dan bagaimana garis besar proses perkembangan yang mengintegrasikan ilmu-ilmu pangkal tadi, serta mempelajari bagaimana penerapannya di beberapa negara yang berbeda. Konsentrasi Antropologi menurut Koentjaraningrat: 1.Sejarah terjadinya dan perkembangan manusia sebagai mahlu ksosial 2.Sejarah terjadinya aneka warna perbedaan ciri-ciri fisik manusia 3.Penyebaran dan perbedaan bahasa manusia 4.Perkembangan & penyebaran kebudayaan manusia 5.Dasar-dasar perbedaan budaya manusia

Dalam antropologi ruang lingkup manusia (bermasyarakat) diantaranya perkembangan fisik. Dimana perkembangan fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari gen-gen yang menentukan struktur dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk manusia sejak manusia itu mulai ada di bumi sampai manusia yang ada sekarang ini. Beberapa ahli Antropologi Fisik menjadi terkenal dengan penemuan-penemuan fosil yang membantu memberikan keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik yang lain menjadi terkenal karena keahlian forensiknya; mereka membantu dengan menyampaikan pendapat mereka pada sidang sidang pengadilan dan membantu pihak berwenang dalam penyelidikan kasus-kasus pembunuhan. Sedangkan ruang lingkup manusia khusus budaya (bermasyarakat) lebih mengarah tingkah laku manusia. Dimana dalam antropologi lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan social yang ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari bentuk-bentuk hukum pada kelompokkelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala-gejala serta bentukbentuk perekonomian pada kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.

1.2 Kebudayaan Kata Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan antropologi Secara pasti, Antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini. Seniman seperti penari atau pelukis dll juga memakai istilah ini atau diasosiasikan dengan istilah ini Konsep ini memang sangat sering digunakan oleh Antropologi dan telah tersebar kemasyarakat luas bahwa Antropologi bekerja atau meneliti apa yang sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh Antropologi dalam pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para ahli Antropolgi mempunyai pengertian yang sama tentang istilah tersebut. Seorang Ahli Antropologi yang mencoba mengumpulkan definisi yang pernah dibuat, mengatakan: Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan. Selain itu Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai untuk mengatur kehidupan dan selanjutnya cipta merupakan kemampuan berpikir kemampuan mental yang menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan. Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. Pembatasan kebudayaan itu sendiri biasanya tidak selalu dirasakan oleh para pendukung suatu kebudayaan. Hal ini terjadi karena individu-individu pendukungnya selalu mengikuti cara-cara berlaku dan cara berpikir yang telah dituntut oleh kebudayaan itu. Pembatasan-pembatasan kebudayaan baru terasa kekuatannya ketika dia ditentang atau dilawan. Pembatasan kebudayaan terbagi kedalam 2 jenis yaitu pembatasan kebudayaan yang langsung dan pembatasan kebudayaan yang tidak langsung. Pembatasan langsung terjadi ketika kita mencoba melakukan suatu hal yang menurut kebiasaan dalam kebudayaan kita merupakan hal yang tidak lazim atau bahkan hal yang dianggap melanggar tata kesopanan atau yang ada. Akan ada sindiran atau ejekan yang dialamatkan kepada sipelanggar kalau hal yang dilakukannya masih dianggap tidak terlalu berlawanan dengan kebiasaan yang ada, akan tetapi apabila hal yang dilakukannya tersebut sudah dianggap melanggar tata-tertib yang berlaku dimasyarakatnya, maka dia mungkin akan dihukum dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakatnya. Contoh dari pembatasan langsung misalnya ketika seseorang melakukan kegiatan seperti berpakaian yang tidak pantas kedalam masjid. Ada sejumlah aturan dalam setiap kebudayaan yang mengatur tentang hal ini. Kalau si individu tersebut hanya tidak mengenakan baju saja ketika ke masjid, mungkin dia hanya akan disindir atau ditegur dengan pelan. oleh pihak-pihak tertentu karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Dalam pembatasanpembatasan tidak langsung, aktifitas yang dilakukan oleh orang yang melanggar tidak dihalangi atau dibatasi secara langsung akan tetapi kegiatan tersebut tidak akan mendapat respons atau tanggapan dari anggota kebudayaan yang lain karena tindakan tersebut tidak dipahami atau dimengerti oleh mereka. Hukum (menurut antropologi) mempelajari hubungan perilaku manusia dengan system atau budaya diantaranya:

Nilai Norma Kaidah norma. Kebiasaan modern

: Kumpulan atau himpunan tingkah laku baik dan buruk : Ukuran Sikap atau perilaku wajar atau menyimpang : Dalil atau rumusan juga dapat diartikan sebagai keseluruhan nilai, : Atau kata lain aturan yang berasal dari hukum tradisional dan hukum

Hal ini karena para ahli antropologi mempelajari hukum bukan semata-semata sebagai produksi dari hasil abstraksi logika sekelompok orang yang diformulasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, tetapi lebih mempelajari hukum sebagai perilaku social. Hukum dalam perspektif antropologi dipelajari sebagai bagian yang integral dari kebudayaan secara keseluruhan, dan karena itu hukum dipelajari sebagai produk dari interaksi sosial yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kebudayaan yang lain, seperti politik, ekonomi, ideologi, religi, dll. atau hukum dipelajari sebagai proses sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat. Karena itu, hukum dalam perspektif antropologi bukan semata-mata berwujud peraturan perundang-undangan yang diciptakan oleh Negara (state law), tetapi juga hukum dalam wujudnya sebagai peraturan-peraturan lokal yang bersumber dari suatu kebiasaan masyarakat (customary law/folk law), termasuk pula di dalamnya mekanisme-mekansime pengaturan dalam masyarakat (self regulation) yang juga berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (legal order).

1.3 Masyarakat (Tunggal Atau Penduduk satu daerah) Penduduk, masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep yang pertautannya satu sama lain sangat berdekatan. Bermukimnya penduduk dalam suatu wilayah tertentu dalam waktu yang tertentu pula, memungkinkan untuk terbentuknya masyarakat di wilayah tersebut. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehinggat idak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena penduduk. Sudah barang tentu penduduk disini yang dimaksud adalah kelompok manusia, bukan penduduk/populai dalam pengertian umum yang mengandung arti kelompok organisme yang sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu daerah tertentu. Demikian pula hubungan antara masyarakat dan kebudayaan, ini merupakan dwi tunggal, hubungan dua yang satu dalam arti bahwa kebudayaan merukan hasil dari suatu masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Tetapi juga sebaliknya tidak ada suatu masyarakat yang tidak didukung oleh kebudayaan. Hubungan antara masyarakat dan kebudayaan inipun merupakan juga hubungan yang saling menentukan. Penduduk, dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan popuasi dan disini dapat meliputi populais hewan, tumbuhan dan juga manusia. Dalam kesempatan ini penduduk digunakan dalam pengertian orang-orang yang mendiami wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan berkembang dalam wilayah tertentu pula. Adapun masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya. Tekanannya disini terletak pada adanya pranata sosia, tanpa pranata sosial kehidupan bersama didalam masyarakat tidak mungkin dilakukan secara teratur. Pranata sosial disini dimaksudkan sebagai perangkat peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kelompok. Analis kebudayaan Sejarah perkembangan antropologi moden boleh juga dikatakan bermula dengan ahli falsafah abad ke-18 seperti David Hume dan Immanuel Kant. Hume, salah seorang daripada ahli empirisis British (sama seperti Locke dan Berkeley), menghujahkan bahawa pengalaman sendiri adalah satu-satunya sumber kepada pengetahuan sebenar yang boleh dipercayai. Beliau kemudiannya mempengaruhi dengan kuat para ahli sains sosial empiris, yang terdiri daripada beberapa orang pengasas yang terus terang menolak pegangan bahawa tanggapan dan tekaan boleh dijadikan sumber pengetahuan yang sah. Bagi golongan ini mereka sanggup keluar mengembara ke alam sosial serta menggunakan mata dan telinga untuk mengalami secara peribadi keadaan sebenar (perkataan empiris sebenarnya bermakna berasaskan pengalaman). Kant pula telah cuba menolak beberapa pendapat Hume, dan beliau menghujahkan bahawa manusia mempunyai daya pemikiran atau kebolehan mental yang sama, yang dikatakan terletak pada cara mereka berfikir. Dalam perkataan lain, Kant berpendapat bahawa manusia

itu dilahirkan dengan satu formula tunggal untuk berfikir; justeru itu manusia di segenap pelusuk dunia berfikir dengan cara yang hampir sama. Usulan ini, yang berhubung dengan tret pemikiran yang sejagat (universal mental traits), telah menjadi satu fokus perbincangan yang penting dalam perkembangan antropologi moden. Kebanyakan penulisan berkenaan sejarah antropologi bukan bermula dengan Herodotos atau Kant, tetapi dengan cendekiawan pertengahan abad ke-19. Asas kepada antropologi moden dapat dikaitkan dengan buku Ancient Law (1861) oleh Henry Maine dan beberapa buah buku Lewis Henry Morgan, termasuk Ancient Society (1877). Keduadua orang pengarang telah membina beberapa teori tentang masyarakat primitif, dan pandangan mereka terus berpengaruh sehingga jauh ke dalam abad ke-20. Maine, yang pernah menjalankan penyelidikan di India, telah mengemukakan perbezaan asas antara masyarakat yang berasaskan hubungan status dengan yang berasaskan hubungan kontrak, iaitu dua konsep kembar yang kemudiannya ternyata telah banyak mempengaruhi kita dalam membezakan masyarakat tradisional daripada masyarakat moden. Dalam masyarakat yang berteraskan hubungan status atau yang tradisional sifatnya, Maine menegaskan bahawa faktor kekerabatan sangat penting dalam menentu-kan kedudukan seseorang; manakala dalam masyarakat yang berteraskan hubungan kontrak, kedudukan sosial seseorang itu ditentukan oleh pencapaian peribadinya berdasarkan kebolehan dan kepandaiannya. b. meode dalam antropologi social Antropologi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang berusaha mempelajari manusia dari sudut cara berfikir dan pola berprilaku . yakni sisi biologis (antropologi ragawi) dan sisi kultural (antropologi budaya).Antropologi mengambil budaya manusia dari segala waktu dan tempat, menjelajahi masalah-masalah yang meliputi kekerabatan dan organisasi sosial, politik, teknologi, ekologi, agama, bahasa, kesenian dan mitologi.Masalah utama dalam antropologi adalah menjelaskan kesamaan dan perbedaan budaya, pemeliharaan budaya maupun perubahannya dari masa ke masa.Oleh karena budaya itu bersifat dinamis, berbeda dari yang satu dengan budaya yang lain, maka untuk dapat menjelaskan hal tersebut kita harus mempelajari mekanisme, struktur, dan sarana-sarana kolektif di luar diri manusia, yang kemudian disebut sebagai budaya (culture).Kultur/budaya merupakan suatu golongan fenomen yang diberi muatan makna tertentu oleh antropolog dalam rangka menghadapi soal-soal yang mereka coba untuk memecahkannya. Mengenai keragaman/perbedaan pengaturan budaya, antropolog memandang (a) bahwa perbedaan sesuatu yang ada begitu saja sebagai fenomen untuk dicatat, atau sebagai variasivariasi dalam suatu tema besar yang bernama relativisme budaya, pandangan ini memunculkan kepustakaan yang melukiskan cara hidup sejumlah bangsa besar di dunia. Fatwa antropologi ini Manusia itu sama, budayanya yang beraneka. Pandangan selanjutnya, (b) keragaman tidak dipandang sebagai fenomen untuk sekedar dicatat, melainkan dipersoalkan juga alasan penjelasannya, yang berarti antropolog menuntut adanya teori.

c. contoh penelitian antropologi social

Anda mungkin juga menyukai