Anda di halaman 1dari 5

PERILAKU KEKERASAN A.

DEFINISI PERILAKU KEKERASAN Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1998). Menurut Patricia D. Barry (1998) Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998).

B.

ETIOLOGI PERILAKU KEKERASAN Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

C. TANDA DAN GEJALA SERTA AKIBAT PERILAKU KEKERASAN Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan Gejala Fisik : Muka merah Pandangan tajam Otot tegang Nada suara tinggi Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak Memukul jika tidak senang

Tanda dan gejala Emosional: Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi) Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri) Gangguan hubungan sosial (menarik diri) Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan) Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya (Budiana Keliat, 1999) Tanda dan Gejala Sosial: Memperlihatkan permusuhan Mendekati orang lain dengan ancaman Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan Mempunyai rencana untuk melukai

D. FAKTOR PREDISPOSISI PERILAKU KEKERASAN 1. Psikologis : kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan 2. Perilaku : kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar 3. Sosial Budaya : Budaya yang pasif agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar 4. Bioneurologis : Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada system limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan

E.

FAKTOR PRESIPITASI PERILAKU KEKERASAN Klien itu sendiri, lingkungan yang mendukung perilaku kekerasan, kelemahan fisik,

kehilangan orang / sesuatu yang berharga, interaksi sosial yang provokatif.

Efek

Resiko bunuh diri / mencelakai orang lain

Masalah

Resiko perilaku kekerasan

Penyebab

halusinasi, isolasi sosial, HDR, Mekanisme koping tidak efektif

Rentang Respon Marah Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif maladaptif, seperti rentang respon kemarahan di bawah ini (Yosep, 2007).

1. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah. 2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.8 3. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.

4. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol, perilaku yang tampak dapat berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan. 5. Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan. F. PENATALAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN Farmakoterapi

Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi. Terapi Okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan

mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi

dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program

kegiatannya. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat

melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,

menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992). Terapi somatic

Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali)

DAFTAR PUSTAKA Keliat Budi Ana, 1999, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :EGC Keliat Budi Ana, 1999, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC Stuart GW, Sundeen, 1995, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book,

Anda mungkin juga menyukai