Anda di halaman 1dari 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STROKE HEMORAGIK 2.1.1. Definisi Stroke Menurut Chandra B.

tahun 1986 stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal daerah otak yang terganggu.1 Menurut WHO stroke didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda-tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah : 1. Timbulnya kelainan saraf yang sifatnya mendadak. 2. Kelainan saraf yang ada harus sesuai dengan daerah atau bagian dari otak yang terganggu.2 2.1.2. Klasifikasi stroke Berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistim pembuluh darah dan stadiumnya, dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi modifikasi Marshall.2 1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya 1) Stroke Iskemik Transient iskemik attack (TIA)

Trombosis serebri Emboli serebri

2) Stroke Hemoragik Perdarahan Intraserebral Perdarahan Subarachnoid

2. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu 1) Transient iskemik attack 2) Stroke in evolution 3) Completed stroke 3. Berdasarkan sistim pembuluh darah 1) Sistim karotis 2) Sistim vertebrobasiler 2.1.3. Faktor risiko stroke Ada beberapa yang memudahkan timbulnya stroke. Secara garis besar dikelompokkan menjadi12 : 1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Usia b. Jenis kelamin c. Herediter d.Ras/etnik 2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Riwayat stroke b. Hipertensi c. Penyakit jantung

d. Diabetes mellitus e. Transient ischemic attack f. Hiperkolesterol g. Penggunaan kontrasepsi oral h. Obesitas i. Merokok 2.1.4. Patofisiologi stroke hemoragik Perdarahan intraserebral biasanya timbul pada ganglia basalis, talamus, lobus serebri, batang otak dan serebelum. Kerusakan jaringan primer dan distorsi terjadi saat pembentukan hematom pada waktu darah menyebar diantara celah substansia alba. Perdarahan umumnya timbul akibat rupturnya arteri kecil oleh efek degeneratif dan hipertensi kronik. Vaskulopati pada hipertensi kronik mengenai arteri perforantes yang berdiameter 100 400 m, kemudian mengakibatkan terjadinya lipohialinosis atau nekrosis fokal. Hal ini dapat menjelaskan distribusi perdarahan hipertensif pada teritori yang mendapat suplai dari arteri lentikulostriata (ganglia basalis), arteri talamo perforantes (talamus), rami perforantes dari arteri basilaris (pons) dan arteri serebelaris anterior inferior dan anterior superior (serebelum).3 Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Menurut Cushing bahwa brain injury oleh karena perdarahan spontan intraserebri diakibatkan oleh tekanan lokal yang menekan mikrosirkulasi dan menyebabkan iskemia di sekeliling hematom.4 Produk darah dan plasma merupakan mediator dari berbagai proses sekunder yang terjadi setelah perdarahan spontan intraserebri. Setelah perdarahan spontan intraserebri, mediator inflamasi dari darah dapat menginduksi reaksi inflamasi pada hematom dan daerah sekitarnya, dapat ditemukan neutrofil, makrofag, leukosit, dan mikroglia aktif. Pelepasan enzim sitotoksik, radikal bebas, nitrid oksida dan produk kaskade fosfolipid diduga berperan pada secondary neural injury dan

kematian sel. Disebutkan pula mengenai peranan nekrosis dan apoptosis pada kematian neuron.3 Proses pembentukan edema perihematom berawal segera setelah onset PIS, umumnya dalam 3 jam, dan meningkat secara bertahap dalam sekurangnya 72 jam. Beberapa mekanisme dalam sekuens yang berperan dalam pembentukan edema antara lain: fase pertama ditandai dengan retraksi clot dan ekstrusi serum; fase kedua (dalam 2 hari pertama) terjadi aktivasi kaskade koagulasi dan produksi trombin; serta fase terakhir (3 hari setelah onset) terjadi suatu lisis sel darah merah dan kerusakan neuron yang diinduksi oleh hemoglobin. Peran sentral trombin dalam meningkatkan edema perihematom telah dilaporkan dalam sejumlah penelitian baik dalam percobaan maupun pada PIS manusia, dan didapat data adanya penurunan pembentukan edema setelah pemberian trombin inhibitor. Efek merusak dari trombin pada jaringan perihematom diperantarai oleh inflamasi, sitotoksisitas dan kerusakan sawar darah otak. Petanda molekular yang berhubungan dengan peningkatan edema perihematom meliputi peningkatan glutamat, tumor necrosis factor-, interleukin-1, dan intercellular adhesion molecule-1, tetapi hanya kadar tumor necrosis factor- yang tidak tergantung dengan volume edema perihematom. Kadar glutamat serum yang tinggi berhubungan dengan outcome neurologis yang buruk setelah PIS.5,6,7 Pemecahan hematom meliputi invasi makrofag, progresi edema sekitar, pembentukan microvessel pada tepi klot dan kadangkala gliosis. Hasil akhir adalah jaringan parut yang ditandai dengan hemosiderin atau kavitas yang mengandung darah lama yang dikelilingi jaringan ikat.3 Gejala neurologis yang timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak sehingga menyebabkan nekrosis. Pada saat awal mungkin darah hanya akan mendesak jaringan otak tanpa merusaknya, karena saat itu difusi darah ke jaringan belum terjadi. Perdarahan intraserebral dan edema bisa mengganggu dan menekan jaringan otak sekitarnya, mengakibatkan gangguan neurologis. Absorpsi dapat terjadi dalam waktu 3-4 minggu.4 Proses kematian sel otak akibat iskemia melalui 2 proses yaitu nekrosis dan apoptosis. Kematian akibat nekrosis ditandai

dengan adanya edema sitoplasma dan pembengkakan sel, kerusakan sitoskeleton dan ruptur membrane sel dan organela. Tanda-tanda inflamasi nyata didapatkan pada nekrosis sel. Kematian sel pada proses apoptosis bersifat aktif dan didapatkan ekspresi protein baru. Energi sel normal sampai tahap final kematian sel, penurunan energi sel terjadi lambat akibat sekunder dari apoptosis. Aktifasi endonuklease menyebabkan pemecahan ikatan ganda DNA, terbentuk fragmentasi DNA, dan kondensasi kromatin. Sel menjadi mengkerut dan terbentuk tonjolan-tonjolan membran. Tonjolan membran bertambah besar dan terpisah dari sel membentuk apoptotic bodies, yang kemudian mengalami lisis dan mengalami proses fagositosis. Proses apoptosis ini terjadi dalam beberapa hari. Pada apoptosis tidak didapatkan inflamasi atau hanya terdapat inflamasi ringan. 9,10 2.1.5. Gejala Stroke akibat perdarahan intraserebral mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan sering kali siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan seangan. Hemiparese/hemiplegia biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara s.d 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari). Pada pasien dengan perdarahan subarachnoid didapatkan gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa:

Kelumpuhan wajah atau anggota badan biasanya hemiparese yang timbul mendadak Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik) Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma) Afasia Disartria Gangguan penglihatan Ataksia Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala

2.1.6. Diagnosis Diagnosis penderita stroke dapat dilakukan melalui: Anamnesis Pemeriksaan fisik-neurologis System skor untuk membedakan jenis stroke (Siriraj Score) CT-scan CT scan merupakan peeriksaan gold standard untuk membedakan infark dengan perdarahan. Pemeriksaan CT scan otak tanpa kontras merupakan modal untuk pemeriksaan stroke hemoragik. Harus dilakukan sebagai tindakan darurat. Hal ini dapat membedakan stroke hemoragik dan iskemik. CT scan tanpa kontras juga berguna untuk membedakan stroke dari berbagai keadaan patologi intracranial. Pemeriksaan ini dapat menggambarkan hematom dengan diameter lebih dari satu sentimeter. MRI Scan resonansi magnetic (MRI) lebih sensitive dari CT scan dalam mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak.

2.1.7. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik 1. 2. 3. 4. Singkirkan kemungkinan koagulopati. Kendalikan Hipertensi. Pertimbangkan untuk konsultasi bedah syaraf bila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml. Berikan Manitol 20% atau 1 g/kgBB iv dalam 20-30 menit untuk pasien dengan koma atau tanda-tanda TIK yang meninggi atau ancaman herniasi. Perdarahan Intraserebral 1. Obati penyebabnya 2. Turunkan TIK yang meninggi 3. Berikan Neuroprotektor 4. Tindakan bedah, dengan pertimbangan usia dan GCS lebih dari 4 Perdarahan Subarachnoid 1. 2. Nimodipin dapat diberikan untuk mencegah vasospasme pada perdarahan subarachnoid primer akut. Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subarachnoid stadium 1 dan 2. 2.1.8. Program Rehabilitasi Medik Penderita Stroke 1) Tujuan Rehabilitasi Tujuan dari rehabilitasi pasien stroke bisa dirangkum menjadi 5 R yaitu: Realisation Potensial, mempunyai waktu yang cukup panja ng untuk mengobservasi fase plateu dalam penyembuhan. Re-enablement, dan berpakaian. memfokuskan dalam usaha ketidakbergantungan pada aktifitas sehari-hari seperti berjalan

Resettlement, membantu orang tersebut untuk meninggalkan RS dalam keadaan aman dan cukup terdukung dan percaya diri.

Role fulfillment, membantu orang tersebut mendapatkan statusnya kembali dan otonomi personal. Readjustment, membantu orang tersebut untuk beradaptasi dan menerima gaya hidup baru.

2) Kategori Rehabilitasi Fisik untuk pasien stroke Terapi fisik untuk pasien Stroke bisa diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: Remediation, dengan menggunakan fasilitas neuromuscular, stimulasi sensori, dan pelatihan resistif untuk mengurangi keterbatasan. Compensation, menekankan pada kemampuan untuk melakukan sendiri aktifitas sehari-hari dengan melatih pasien dengan teknik adaptif, dengan menggunakan sisi yang tidak terkena ketika pasien ini tidak sanggup untuk menggunakan sisi yang terkena. Motor Control, memberikan semangat untuk beraktifitas dibawah kondisi sesuai kenyataan. 3) Syarat-syarat Rehabilitasi Rehabilitasi tidak diberikan pada pasien yang mengalami serangan stroke, rehabilitasi diberikan jika keadaan post stroke lebih jelek dari keadaan pre stroke, dan jika ada kemajuan potensial. Jika keadaan pre dan pasca stroke sama, atau prognosisnya diperkirakan buruk, rehabilitasi mungkin tidak tepat untuk pasien ini pada saat ini.

4) Tahap-tahap Rehabilatasi Minggu I Rehabilitasi stroke dimulai selama fase hospitalisasi akut, sesegera mungkin ketika diagnose stroke ditegakkan dan masalah-masalah yang mengancam hidup sudah terkontrol. Pada minggu ini disebut juga dengan fase hospitalisasi akut, karena terapi rehabilitasi medic dilakukan di rumah sakit. Rencana rehabilitasi untuk pasien stroke dilakukakn 24-48 jam setelah pasien masuk ke rumah sakit. Setelah stabilisasi kondisi pasien, hal-hal berikut ini dapat dilakukan yaitu o Waktu untuk rehabilitasi o Mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang, bisa berupa ulkus tekanan, deep vein thrombosis (DVT). o Terapi untuk mencegah stroke kembali o Dukungan keluarga o Perawatan untuk depresi Mobilisasi awal merupakan intervensi yang berguna, karena komplikasi-komplikasi stroke berhubungan dengan imobilisasi. Bahkan imobilisasi ini dimulai ketika hari pasien masuk rumah sakit. Model rehabilitasi pada fase akut sering menitikberatkan pada manajemen spastisitas tanpa memperlihatkan kelemahan otot. Kekuatan ekstremitas bawah dihubungkan dengan kecepatan berjalan pada pasien stroke. Oleh sebab itu penguatan otot seharusnya dimasukkan ke dalam rehabilitasi fase akut pada pasien dengan kelemahan otot adalah stroke. Prioritas tertinggi selama

5) fagga

Minggu

1. o

Fisioterapi Evaluasi : - kontak, pengertian dan komunikasi

- kelemahan anggota gerak yang terkena - keterbatasan LGS anggota gerak yang terkena o Program : - breathing exercise

- proper bed positioning - infra red ekstremitas - latihan peningkatan LGS aktif untuk ekstremitas yang terkena - latihan kekuatan otot dengan tahanan - latihan ketahanan berdiri / mobilisasi bertahap 2. 3. o Ortotik Prostetik Terapi Okupasi Evaluasi : - kontak, pengertian dan komunikasi : saat ini belum ada terapi

- kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari - kelemahan anggota gerak yang terkena - keterbatasan LGS anggota gerak yang terkena o Program : - latihan peningkatan ADL dengan aktivitas

- latihan penguatan otot 4. o Terapi Bicara Evaluasi - bicara pelo (+/-) o 5. o Program Psikologi Evaluasi : - kontak, pengertian dan komunikasi : - latihan bicara : - kontak, pengertian dan komunikasi

- motivasi untuk berobat dan latihan o tentang penyakit penderita dan prognosis penyakitnya jika penderita latihan terus 6. o Sosial Medik Evaluasi - pekerjaan penderita - biaya perawatan : - kontak, pengertian dan komunikasi Program : - memberikan dukungan mental pada penderita dan keluarga

Anda mungkin juga menyukai