Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya tingkat kriminalitas saat ini menyebabkan tingginya permintaan visum.

Hal ini menjadi perhatian kita sebagai dokter umum karena walaupun permintaan visum biasanya diajukan kepada rumah sakit besar baik umum maupun swasta, tidak menutup kemungkinan permintaan visum diajukan kepada kita sebagai dokter umum pada saat kita melakukan tugas PTT di suatu daerah. Untuk itu sebagai dokter umum kita wajib dapat melakukan visum dan membuat laporannya melalui Visum et Repertum. Dalam setiap melakukan visum, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memperjelas dan membuktikan kebenaran suatu kasus. Karena sebenarnya, pada setiap kejadian kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal, seperti yang dipergunakan oleh seorang ahli hukum kenamaan Italia yang bernama E. Ferri, 1859-1927, bahwa ada yang dinamakan saksi diam yang terdiri antara lain atas : 1. Benda atau tubuh manusia yang telah mengalami kekerasan. erum anti A, golongan B teraglutinasi serum anti B, golongan AB oleh anti-A/anti-B. Persentase jumlah populasi penduduk dunia sangat berpengaruh terhadap ras dan variasi geographis. Secara normal jumlah persentase tersebut sebagai berikut (Tabel2): Tabel 2. Persentase jumlah penduduk yang mempunyai golongan darah A, B, AB dan O. O 43-45% O+ 39% O- 6% A 40-42% A+ 35% A- 5% B 10-12% B+ 8% B- 2% AB 3-5% AB+ 4% AB- 1%

Diantara ras/suku bangsa golongan A adalah paling banyak ditemukan pada ras kaukasia, golongan B paling banyak pada ras Asia dan Afrika. Tetapi yang paling sering dijadikan pegangan adalah distribusi dari komponen Rhesus (Rh), yang diekspresikan dalam bentuk (+) dan (-) yang ada pada setiap golongan darah dalam bentuk angka. Tabel 3. Jumlah komponen Rh dalam setiap golongan darah Golongan O+ OA+ Jumlah 1 diantara 3 orang 1 diantar 15 orang 1 diantara 3 orang 1

AB+ BAB+ AB-

1 diantara 16 orang 1 diantara 12 orang 1 diantara 67 orang 1 diantara 29 orang 1 diantara 167 orang

Sub kelompok juga terjadi diantara system ABO, Bebeberapa ekstrak dapat disintesis dari tanaman atau biji-bijian untuk mendapatkan antiserum yang dapat mengkoagulasi golongan darah O dan seterusnya. Hampir kebanyakan golongan darah paling tidak mempinyai dua sub kelompok, misalnya O1, O2; A1, A2 dansebagainya. Antigen yang paling banyak digunakan untuk penggolongan ini adalah lectins Penggolongan darah tersebut mungkin berdasarkan atas type protein dan enzim. Serologi forensic hampir semuanya dilakukan pada nilai tiping dari komponen tersebut. Protein darah dan enzim mempunyai karakteristik polymorphisme atau iso enzim, yang artinya mereka selalu hadior dalam beberapa bentuk dan varian, sehingga setiap kelompok mempunyai sub-type. Kebanyakan orang paling mengenal paling tidak satu bentuk polymorphisme dalam darah: yaitu Hb, yang menyebabkan sickle-cell anemia. Beberapa bentuk polymorfisme yang sering dijumpai adalah sebagai berikut: PGM2-1 EAP EsD AK ADA GPT G-PGD G-6-PD Tf Phosphoglucomutase Erytrocyt acid phosphatase Esterase D Adenyl kinase Adenosin deaminase Glutamic pyruvat transaminase 6- phosphoglucoronat dehydrogenase Glucosa -6- phosphat dehydrogenase Transferin Setiap protein atauy enzim variant begitu juga sub-type darah telah diketahui distribusinya dalam suatu populasi. Dengan demikian kemungkinan batasan type darah untuk setiap individu dapat diperkirakan. Misalnya: Seseorang diduga melakukan tindak kriminal dan pada pemeriksaan darahnya mempunyai tipe golongan darah A (42%), sub type A2 (25%), Protein AK (15%) dan

enzim PGM2-1(6%). Kemungkinan untuk menemukan dua orang dalam satu populasi dengan tipe darah yang tepat adalah sekitar 0,000945 (0,42x0,25x0,15x0,06). Semakin dekat anda mendapatkan angka dibawah 6 desimal, akan lebih sulit menentukan siapa yang bertindak kriminal tersebut. 2.3 Deterjen Deterjen adalah sebuah (atau gabungan beberapa) senyawa, yang memudahkan proses pembersihan (cleaning). Istilah deterjen kini dipakai untuk membedakan antara sabun dengan surfaktan jenis lainnya. Kelebihan deterjen adalah mampu lebih efektif membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral dan lebih mudah dibuat. Derajat keasaman/pH detergen sangat basa, yakni 9,5-12. Kandungan Detergen Surfaktan merupakan bahan utama deterjen. Surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat, senyawa amonium kuarterner, imidazolin dan betain. o Linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat bila dilarutkan dalam air akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif (anionik), memiliki daya bersih yang sangat baik, dan biasanya berbusa banyak (biasanya digunakan untuk pencuci kain dan pencuci piring). o Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel yang bermuatan (non-ionik), busa yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah (air yang kandungan mineralnya tinggi), dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran. o Senyawa-senyawa amonium kuarterner, berubah menjadi partikel positif (kationik) ketika terlarut dalam air, surfaktan ini biasanya digunakan pada pelembut (softener). o Imidazolin dan betain dapat berubah menjadi partikel positif, netral atau negatif bergantung pH air yang digunakan (amfoterik). Kedua surfaktan ini cukup kestabilan dan jumlah buih yang dihasilkannnya, sehingga sering digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga. Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat (builder), yang meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat 3

berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat (sodium tripolyphosphate/STP), natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. Penambahan sodium tripolifosfat menaikkan pH menjadi basa (di atas 10). Standar STP di Indonesia adalah 2,18 gr. Kandungan lain dalam detergen adalah anti redeposisi. Redeposisi dimaksudkan untuk mengikat kotoran yang sudah lepas dari pakaian agar tidak kembali menempel. Kotoran itu diikat oleh bahan yang dinamai sodium carboxy methyl cellulose (SCMC). Cara kerja SCMC adalah menyerap kotoran dengan membuat pembatas ion yang mencegah redeposisi. Kotoran terbungkus ion negatif atau kation demikian pula lapisan pakaian bermuatan negatif. Akibat dua kutub yang sama, maka terjadi saling tolak, sehingga kotoran akan larut dalam air saat pembilasan atau pengeringan. Pada umumnya kotoran yang dapat dihilangkan surfaktan adalah yang berasal dari debu atau tanah. Bila kotoran lebih berat seperti noda makanan dan noda darah, perlu ditambahkan enzim tertentu seperti enzim pengurai protein atau lemak. Namun, jika nodanya sudah lama, akan sukar sekali dihilangkan karena antara noda dan serat kain dapat terjadi reaksi polimerisasi yang menyatukan noda dengan kain. Bahan pengisi. Bahan pengisi ini berfungsi menetralisir kesadahan air atau melunakkan air, mencegah menempelnya kembali kotoran pada bahan yang dicuci dan mencegah terbentuknya gumpalan dalam air cucian. BAB III HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya- RSSA Malang dari tanggal 31 Oktober 3 November 2011. 3.1 Alat dan Bahan: 1. Sampel darah vena 5 cc tanpa antikoagulan 2. Kain putih ukuran 10 cm x 10 cm 3. Reagen Benzidine 4. Reagen Hidrogen Peroksida 3% (H2O2) 4

5. Deterjen (Rinso) 5 g 6. Air 250 cc 7. Beaker glass 50 cc dan 500 cc 8. Bengkok 9. Batang pengaduk 14 cm 10. Pipet Pasteur 11. Timbangan automatic 12. Corong kaca 7,5 cm

H2O2 3%

Benzidine

Bengkok dan Pengaduk

Gelas Kimia Berisi Rendaman Air Sabun Batang

Bercak Darah pada Kain

3.2 Hasil Penelitian Hari 1 jam 08.30 WIB Perlakuan: Hasil : Hari 2 Jam 08.30 WIB Perlakuan: 6 Menyiapkan 4 lembar kain putih ukuran 10 cm x 10 cm Meneteskan 2 tetes darah pada 5 bagian pada masing-masing kain putih Membiarkan darah kering selama 24 jam dalam suhu kamar (27oC)

Hasil : -

Menyiapkan reagen kontrol, yaitu deterjen 5 g dilarutkan dalam 250 cc air Meneteskan Benzidine 1-2 tetes pada masing-masing bercak darah yang telah dikeringkan Meneteskan H2O2 3% 1-2 tetes pada bercak darah yang telah ditetesi Benzidine Ratakan dengan batang pengaduk Melihat perubahan warna Merendam kain ke dalam masing-masing reagen kontrol, yaitu deterjen Ditunggu selama 12 jam dan ulangi prosedur tiap 12 jam. Hasil tes benzidine pada bercak darah: positif dengan warna biru kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa bercak darah tersebut adalah benar darah.

Hari 2 Jam 20.30 WIB Perlakuan: Hasil: Hasil tes benzidine pada 12 jam pertama : o Pada bercak yang sebelumnya telah dilakukan tes benzidine, setelah dilakukan tes benzidine kembali, hasilnya masih positif. o Sedangkan pada bercak darah yang tidak dilakukan tes benzidine sebelumnya, bercak darah menghilang, sehingga ketika dilakukan tes benzidine, warna kain biru muda seperti pada kain bersih tanpa bercak darah yang dilakukan tes benzidine.

Hari 2 Jam 10.00WIB setelah dilakukan perendaman dengan air sabun batang selama 24 jam. Hasil : Hasil tes benzidine pada 24 jam pertama : o Pada bercak yang sebelumnya telah dilakukan tes benzidine, setelah dilakukan tes benzidine kembali, hasilnya negatif. o Sedangkan pada bercak darah yang tidak dilakukan tes benzidine sebelumnya, bercak darah menghilang, sehingga ketika dilakukan tes benzidine, warna kain biru muda seperti pada kain bersih tanpa bercak darah yang dilakukan tes benzidine.

Hari 2 Jam 22.00 WIB setelah dilakukan perendaman dengan air sabun batang selama 36 jam. Hasil : Hasil tes benzidine setelah 36 jam perendaman : o Pada bercak yang sebelumnya telah dilakukan tes benzidine, setelah dilakukan tes benzidine kembali, hasilnya negatif. o Sedangkan pada bercak darah yang tidak dilakukan tes benzidine sebelumnya, bercak darah menghilang, sehingga ketika dilakukan tes benzidine, warna kain biru muda seperti pada kain bersih tanpa bercak darah yang dilakukan tes benzidine.

Hari 3 Jam 10.00 WIB setelah dilakukan perendaman dengan air sabun batang selama 48 jam. Hasil : Hasil tes benzidine setelah 48 jam perendaman : o Pada bercak yang sebelumnya telah dilakukan tes benzidine, setelah dilakukan tes benzidine kembali, hasilnya negatif. o Sedangkan pada bercak darah yang tidak dilakukan tes benzidine sebelumnya, bercak darah menghilang, sehingga ketika dilakukan tes benzidine, warna kain 9

biru muda seperti pada kain bersih tanpa bercak darah yang dilakukan tes benzidine.

3.3 Kesimpulan Setelah 12 jam perendaman dengan air sabun batang, bercak darah yang tidak dilakukan tes benzidine sebelumnya, akan hilang sama sekali, dibuktikan dengan hasil tes benzidine yang negatif. Sedangkan pada bercak darah yang dilakukan tes benzidine, setelah dilakukan tes benzidine kembali, hasilnya masih positif. Setelah 24 jam perendaman dengan air sabun batang, bercak darah yang dilakukan tes benzidine kembali, hasilnya menjadi negatif.

DAFTAR PUSTAKA Budiyanto, Arif, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 10

Idris, Abdul Munim. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta : Binarupa Aksara. Rustyadi, Dudut. 2009. Laboratorium Kedokteran Forensik Sederhana. Catatan Kuliah Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI. Darmono. Serologi Forensik. www.geocities.ws/kuliah_farm/farmasi_forensik/Serologi_forensic.doc. Diakses Tanggal 2 November 2011 Anonymous. 2011.Kandungan Sabun, Shampo, Detergen. (Online). http://pretzga.multiply.com/journal/item/3/Kandungan_SabunSampo_Detergen_. Diakses tanggal 2 November 2011.

11

Anda mungkin juga menyukai