Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

ACARA V
ANALISIS KUALITATIF SENYAWA FASE PADAT DAN CAIR DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTOFOTOMETER INFRA MERAH

OLEH :

ALMI MUSTIKA FITRI G1C 010 036

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MATARAM 2012

ACARA V

ANALISIS KUALITATIF SENYAWA FASE PADAT DAN CAIR DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTOFOTOMETER INFRA MERAH

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui teknik pengukuran IR dalam menganalisis sampel padat dan cair. Untuk menganalisis secara kualitatif senyawa dengan fase padat dan fase cair menggunakan spektofotometer infra merah.

2. Hari, tanggal Praktikum : Kamis, 12 Desember 2012

3. Tempat Praktikum : Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI

Pancaran

infra

merah

pada

umumnya

mengacu

pada

bagian

spektrum

elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Sebagian besar kegunaannya terbatas di daerah antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 (2,5-15,0 m). Akhir akhir ini muncul perhatian pada daerah infra merah dekat, 14.290-4000 cm-1 (0,7-2,5 m) dan daerah infra merah jauh, 700-200 cm-1 (14,3-50 m) (Silverstain, 1967 : 332).

Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0.75 1.000 m atau pada bilangan gelombang 13.000 10 cm-1. Metode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorescence). Komponen medan listrik yang banyak berperan dalam spektroskopi umumnya hanya komponen medan listrik seperti dalam fenomena transmisi, pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Penyerapan gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan terjadinya eksitasi tingkat-tingkat energi dalam molekul. Dapat berupa eksitasi elektronik, vibrasi, atau rotasi (Yudhapratama, 2010 : 3). Prinsip kerja spektrofotometer inframerah adalah fotometri. Sinar dari sumber sinar inframerah merupakan kombinasi dari panjang gelombang yang berbeda-beda. Sinar yang melalui interferometer akan difokuskan pada tempatsampel. Sinar yang ditransmisikan oleh sampel difokuskan ke detektor. Perubahanintensitas sinar menghasilkan suatu gelombang interferens. Gelombang ini diubahmenjadi sinyal oleh detektor, diperkuat oleh penguat, lalu diubah menjadi sinyaldigital. Pada sistem optik FTIR, radiasi laser diinterferensikan dengan radiasiinframerah agar sinyal radiasi inframerah diterima oleh detektor secara utuh danlebih baik (Khopkar, 2008 : 111). Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data seperti Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik ini memberikan informasi dalam hal kimia, seperti struktur dan konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Degradasi atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi (Kroschwitz, 1990 : 121). Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor

sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram (Bassler, 1986 : 225).

Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor diubah secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain, tiap-tiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier transform). Kemudian sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana. Spektroskopi FTIR digunakan untuk: mendeteksi sinyal lemah, menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah dan analisis getaran (Margono, 2000).

Senyawa kimia tertentu (hasil sintesa atau alami) mempunyai kemampuan menyerap radiasi elektromagnetik dalam daerah spectrum inframerah. Absorpsi radiasi IR pada material tertentu berkaitan dengan fenomena bergetarnya molekul atau atom. Metode Spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena: cepat dan relatif murah, dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul, spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan oleh karena itu dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut (Bruice, 2001 : 98). Hanya dengan menyediakan sedikit sampel susu (sekitar 5 cc) yang diletakkan pada tempat kaca, kemudian ditunggu proses beberapa saat (sekitar 2 menit) pada peralatan spektroskopi tersebut maka besarnya komposisi susu tersebut dapat diketahui. Keunggulan peralatan yang akan peneliti rencanakan tersebut, yaitu dapat dipergunakan dengan sangat praktis, akurat, cepat, dan murah. Peneliti sebelumnya telah berhasil mendesain dan merealisasikan spektroskopi pada daerah inframerah dekat (near infrared) yaitu meliputi panjang gelombang 500 1200 nm pada penelitian sebelumnya. Peralatan yang telah dibuat tersebut telah dapat digunakan untuk menentukan komposisi kimia suatu susu yang mampu menunjukkan kualitas dari susu. Pada penelitian ini telah dilakukan perancangan dan realisasi peralatan optik spektroskopi inframerah transformasi fourier (fourier transform infrared FTIR)yang memiliki banyak keunggulan dibanding spektroskopi inframerah diantaranya

yaitu lebih cepat karena pengukuran dilakukan secara serentak (simultan), serta mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit komponen yang bergerak. Jika sinar inframerah dilewatkan melalui sampel senyawa organik, maka terdapat sejumlah frekuensi yang diserap dan ada yang diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pad struktur pada struktur elektronik dari molekul tersebut. Molekul yang menyerap energi tersebut terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan tingkat energi rotasi. Pada suhu kamar, molekul senyawa organik dalam keadaan diam, setiap ikatan mempunyai frekuensi yang karakteristik untuk terjadinya vibrasi ulur (stretching vibrations) dan vibrasi tekuk (bending vibrations) dimana sinar inframerah dapat diserap pada frekuensi tersebut. Energi ulur (stretch) suatu ikatan lebih besar daripada energi tekuk (bend) sehingga serapan ulur suatu ikatan muncul pada frekuensi lebih tinggi dalam spektrum inframerah daripada serapan tekuk dari ikatan yang sama (Suseno, 2008). Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap. Pada suhu normal dan tekanan, kloroform adalah cairan yang sangat mudah menguap, jernih, tidak berwarna, berat, sangat bias, tidak mudah terbakar. Hal ini ditemukan pada Juli 1831 oleh dokter Amerika Samuel Guthrie (1782-1848), dan independen beberapa bulan kemudian oleh Prancis Eugne Soubeiran (1797-1859) dan Justus von Liebig (1803-1873) di Jerman. Kloroform yang bernama dan kimia ditandai pada tahun 1834 oleh Jean-Baptiste Dumas (1800-1884). sifat anestesi tersebut dicatat awal tahun 1847 oleh MarieJean-Pierre Flourens (Agung, 2011). Kloroform merupakan senyawa organik berwujud cair dengan titik didih 61,2 0 C, indeks bias 1,487 dan berbau menyengat, serta mudah menguap. Kloroform adalah zat cair tanpa warna dengan bau manis, menyenangkan dan anestetik. Dalam kehidupan sehari-hari kloroform berfungsi sebagai pembius, dan pelarut senyawa organik. Kloroform (CHCl3) dapat digunakan untuk pelarut lemak, dry cleaning, obat bius. Untuk penggunaan obat bius dibubuhi etanol, disimpan dalam botol coklat, diisi sampai penuh. Kloroform dapat dibuat melalui reaksi substitusi elektrofilik atom-atom H semua senyawa karbonil yang bergugus asetil (CH3CO-) dalam suasana basa. Juga dapat digunakan bahan alkohol yang bila

dioksidasi menghasilkan gugus asetil.Kloroform pada awalnya digunakan dalam obat-obatan sebagai suatu anastesik. Akan tetapi kloroform mudah teroksidasi dengan adanya udara dan cahaya menjadi posgen atau karbonil klorida COCl2 yang berbahaya. 2 C2H5OH + COCl2 (C2H5O)CO + 2 HCl Disamping itu, kloroform dan beberapa senyawa lain yang mengandung gugus metilkloro, CCl3 menunjukkan efek fisiologi yang kuat, seperti trikloroasetaldehida, atau kloral hidrat, Cl3CCH(OH)2 , dan trikloro-tert-butanol atau kloretone, Cl3C(CH3)2OH yang dapat memberi efek hipnotis (Riawan, 1990 : 135). Natrium benzoat adalah garam sodium dari asam benzoat dan ada dalam bentuk garam ketika dilarutkan dalam air. Hal ini dapat diproduksi dengan mereaksikan sodium hidroksida dengan asam benzoat. Rumus kimia natrium benzoat yaitu C6H5COONa, dan struktur bangunnya sebagai berikut :

Natrium benzoat dikenal sebagai pengawet sintesis, ia juga merupakan bakteriostatik dan fungistatik di bawah kondisi asam. Natrium benzoat digunakan paling lazim berupa asam dalam makanan seperti cuka, minuman bersoda (asam karbonat), selai dan jus buah (asam sitrat), acar (cuka), dan bumbu. Hal ini juga ditemukan dalam obat kumur berbasis alkohol dan semir perak, serta dalam obat batuk seperti Robitussin Sodium benzoat. Karena natrium benzoat hanya akan bekerja ketika keseimbangan pH makanan kurang dari 3,6. Maka, ia efektif dalam kebanyakan soda, cuka, dan jus buah. Meskipun asam benzoat adalah pengawet yang lebih efektif, natrium benzoat lebih sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena natrium benzoat 200 kali lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat yang tidak larut dalam air (Putra, 2011).

Kalium bromida (KBr) adalah garam, banyak digunakan sebagai antikonvulsan dan obat penenang pada abad ke-20 akhir 19 dan awal, dengan over-the-counter penggunaan memperluas sampai 1975 di Amerika Serikat. Tindakannya ini disebabkan oleh ion bromida (bromida natrium sama efektif). Kalium bromida saat ini digunakan sebagai obat hewan, sebagai obat antiepilepsi untuk anjing dan kucing. Dalam kondisi standar, kalium bromida adalah bubuk kristal putih. Hal ini secara bebas larut dalam air. Dalam larutan encer, kalium bromida rasanya manis, pada konsentrasi yang lebih tinggi rasanya pahit, dan ketika sebagian besar terkonsentrasi rasanya asin untuk manusia (efek ini terutama karena ion kalium, natrium bromida hanya rasanya asin sama sekali konsentrasi). Dalam kalium bromida konsentrasi tinggi sangat mengiritasi selaput lendir lambung, menyebabkan mual dan terkadang muntah (Harmita, 2006 : 21).

C. ALAT DAN BAHAN

1. Alat Praktikum Satu set mortar / penggerus dan cawan dari onyx Sel sampel padat Sel sampel cair Sendok Syringe Cetakan pellet Kompressor 1 set FTIR

2. Bahan praktikum Larutan kloroform Serbuk Na-Benzoat Serbuk KBr

D. SKEMA KERJA

1. Analisis Sampel Padat Serbuk Na-Benzoat + KBr Keduanya digerus dengan perbandingan 1:9 hingga halus Hasil Dimasukkan dalam cetakan pelet Dipres hingga terbentuk pelet transparan. Hasil Dianalisis dengan FTIR Hasil

2. Analisis Sampel Cair

Kloroform Diinjeksikan kedalam sel FTIR Dianalisis dengan FTIR Hasil

E. HASIL PENGAMATAN

1. Gambar alat FTIR

FTIR

Kompresor

2. Analisis Na- benzoat

3. Analisis Kloroform

F. ANALISIS DATA

1. Analisis FTIR untuk Zat Padat (Na-Benzoat)

OH C-H/C=C C-H/C=C C=O

Benzena

Keterangan : Peak yang melebar pada bilangan gelombang 3400 3000 menunjukan gugus OH yang terdapat pada asam karboksilat. Peak yang tajam pada bilangan gelombang 1720 1670 menunjukan ada gugus C=O pada asam karboksilat Peak yang tajam pada bilangan gelombang 1675 1600 menunjukan adanya ikatan C=C Adanya spectrum pada bilangan gelombang di bawah 1000 menunjukan adanya finger print untuk benzena.

2. Analisis FTIR untuk Zat Cair (Kloroform)

OH CH3 CH/C=C Cl

Keterangan : Peak yang melebar pada bilangan gelombang 3400 3000 menunjukan gugus OH.

Peak yang tajam pada bilangan gelombang 3100 3000 menunjukan ada gugus CH3. Peak yang tajam pada bilangan gelombang 1500 1000 menunjukan adanya ikatan C H. Adanya spektrum pada bilangan gelombang di bawah 1000 menunjukan adanya finger print untuk gugus halida yaitu klorida.

G. PEMBAHASAN

Praktikum Analisis Senyawa Fase Padat dan Cair dengan Menggunakan Spektrofotometer Infra Merah bertujuan untuk mengetahui teknik pengukuran IR dalam menganalisis sampel padat dan cair dan untuk menganalisis secara kualitatif senyawa dengan fase padat dan fase cair menggunakan spektofotometer infra merah. Dalam prosesnya analisis ini dilakukan dengan spektrofotometer inframerah, dimana spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0.75 1.000 m atau pada bilangan gelombang 13.000 10 cm-1. Metode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorescence). Komponen medan listrik yang banyak berperan dalam spektroskopi umumnya hanya komponen medan listrik seperti dalam fenomena transmisi, pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Penyerapan gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan terjadinya eksitasi tingkat-tingkat energi dalam molekul. Dapat berupa eksitasi elektronik, vibrasi, atau rotasi (Yudhapratama, 2010). Prinsip kerja spektrofotometer inframerah adalah fotometri. Sinar dari sumber sinar inframerah merupakan kombinasi dari panjang gelombang yang berbeda-beda. Sinar yang melalui interferometer akan difokuskan pada tempatsampel. Sinar yang ditransmisikan oleh sampel difokuskan ke detektor. Perubahanintensitas sinar menghasilkan suatu gelombang interferens. Gelombang ini diubahmenjadi sinyal oleh detektor, diperkuat oleh penguat, lalu diubah menjadi sinyaldigital. Pada sistem optik FTIR, radiasi laser diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah diterima oleh detektor secara utuh danlebih baik (Khopkar, 2008 : 111).

Pada praktikum ini dilakukan dua percobaan yaitu, analisis untuk sampel padat dan analisis untuk sampel cair. Sampel padat yang digunakan yaitu Natrium Benzoat dalam bentuk serbuk yang kemudian diubah penjadi bentuk pellet serta sampel cair yaitu kloroform. Kedua sampel dimasukkan dalam sel dan dianalisis dengan spektrofotometer FTIR. Percobaan pertama, yaitu analisis menggunakan sampel padat (serbuk natrium benzoat). Natrium benzoat adalah garam sodium dari asam benzoat dan ada dalam bentuk garam ketika dilarutkan dalam air. Hal ini dapat diproduksi dengan mereaksikan sodium hidroksida dengan asam benzoat. Rumus kimia natrium benzoat yaitu C6H5COONa, dan struktur bangunnya sebagai berikut :

Serbuk natrium benzoat dicampurkan dengan serbuk KBr dengan perbandingan 1:99. KBr berfungsi untuk menghomogenkan sampel padatan dan dapat juga sebagai standar, karena walaupun KBr menyatu dengan sampel namun KBr tidak terdeteksi dalam spektrum FTIR sehingga dapat dikatakan bahwa KBr tidak akan mempengaruhi analisis Na-benzoat pada spektofotometer FTIR tetapi hanya untuk untuk kalibrasi. Penggunaan natrium benzoat yang sedikit sedangkan KBr yang sangat banyak dikarenakan KBr digunakan sebagai standar, karena walaupun KBr menyatu dengan sampel namun KBr tidak terdeteksi dalam spektrum FTIR. Selanjutnya campuran sampel Na-benzoat dan KBr digerus menggunakan penggerus dan cawan yang terbuat dari onyx. Digunakannya penggerus dan cawan dari onyx karena onyx merupakan bahan yang tidak dapat tergores sehingga tidak mempengaruhi hasil analisis FTIR nantinya. Apabila menggunakan cawan dan penggerus dengan bahan porselin, dikhawatirkan ketika sampel Na-benzoat dan KBr digerus, bahan penggerus dan cawan ikut tergerus sehingga akan mempengaruhi hasil analisis FTIR menjadi tidak sesuai dengan yang seharusnya. Penggerusan bertujuan untuk memperkecil ukuran Penggerusan dilakukan agar kedua zat yang digerus dapat tercampur secara merata atau homogen. Selain itu penggerusan dilakukan untuk memperkecil ukuran molekul-molekul Na-benzoat dan KBr sehingga ketika

ditembak dengan menggunakan sinar infra merah, energi dari sinar infra merah dapat diserap langsung oleh gugus fungsi dan ikatan-ikatan yang ada di dalamnya dengan mudah sedangkan apabila ukuran partikel masih besar maka akan didapatkan hasil analisis dengan FTIR yang kurang baik, karena partikel yang ukurannya besar ketika ditembak dengan menggunakan sinar infra merah, sinar itu juga akan terhambur dan penyerapan yang terjadi tidak optimal. Setelah dilakukan penggerusan, selanjutnya bubuk campuran Na-benzoat dan KBr dimasukkan dalam cetakan pellet dan di press (ditekan) menggunakan kompressor. Tujuan dari dikompressnya bubuk campuran Na-benzoat dan KBr yang dimasukkan dalam cetakan pellet adalah agar diperoleh sampel padat yang tipis dan trasnsparan, tujuan dijadikannya sampel transparan adalah untuk memperoleh hasil spektrum yang jelas, jika sampel tidak transparan pembacaan pada alat FTIR tidak maksimal. Pada saat dipress tekanan haruslah sesuai tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi, sebab jika tekanan terlalu rendah akan diperoleh sampel yang kurang transparan sedangkan jika terlalu tinggi dapat merusak tempat sampel (cetakan pellet) tersebut. Setelah dilakukan pengompressan dan didapatkan sampel berupa padatan transparan, selanjutnya sampel dianalisis menggunakan FTIR. Dari hasil analisis diperoleh hasil bahwa sampel mengandung asam benzoate dan natrium hidroksida menjadi natrium benzoat. Diperoleh nilai persen transmitan yang cukup rendah yaitu sekitar 28 % 29 %. Dari rumus struktur Na- Benzoat dapat dilihat bahwa dalam Na- Benzoat, mengandung gugus gugus benzena, CH3, C=O, C=C, C=H. Hasil spektrum infra merah pada sampel Na- Benzoat adalah pada daerah panjang gelombang 3400 - 3000 cm-1 terdapat puncak (peak) yang melebar yang menunjukkan adanya gugus OH. Kemudian pada panjang gelombang 1675 1600 cm-1 terdapat peak tajam yang menandakan adanya gugus C=C pada asam karboksilat. Pada panjang gelombang 1720 1670 cm-1 tedapat peak tajam juga yang menandakan adanya gugus C=O. Didaerah panjang gelombang 1400 - 1000 cm-1 terdapat peak tajam yang menandakan adanya gugus C-O. Adanya spektrumyang terakhir yaitu pada daerah sekitar kurang dari 1000 cm-1 terdapat puncak yang menandakan adanya finger print untuk gugus benzena.

Percobaan kedua, yaitu analisis sampel cairan dengan FTIR. Pada prosesnya, analisis dengan sampel cairan lebih mudah dibandingkan padatan, karena untuk sampel cairan hanya diinjeksikan dengan syringe (suntikan) kedalam sel sampel kemudian dianalisis menggunakan FTIR. Dalam percobaan ini sampel yang digunakan yaitu kloroform. Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap. Proses percobaannya, yaitu mula-mula sel sampel cairan dibersihkan terlebih dahulu menggunakan kloroform. Tujuannya yaitu untuk membersihkan sel sampel dari zat pengotor dan untuk mensterilkan sel sampel sehingga yang akan teranalisis pada FTIR adalah benar-benar kloroform tanpa adanya campuran dari zat lain. Selanjutnya kloroform diinjeksikan secukupnya kedalam sel sampel kemudian dianalisis dengan FTIR. Berdasarkan hasil analisis FTIR pada sampel cair kloroform dapat diketahui hasil bahwa perbandingan % transmitan, kloroform yang memiliki % transmitan 100%, sedangkan sampel kloroform yang dianalisis transmitan hanya pada sekitar 60%. Hal tersebut menandakan sampel kloroform terserap pada % transmitan 60%. Dari rumus struktur kloroform dapat dilihat bahwa dalam kloroform, mengandung gugus gugus benzena, CH3, C=O, C-Cl. Berdasarkan hasil analisis spektrum infra merah pada sampel kloroform adalah pada derah sekitar 3400 - 3000 cm-1 terdapat gugus O-H . Terdeteksinya gugus OH pada sampel dapat diakibatkan karena terdapatnya pengotor atau adanya udara yang masuk saat menganalisis sampel dengan FTIR didaerah sekitaran 3100 - 300 cm-1 terdapat peak tajam yang menunjukan adanya gugus =C-H. pada daerah 1500 - 1100 cm-1 terdapat peak tajam yang menunjukan adanya gugus C-O. peak terakhir yaitu terdapat pada daerah 800 cm-1 700 cm-1 terdapat peak yang sedikit melebar yang menandakan adanya gugus C-Cl. Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa pada dasarnya tidak terlalu banyak perbedaan antara pengukuran atau analisis menggunakan sampel fase cair maupun sampel fase padat. Perbedaannya hanya terletak pada preparasi sampelnya. Untuk fase cair, sampel hanya perlu disuntikkan kedalam sel yang berisikan KBr window dengan menggunakan syringe dan kemudian dapat di analisis dalam FTIR. Sedangkan pada sampel padatan perlu diproses terlebih dahulu menjadi pellet yang transparan dengan menggunakan kompressor.

Dapat diketahui pula senyawa kimia tertentu dalam hal ini Na-benzoat dan kloroform mempunyai kemampuan menyerap radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah. Absorpsi radiasi IR pada material tertentu berkaitan dengan fenomena bergetarnya molekul atau atom. Metode Spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena: cepat dan relatif murah, dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul, spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan oleh karena itu dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut (Bruice, 2001). H. KESIMPULAN

Dapat diketahui teknik pengukuran IR dalam menganalisis sampel padat dan cair, yaitu untuk fase cair, sampel hanya perlu disuntikkan kedalam sel yang berisikan KBr window dengan menggunakan syringe dan kemudian dapat di analisis dalam FTIR. Sedangkan pada sampel padatan perlu diproses terlebih dahulu menjadi pellet yang transparan dengan menggunakan kompressor.

Dapat dianalisis secara kualitatif senyawa dengan fase padat dan fase cair menggunakan spektofotometer infra merah, yaitu pada senyawa dengan fase padat menggunakan spektofotometer infra merah dihasilkan beberapa peak diantaranya adalah pada panjang gelombang 3400 - 3000 cm-1 menandakan adanya gugus OH, panjang gelombang 1675 1600 cm-1 menandakan adanya gugus C=C asam karboksilat, panjang gelombang 1720 1670 cm-1 menandakan adanya gugus C=O, dan spektrum yang terakhir yaitu pada daerah sekitar 600 - 550 cm-1 terdapat puncak yang menandakan adanya finger print dari gugus benzene. Sedangkan untuk analisis kualitatif pada fase cair menggunakan spektofotometer infra merah didapatkan hasil berupa beberapa peak yaitu pada derah sekitar 3400 - 3000 cm-1 terdapat gugus O-H , pada panjang gelombang 3100 - 3000 cm- menunjukan adanya gugus =C-H, pada daerah 1500 - 1100 cm-1 terdapat peak tajam yang menunjukan adanya gugus C-O, pada daerah 800 - 700 cm-1 terdapat peak yang sedikit melebar yang menandakan adanya gugus C-Cl

DAFTAR PUSTAKA

Agung,

Septian

Yudha.

2011.

Kloroform.

Didownload

pada

situs

http://www.scribd.com/doc/71869386/Kloroform [20 Desember 2012] pukul 15.30 WITA. Mataram. Bassler. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga. Bruice, P. Y. 2001. Organic Chemistry. New Jersey : Prentice Hall International, Inc.

Harmita. 2006. Analisis Fisika Kimia. Jakarta: Departemen Farmasi FMIPA-UI. Khopkar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Erlangga. Kroschwitz, J. 1990. Polymer Characterization and Analysis. Canada : John Wiley and Sons, Inc. Margono, T., dkk. 2000. Pengawetan dan Bahan Kimia. Jakarta : Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Putra, Christian. 2011. Natrium Benzoat. Didownload pada situs

http://www.scribd.com/doc/75627420/profilil-natrium-benzoat#download [20 Desember 2012] pukul 15.45 WITA. Mataram. Riawan. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Jakarta : Binapura Aksara. Silverstain, R. M., dan Bassler, G. C. 1967. Spectrometric Identification of Organic Compounds. New York : Second Edition, John Wiley and Sons, Inc. Suseno, Jatmiko Endro dkk. 2008. Rancang Bangun Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) untuk Penentuan Kualitas Susu Sapi. Semarang : Universitas Diponegoro. Yudhapratama, Ersan dkk. 2010. Penentuan Keberadaan Zat Aditif pada Plastik Kemasan Melalui Perlakuan Pemanasan pada Spektrometer IR. Bandung : UPI.

Anda mungkin juga menyukai