Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatNya, Laporan Kegiatan Pemetaan Program Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja Tahun 2010 ini dapat diselesaikan. Program yang diinisiasi oleh Presiden Republik Indonesia dan diamanahkan kepada Kementerian Pendidikan Nasional untuk dikoordinasikan di antara Kementerian Kabinet Indonesia Bersatu II ini merupakan program nasional yang sangat kritis untuk mengatasi masalah pengangguran di Indonesia. Selain bertujuan mengatasi ketidaksesuaian kompetensi lulusan pendidikan dengan kebutuhan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI), program ini juga diarahkan untuk meningkatkan jumlah wirausaha pencipta lapangan kerja di Indonesia. Menyadari bahwa penyelarasan pendidikan dengan DUDI bukanlah masalah yang mudah untuk diselesaikan, di tahun 2010 telah disusun kerangka kerja penyelarasan dan tahapan penyelarasan yang akan dilakukan setidaknya sampai dengan tahun 2014. Dalam laporan ini disampaikan hasil kegiatan pemetaan yang merupakan komponen penting dalam program penyelarasan. Dalam kegiatan pemetaan tahun 2010, telah dilakukan lima aktivitas pemetaan yang berbeda yaitu pemetaan sisi permintaan dalam empat dimensi penyelarasan (kuantitas, kompetensi, lokasi, dan waktu), pemetaan dan analisis kebijakan sisi permintaan yang mendorong maupun menghambat penyelarasan antara pendidikan dengan dunia kerja, pemetaan sisi pasokan dalam empat dimensi, pemetaan dan analisis kebijakan sisi pasokan, serta analisis efektivitas implementasi kebijakan di sisi pasokan. Kegiatan pemetaan tersebut telah dilakukan di 6 kota yang tersebar di Sumatera dan Jawa. Selain hasil-hasil penting dari kegiatan pemetaan di 6 kota tersebut, dalam laporan ini juga dipaparkan rekomendasi instrumen dan mekanisme kegiatan yang dapat direplikasi di kota-kota lain di Indonesia. Laporan ini terselesaikan karena dukungan dan kerja keras berbagai pihak. Karenanya penghargaan dan ucapan terimakasih kami sampaikan pada semua pihak yang telah terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta penulisan laporan ini. Walaupun telah diupayakan semaksimal mungkin, kami menyadari bahwa laporan ini tidaklah sempurna. Untuk itu saran dan kritik demi perbaikan sangat kami harapkan.Semoga apa yang dipaparkan dalam laporan ini dapat memberikan gambaran hasil kerja tahun 2010 dan dapat dijadikan landasan bagi pelaksanaan program di tahun selanjutnya. Penyusun, Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

EXECUTIVE SUMMARY
Tingginya angka pasokan angkatan kerja berpendidikan yang tidak terserap dunia kerja merupakan masalah nasional yang diduga kuat disebabkan oleh disharmonisasi antara ketersediaan angkatan kerja terdidik dan kebutuhan DUDI pada beberapa dimensi situasional dan kondisional. Untuk menuntaskan masalah ini secara komprehensif dan berkelanjutan, empat dimensi penyelarasan (kuantitas, kualitas, waktu, dan tempat) telah ditetapkan sebagai acuan dasar pelaksanaan program Penyelarasan Pendidikan dan Dunia Kerja. Program pemetaan sendiri ditetapkan sebagai langkah awal program Penyelarasan dengan tujuan utama mengidentifikasi sedetil mungkin masalah-masalah yang dihadapi pada lima aspek, yaitu situasi dan kondisi pasokan dunia pendidikan (selanjutnya disebut program P1), kebijakan bidang pendidikan (P2), permintaan dunia kerja (M1), kebijakan bidang ketenagakerjaan (M2), dan efektifitas implementasi kebijakan (P3). Dalam pelaksanaannya pemetaan dilaksanakan oleh 21 (duapuluh satu) perguruan tinggi di 6 (enam) kota, yaitu Medan, Pekanbaru, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Malang. Sektor yang menjadi fokus kajian di tahun 2010 adalah sektor pertanian, manufaktur, perdagangan dan jasa. Hasil pemetaan menunjukkan beberapa temuan yang bersifat umum (terjadi di seluruh kota) dan temuan-temuan yang bersifat khusus (spesifik di sebuah kota). Temuan umum menunjukkan bahwa pemahaman yang komprehensif terhadap keterkaitan antara potensi wilayah, kekuatan ekonomi, kondisi dunia kerja, serta kondisi dunia pendidikan di sebuah wilayah merupakan faktor penting yang mutlak ada untuk memperoleh potret awal situasi keselarasan yang aktual dan akurat. Cukup disayangkan bahwa pemahaman yang demikian belum dijumpai baik di kalangan birokrasi, lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan, maupun dunia kerja di keenam lokasi pemetaan. Kondisi umum lainnya, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat ini tengah menjadi pusat perhatian pengembangan sistem pendidikan di enam kota yang menjadi obyek pemetaan. Secara umum baik di lembaga kursus bidang manufaktur maupun bidang jasa peserta kursus didominasi oleh peserta kursus berlatar belakang pendidikan formal setingkat SMA/SMK. Hasil kajian menunjukkan bahwa sertifikat kursus ternyata menjadi faktor penting dalam menentukan kemudahan mendapatkan pekerjaan para lulusan kursus. Temuan khusus yang sangat menarik, dari 86% yang mengalami kenaikan gaji setelah mengikuti kursus, sekitar separuhnya mendapatkan kenaikan gaji di atas 20% dari gaji yang diperoleh sebelum mengikuti kursus. Kegiatan pemetaan juga mencatat sejumlah fenomena umum dari dunia kerja. Pertama, dunia kerja menganggap produktivitas tenaga kerja terdidik di Indonesia rendah. Kedua, dunia kerja mengeluhkan kualifikasi lulusan yang tidak sesuai kebutuhan dunia kerja, diperkirakan hal ini terjadi karena disain sistem pendidikan tidak relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Dunia kerja sangat berharap dunia pendidikan membangun sebuah sistem untuk membangun empat karakter dasar kepribadian, yaitu rasa tanggung jawab, sikap jujur, memiliki inisiatif, dan memiliki keinginan untuk belajar. Dari hasil pemetaan dan analisis kebijakan dapat disimpulkan bahwa ketersediaan informasi pasar kerja yang dinamis dan up-to-date belum memadai apalagi optimal, sementara pelaksanaan urusan pemerintah kota dalam bidang ketenagakerjaan, pendidikan dan industri lebih berorientasi pada aspek teknis operasional. Kreativitas untuk menciptakan kebijakan sesuai dengan karakter lokal dalam konteks respon atas permintaan tenaga kerja pada pasar tenaga kerja menjadi sangat terbatas dan merupakan salah satu faktor penyebab ketidakselarasan.

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

ii

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................I EXECUTIVE SUMMARY .....................................................................................................................................II DAFTAR ISI ......................................................................................................................................................III 1. A. B. 2. 3. 4. A. B. C. D. 5. A. B. TUJUAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN PEMETAAN ........................................................................ 3 TUJUAN PEMETAAN ............................................................................................................................. 3 INDIKATOR KEBERHASILAN .................................................................................................................. 4 MODEL PEMETAAN ............................................................................................................................... 4 PELAKSANA PROGRAM PEMETAAN ..................................................................................................... 4 PELAKSANAAN KEGIATAN PEMETAAN ................................................................................................ 5 PEMETAAN SISI PASOKAN DUNIA PENDIDIKAN (P1) .......................................................................... 6 PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (P2) ............................................................... 12 PEMETAAN SISI PERMINTAAN DUNIA USAHA/ DUNIA INDUSTRI (M1) ........................................... 13 PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (M2) ............................................................. 16 KESIMPULAN ....................................................................................................................................... 17 KESIMPULAN KEGIATAN PEMETAAN ................................................................................................. 17 KESIMPULAN METODOLOGIS ............................................................................................................. 19

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

iii

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

PEMETAAN
Sebuah kebetulan saja Hari Pendidikan Nasional kita jatuh bersebelahan dengan Hari Pekerja Sedunia. Tapi kalau keterkaitan antara subyek dan obyek dalam kedua hari peringatan tersebut, yaitu dunia pendidikan dan dunia usaha/ dunia industri (DUDI) pasti bukan kebetulan. Secara teoritis, hubungan kedua dunia ini kian akrab seiring kemajuan peradaban sebuah masyarakat. DUDI akan makin membutuhkan dunia pendidikan dalam proses pembentukan kualitas sumber daya manusia dalam kuantitas tertentu, dunia pendidikan akan makin membutuhkan DUDI sebagai penyerap sumber daya manusia terdidik yang mereka hasilkan. Secara khusus, pelaksanaan pendidikan nasional bertumpu pada 5 prinsip: 1) ketersediaan berbagai program layanan pendidikan; 2) biaya pendidikan yang terjangkau bagi seluruh masyarakat; 3) semakin berkualitasnya setiap jenis dan jenjang pendidikan; 4) tanpa adanya perbedaan layanan pendidikan ditinjau dari berbagai segi; dan 5) jaminan lulusan untuk melanjutkan dan keselarasan dengan dunia kerja. Dan prinsip ke-5 inilah, yang menjadi pendorong utama pelaksanaan program pemetaan yang merupakan bagian dari Program Penyelarasan Pendidikan dan DUDI. Di tengah saling ketergantungan tadi, ternyata masih terus beredar isu (baca: hasil penelitian) tidak sedap yang menunjukkan tingginya angka pasokan angkatan kerja berpendidikan yang tidak terserap dunia kerja. Kabar ini makin menusuk dunia pendidikan ketika tertuduh utamanya justru pengelola dunia pendidikan.

Gambar 1 Persentase Pengangguran Terbuka Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Sistem pendidikan kita di berbagai jenjang dituding beberapa pihak tidak mampu menghasilkan manusia-manusia dengan kualitas yang diharapkan DUDI. Kualitas sumberdaya manusia acap kali dituduh sebagai penyebab utama produk-produk dalam negeri menjadi tidak kompetitif. Keahlian yang tidak memadai, kejujuran dan disiplin kerja yang relatif rendah, dan minim inisiatif seolah menjadi ciri khas pekerja Indonesia. Produktivitas rendah menjadi alasan dibalik pemberian upah minimum yang sangat minim. Dan ini semua karena ketidakmampuan dunia pendidikan! Benarkah?

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

Gambar 2 Permasalahan/Hambatan investasi (2005-2007), Sumber: LPEM UI

Berikut ini adalah beberapa fakta terkait alur pembuatan keputusan dalam memilih sebuah jurusan di perguruan tinggi. Siswa-siswa lulusan SMA berburu jurusan-jurusan di perguruan tinggi yang sedang naik daun karena aktifitas promosional lembaga penyelenggara pendidikan, bukan dunia usaha. Padahal lembaga-lembaga pendidikan -bahkan bisa dibilang seluruh jenjang- tidak memiliki informasi yang akurat dan presisi tentang kebutuhan tenaga kerja. Kebutuhan yang diketahui dunia pendidikan adalah angka dan spesifikasi kebutuhan tenaga kerja yang ada saat ini. Itupun data-data sekunder yang sifatnya sangat umum. Artinya, kalaupun bermanfaat, informasi kebutuhan tenaga kerja -versi lembaga pendidikan- tersebut hanya bernilai bagi mahasiswa yang akan lulus satu atau dua tahun ke depan (pada bidang ilmu yang bersesuaian). Bukan bagi siswa SMA yang akan lulus tahun ini. Keadaan makin buruk, jika dua atau tiga tahun yang lalu, jurusan ini masih sepi peminat/ sepi penyelenggara, akan muncul kesan di masyarakat luas bahwa permintaan terhadap lulusan dengan kompetensi yang dimaksud tadi menjadi makin luar biasa besarnya (undersupply). Kelatahan masal pun terjadi. Banyak lembaga pendidikan berbondong-bondong mendirikan jurusan tertentu, dan masyarakat berduyun-duyun mengarahkan anaknya untuk mempelajari bidang ini. Dalam beberapa FGD, sempat tercetus pemikiran, mengapa DUDI tidak ikut mencoba/ memperbanyak frekuensi terjun lebih dini ke dunia pendidikan khususnya di jenjang pendidikan menengah atas (tidak hanya pada pendidikan vokasional seperti SMK atau BLK, tapi juga SMA) dan pendidikan non-formal/ informal. Kegiatan informasional ini sangat efektif untuk menunjukkan kebutuhan riel sumber daya manusia (dimensi kuantitas dan kompetensi) khususnya kebutuhan dunia kerja pada tiga sampai lima tahun ke depan di wilayah di mana dunia usaha beraktifitas (dimensi lokasi dan waktu). Informasi-informasi semacam ini bisa menjadi panduan para siswa SMA/ SMK untuk memilih jurusan yang tepat di perguruan tinggi. Informasi semacam ini jauh lebih sahih dibanding informasi promosional lembaga-lembaga pendidikan. Kalau informasi semacam ini baru diberikan perusahaan kepada mahasiswa perguruan tinggi jelas sudah sangat terlambat. Seseorang yang sudah berstatus mahasiswa adalah manusia yang sudah menentukan arah masa depan

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 kehidupan ekonominya. Dan arah tersebut bisa saja sangat salah kalau Didukung hasil proses dasar pemilihan bidangnya tidak mempertimbangkan kebutuhan dunia pendidikan yang kerja, apalagi hanya atas dasar minat individual dan tren yang ada di dialaminya, masyarakat. seseorang mestinya Berbekal hasil pendidikan, seseorang yang tadinya tidak akan memperoleh bekerja (menganggur) diharapkan bekerja. Paling tidak, waktu tunggu penghasilan (gaji) untuk memperoleh pekerjaan diharapkan menjadi lebih pendek. Dan lebih besar dibanding seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Federman dan Levine sebelum mengenyam (2005), didukung hasil proses pendidikan yang dialaminya, seseorang mestinya akan memperoleh penghasilan (gaji) lebih besar dibanding pendidikan sebelum mengenyam pendidikan. Berpijak pada jenis dan tingkat (Federman et al, pendidikan yang dimiliki, seseorang seharusnya dapat bekerja sesuai 2005). dengan bidang pendidikan yang ditekuninya, asal pemilihan bidang pendidikan didasarkan pada kebutuhan dunia kerja di masa yang akan datang (baca: bukan pada tren pendidikan atau preferensi pribadi semata). Selain itu, pendidikan seharusnya juga menjadi tambahan modal yang sangat besar bagi para calon wirausahawan. Seseorang yang berwirausaha dengan modal tambahan pendidikan memiliki kekuatan sosial ekonomi yang lebih besar dibanding yang tidak berpendidikan sederajad, pada kekuatan finansial yang sama. Menurut Simanjuntak (1998) dalam bukunya Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, tenaga kerja terdidik memiliki produktivitas kerja lebih tinggi daripada yang tidak terdidik. Karena itu, pendidikan harus membuat kondisi dunia usaha menjadi lebih baik. Seperti memasuki rimba raya yang tak berpangkal dan berujung, harmonisasi sistem pendidikan terhadap dunia kerja adalah proses yang sangat kompleks dan dipenuhi liku-liku tak terduga. Butuh waktu lama untuk mendapatkan kondisi jumlah dan kompetensi pasokan angkatan kerja berpendidikan yang tepat, di saat, dan di lokasi permintaan yang tepat. Pendidikan harus mampu menunjukkan kontribusinya dalam memperbaiki membuat kondisi sosial ekonomi masyarakat secara nyata. Kalau tidak, ungkapan miring bahwa sekolah tidak ada gunanya bisa menjadi benar adanya.

1.

TUJUAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN PEMETAAN

Agar kegiatan pemetaan berjalan sesuai rencana, di awal program telah disusun beberapa tujuan dan indikator keberhasilan program. A. TUJUAN PEMETAAN 1. Untuk mendapatkan peta pasokan angkatan kerja terdidik (P1), peta permintaan dunia usaha/ dunia industri (M1), peta kebijakan pendidikan (P2), peta kebijakan sektor dunia usaha dunia industri (M2), dan analisa efektifitas implementasi kebijakan (P3) di enam kota kajian. 2. Untuk memperoleh gambaran situasional dan kondisional tentang keterkaitan komponen-komponen P1, P2, M1, M2, dan M3 yang nantinya akan direkomendasikan sebagai acuan perbaikan model Penyelarasan Dunia Pendidikan dan DUDI.

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 3. Menyusun usulan perbaikan metodologi penelitian yang diharapkan dapat digunakan untuk kegiatan sejenis di masa yang akan datang. B. INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Adanya hasil pemetaan pasokan/ permintaan pada sektor yang strategis dan menjadi prioritas (pertanian, manufaktur, dan jasa) dalam dimensi kuantitas, kompetensi, waktu, dan lokasi. 2. Adanya laporan penyelenggaraan program pemetaan. 3. Adanya peta pasokan/ permintaan pendidikan untuk sepuluh tahun ke depan pada sektor yang strategis dan menjadi prioritas dalam dimensi kuantitas, kompetensi, dan lokasi. 4. Adanya data pendukung yang mendukung program pemetaan guna dilakukan verifikasi ulang. 5. Adanya hasil analisis terhadap hasil pemetaan dikaitkan dengan persoalan penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja.

2.

MODEL PEMETAAN

Untuk menjaga konsistensi metodologis dalam rangka pencapaian tujuan, sebuah model pemetaan beserta empat buah dimensi (kuantitas, kompetensi, tempat, dan waktu) telah ditetapkan sebagai bagian dari parameter analisis hasil pemetaan.

Gambar 3 Model Pemetaan

3.

PELAKSANA PROGRAM PEMETAAN

Seiring dengan penetapan tujuan dan model kegiatan program pemetaan, melalui mekanisme tertentu telah ditetapkan beberapa elemen perguruan tinggi yang dinilai berkompeten untuk melaksanakan kegiatan pemetaan di 6 (enam) buah kota (Medan, Pekan Baru, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Malang). Di awal proses sosialisasi, telah dipilih 30 (tigapuluh) perguruan tinggi pelaksana, namun dalam perjalanan kegiatan, hanya 21 (duapuluh) satu perguruan tinggi yang melaksanakan kegiatan sesuai rencana.

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010


Tabel 1 Pelaksana Program Pemetaan 2010
Medan Pemetaan Sisi Pasokan Dunia Pendidikan (P1) Pemetaan dan analisis Kebijakan Sisi Pasokan (P2) Pemetaan Sisi Permintaan Dunia Kerja (M1) Pemetaan dan analisis Kebijakan Sisi Permintaan (M2) Analisis Efektivitas Implementasi Kebijakan dalam Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja (P3) Pekan Baru Kota Obyek Pemetaan Bandung Semarang Surabaya Sekolah Tinggi Teknik Surabaya Malang Universitas Negeri Malang

Universitas Universitas Universitas Universitas Medan Pendidikan Negeri Islam Riau Area Bandung Surabaya Universitas Sriwijaya

K o m p o n e n

Universitas Universitas Universitas Pajajaran Gundarma Merdeka Bandung Jakarta Malang Universitas Universitas Universitas Pelita Universitas Lancang Tribuana Harapan Surabaya Kuning Tunggadewi Jakarta Universitas Universitas Universitas Negeri Riau Airlangga Jakarta Institut Universitas Institut Universitas Teknologi Andalas Teknologi Diponegoro Sepuluh Padang Bandung Nopember

4.

PELAKSANAAN KEGIATAN PEMETAAN

Berikut ini adalah hasil-hasil (temuan) kegiatan pemetaan yang telah dilaksanakan sejak Desember 2010-April 2011. Beberapa temuan bersifat umum (terjadi di seluruh kota), beberapa lagi bersifat khusus (spesifik di sebuah kota). Pemahaman komprehensif terhadap keterkaitan antara potensi sumber kekuatan ekonomi, kondisi DUDI, serta dunia Tidak semua pendidikan di sebuah wilayah (kota) merupakan faktor penting pemerintah kota untuk memperoleh potret awal situasi kondisi keselarasan antara secara gamblang pasokan dunia pendidikan dan permintaan dunia kerja yang aktual mengungkapkan dan akurat. Setiap kota memiliki potensi sumber kekuatan ekonomi potensi andalannya. yang berbeda, baik dari sisi jenis maupun kadar/ kandungannya. Contohnya, menurut keputusan walikota Semarang (tahun 2004), Padahal, informasi ini produk hasil industri yang ditetapkan sebagai produk unggulan dapat menjadi acuan daerah kota Semarang terdiri dari budidaya anggrek, jamu, sapi bagi pembangunan perah, pakaian jadi, mebel, ikan hias, bandeng, ikan panggang/ikan bidang konsentrasi asap. Sudah barang tentu, keputusan-keputusan ini dibuat pendidikan dan DUDI berdasarkan potensi kekuatan ekonomi yang memang ada di (penyelarasan sektor Semarang. andalan). Dari hasil kajian awal program pemetaan, diperoleh fakta bahwa tidak semua pemerintah kota secara gamblang mengungkapkan potensi/ produk andalannya. Padahal, informasi ini dapat menjadi acuan bagi pembangunan bidang konsentrasi usaha dan pendidikan (penyelarasan sektor andalan). Ada kota yang telah mengeksploitasi potensi yang dimaksud, ada yang baru mulai mengeksplorasi. Ada yang hampir tidak melakukan tindakan apapun. Dan yang menarik, ada pula yang justru mulai meninggalkan potensi-potensi yang dimaksud dan beralih ke potensi-potensi yang lain. Contohnya, meski memiliki garis pantai yang luar biasa panjang di Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 5

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 kawasan Serdang Bedagai (Sumatera Utara), masyarakat Medan dan sekitarnya bisa dikatakan tidak memiliki ketertarikan terhadap pendidikan bidang kemaritiman. Pertanian di Malang misalnya, pendidikan di bidang ini dari waktu ke waktu ternyata semakin tidak diminati masyarakat kota Malang. A.

PEMETAAN SISI PASOKAN DUNIA PENDIDIKAN (P1) Sisi pasokan pendidikan (P1) merupakan satu dari lima komponen kajian yang ditetapkan dalam Program Penyelarasan Pendidikan dan Dunia Kerja 2010. Di sisi ini, kajian difokuskan pada proses identifikasi dan analisis berbagai hal terkait kemampuan sistem pendidikan pada berbagai jenjang dan jenis satuan penyelenggara pendidikan (SMA/ SMK, Politeknik, Perguruan Tinggi, Lembaga Kursus/ Balai Latihan Kerja, dan PKBM), dalam memasok kebutuhan tenaga kerja. Kondisi umum yang ditemui adalah, SMK sedang menjadi pusat perhatian pengembangan sistem pendidikan di ke enam buah kota yang menjadi obyek pemetaan. Secara umum, jumlah peminat SMK Negeri memang semakin banyak dari waktu ke waktu (hal sebaliknya dialami SMK Swasta). Namun ketika ditelusuri lebih lanjut, beberapa bidang keahlian di SMK (negeri maupun swasta) ternyata mengalami masalah yang cukup serius, seperti kualitas pengajaran, sarana prasarana, magang, termasuk jumlah peminat. Contohnya, dari 48 bidang keahlian yang ada di SMK-SMK di Medan, 12 bidang mengalami kekurangan siswa. Yang perlu mendapat perhatian khusus 6 (enam) bidang dari 12 bidang yang dimaksud adalah bidang-bidang kelautan, yaitu Program keahlian Nautika Kapal Penangkap Ikan, Teknik Kapal Penangkap Ikan, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Nautika Kapal Niaga, dan Teknik Kapal Niaga. Di Surabaya, selama rentang waktu 2007-2009, peningkatan jumlah siswa yang masuk ke SMK ternyata tersebar di hampir semua bidang keahlian yang diselenggarakan, kecuali bidang agribisnis dan agroteknologi. Bidang-bidang yang dimaksud adalah: bidang teknologi dan rekayasa, bidang teknik informatika dan komunikasi, bidang kesehatan, bidang seni, kerajinan dan pariwisata, serta bidang bisnis dan manajemen. Jumlah lulusan SMK di Malang sebagai pasokan tenaga kerja cukup memenuhi kebutuhan di DUDI, bahkan cenderung berlebih pada bidang-bidang tertentu. Jumlah tenaga pengajar termasuk kategori baik, karena secara umum di setiap SMK telah ada keseimbangan antara jumlah siswa dengan jumlah guru yang tersedia. Jumlah guru di bidang produktif termasuk kategori kurang. Selain itu jumlah guru di bidang tertentu juga masih kurang, salah satunya guru Bahasa Inggris dan Perhotelan. Jumlah peralatan sebagai pendukung pengembangan keterampilan masih termasuk kategori kurang. Utamanya yang sesuai dengan kemutakhiran alat yang digunakan di DUDI. Jumlah kompetensi keahlian yang dikembangkan di SMK wilayah Malang Raya cenderung bertambah banyak dan bervariasi pada masing-masing SMK sesuai dengan tren kebutuhan di DUDI. Jumlah SMK secara keseluruhan swasta dan negeri termasuk kategori cukup dan cenderung lebih untuk bidang keahlian tertentu jika dibandingkan dengan ketersediaan peluang kerja. Namun ada pula bidang keahlian yang dibutuhkan oleh DUDI akan tetapi jumlah lulusan yang dihasilkan tidak mencukupi. Kualitas tenaga pengajar dari segi akademik termasuk kategori baik karena hampir secara Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 6

6 (enam) bidang dari 12 bidang keahlian SMK yang kurang diminati di Medan adalah bidangbidang kelautan, di Surabaya bidang yang tidak diminati adalah bidang agribisnis dan agroteknologi (PSB, 2011).

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 keseluruhan telah bersatus sarjana S1, dan sebagian kecil yang lain telah menempuh S2, serta 1 orang S3. Kualitas lulusan antar SMK beragam, ada yang termasuk kategori. Sedikit bergeser ke SMA. Di Surabaya, pada tahun 2008, terjadi fenomena yang cukup menarik, yaitu berkurangnya jumlah SMA swasta di seluruh wilayah Surabaya.

40 35 30

Jumlah SMA

25 20 15 10 5 0 Surabaya Pusat Surabaya Utara Surabaya Timur Kecamatan Surabaya Barat Surabaya Selatan

SMA Swasta 2007 SMA Swasta 2008 SMA Negeri 2007 SMA Negeri 2008

Gambar 4 Jumlah SMA/kecamatan di Surabaya

Penurunan yang cukup menonjol terjadi di wilayah Surabaya Pusat dan di wilayah Surabaya Barat. Dari data yang ada, diduga berkurangnya jumlah SMA swasta tadi terkait dengan berkurangnya jumlah pasokan siswa SMP di setiap wilayah.

16,000 14,000 12,000

Jumlah Siswa

10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 Surabaya Pusat Surabaya Utara Surabaya Timur Kecamatan Surabaya Barat Surabaya Selatan

SMA Swasta 2007 SMA Swasta 2008 SMA Negeri 2007 SMA Negeri 2008

Gambar 5 Perbandingan jumlah siswa SMA Swasta dan Negeri 2007-2008 di Surabaya

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 Berbeda dengan SMK, proporsi jumlah peserta/ bidang Jika ditelusuri lebih ketrampilan yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga kursus, jauh, proporsi minat seolah menunjukkan bahwa setiap tempat kursus memiliki peserta berdasarkan keunggulan/ daya tarik bidang kursus yang berbeda. Contoh BLK asal peserta pelatihan Surabaya merupakan tempat yang dianggap tepat untuk di BLK Surabaya memperdalam ketrampilan manufaktur, sedangkan Institut ternyata berbeda. Pembangunan (salah satu lembaga kursus di Surabaya yang Peserta asal Surabaya dijadikan obyek penelitian) adalah tempat yang dianggap tepat menyukai bidang untuk belajar ketrampilan bidang jasa. Secara umum, baik di lembaga kursus bidang manufaktur administrasi kantor, maupun bidang jasa, peserta kursus didominasi oleh peserta kursus peserta asal Gresik berpendidikan formal setingkat SMA/ SMK. Namun demikian, (luar kota Surabaya) proporsi kecil peserta berlatarbelakang pendidikan formal menyukai bidang perguruan tinggi tetap menjadi fenomena yang menarik. las. Dari aspek kompetensi, sertifikat merupakan faktor yang cukup penting dalam menentukan kemudahan mendapatkan pekerjaan. Baik data keseluruhan, data dari lembaga kursus, maupun data dari BLK menunjukkan hubungan yang cukup signifikan antara sertifikat dan kemudahan mendapatkan pekerjaan. Studi lebih jauh menunjukkan, meski tidak menunjukkan hubungan sebab akibat, terlihat adanya perubahan proporsi status pekerjaan peserta saat sebelum mengikuti kursus (dari tidak/ belum bekerja) dan setelah mengikuti kursus (menjadi bekerja). Dari aspek lokasi, meski di lembaga-lembaga yang disurvei, asal peserta pelatihan di BLK sangat bervariasi. Namun proporsi terbesar tetap diisi oleh peserta kursus asal kota di mana BLK berada (Surabaya). Jika ditelusuri lebih jauh, proporsi minat peserta berdasarkan asal peserta ternyata juga berbeda. Peserta asal Surabaya menyukai bidang administrasi kantor, peserta asal Gresik (luar kota Surabaya) menyukai bidang las. Kondisi ini seolah menjelaskan beberapa hal. Pertama, seorang peserta pelatihan di BLK sudah memiliki rencana yang jelas di bidang apa mereka akan bekerja/ berwirausaha (bukan lagi sebatas angan-angan). Kedua, kondisi ini seolah menunjukkan bahwa peserta pelatihan sudah memiliki informasi tentang DUDI yang akan menjadi tujuan melamar kerja. Ketiga, kondisi ini menunjukkan ketidaktersediaan (kuantitas dan kompetensi) pelatihan sejenis termasuk pola pembiayaannya- yang ada di kota asal peserta pelatihan.

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

Data deskriptif menunjukkan; peserta yang sudah mengikuti pelatihan di BLK umumnya langsung mendapatkan pekerjaan tanpa perlu menunggu.

Gambar 6 Proporsi Asal Peserta Pelatihan di BLK

Terkait dengan tempat kerja setelah lulus dari BLK, secara keseluruhan tempat asal responden berhubungan dengan tempat kerjanya. Dari sisi waktu, jenis keterampilan dan waktu tunggu mendapatkan pekerjaan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Jadi, tidak ada jenis keterampilan tertentu yang lebih cepat atau lebih lambat dalam memperoleh pekerjaan. Semua alumni pelatihan di BLK mempunyai peluang yang sama dalam aspek waktu tunggu mendapatkan pekerjaan. Meskipun demikian, data deskriptif menunjukkan; peserta yang sudah mengikuti pelatihan umumnya langsung mendapatkan pekerjaan tanpa perlu menunggu. Faktanya, sebelum (dan saat mengikuti kursus), sebagian besar status peserta pelatihan di BLK Surabaya adalah belum bekerja (69%)

Gambar 7 Status Pekerjaan Saat Mengikuti Kursus

Meskipun kondisi ini tidak menunjukkan hubungan sebab-akibat, data menunjukkan, setelah mengikuti pelatihan di BLK, proporsi peserta pelatihan yang bekerja meningkat menjadi 44% dengan komposisi 34% sesuai dengan bidang keahlian yang didalami di BLK, 10% lainnya juga bekerja namun tidak sesuai dengan bidang keahlian yang didalami di BLK.

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

Gambar 8 Status Pekerjaan Setelah Selesai Mengikuti Pelatihan di BLK

Sebagian besar (63%) alumni BLK yang berstatus bekerja ternyata langsung memperoleh pekerjaan setelah lulus dari pelatihan (waktu tunggu relatif sangat singkat). Sementara itu yang menunggu sampai lebih dari 6 bulan proporsinya hanya sekitar 4%. Yang juga cukup menarik adalah dari 86% yang mengalami kenaikan gaji setelah mengikuti kursus, sebesar 45% mendapatkan kenaikan gaji diatas 20% dari gaji yang diperoleh sebelum mengikuti kursus. Ini merupakan angka yang sangat baik karena menggambarkan adanya perbaikan gaji setelah mengikuti kursus, walaupun tidak secara serta merta disimpulkan bila mengikuti kursus akan mendapatkan peningkatan gaji.

Yang cukup menarik adalah dari 86% responden di Surabaya yang mengalami kenaikan gaji setelah mengikuti kursus, sekitar separuhnya mendapatkan kenaikan gaji di atas 20% dari gaji yang diperoleh sebelum mengikuti kursus.

Gambar 9 Waktu Tunggu Memperoleh Pekerjaan

Sebagian besar (74%) alumni BLK Surabaya (yang bekerja setelah lulus) berpendapat sertifikat dan ketrampilan yang mereka miliki sangat penting untuk memperoleh pekerjaan. Pengakuan terhadap keberadaan sertifikat dapat dipandang sebagai salah satu syarat formal yang ditetapkan oleh perusahaan penerima alumni BLK Surabaya. Sedangkan besarnya proporsi jumlah responden yang menganggap penting peran ketrampilan yang diperolehnya (di tempat kursus) saat bekerja, secara langsung atau tidak langsung menunjukkan kemampuan lembaga kursus (BLK) dalam membentuk kompetensi calon tenaga kerja yang dibutuhkan DUDI.

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

10

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

Sertifikat kursus merupakan faktor yang sangat penting untuk memperoleh pekerjaan.

Gambar 10 Peran Ketrampilan untuk Memperoleh Pekerjaan

Masih terkait dengan pekerjaan, yang agak tidak terduga adalah sebagian besar alumni BLK Surabaya yang bekerja setelah lulus, ternyata bekerja di luar Surabaya (56%).

Gambar 11 Tempat Kerja Alumni BLK Setelah Lulus

Mirip dengan yang terjadi di BLK, meskipun tidak serta merta menunjukkan hubungan sebab akibat, tapi ada hal yang menarik terkait status pekerjaan peserta kursus setelah mengikuti kursus. Jumlah peserta kursus yang bekerja (setelah selesai kursus) meningkat menjadi 61% dari semula yang besarnya 48%. Jika dirinci, 61% bekerja sesuai keahlian, 18% bekerja tidak sesuai keahlian, dan ini yang menarik, meskipun proporsinya hanya 2%, tapi bidang wirausaha yang dijalankan adalah sejalan dengan bidang ketrampilan yang didalami.

Gambar 12 Prosentase Status Pekerjaan Setelah Kursus

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

11

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 Situasi dan kondisi pasokan dari perguruan tinggi tidak tergambar dengan jelas. Selain karena permasalahan metodologi, alokasi waktu kegiatan pemetaan yang sangat pendek membuat perguruan tinggi relatif tidak terpotret. Dari sekian banyak temuan, salah satu fakta yang cukup menarik untuk diangkat adalah jumlah lulusan PTS yang mengalami penurunan dari tahun ajaran ke tahun ajaran. Hal ini dikarenakan jumlah mahasiswa yang diterima juga mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Fenomena ini seolah menunjukkan gejala berkurangnya jumlah siswa SMA/ SMK yang masuk ke perguruan tinggi.

Salah satu fakta yang menarik adalah jumlah lulusan PTS yang mengalami penurunan dari tahun ajaran ke tahun ajaran.

Gambar 13 Penurunan Jumlah Lulusan PTS di Surabaya

B.

PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (P2) Analisis lebih mendalam komponen P2 ini adalah untuk mengidentifikasi kebijakan-kebijakan yang saling memperkuat, bertentangan, multi tafsir, dan dibutuhkan (namun belum ada). Pemetaan kebijakan pemerintah terkait sisi pasokan dunia pendidikan yang berpengaruh pada permintaan DUDI ditekankan pada inventarisasi kebijakan yang ada dan diberlakukan di tingkat pusat hingga di tingkat kota.

Gambar 14 Jenjang Penerapan Kebijakan

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

12

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 Dari beberapa kebijakan operasional yang telah dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Kota, di Malang misalnya, masih terfokus pada bidang pengembangan SMK sementara pada bidang pendidikan non formal belum ada kebijakan yang terdokumentasi sehingga hanya bersifat meneruskan kebijakan dari pemerintah pusat yang secara operasional belum tentu tepat untuk diimplementasikan di daerah. Hal-hal yang telah diatur oleh Pemerintah adalah sebagai berikut Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permen Diknas nomor 16 tentang Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, pedoman jaminan mutu SMK tentang indikator kunci dan indikator kinerja kunci tambahan, Keputusan presiden nomor; 68 th. 1998 pasal 2 yang menyatakan : Kursus merupakan lembaga pendidikan yang diselenggarakan bagi warga belajar yang Pada bidang memerlukan bekal untuk mengambangkan diri, bekerja mencari pendidikan non nafkah atau melanjutkan ke jenjang atau tingkat yang lebih tinggi, UU formal belum ada No. 20/ 2003 pasal 26 yang menyatakan bahwa; Kursus dan pelatihan kebijakan yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal terdokumentasi pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan hidup, dan sikap untuk sehingga hanya mengambangkan diri, mengambangkan profesi, usaha mandiri dan bersifat meneruskan atau melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi C. PEMETAAN SISI PERMINTAAN DUNIA USAHA/ DUNIA INDUSTRI (M1) Untuk dapat memetakan sisi permintaan dalam dimensi kuantitas, kompetensi, lokasi dan waktu, tahap awal yang harus diidentifikasi adalah karakteristik lokasi yang menjadi fokus pada penelitian ini dan keunggulan sektor industri pada lokasi tersebut. Surabaya sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta mempunyai sektor manufaktur unggulan di 8 (delapan) bidang: Industri Manufaktur,Industri Kemasan plastik, Industri Sepeda, Industri Perhiasan, Industri Consumer Good, Industri peralatan rumah tangga, Industri produk elektronik, Industri hollow pipe. Di sektor pertanian 4 (empat) bidang, yaitu: Industri pengolahan Agro (Industri/Pabrik Gula, pabrik pakan ternak dan industry pengolahan kayu), Usaha budidaya tanaman bunga, Usaha budidaya Jamur, Usaha budidaya dan pengelolaan hasil sayur dan pertanian lainnya. Di Industri Jasa 7 (tujuh) bidang, yaitu: Industri jasa angkutan kapal, Industri Jasa travel, Industri Perbankan, Jasa kesehatan dan rumah sakit, Industri Jasa Kosntruksi dan Fabrikasi, Industri Jasa repair Kapal, Jasa kuliner. Sementara itu di Semarang, aktivitas ekonomi masyarakat Kota Semarang didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri manufaktur dan sektor bangunan. Perkembangan industri di kota Semarang juga tersebar di daerah-daerah di sekitarnya seperti di kabupaten Semarang. Di Kabupaten Semarang, tenaga kerja banyak terserap terutama pada kelompok industri kecil dan industri besar. Industri besar dan menengah yang banyak tersebar di daerah ini antara lain industri kayu olahan, mebel, tekstil, garment, karung plastik, sarung tangan kulit, sepatu, barang pecal belah, kertas karton, bulu itik, roti dan kue, keramik, alat rumah tangga, handuk, manisan, tutup botol, saus tomat, pasta ketela rambat, pupuk organik, pestisida, percetakan, CO2, minuman ringan, air mineral dan karoseri. Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 13

kebijakan dari pemerintah pusat yang secara operasional belum tentu tepat untuk diimplementasikan di daerah

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 Selain itu, berdasarkan Muhdori dalam publikasi Kementerian Kota Malang Perindustrian, Kementerian Perindustrian sedang mengembangkan memiliki pola industri makanan dan minuman di Jawa Tengah, Jawa Barat dan pertumbuhan Sulawesi Selatan. Salah satu pengembangannya adalah melalui industri yang unik, pengemasan produk yang baik, pemberian label dan sosialisasi di mana sebagian standar. Sertifikasi-sertifikasi yang mendukung pengembangan industri makanan juga dikembangkan sepergi serfifikasi halal, Good besar industrinya Manufacturing Practice (GMP) dan Hazard Analysis Critical Control disokong oleh sektor industri kecil dan Point (HACCP). Sementara itu, Kota Malang memiliki pola pertumbuhan mikro. industri yang unik, di mana sebagian besar industrinya disokong oleh sektor industri kecil dan mikro. Hanya terdapat beberapa industri manufaktur besar yang terdapat di Kota Malang. Utamanya disusun atas industri manufaktur padat karya. Pengelompokan industri manufaktur yang terdapat di Kota Malang adalah sebagai berikut, untuk skala besar ada dua jenis yaitu, industri Rokok dan industri Tekstil & Garmen, untuk industri kecil dan mikro adalah Industri Tempe dan Keripik Tempe, Industri Makanan & Minuman, Industri Kerajinan Kaos/ Garment, Industri Kerajinan Sarung Bantal Dekorasi, Industri Kerajinan Rotan, Industri Kerajinan Mebel, Industri Kerajinan Topeng Malangan, Industri Kerajinan Lampion, Industri Kerajinan Patung & Taman, Industri Kerajinan Keramik & Gerabah, Industri Advertising dan Percetakan. Di Malang, berdasarkan tingkat pendidikan formal tenaga kerja, terlihat proporsi tenaga kerja berpendidikan SMK sangat dominan di industri kecil dan mikro.

Gambar 15 Komposisi SDM dalam DUDI berdasarkan skalanya di Malang (dalam%)

Dari hasil pemetaan, terlihat bahwa proporsi terbesar penyerap tenaga kerja adalah jenjang operator (89%). Sedangkan proporsi posisi manajerial hanya sekitar 2%.

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

14

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

Gambar 16 Komposisi Jabatan Pekerjaan

Jelas terlihat, posisi operator di DUDI menjadi posisi penempatan tenaga kerja berpendidikan D1 ke bawah (termasuk SMA, SMK, SMP, dan SD). Di Malang, fenomena semacam ini terlihat di seluruh skala industri.

Gambar 17 Proporsi Tingkat Pendidikan Formal Akhir Berdasarkan Jabatan Pekerjaan

Dari hasil studi pemetaan di Pekanbaru tidak terdapat informasi mengenai sektor industri yang menjadi unggulan di lokasi tersebut. Sehingga hasil pemetaan tidak dapat disimpulkan apakah industri-industri yang disurvei merupakan industri unggulan atau bukan. Namun dari hasil analisis pemetaan di Pekanbaru, didapatkan fakta kualitatif yang kurang menggembirakan seperti: Daya saing tenaga kerja lokal lebih rendah dibanding dengan tenaga kerja non lokal (pendatang). Gairah kerja, tenaga kerja lokal juga lebih rendah dibanding dengan tenaga kerja non lokal (pendatang). Tingkat pengetahuan diri, tenaga kerja lokal juga lebih rendah dibanding tenaga kerja non lokal (pendatang). Wawasan diri, tenaga kerja lokal lebih redah dibanding dengan tenaga kerja non lokal (pendatang). Gairah kerja, tenaga kerja lokal juga lebih rendah dibanding dengan tenaga kerja non lokal. Hal ini kelihatannya berhubungan dengan besarnya upah yang mereka terima yakni antara Rp. 650.000,- hingga Rp.850.000,- (masih dibawah Upah Minimum Regional Kota Pekanbaru), yaitu Rp. 975.000,00. Disamping itu, pekerjaan di sektor perdagangan

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

15

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 (Mall) ternyata hanya merupakan batu loncatan, sambil menunggu mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik atau lebih sesuai. D.

PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (M2) Ditemukan cukup banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan sisi permintaan DUDI, tapi kebijakan yang terkait dengan penyelarasan pendidikan dan DUDI ternyata sangat sedikit. Beberapa kebijakan yang dimaksud adalah: Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi, Permennakertrans RI Nomor Per.16/Men/XI/2010 Tentang Perencanaan Tenaga Kerja Makro, Permennakertrans RI Nomor Per.17/Men/XI/2010 Tentang Perencanaan Tenaga Kerja Mikro, Permennakertrans RI Nomor Per.03/Men/II/2009 Tentang Pedoman Penyajian Informasi Ketenagakerjaan, Permennakertrans RI Nomor :Per.21/Men/X/2007 Tentang Tata Cara Penetapan Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Kebijakan bidang ketenagakerjaan yang diambil oleh perusahaan pada umumnya tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, baik di tingkat nasional (yang dibuat oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk UU. Ketenagakerjaan, maupun oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk PERDA tentang Penempatan Tenaga Kerja). Namun demikian ada beberapa hal yang direkomendasikan 1. UU No. 13 Th. 2003 perlu diperbaiki agar posisi pekerja lebih aman, tidak mudah di PHK, tetapi pengusaha juga tidak menjadi berat. 2. Pelaksanaan Permen Keu. Th. 2008 ttg. ACFTA harus difasilitasi secara besar-besaran oleh Pemerintah agar pengusaha Indonesia dapat bertahan, bersaing dengan produk luar negeri, dan menghindarkan pengangguran. 3. Pelaksanaan Perda untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) perlu mempertimbangkan pengusaha kecil agar dapat terus hidup dan menghindarkan terjadinya pengangguran. Berikut ini merupakan salah satu model alur kebijakan (dari Pusat hingga di tingkat pelaku DUDI) yang seharusnya diatur sedemikian rupa agar menunjang program penyelarasan.

Ditemukan cukup banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan sisi permintaan DUDI, tapi kebijakan yang terkait dengan penyelarasan pendidikan dan DUDI ternyata sangat sedikit.

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

16

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

Gambar 18 Peta Keterkaitan Antar Kebijakan dalam Mendukung Penyelarasan di Bandung

5.

KESIMPULAN

Kesimpulan kegiatan pemetaan ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kesimpulan kegiatan pemetaan dan kesimpulan metodologis: A. KESIMPULAN KEGIATAN PEMETAAN Hasil pemetaan khususnya di bidang Pasokan Dunia Pendidikan (P1) dan Permintaan Dunia Usaha/ Dunia Industri (M1) menunjukkan dua hal penting yang bersifat umum. Pertama, setiap kota memiliki masalah pendidikan dan ketenagakerjaan dalam dimensi kuantitas (pasokan berlebih/ pasokan kurang) dan kompetensi (kompetensi rendah) yang spesifik dengan kompleksitas sangat tinggi. Untuk mencapai tujuan penyelarasan, berbagai pendekatan lokal perlu dioptimalkan. Kedua, permasalahan pasokan dan permintaan pada dimensi waktu dan tempat, sebenarnya lebih mudah diatasi jika ada kerjasama informasional antar kota yang mengalami masalah kuantitas maupun kompetensi, melalui institusi-institusi/ lembaga/ dinas terkait yang kemudian dikembangkan kepada dunia pendidikan maupun kepada DUDI. Permasalahan pada dimensi waktu dan tempat akan dapat dikurangi, jika setiap kota memiliki keseriusan dalam melakukan pengelolaan (termasuk peramalan) data permintaan tenaga kerja didasarkan pada kondisi-kondisi aktual (mikro, makro, maupun global), termasuk di dasarkan pada potensi wilayah yang hendak dikembangkan. Kesimpulan terinci lainnya adalah sebagai berikut: 1. PEMETAAN SISI PASOKAN DUNIA PENDIDIKAN (P1) Jumlah pengangguran angkatan kerja terdidik di seluruh tingkat pendidikan formal masih tinggi. Kondisi internal dunia pendidikan (penyediaan sarana prasarana, fasilitator, dan sistem pembelajaran) belum responsif alias selalu terlambat menyikapi perubahan situasi/kondisi/ kebutuhan pasar kerja. Adanya kesenjangan antara kompetensi lulusan dengan kualifikasi yang diperlukan oleh dunia kerja.

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

17

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 Jumlah lulusan yang terus meningkat tidak dibarengi dengan penyiapan lulusan ke dunia kerja misalnya kemampuan wirausaha dan softskill lainnya. Pada sebagian lokasi/wilayah, pemenuhan kebutuhan tenaga kerja belum tersuplai oleh lulusan pendidikan di wilayah tersebut alias mengindikasikan kekurangmerataan. Makin tinggi tingkat pendidikan formal, maka peluang untuk menduduki jabatan manajerial menjadi lebih tinggi pula. Pendidikan (termasuk kursus) ternyata memperbesar peluang untuk memperoleh pekerjaan dan meningkatkan penghasilan.

2. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (P2) Kebijakan pusat yang mengatur pendidikan sebagian besar berasal dari Kepmendiknas. Kebijakan daerah yang ada dibuat berdasarkan kearifan lokal yang ada. Kekurangefektifan sosialisasi kebijakan di daerah. Diperlukan kebijakan/peraturan yang bersifat aplikatif langsung ke sasaran. 3. PEMETAAN SISI PERMINTAAN DUNIA USAHA/ DUNIA INDUSTRI (M1) Keluhan dunia kerja terhadap kualifikasi lulusan yang tidak sesuai kebutuhan DUDI, diperkirakan hal ini terjadi karena disain sistem pendidikan tidak relevan dengan kebutuhan dunia kerja. DUDI menganggap produktivitas tenaga kerja terdidik di Indonesia rendah. Kurang adanya komunikasi aktif dan berkesinambungan antara pelaku DUDI (sisi permintaan) dengan dunia pendidikan (sisi pasokan). Daerah tertinggal sulit memperoleh tenaga kerja berkualitas. Penciptaan usaha baru dan kemampuan berwirausaha di masyarakat sangat rendah. Belum optimalnya informasi pasar kerja yang dinamis dan up-to-date. Ada empat karakter dasar yang diharapkan oleh DUDI dibangun melalui sistem pendidikan, yaitu rasa tanggung jawab, sikap jujur, memiliki inisiatif, dan memiliki keinginan untuk belajar. 4. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PERMINTAAN (M2) Kebijakan nasional bidang ketenagakerjaan menyediakan perangkat hukum sistem perencanaan tenaga kerja sebagai basis penyusunan kebijakan tenaga kerja dan kebijakan umum, terutama dalam rangka merespon pasar tenaga kerja dan menjadi basis bagi perencanaan ekonomi. Pelaksanaan urusan pemerintah kota dalam bidang ketenagakerjaan, pendidikan dan industri, lebih berorientasi pada aspek teknis operasional. Hal ini mengakibatkan kreativitas untuk menciptakan kebijakan sesuai dengan karakter lokal dalam konteks respon atas permintaan tenaga kerja pada pasar tenaga kerja menjadi sangat terbatas. Desain pembagian urusan dan penyelenggaraan urusan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan memiliki keterkaitan dengan bidang pendidikan tetapi sebaliknya dalam urusan wajib pendidikan, ruang lingkup penyelenggaraan urusan dibidang pendidikan tidak berkaitan dengan bidang ketenagakerjaan. Hal ini mengindikasikan bahwa belum terdapat pijakan yang komprehensif atas relasi antara kebutuhan dunia

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

18

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 pendidikan dan dunia kerja sehingga desain sistem pendidikan dan kurikulum terdapat kesenjangan dengan dunia kerja. Kebijakan yang paling berpengaruh terhadap tersedianya lapangan kerja dalam konteks pemenuhan kualifikasi angkatan kerja yang sesuai permintaan tenaga kerja adalah kompetensi kerja. Oleh karena itu dalam rangka mendorong dan menciptakan kesesuaian kualifikasi dan permintaan pada pasar tenaga kerja, kebijakan bidang ketenagakerjaan lebih menekankan pada model-model pelatihan pasca sekolah (formal), melalui penyediaan sistem pelatihan kerja dan sertifikasi profesi, tetapi tidak memberi tekanan pada aspek relasi dunia kerja dan pendidikan secara umum. Kebijakan nasional terkait dengan kualifikasi tenaga kerja untuk memenuhi permintaan pasar tenaga kerja memberi peran kepada pemerintah untuk memetakan permintaan dan ketersediaan tenaga kerja melalui suatu sistem informasi ketenagakerjaan dan perencanaan ketenagakerjaan yang komprehensif. Pada setiap jenjang pemerintahan; nasional, propinsi dan kabupaten/ kota harus membuat sistem informasi tenaga kerja dan perencanaan tenaga kerja yang sebenarnya merupakan instrumen informatif untuk mempertemukan kepentingan para pihak dalam pasar tenaga kerja (SMBD). Selain sebagai instrumen informatif, sistem informasi dan perencanaan tenaga kerja menjadi dasar bagi kerangka pengembangan kebijakan tenaga kerja termasuk menjadi dasar bagi memperkecil hambatan dunia kerja pada sisi permintaan yang berupa kesenjangan antara permintaan pasar tenaga kerja dengan ketersediaannya. Pengembangan kebijakan ketenagakerjaan dalam rangka pengembangan kompetensi kerja perlu memperluas konsentrasinya tidak hanya pada model-model pelatihan tetapi juga mendekatkan kompetensi kerja tersebut dengan desain kurikulum pendidikan secara umum. Dalam kerangka penetapan standard kompetensi kerja sebagai sisi permintaan dalam pasar tenaga kerja, perlu sinergi kelembagaan yang komprehensif dengan berbagai stakeholder guna menghasilkan lulusan sekolah yang memiliki kompetensi siap pakai dalam dunia kerja.

5. ANALISA EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN (P3) Dalam kegiatan pemetaan ini, telah dihasilkan empat buah model analisis efektifitas implementasi kebijakan. Mengingat kompleksitasnya permasalahan yang ditemui di lapangan, maka perlu dilakukan upaya membuat sebuah model analisis generik yang dapat menampung data-data temuan P1 dan P2. B. KESIMPULAN METODOLOGIS Berikut ini adalah tingkat keberhasilan pelaksanaan program pemetaan yang diukur berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan di awal pelaksanaan program:

Tabel 2 Pelaksana Program Pemetaan 2010

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

19

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010


Pencapaian (proporsi terhadap 6 kota yang diteliti) P1 P2 M1 M2 P3 5 kota (83%) 5 kota (83%) 0 kota (0%) 4 kota (66.7%) 4 kota (66.7%) 0 kota (0%) 4 kota (66.7%) 4 kota (66.7%) 0 kota (0%) 3 kota (50%) 3 kota (50%) 0 kota (0%) 4 kota (66.7%) 4 kota (66.7%) 0 kota (0%)

2 3

Indikator Keberhasilan Adanya hasil pemetaan pasokan/ permintaan pada sektor yang strategis dan menjadi prioritas dalam dimensi kualitas, kuantitas dan lokasi. Adanya laporan penyelenggaraan program pemetaan. Adanya peta pasokan/ permintaan pendidikan untuk sepuluh tahun ke depan pada sektor yang strategis dan menjadi prioritas dalam dimensi kualitas, kuantitas dan lokasi. Adanya data pendukung yang mendukung program pemetaan guna dilakukan verifikasi ulang. Adanya hasil analisis terhadap hasil pemetaan dikaitkan dengan persoalan penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja.

5 kota (83%) 5 kota (83%)

4 kota (66.7%) 4 kota (66.7%)

4 kota (66.7%) 4 kota (66.7%)

3 kota (50%) 3 kota (50%)

4 kota (66.7%) 4 kota (66.7%)

Dari hasil evaluasi akhir, seluruh pelaksana kegiatan pemetaan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan metodologis yang diperkirakan sangat mempengaruhi hasil kegiatan ini sendiri. Permasalahan-permasalahan tersebut khususnya terletak pada dua hal. Pertama, ketertutupan penyedia data (Dunia Pendidikan (P1) dan DUDI (M1) untuk berbagi data (birokrasi). Kedua, masalah kelengkapan data. Karena itu perlu didorong terbentuknya sebuah mekanisme penyediaan data dan pembaharuan data yang mudah, tidak merepotkan, dapat menguntungkan seluruh pemangku kepentingan, yang dimotori oleh Lembaga/ Instansi Pemerintahan terkait. 1. PEMETAAN SISI PASOKAN DUNIA PENDIDIKAN (P1) Beberapa kekurangan yang terdapat dalam kegiatan pemetaan sisi pasokan (P1) ini diusulkan untuk diperbaiki, yaitu standarisasi dan penyederhanaan metode pengumpulan data, standarisasi kelengkapan data, standarisasi metode analisa, dan standarisasi penyajian hasil penelitian. Usulan perbaikan yang dimaksud tadi sedapat mungkin ditampung dalam sebuah sistem manajemen basis data (SMBD) yang dapat diperbarui secara terus-menerus/ berkelanjutan. Agar proses pembaharuan data P1 dapat terjamin pelaksanaannya, perlu dirancang sebuah mekanisme pengumpulan data yang diperoleh secara berkelanjutan dari lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan/ direktorat terkait (DIKTI, DITPSMK, dsb)/ badan-badan milik pemerintah (BAN-PT, Kopertis, infokursus, dsb) secara offline maupun online. 2. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (P2) Selain melakukan inventarisasi kebijakan sisi pasokan, agar konektifitas antar komponen pemetaan terbentuk (khususnya dengan P1), direkomendasikan agar dilakukan analisis-analisis khusus terhadap masalah-masalah pasokan yang berhasil diidentifikasi oleh pelaksana pemetaan pasokan dunia pendidikan (P1). Disamping itu, alignment kebijakan antara pusat dan daerah perlu dieksplorasi lebih jauh karena hal ini sering menjadi kendala efektivitas implementasi di lapangan.

3. PEMETAAN SISI PERMINTAAN DUNIA USAHA/ DUNIA INDUSTRI (M1)

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

20

Laporan Kegiatan Pemetaan 2010 Beberapa kelemahan dalam penerapan metodologi serta keadaan lapangan menyebabkan perlu dilakukan penyesuaian saat proses analisa dan penyusunan laporan. Kesemuanya ditujukan untuk tetap mencapai tujuan penelitian ini secara optimal Berdasarkan hasil studi ini juga dapat disimpulkan bahwa walaupun secara ideal diperlukan estimasi di masa depan mengenai kebutuhan jumlah tenaga kerja pada setiap industri namun pada kenyataan sangat sedikit industri yang dapat memberikan informasi ini. Secara statistik, jumlah data historis selama 3 tahun terakhir juga tidak representatif untuk dapat melakukan interpolasi untuk data di masa mendatang. Di lain pihak, industri juga jarang mempunyai data sampai dengan 10 tahun, sehingga analisis tetap tidak dapat dilakukan secara optimal. Karena perbedaan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain walaupun dalam industri yang sama, sulit untuk dapat menentukan kebutuhan industri akan tenaga kerja, apalagi ketrampilan/skill, secara umum. Secara umum, pertanyaan-pertanyaan yang sudah ditanyakan melalui survei dan in-depth interview atau FGD sudah sesuai. Keterbatasan data yang didapatkan karena adanya keterbatasan dokumentasi oleh industri, terutama pada industri berskala kecil dan menengah. Peluang wirausaha masih belum dapat teridentifikasi. Kebanyakan dari responden mengutamakan perluasan pasar dan beberapa mengutakaman diferensiasi usaha. Peran Depnakertrans dan Deperindag, beserta dinas-dinas terkait, perlu menyusun prosedur pendokumentasian yang sederhana tapi terus menerus diperbarui. 4. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PERMINTAAN (M2) Selain melakukan inventarisasi kebijakan sisi pasokan, agar konektifitas antar komponen pemetaan terbentuk (khususnya dengan M1), direkomendasikan agar dilakukan analisis-analisis khusus terhadap masalah-masalah pasokan yang berhasil diidentifikasi oleh pelaksana pemetaan pasokan DUDI (M1). Pada bagian ini, kebijakan di semua sektor terkait permintaan perlu ditinjau dan dianalisis, sehingga diharapkan dapat muncul solusi berimbang untuk perbaikan secara paralel antara sisi pasokan (pendidikan) dan sisi permintaan (sektor DUDI). 5. ANALISA EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN (P3) Dari kegiatan pemetaan yang sudah berjalan, terlihat betapa sulitnya pelaksana kegiatan P3 membuat model analisis efektifitas implementasi kebijakan karena keterbatasan data yang diperoleh pelaksana P1 dan M1. Karena itu, disarankan agar pelaksana P3 menjadi inisiator program pemetaan dengan membuat model acuan dasar berdasarkan variabel-variabel standar yang telah disepakati dan pasti dapat dipenuhi oleh pelaksana P1, P2, M1, dan M2.

Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

21

Anda mungkin juga menyukai