Anda di halaman 1dari 40

PRESENTASI KASUS SEORANG LAKI-LAKI 66 TAHUN DENGAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Oleh:

Pembimbing : dr. Agus Sudomo, SpS

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2012

BAB I STATUS PENDERITA ANAMNESA A. Identitas Penderita Nama Umur Agama Pekerjaan Alamat No. RM Tanggal pemeriksaan : Tn. S : 66 tahun : Islam : Penjahit : Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah : 01083686 : 2 Februari 2013

B. Keluhan Utama : Nyeri lutut kanan C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lutut bagian kanan. Pasien mengeluh kaki kanan terasa sakit sejak 10 hari yang lalu. Nyeri dirasakan menjalar dari pantat kanan ke lutut kanan. Pasien tidak merasakan lemas maupun kaku. Pasien juga tidak mual, muntah maupun sakit kepala. Pasien lebih merasa nyaman atau sakitnya berkurang jika berbaring dan nyeri bertambah memberat jika dalam posisi duduk terutama saat pasien buang air. Pasien juga kesulitan untuk berjalan. Sebelumnya pasien berboncengan sepeda motor dan kecapekan karena terlalu lama membonceng menyebabkan punggung bawahnya hingga nyeri menjalar ke lutut kanannya. Sekitar 2-3 tahun yang lalu pasien juga merasakan keluhan yang serupa karena sering berjongkok ketika bekerja di sawah. Karena keluhan tersebut pasien membeli jamu untuk mengurangi rasa nyeri di punggung bagian bawah. Karena nyeri tidak berkurang pasien memeriksakan diri ke dokter spesialis saraf dan dikatakan sarafnya terjepit. Pasien diberi obat pegal

rawat jalan dan ketika tidak kambuh lagi pasien tidak kontrol. Disamping periksa ke dokter spesialis saraf pasien juga menjalani terapi tusuk jarum. Pasien mempunyai riwayat penyakit DM sejak 1 tahun yang lalu dan rutin kontrol. Pada Maret 2012, pasien menderita penyakit jantung dan pernah dilakukan operasi bypass. D. Riwayat Penyakit Dahulu : a. Riwayat tekanan darah tinggi b. Riwayat diabetes mellitus c. Riwayat sakit jantung d. Riwayat trauma e. Riwayat mondok : (-) : (+) sejak 1 tahun yang lalu : (+) pada Maret 2012, operasi bypass : (-) : (-)

E. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga a. Riwayat penyakit dengan keluhan serupa b. Riwayat sakit gula c. Riwayat tekanan darah tinggi d. Riwayat jantung e. Riwayat stroke F. Riwayat Kebiasaan a. Riwayat merokok b. Riwayat minum alkohol c. Riwayat minum obat-obatan ANAMNESIS SISTEM Anamnesis sistem dilakukan tanggal 2 Februari 2013. a. Sistem saraf pusat b. Sistem Indera - Mata - Hidung : berkunang- kunang (-), pandangan dobel (-), penglihatan kabur (-), pandangan berputar (-) : mimisan (-), pilek (-) : pusing berputar (-), kejang (-), fungsi luhur baik. : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

- Telinga c. Mulut d. Tenggorokan e. Sistem respirasi

: pendengaran berkurang (-), tinitus (-), keluar cairan (-), darah (-), nyeri (-) : sariawan (-),gusi berdarah (-), mulut kering (-), gigi tanggal (-), gigi goyang (-), bicara pelo (-) : sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-) : sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi (-) tidur mendengkur (-) : sesak nafas saat beraktivitas (+), nyeri dada (+), berdebar-debar (-) : mual (-), muntah (-), nyeri uluh hati (-), susah berak (-), perut sebah (-), mbeseseg (-), kembung (-), nafsu makan berkurang (-), ampek (-), tinja lunak, warna kuning.

f. Sistem kardiovaskuler g. Sistem gastrointestinal

h. Sistem muskuloskeletal : nyeri pada lutut kanan (+), kaku (-), kelemahan anggota gerak (-) i. Sistem genitourinaria j. Ekstremitas atas : mengompol (-), sulit mengontrol kencing (-) : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan (-/-), bengkak (-), kelemahan (-/-), sakit sendi (-), panas (-) berkeringat (-) k. Ekstremitas bawah : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan (-/-), sakit sendi lutut kanan (+), kelemahan (-/-) l. Sistem neuropsikiatri m.Sistem Integumentum : kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-) : kulit sawo matang, pucat (-), kering (-), terasa tebal (-) PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGIS a. Vital Sign : TD = 150/100 mmHg Nadi = 84x/menit RR = 20x/menit Suhu = 36,4C

b. GCS c. Fx luhur

: E4 V5 M6 : dalam batas normal N N d. Fx sensorik :

N N

e. Fx motorik

5 5

5 5 Tonus Ref. Fisiologis Ref. Patologis - - -

Kekuatan

f. Nervus Cranialis N. I N. II : dalam batas normal : dalam batas normal normal N. V N. VII N. VIII N. IX N. X N. XI N.XII : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : (-)

N. III, IV, VI : RC (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), gerakan bola mata

i. Meningeal Sign - Kaku kuduk

- Tanda Brudzinski I, II - Tanda Kernig j. Provokasi test Laseque Patrick : (+/-) : (+/-) : sde

: sde

Contra Patrick : (+/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium Darah 2 Februari 2013 Pemeriksaan Hb Hct AL AE AT Golongan darah GDS SGOT SGPT Kreatinin Ureum Na K Cl HbsAg B. Pemeriksaan Radiologis - Foto Thoraks PA Kesan : Cor dan pulmo tak tampak kelainan - Foto Lumbosakral Kesan : Paravertebral muscle spasm Spondylosis Lumbalis Unstable lumbosacral joint 05/11 13.9 43 6.6 4.33 180 B 100 24 18 1.0 21 141 4.4 108 Reaktif Satuan g/dl % 103/l 106/l 103/l mg/dl u/l u/l mg/dl mg/dl mmol/l mmol/l mmol/l Nilai normal 11.7-16.2 33-45 4.5-11.0 4.10-5.10 150-450 60-140 0-35 0-45 0.6-1.2 < 50 132 146 3.7 - 5.4 98 106 Non reaktif

RESUME Pasien mengeluh kaki kanan terasa sakit sejak 10 hari yang lalu. Nyeri dirasakan menjalar dari pantat kanan ke lutut kanan. Pasien lebih merasa nyaman atau sakitnya berkurang jika berbaring dan nyeri bertambah memberat jika dalam posisi duduk terutama saat pasien buang air. Pasien juga kesulitan untuk berjalan. Sekitar 2-3 tahun yang lalu pasien juga merasakan keluhan yang serupa karena sering berjongkok ketika bekerja di sawah. Karena keluhan tersebut pasien membeli jamu untuk mengurangi rasa nyeri di punggung bagian bawah. Karena nyeri tidak berkurang pasien memeriksakan diri ke dokter spesialis saraf dan dikatakan sarafnya terjepit. Pasien diberi obat rawat jalan dan ketika tidak kambuh lagi pasien tidak kontrol. Disamping periksa ke dokter spesialis saraf pasien juga menjalani terapi tusuk jarum. Pada pemeriksaaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg. GCS E4V5M6. Pada tes provokasi baik Laseque, Patrick, maupun Contra Patrick didapatkan nyeri pada ekstremitas bawah bagian kanan. Pada pameriksaan laboratorium darah dalam batas normal. DIAGNOSIS K : Ischialgia, low back pain T : Medula Spinalis sceletopis segmen Lumbal 4-5 E : Suspek HNP dd spondylosis TERAPI Meloxicam tab 2 x 15mg Paracetamol tab 3 x 500mg Diazepam tab 3 x 2mg Vitamin B komplek tab 2 x 1 Ranitidine tab 2 x 150mg

PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam : bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA HERNIA NUCLEUS PULPOSUS 1. PENDAHULUAN Dalam bahasa Inggris kedokteran, pinggang dikenal sebagai Low Back, secara anatomi pinggang adalah daerah tulang belakang L1 sampai tulang sacrum dan otot-otot sekitarnya. Daerah pinggang mempunyai fungsi penting pada tubuh manusia, yaitu membuat tubuh berdiri tegak, untuk pergerakan, dan melindungi beberapa organ penting yang ada didalamnya. Peranan otototot erektor truski adalah memberikan tenaga imbangan ketika mengangkat benda (Sidharta, 1999). Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang (Reni H. Masduchi, 2011). Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf (Kevin, 2011; Barbara, 1996). Penyakit HNP ini bisa terjadi pada seluruh ruas tulang belakang, mulai dari tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thorakal, lumbal atau sacrum). Herniasi diskus dapat terjadi pada dua sisi, tetapi lebih sering terjadi pada satu sisi. Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih berat ke satu sisi. Daerah sakitnya tergantung di mana terjadi penjepitan, semisal di leher maka akan terjadi migrain atau sakit sampai ke bahu. Bisa juga terjadi penjepitan di tulang ekor, maka akan terasa sakit seperti otot ketarik pada bagian paha atau betis, kesemutan, sakit pinggang yang menjalar ke tungkai bawah sesuai dengan distribusi dermatof saraf yang terkena terutama pada saat aktifitas mengangkat beban yang berat dan membungkuk, bahkan bisa sampai pada kelumpuhan. Penderita penyakit ini sering mengeluh hernia

diskus lebih banyak terjadi pada daerah lumbosakral, namun juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal tetapi kasusnya jarang terjadi. HNP dapat terjadi pada semua usia, rata-rata 35 - 45 tahun (Sidharta Priguna, 1999; Reni H. Masduchi, 2011; Kevin, 2011). 2. EPIDEMIOLOGI Di Amerika hampir 80% dari populasi dewasa pernah mengalami nyeri pinggang dalam kehidupannya (Bose, 1986). Dari poliklinik unit penyakit saraf RSCM Jakarta dilaporkan bahwa penderita nyeri pinggang bawah pada tahun 1976 sebanyak 5,8% (Judana et al., 1983). Dari poliklinik rematologi RS Sutomo Surabaya pada tahun 1980 sebanyak 17,7% (Effendi et al., 1980). Dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta (Suharso et all, 1985) melaporkan penderita nyeri pinggang bawah yang datang berobat ke RSUP Dr. Sardjito sebanyak 190 penderita, 43 diantaranya adalah penderita nyeri pinggang bawah yang disertai nyeri radikuler, ditinjau dari keseluruhan penderita baru (3,75%) maka 190 penderita nyeri pinggang bawah adalah merupakan sebagian kecil saja (5,63%). Tidak dijumpai nyeri pinggang bawah pada pada anak 6-10 tahun, kemudian diikuti 41-50 tahun, kemudian 31-40 tahun dan 51-60 tahun. Tahun 1986 didapatkan dari 49 orang penderita nyeri pinggang belakang sebanyak 19 orang menderita HNP (45,24%). HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 S1 kemudian pada C5C6 dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tetapi kejadiannya meningkat setelah umur 20 tahun. Dengan insidens hernia lumbosakral servikalis sekitar 5-10% (Ratih, 2009). 3. ETIOLOGI Penyebab utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat terjadi karena terjatuh tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada posisi gerakan tulang belakang yang tidak tepat maka sekat tulang belakang akan terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban yang mendorong cukup besar akan terjadi robekan pada annulus pulposus lebih dari 90% sedangkan hernia

10

yaitu cincin yang melingkari nucleus pulposus dan mendorongnya merosot keluar sehingga disebut hernia nucleus pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat kuat tetapi pada pasien tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang lemah (locus minoris resistentiae).

Contoh kejadian sehari-hari yang dapat membuat terjadinya HNP adalah sebagai berikut: a. Mengambil benda yang jatuh dilantai. b. Mengejar bola yang cukup jauh dengan ayunan langkah yang tidak akurat saat tennis. c. Mengepel lantai. d. Tergelincir saat berjalan. e. Melompat. f. Mengambil sesuatu di atas lemari. g. Membungkuk tiba-tiba. h. Tiba-tiba berlari mengejar sesuatu. i. Berpijit dan punggungnya di injak-injak. Beberapa contoh kejadian sehari-hari diatas kadang-kadang begitu saja terjadi, tidak disengaja. Sehingga unsur ketidak sengajaan dan tiba-tiba memainkan peran yang menonjol tercetusnya HNP (Achdiat, 2009). Bisa juga terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan vertebra karena salah

11

posisi, mengangkat, pembentukan osteophyte, degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus (Reni, 2011). 4. FAKTOR RISIKO Faktor risiko yang tidak dapat dirubah a. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi. b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita. c. Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya (Yulvitrawasih, 2011). Faktor risiko yang dapat dirubah a. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-barang serta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir. b. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama. c. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah. d. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan strain pada punggung bawah. e. Batuk lama dan berulang. Faktor-faktor yang mempengaruhi: a. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan. b. Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun. c. Keterampilan pekerja. d. Peralatan kerja beserta keamanannya. 5. ANATOMI DAN FISIOLOGI Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah dan diantara ruas-ruas dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram

12

sehingga tulang belakang dapat tegak dan membungkuk. Dan disebelah depan dan belakangnya terdapat kumpulan serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas tulang belakang. Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas : a. Vertebra servicalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil dan lubang ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut foramen transversalis. Ruas pertama disebut atlas yang memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoit (aksis) yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan kekanan. b. Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju durinya panjang dan melengkung. c. Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat, taju durinya agak picak. Bagian ruas kelima agak menonjol disebut promontorium. d. Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas. Ruas-ruasnya menjadi satu sehingga menyerupai sebuah tulang. e. Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan menjadi sebuah tulang yang disebut os koksigialis. Dapat bergerak sedikit karena membentuk persendian dengan sacrum. Secara umum tulang tersusun kolom struktur belakang atas yaitu : dua

13

a. Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di

antaranya.
b. Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas

lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis, ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum, serta kapsul sendi. a. Korpus Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk konvek dari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies superior berbentuk konkaf pada lumbal 4-5 b. Arcus Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan ke arah lateral yang disebut procesus spinosus. c. Foramen vertebra Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu saluran yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula spinalis Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari : a. ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap diskus dan anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan ekstensi. b. Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian posterior dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi untuk mengontrol gerakan fleksi.

14

c. ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior. d. ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi mengontrol gerakan fleksi. (Kapandji, 1990; Snel, 1997). Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Bila dilihat dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal, torakal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur yang elastis,

melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan bergesek antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerakan yang sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil (Langran, 2006). Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan. Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal sampai lumbal atau sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut (shock absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian utama yaitu:

15

a. Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis: 1) Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled spring) 2) Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus 3) Daerah transisi. b. Nucleus pulposus Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler. c. Vertebral endplate Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk batas atas dan bawah dari diskus (Muki Partono, 2009). Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada nucleus disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya vertebral end plates. Serabut-serabut kemampuan cukup untuk bergerak annulus fibrosus mempunyai fleksi dan ekstensi sehingga

memungkinkan perubahan bentuk dari nukleus pulposus. Fleksibilitas dari annulus fibrosus dimungkinkan oleh karena adanya (1) kelenturan, (2) kemampuan memanjang dan (3) adanya lubrikasi atau pelumasan dari lembaran-lemabaran annulus (Reni H. Masduchi, 2011). Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan atau beban. Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus pulposus adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri adalah : a. Ligamentum longitudinal anterior b. Ligamentum longitudinal posterior c. Corpus vertebrae dan periosteumnya

16

d. Ligamentum supraspinosum e. Fasia dan otot Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas : a. 8 pasang saraf servical. b. 15 pasang saraf thorakal. c. 5 pasang saraf lumbal. d. 5 pasang saraf sacral. e. 1 pasang saraf cogsigeal. Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson). Sumsum membawa saraf tulang belakang yang berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke

berbagai area tubuh. Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi (Langran, 2006).

17

6. KLASIFIKASI Macnabs Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRI menjadi : a. Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati batas diskus tetapi anulus tetap intak. b. Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang mengalami robekan yang tidak komplit.

18

c. Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang mengalami robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum longitudinalis posterior. d. Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus fibrosus yang telah robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos pulposus yang berada didalam diskus dan telah berada dalam kanal. Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe : a. Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan gangguan pada banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau nielopati apabila mengenai medula spinalis. b. Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebra lumbalis sehubungan dengan menipisnya ligamentum longitudalis posterior pada daerah tersebut, misal HNP vertebra L4-L5 akan menimbulkan iritasi pada akar saraf L5. c. Far-laterall foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung bawah. Mengenai akar saraf yang terekat, misal HNP vertebra L4-L5 akan mengenai akar saraf L4 (Reni H. Masduchi, 2011). Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :
a. Hernia Lumbosacralis

Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka pada posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan nucleus pulposus pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan atau dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya atau jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi extruded dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya terjadi pada satu sisi atau lainnya (kadangkadang ditengah), dimana mereka mengenai sebuah serabut atau beberapa

19

serabut saraf. Tonjolan yang besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler. b. Hernia Servikalis Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali dengan beberapa gejala dan mengacu pada kerusakan kulit. c. Hernia Thorakalis Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejalagejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang dengan paraparese. 7. PATOFISIOLOGI Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya atau merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang merenggang, sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke belakang. Prolapsus discus intervertebralis, hanya yang terdorong ke belakang yang menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra terdapat serabut saraf spinal serta akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus discus intervertebralis akan menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian pinggang, bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah (Sufitni, 1996). Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus pulposus bersama beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen intervertebralis. Karena ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih paraparese, kadang-kadang serangannya mendadak

20

kuat daripada ligamentum longitudinalis posterior, maka herniasi diskus hampir selalu terjadi ke arah posterior atau posterolateral. Herniasi tersebut biasanya menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu dengan badan diskus, walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar menembus ligamentum longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam kanalis spinalis. Perubahan morfologik pertama yang terjadi pada diskus adalah memisahnya lempeng tulang rawan dari korpus vertebra di dekatnya. Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan bisa terjadi pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya. Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Sobekan sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus Schmorl atau merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2, dan terus ke bawah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebral ini mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

21

Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastis.

22

Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering terkena, terutama L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur diskus lumbal yang lebih tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma masif. Karena hubungan anatomis pada vertebra lumbal, protrusi diskus biasanya menekan radiks saraf yang muncul satu vertebra di bawahnya. Jika terdapat fragmen diskus bebas, biasanya mengenai radiks yang muncul di atas diskus yang mengalami herniasi. Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena: a. Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1. b. Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1. c. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui anulus dengan menekan akarakar saraf spinal. Pada umumnya herniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih banyak bergerak (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis). Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L5, atau L5 sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1. Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil (Partono Muki, 2009; Sylvia,1991). Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan

23

komprensi hebat dan herniasi nucleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal maka terjadilah herniasi. Protrusi atau ruptur nucleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cidera. 8. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang terkena. Gejala klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan Achilles (APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan fungsi seksual.
24

Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk, meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan menghilangkan sakit yang diderita. Keluhan awal biasanya nyeri punggung bawah (low back pain) yang onsetnya perlahan-lahan, bersifat tumpul atau terasa tidak enak, sering intermitten, walaupun kadang-kadang nyeri tersebut onsetnya mendadak dan berat. Nyeri ini terjadi akibat regangan ligamentum longitudinalis posterior, karena diskus itu sendiri tidak memiliki serabut nyeri. Nyeri tersebut khas yaitu diperhebat oleh aktivitas dan pengerahan tenaga serta mengedan, batuk, atau bersin. Nyeri ini biasanya menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena dengan tungkai yang sakit difleksikan. Sering terdapat tidak dapat berdiri tegak secara penuh. Ada jenis yang akut dan ada jenis yang berlangsung perlahan. Jenis yang berlangsung perlahan kadang-kadang lebih lama sembuhnya. Nyeri bersifat tumpul dan semakin bertambah bila pinggang bergerak, ketika berjalan pasien akan memiringkan tubuh ke arah badan yang sehat sematamata bertujuan untuk membuka ruang lebih luas bagi bagian ruas tulang belakang yang bermasalah. Setelah periode waktu tertentu, timbul nyeri pinggul dan sisi posterior atau posterolateral paha serta tungkai sisi yang terkena, yang biasanya disebut skiatika atau iskialgia. Ada kalanya pasien mengeluh nyeri pada tepi luar telapak kaki (S1) dan tepi luar betis dan paha dalam (L3-L4-L5). Ini semua bergantung pada radian saraf pinggang yang terkena dorongan dari nucleus pulposus yang merosot tersebut. Pasien tidak tahan duduk lama apalagi bila duduk bersila. Sebentar-sebentar pasien akan menjulurkan kaki, gejala ini sering disertai rasa baal dan kesemutan yang menjalar ke bagian kaki yang dipersarafi oleh serabut sensorik radiks yang terkena. Kekuatan otot tungkai spasme refleks otot-otot paravertebra yang menyebabkan nyeri dan membuat pasien

25

pada umumnya tidak terlalu terganggu, namun sensasi raba mungkin dapat berkurang. Pada keadaan yang tidak lazim dimana protrusi diskus sentral terjadi dengan adanya kanalis spinalis yang sempit pada regio lumbal, kompresi kauda ekuina dapat timbul, dengan paraparesis dan hilangnya tonis sfingter. Sindrom klaudikasio palsu telah dilaporkan dengan nyeri tungkai bila beraktivitas, akibat sekunder dari (Achdiat, 2009). Tanda dan gejala yang spesifik pada berbagai jenis HNP adalah (Ratih astarida, 2009) : a. Henia Lumbosakralis Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu, ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan tungkai. Low back pain ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal. Sindrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri dari: 1) 2) 3) 1) 2) 3) 4) 1) Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki. Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks. Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas kompresi intermitten kauda ekuina

b. Hernia Servicalis (sevikobrachialis). Atrofi di daerah biceps dan triceps. Refleks biceps yang menurun atau menghilang. Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk. Nyeri radikal.

c. Hernia thorakalis

26

2) 3)

Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang paraparesis. Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.

9. PEMERIKSAAN FISIK Secara klinis dapat dilakukan beberapa gerakan seperti: a. Tes Lasegue Tes Lasegue disebut juga tes Straight Leg Raising (SLR) test. Caranya adalah dengan membaringkan pasien dan kemudian satu tungkai lurus diatas pembaringan meja periksa dan satu tungkai diangkat keatas. Pasien akan menjerit kesakitan pada saat tungkai diangkat tinggi sebelum mencapai sudut 70 derajat. Pada keadaan seperti ini dikatakan tes Laseque positif. Bila tes Lasegue positif maka hampir dapat dikatakan HNP positif. Bila tungkai kanan diangkat terasa sakit maka disebut tes Lasegue kanan positif berarti lesi HNP di kanan. Sebaliknya bila tes Lasegue kiri yang positif maka lesi HNP ada di sisi kiri pula.

b. Tes Braggard Tes Braggard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Laseque namun ketika tungkai diangkat maka telapak kaki pasien di dorong kuat keatas (dorsofleksi maksimal), maka akan terasa nyeri sepanjang tungkai.

27

c. Tes Siccard Tes Siccard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Braggard namun dengan ibu jari di dorong maksimal ke arah atas (dorsofleksi maksimal) dan akan terasa nyeri sepanjang tungkai.

Ada tes lain yaitu tes Patrick dan contra Patrick tetapi justru tes ini untuk menunjukkan bahwa penyebab nyeri pinggang bukan HNP tetapi suatu proses arthritis. Tes yang lain adalah Valsalva, dimana pasien diminta untuk menahan nafas. Bila terasa nyeri di pinggang dan menjalar ke tungkai disebut tes Valsalva positip dan HNP positip. Tes Naffziger adalah dengan menekan vena jugularis jika setelah ditekan terasa nyeri bertambah berarti terdapat HNP (Achdiat, 2009). 10. PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis herniasi discus antar vertebra sering dibuat hanya berdasarkan anamnesis dan dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik. Perasat-perasat untuk evaluasi seperti mengangkat tungkai dan berjalan jinjit di atas tumit juga bermanfaat untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan
28

penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti dari hernia nukleus pulposus yaitu : a. Foto pinggang polos Foto pinggang polos kadang-kadang sudah menunjukkan indikasi HNP bila sudut ruas tulang belakang miring kesalah satu sisi. Pada umumnya bila pasien cenderung memiringkan tubuh ke kiri maka berarti HNP di kanan. Foto polos vertebra tidak lagi dilakukan sesering masa sebelum CT-scan. Kadang-kadang pemeriksaan ini bermanfaat untuk menyingkirkan anomali atau deformitas kongenital, penyakit reumatik tulang belakang, tumor metastatik atau primer. Pada penyakit diskus, foto ini normal atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan sela intervertebra dan pembentukan osteofit. b. Foto caudografi Foto caudografi adalah foto dengan memberikan kontras ke dalam rongga subarakhnoid yang dimasukkan dengan jarum pungsi lumbal antara L3L4, L4-L5 atau L5-S1. Setelah kontras dimasukkan maka dilakukan foto dan akan terlihat pada foto ada bagian yang tidak terisi kontras yaitu daerah yang terkena HNP (filling defects). Foto ini sangat populer pada tahun 1980 an namun dengan masuknya tehnik CT Scan dan MRI (magnetic resonance imaging) mulai berkurang permintaan untuk foto caudografi ini. c. Foto MRI MRI mampu memperlihatkan daerah yang terkena HNP dengan jelas tanpa pasien merasa kesakitan, hanya proses foto cukup lama dan biaya besar. MRI terutama bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti bila dibandingkan dengan CT scan dalam hal mengevaluasi gangguan radiks saraf. d. Kadar serum kalsium, fosfat, alkali, dan asam fosfatase, serta kadar gula harus diperiksa pada setiap pasien sebab penyakit tulang metabolik, tumor metastatik, dan mononeurotis diabetik dapat menyerupai penyakit diskus intervertebra.

29

e. Punksi lumbal Walaupun cairan serebrospinal dapat memperlihatkan peningkatan kadar protein ringan dengan adanya penyakit diskus, punksi lumbal biasanya hanya kecil manfaatnya untuk diagnostik. Jika terdapat blok spinal total, kadar protein dapat meningkat sedikit dengan manuver Queckendstedt yang abnormal. f. Pemeriksaan neurofisiologis EMG dapat normal pada penyakit diskus, atau potensial fibrilasi dan gelombang tajam positif dapat dijumpai pada otot-otot yang dipersarafi radiks yang terkena setelah beberapa minggu. g. Mielografi Bila diagnosis sindrom diskus sudah pasti, dan tidak ada kemungkinan tumor kauda ekuina atau beberapa kelainan lain, mielografi tidak perlu dilakukan kecuali operasi dipertimbangkan. Mielografi untuk menentukan tingkat protrusi diskus. h. Diskografi,namun manfaatnya belum begitu jelas karena hasilnya sulit ditafsirkan. Malahan, prosedur ini dapat merusak diskus intervertebra. 11. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum, pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Ada adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan berulang kali, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi. a. Anamnesis Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya, bagaimana mulai timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Perlu juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf seperti adanya nyeri radikuler, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle anestesi.

30

b. Pemeriksaan klinik umum Inspeksi dapat di mulai saat penderita jalan masuk ke ruang pemeriksaan. Cara berjalan (tungkai sedikit di fleksikan dan kaki pada sisi sakit di jinjit), duduk (pada sisi yang sehat). Palpasi, untuk mencari spasme otot, nyeri tekan, adanya skoliosis, gibus dan deformitas yang lain. c. Pemeriksaan neurologik, 1) 2) 3) 4) Pemeriksaan sensorik. Pemeriksaan motorik adalah dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau fasikulasi otot. Pemeriksaan tendon. Pemeriksaan yang sering dilakukan. a) Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque, tesbragard, tes Sicard). b) Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava). d. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari: a) Elektromiografi (EMG) bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena dan sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap iritasi atau tahap kompresi. b) Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP) Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati 2) Pemeriksaan Radiologi a) Foto polos untuk menemukan berkurangnya tinggi diskus intervetebralis sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit b) Kaudografi, mielografi, CT Mielo dan MRI Untuk membuktikan HNP dan menetukan merupakan standar baku emas untuk HNP. lokasinya. MRI

31

12. PENATALAKSANAAN a. Terapi Konservatif Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik pasien dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan. Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Dengan cara ini, lebih dari 95% penderita akan sembuh dan kembali pada aktivitas normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan. Terapi konservati f meliputi; 1) Tirah baring Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. F l e k s i r i n g a n d a r i v e r t e b r a lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang. b. Medikamentosa 1) Analgetik dan NSAID. 2) Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot. 3) Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan. 4) Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi. 5) Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis

32

c. Terapi Fisik 1) Traksi pelvis Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan penyembuhan. 2) Diatermi atau kompres panas/dingin Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema.Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin. 3) Korset lumbal Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP kronis. Sebagai penyangga korsetdapat mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi spasme. 4) Latihan Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah semakin meningkat. 5) Proper Body Mechanics Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap t u b u h y a n g b a i k u n t u k mencegah terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut: o Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak danlurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.

33

o Ketika Gunakan

akan

turun dan

dari ke

tempat untuk

tidur

posisi tidur.

punggung

didekatkan tangan

pinggir tempat

lengan

mengangkat

p a n g g u l d a n berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha untuk membantu posisi berdiri. o Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser posisipanggul. o Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. S a a t a k a n b e r d i r i b a d a n diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan. o Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak jongkok,punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot perut. Dengan p u n g g u n g l u r u s , b e b a n diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada. o Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan kakiharus berubah posisi secara bersamaan. o Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok
d. Pembedahan

dengan

wcd u d u k

sehingga

memudahkan

g e r a k a n d a n t i d a k m e m b e b a n i p u n g g u n g s a a t bangkit. Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa: Defisit neurologik memburuk. Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual). Paresis otot tungkai bawah d.1. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral d.2. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli
34

bedah

untuk

menginspeksi

kanalis

spinalis,

mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks.

d.3. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra. d.4. Disektomi dengan peleburan. Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis nervus. diangkat Discectomy untuk mengurangi tekanan terhadap

dilakukan untuk memindahkan bagian yang

menonjol dengan general anesthesia. Hanya sekitar 2 3 hari tinggal dirumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah operasi untuk mengurangi resiko pengumpulan darah. Untuk sembuh total memakan waktu beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus yang harus ditangani jika ada masalah lain selain herniasi diskus. Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (recovery). d.5. Microdisectomy Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan fragmen of nucleated disk melalui irisan yang

35

sangat kecil dengan menggunakan raydan chymopapain) melarutkan ke dalam herniasi

chemonucleosis. diskus untuk

Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut substansi gelatin yang menonjol.

Prosedur ini merupakan salah satu alternatif disectomy pada kasus-kasus tertentu. 13. PROGNOSA (Mansjoer, Arif et all, 2007) Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi konservatif. Sebagian kecil berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi. Pada pasien yang dioperasi : 90% membaik terutama nyeri tungkai, kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%. 14. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus adalah atrofi otot-otot ekstremitas inferior. Otot-otot yang mengalami atrofi tergantung dari radix saraf yang mengalami lesi. Lesi pada radix saraf L4 menyebabkan atrofi pada m.quadriceps femoris, lesi pada radix saraf S1 menyebabkan atrofi pada m.gastroknemius dan m.soleus. Atrofi yang tidak mendaptkan rehabilitasi akan menyebabkan kelumpuhan ekstremitas inferior (Sufitni, 1996). 15. PENCEGAHAN (Yulvitrawasih, 2011) Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya herniasi nucleus pulposus yaitu mengurangi aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat barang yang berat atau selalu membungkuk terutama bagi orang lanjut usia. Bila terjadi fraktur atau dislokasi harus ditangani sesegera mungkin untuk menghindari komplikasinya terhadap diskus intervertebralis yang pada akhirnya memperbesar kemungkinan untuk mengalami herniasi nukleus pulposus.

36

Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang baik :

Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.

Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan. Hal-hal yang harus diperhatikan sbb : Pegangan harus tepat. Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus. Punggung harus diluruskan. Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan gerakan. Dengan mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh belakang diluar.

Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan perimbangan. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat gravitasi tubuh. Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan

mengangkat dan mengangkut harus dilakukan sebagai berikut:

Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan perimbangan. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang melalui pusat gravitasi tubuh. Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja,

yaitu hindari manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan mengangkut.

37

16. DIAGNOSIS BANDING a. Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang berprotein tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan myelografi.
b. Spondylolisthesis Spondylolisthesis adalah kelainan yang disebabkan perpindahan ke depan (masuk; tergelincir) satu bodi vertebra terhadap vertebra di bawahnya. Tersering L4-L5.
38

c. Spondylosis Spondylosis adalah kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya suktur dan fungsi normal spinal. Walaupun peran proses penuaan adalah penyebab utama, lokasi dan percepatan degenerasi bersifat individual. Proses degeneratif pada regio cervical, thorak, atau lumbal dapat mempengaruhi discus intervertebral dan sendi facet.

d. Arthiritis.
e. Anomali colum spinal. (Kalim et al, 1996)

17. KEPUSTAKAAN 1. Bose K, Lee EH. 1986. Symtomatic Treatment of Lower Back Pain. Med. Progress; 13 (10):25-30. 2. Effendi Z & Santosa CH. 1980. Low Back Pain di Poliklinik Rematologi RS Dr Sutomo. Surabaya: Naskah lengkap Simposium Low Back Pain.
3. Jong, Syamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

4. Judana A & Diwirjo S. 1983. Peranan Neurologi dalam masalah Low Back Pain. Jakarta: Simposium Nyeri Pinggang Bawah. Fakultas Kedokteran UI.
5. Kapandji, I. A. 1990. The Physiologi of Joints ; Volume three.

Churchill Livingstone, USA. 6. Kevin. 2011. Hernia Nucleus Pulposus (Saraf terjepit). Available at http://Klinik Ortopedi Singapura.htm. diakses tanggal 5 Februari 2013.
7. Langran, Mike. 2006. Spinal Injuries. Available at http://www.ski-

injury.com/spinal1.htm. diakses tanggal 5 Februari 2013. 8. Mansjoer, Arief, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Penerbit FK UI. 9. Partono M. 2009. Mengenal Nyeri pinggang. available at http://mukipartono.com/mengenalnyeri-pinggang-hnp.htm diakses tanggal 5 Februari 2013.

39

10. Ratihastarida. 2009. Hernia Nukleus Pulposus. Available at http:// patofisiologi-hernia-nucleus-pulposus.html. diakses tanggal 5 Februari 2013. 11. Sidharta Priguna. 1999. Neurologi Klinis Dasar. Edisi IV. Jakarta: PT Dian Rakyat. 87-95. 12. Snell, S.Richard. 1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran; Bagian Ketiga. Alih Bhasa Jan Tambayong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan. 13. Sufitni. 1996. Diagnosis topik neurologi. Edisi 2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 14. Suharso & Harsono. 1985. Epidemiologi Nyeri Pinggang Bawah di Poliklinik Saraf RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Simposium Nyeri Pinggang Bawah Pertemuan regional II. 15. Yulvitrawasih. 2011. Hindari HNP. available at http://rumah-sakit-islamcempaka-putih-Index2.php.htm. 2011. diakses tanggal 5 Februari 2013.

40

Anda mungkin juga menyukai