Anda di halaman 1dari 17

A. Pendahuluan. Negara harus berlandaskan atas hukum demi menjaga dan melindungi warganya (rechtsbescherming).

Hal ini termaktub dalam Pancasila yaitu yang merupakan landasan utama (Staatsfundamenalnorm) yang harus dijunjung tinggi oleh setiap warganegara, ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial. Landasan ini terjabarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai aturan dasar negara (Staatsgrundgesetz) yang memuat 16 bab sebelum diamandemen, berisikan 41 pasal termasuk di dalamnya pasalpasal aturan peralihan. Setelah diamandemen, maka UndangUndang Dasar 1945 berubah dengan penambahan bukan saja pasalnya tetapi juga memuat bab-bab baru yang secara jelas dan gamblang. Misalnya, tentang Hak Asasi Manusia, sebelum diamandemen hanya tercakup dalam pasal-pasal dan setelah diamandemen menjadi bab tersendiri. menjunjung tinggi dan
1

Landasan yang termaktub dalam konstitusi ini, pada intinya mengangkat harkat dan martabat warganegara setara dengan manusia lainnya di dunia, sesuai dengan kodrat yang ada sejak manusia itu lahir. Namun harus dipahami bahwa landasan dan ideologi tersebut berada dalam kewenangan kekuasaan negara yang dilindungi hukum. Artinya, tidak bisa lepas dari pengaruh politik, yakni kepentingan antara kelompok yang berkuasa dan yang dikuasai, sehingga sangat memungkinkan terjadinya bentuk tekanan (pressure) dan paksaan (force) dari yang berkuasa sesuai dengan kehendak penafsiran sang penguasa terhadap konstitusi tersebut. Disinilah
1

Sunaryati Hartono, Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia , Remaja Rosda, Bandung, 1991,hlm. 38.

lahirnya hukum sebagai alat kontrol penguasa terhadap kondisi objektif warganya. Dalam kondisi keindonesiaan yang notabene mengedepankan sikap kemanusiaan, menjunjung tinggi budaya, dan mengedepankan nilai-nilai moral, namun seringkali setiap rezim pemerintah dan diperhadapkan penyelewengan pada sebuah fenomena asasi pengingkaran terhadap hak-hak

warganya. Dalam kasus ini, berbagai kejadian telah diukir dengan tinta emas oleh sejarah kelam perjalanan Indonesia merdeka, sejak rezim Soekarno (Orde Lama), Soeharto (Orde Baru), bahkan saat Orde Reformasi berkibar sebagai bentuk rezim yang diharapkan oleh masyarakat dapat membawa pada alam perbaikan pranata sosial sesuai dengan misi yang diusungnya, salah satunya adalah melindungi hak asasi manusia serta mengungkap berbagai tindak pelanggaran HAM rezim sebelumnya. Namun tak pelak, kemudian pun diperhadapkan pada sebuah fenomena serupa dengan berhembusnya nafas terakhir sang pejuang Hak Asasi Manusia, Munir Thalib. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat dalam diri setiap manusia sejak lahir. Dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) tahun 1948 telah dinyatakan dalam bagian mukadimahnya bahwa hak asasi manusia harus dilindungi pemerintah yang berdasarkan hukum merupakan suatu hal yang esensial, agar orang tidak terpaksa mengambil jalan lain, sebagai upaya terakhir, dengan berontak melawan tirani dan opresi. Artinya, bahwa kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang hidup dalam masyarakat, karena ketika berhaluan maka akan melahirkan perlawanan dari masyarakat itu sendiri.

Ketika hukum dibangun berdasarkan fakta-fakta sosial yang hidup dalam masyarakat tersebut, maka dengan sendirinya hakhak dasar manusia akan terlindungi di bawah legitimasi negara, tetapi tidak berarti bahwa hukum dengan sendirinya akan ditaati dan dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat, karena akan muncul kepentingan pribadi-pribadi di lain pihak. Dalam kondisi demikian, disinilah perlunya ada kontrol sosial (social control) yang dijalankan oleh penguasa terhadap setiap tindakan anggota masyarakatnya sesuai standar nilai-nilai yang telah dipatenkan dalam hukum positif tersebut. 2 Dari berbagai pengertian tersebut, maka kerangka konseptual yang dimaksudkan peneliti dalam skripsi ini adalah sejauhmana negara menjadikan hukum sebagai sarana kontrol sosial (pengendali tingkah laku) demi melindungi hak asasi manusia (warganya), hubungannya dengan konspirasi lembaga negara terhadap pembunuhan Munir. Berangkat dari rumusan masalah tersebut, dimana hukum dijadikan sebagai sarana kontrol masyarakat (social control) kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang melekat sejak manusia itu masih dalam kandungan, yang harus dilindungi, dihormati, dan dijunjung tinggi jangan sampai terlecehkan akibat tindak kesewenang-wenangan manusia lainnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya hukum yang dapat mengatur dan mengontrol tindakan tersebut agar tidak melanggar hak-hak asasi tersebut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan hukum yang baik adalah hukum yang hidup dan dipraktekkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi hukum sebagai alat kontrol sosial ( a tool of social control) berhadapan dengan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia, yang menitikberatkan pada kasus
2

Soemantri , Dasar Hak Asasi Manusia, Buana Nusantara, Jakarta, 2002, hlm.14.

pembunuhan aktivis dan pejuang HAMMunir. Disini perlu ditegaskan bahwa peristiwa pembunuhan politik terhadap pembela HAM ini bukanlah merupakan kejadian kali pertama di Indonesia. Namun sejak pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru, kontrol negara (pemerintah) terhadap aktivitas warganya sangat ketat, terutama aktivitas kaum kritis yang dianggap menghambat dan laju dan arah pembangunan tersebut, dan kebijakan penculikan, pemerintah. Berbagai upaya dilakukan aparat untuk mencegah menghentikan gerakan seperti penembakan misterius, bahkan pembunuhan massal karena dianggap telah melakukan makar dan tindakan subversif. Untuk melegitimasi menerbitkan tindakan aparat
3

tersebut,

maka

pemerintah dan

peraturan-peraturan

tentang

subversif

peraturan pendukung lainnya.

Hal ini terjadi karena belum berjalannya tanggung jawab negara dalam mengungkap berbagai kasus pembunuhan secara sungguh-sungguh terhadap Munir dan Human Rights Defender (HRD) lainnya, menunjukkan ketidakmauan (unwillingness) dalam menegakkan hukum dan melindungi warganegaranya. Padahal, negara ada sebagai wadah yang memegang kendali utama untuk mengontrol dan menciptakan sistem kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang demokratis, harmonis dan sejahtera berdasarkan sistem hukum yang dianutnya, bukan sebagai momok yang berkuasa di atas segala kepentingan warganya. B. Ruang Lingkup Tindak Pidana Pembunuhan.

Raharjo,Pemanfatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembanga Ilmu Hukum , Alumni, Bandung, 1977, hlm.17.

Istilah

tindak

pidana

adalah berasal

dari

istilah

yang feit.

dikenal dalam hukum pidana Belanda

yaitu stafbaar

Walaupun istilah ini terdapat dalam bahasa Belanda dengan demikian juga bahasa Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud
4

dengan

strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Menurut para Adami Chazawi I yang Hukum Pidana pengertian Bagian dalam tindak bukunya pidana, Pelajaran dari menjelaskan

mengutip

pandangan

pakar hukum tentang straafbaar feit

dan istilah-istilah yang pernah


5

digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum. Menurut Bambang Poernomo perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.6 Dalam hal ini Wirjono Prodjodikoro di dalam bukunya Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia menjelaskan bahwa dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. sebagai terlihat Ini mudah bagi terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakkan daya pikir subjek tindak pidana itu, juga syarat pada wujud adanya sebagai hidup

hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda. Dengan perkumpulan-perkumpulan badan
4 5 6

dari serta

orang-orang, yang dalam pergaulan

hukum

turut

Ibid, hlm.34. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I Raja, Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.34. Bambang Waluyo, Pidana Dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm.130.

kemasyarakatan, timbul gejala-gejala dari perkumpulan itu, yang apabila dilakukan


7

oleh

oknum,

masuk

perumusan pidana,

pelbagai tindak pidana. Membicarakan

mengenai

unsur-unsur

tindak

dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: (1) dari sudut teoritis dan (2) dari sudut Undang-undang. Maksud teoritis ialah berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang pidana tercermin tertentu pada dalam bunyi rumusannya menjadi tindak pasal-pasal peraturan perundang-

undangan yang ada. Dari pembahasan mengenai perumusan tindak pidana yang dikemukakan beberapa ahli hukum, dapat diambil unsur-unsur Menurut Moeljatno, tindak pidana sesuai dengan batasanyang dikutip oleh Adami Chazawi batasan tindak pidana yang dikemukakan oleh teoritisi tersebut. mengatakan bahwa unsur tindak pidana adalah: a. Perbuatan; b. Yang dilarang (oleh aturan hukum); c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan). dasar tertentu, yaitu: a. Menurut sistem KUHP, dalam dibedakan Buku II antara dan kejahatan pelanggaran (misdrijven) dimuat
8

Jenis-jenis tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-

(overtredingen) dimuat dalam Buku III. b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten). c. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpose delicten).
7 8

Wirjono Prodjohamidjojo,Subjek Tindak Pidana, Buana Karya, Jakarta, 2007 hlm.50. Ibid, hlm.55.

d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana pidana pasif/negatif, omissionis). e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus. f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. g. Dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (delicta communia, yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana propria (dapat dilakukan tertentu). Dalam beberapa dalam merumuskan hukum pengertian yang tindak pidana, ada ke hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi aktif/positif dapat juga dan disebut tindak tindak pidana komisi (delicta commissionis)

disebut juga tindak pidana omisi ( delicta

pakar

memasukkan hal ini masih

perihal dapat

kemampuan bertanggungjawab unsur diperdebatkan apakah

(toerekeningsvatbaarheid)

tindak pidana. Namun

kemampuan bertanggung jawab itu beberapa sebagai ahli hukum mencoba berikut: Satochid atau dapat jiwa

merupakan unsur tindak pidana atau tidak. Mengenai pengertian toerekeningsvatbaarheid memberikan menyatakan seseorang, pandangannya bahwa

Kartanegara yang dikutip oleh Martiman Prodjohamidjojo, toerekeningsvatbaarheid adalah mengenai sedangkan dipertanggungjawabkan keadaan

toerekenbaarheid

(pertanggungjawaban)

adalah

mengenai

perbuatan

yang Saleh bahwa

dihubungkan dengan si pelaku atau pembuat. Sedangkan menurut penjelasan dari Roeslan dalam Martiman Prodjohamidjojo, untuk adanya kesalahan terdakwa, pada terdakwa haruslah: 1. Melakukan perbuatan pidana. 2. Mampu bertanggung jawab. 3. Dengan sengaja atau alpa. 4. Tidak ada alasan pemaaf. C. Tindak Pidana
9

mengatakan,

yang mengakibatkan dipidananya

Pembunuhan

yang

Direncanakan

Menurut Hak Asasi Manusia (HAM). Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu kejahatan yang dilakukan terhadap nyawa. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pembunuhan diartikan sebagai suatu proses, perbuatan atau cara yang dilakukan untuk menghilangkan nyawa. Kejahatan terhadap nyawa ini termasuk tindak pidana materiil (materiil delict), artinya untuk kesempurnaan tindak pidana ini tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan itu saja, melainkan adanya suatu akibat yang nyata dari perbuatan tersebut, yaitu dalam hal ini hilangnya nyawa. Kejahatan terhadap nyawa ini terbagi atas berbagai jenis, yang di atur dalam Pasal 338-350 serta 359 KUHP yaitu:10 1. Pembunuhan Biasa (doodslag). 2. Pembunuhan dengan kualifikasi (gequalificeerd). 3. Pembunuhan Berencana (moord). 4. Pembunuhan Anak (kinderdoodslag). 5. Pembunuhan atas permintaan si korban (Euthanasia).
9

10

Martiman, Kesalahan Tindak Pidana, Sinar Harapan, Jakarta, 2006. hlm.12. Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentang Pembunuhan.

6. Masalah Bunuh Diri. 7. Menggugurkan Kandungan (abortus). 8. Karena Kelalaian Menyebabkan Matinya Orang Lain. a. Pengertian Pembunuhan Berencana. Pembunuhan berencana adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal 338 KUHP, akan tetapi dilakukan lebih dengan dahulu direncanakan terdahulu. Direncanakan

(voorbedachte rade) sama dengan antara timbul maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu akan dilakukan. Perbedaan direncanakan niat, sedang antara yaitu pembunuhan pelaksanaan berencana dan pembunuhan yang itu kalau pembunuhan pelaksanan

dimaksud Pasal 338 itu dilakukan seketika pada waktu timbul pembunuhan ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak waktu antara dapat timbulnya berfikir, niat untuk membunuh itu dan pelaksanaan atau pembunuhan itu masih demikian luang, sehingga pelaku masih apakah pembunuhan diteruskan dibatalkan, atau pula nmerencana dengan cara bagaimana melakukan pembunuhan itu. Pembunuhan berencana ialah pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa dengan direncanakan terlebih dahulu, misalnya, dengan berunding dengan orang lain atau setelah memikirkan siasat-siasat yang akan dipakai untuk melaksanakan niat jahatnya itu dengan sedalam-dalamnya terlebih dahulu, sebelum tindakan yang kejam itu dimulainya.

Pembunuhan berencana dalam KUHP di atur dalam Pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord ), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. D.Aspek-Aspek Hukum Dalam Tindak Pidana Pembunuhan yang Direncanakan, Menurut Pasal 340 KUHP Jo UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Studi Kasus Tentang Pembunuhan Munir Said). Ada sekelompok organisasi yang bisa membunuh tanpa ketahuan, tanpa motif yang jelas, hanya ingin membuktikan saja bahwa mereka bisa membunuh. Ada dua kemungkinan motif pembunuhan. Pertama bisa saja karena kasus yang dihadapi besar, sehingga Munir dibunuh. Karena dia berbahaya bagi kelompok tertentu. Kedua, bisa juga dilakukan hanya untuk membuktikan bahwa membunuh itu mudah. Dia bisa menggunakan Garuda yang dalam hal ini tidak punya motif apapun untuk membunuh. Jadi, ada orang dengan kekuasaan besar yang memanfaatkan Garuda dalam hal ini. Munir bukanlah sosok yang membahayakan bagi siapa pun. Apalagi pada masa menjelang kematiannya yang mengejutkan dan tragis itu, pejuang HAM ini sudah mulai mengubah strategi perjuangannya, yang tadinya serba antiABRI menjadi pendorong reformasi di tubuh TNI. Aktivis yang

tak kenal takut ini, saat itu disebut-sebut media massa sebagai kandidat paling ideal untuk jabatan jaksa agung. Tokoh kemanusiaan ini dibunuh bukan oknum paranoid, tapi oleh sejumlah orang kuat yang menganalisis dengan dingin, bahwa Munir bisa membahayakan mereka dan karena itu harus dibunuh lewat sebuah operasi bernuansa sipil. Pelaku kejahatan akan mendapatkan tindakan hukum berdasarkan perundang-undangan yang hakim diduga yang berlaku. Seseorang melakukan pelanggaran hukum tidak dapat tetap. Untuk menjaga supremasi hukum

dikatakan bersalah sebelum adanya keputusan hukum dari yang bersifat saat ini sedang gencar-gencarnya diadakan reformasi penegak hukum yang bersih dan berwibawa. Adanya tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, maka langkah- langkah penegakan hukum merupakan proses yang panjang membentang dari awal sampai akhir. Adapun menurut sistem yang dipakai dalam Kitan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka pemeriksaan pendahuluan merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Polisi termasuk di dalamnya pemeriksaan tambahan atas dasar petunjuk-petunjuk dari jaksa penuntut umum dalam rangka penyempurnaan hasil penyidikannya. Langkah selanjutnya adalah pemeriksaan pengadilan yang dilakukan di depan pengadilan yang dipimpin oleh hakim. Di hadapan hakim, Jaksa Penuntut Umum akan mengajukan tuntutannya sesuai pelanggaran yang dilakukan terdakwa. Pembunuhan terorganisir yang melibatkan aparat Negara dalam pelaksanaannya dapat dikatakan sebagai sebuah kejahatan yang dilakukan oleh Negara, atau state crime. Negara, dalam pandangan Marxist adalah sebuah entitas yang memiliki

public tindakan Negara

power dengan dan

termasuk

siapa-siapa dapat

yang

ada

didalam suatu ini, hal

aparaturnya

sehingga

mereka

memaksakan Dalam dapat secara

perlindungan

legitimasi. hal ini

keterlibatan Muchdi yang saat itu menjabat di Badan Intelegen merencanakan wajah dikatakan tidak merepresentasikan Negara

langsung. Pembunuhan Munir dengan racun ini juga dapat dikaitkan dengan model teror politik milik Antonio Cassesse, yaitu model perangkat formal dengan mengandalkan peraturan legal atau hukum untuk melemahkan, dan model represi dan teror kekerasan seperti pembunuhan atau penghilangan paksa. E. Penutup. Aspek-aspek hukum dalam tindak pidana pembunuhan yang di rencanakan, di kaji menurut Pasal 340 KUHP Juncto UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Studi Kasus tentang Pembunuhan Munir). Pembunuhan berencana (moord). Pembunuhan dengan rencana lebih dulu atau disingkat dengan pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, hal ini diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi: Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun. Perbedaan direncanakan niat, sedang antara yaitu pembunuhan pelaksanaan berencana dan pembunuhan yang itu

kalau

pembunuhan pelaksanan

dimaksud Pasal 338 itu dilakukan seketika pada waktu timbul pembunuhan

ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak waktu antara dapat timbulnya berfikir, niat untuk membunuh itu dan pelaksanaan atau pembunuhan itu masih demikian luang, sehingga pelaku masih apakah pembunuhan diteruskan dibatalkan, atau pula nmerencana dengan cara bagaimana ia melakukan pembunuhan itu.

KARYA ILMIAH ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DI RENCANAKAN, DIKAJI MENURUT PASAL 340 KUHP JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA STUDI KASUS TENTANG PEMBUNUHAN MUNIR SAID

Oleh : Nama NPM : IRMALIA APRIANI : 74201 09 0083

Program Studi : Ilmu Hukum

Pembimbing : 1. DR. Hj.Henny Nuraeny, SH, MH 2. Tanti Kirana Utami, SH, MH

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR

KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah yang setulus-tulusnya Penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wataala atas segala rahmat, hidayah serta inayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul : ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DI RENCANAKAN, DIKAJI MENURUT PASAL 340 KUHP Jo UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA STUDI KASUS TENTANG PEMBUNUHAN MUNIR SAID. Adapun karya ilmiah ini Penulis susun untuk mencapai Gelar Sarjana Program Studi Hukum konsentrasi pidana Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Cianjur. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan-kekurangan dan karya kurangnya ilmiah ini yang dikarenakan dalam keterbatasan membangun. para pembaca. wawasan Semoga pengalaman dapat pada

penulisan karya ilmiah, untuk itu saran dan kritik yang bersifat bermanfaat khususnya bagi kemajuan Penulis sendiri, serta umumnya bagi

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI .. ii A. Pendahuluan ...... 1 B. Ruang Lingkup Tindak Pidana Pembunuhan.......................4 C. Tindak Pidana Pembunuhan yang Direncanakan Menurut Hak Asasi Manusia (HAM).............................................. 8 D. Aspek-Aspek Hukum Hukum Dalam Tindak Pidana Pembunuhan yang Direncanakan, Dikaji Menurut Pasal 340 KUHP Jo Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia 9Studi Kasus Tentang Pembunuhan Munir Said).............. ..... 10 E. Penutup 12 DAFTAR PUSTAKA ...

Anda mungkin juga menyukai