Anda di halaman 1dari 5

GELIAT ISLAM DI BORDEAUX PRANCIS*

Oleh: SOFJAN muhammad (Mahasiswa Doktoral di Prancis)

Hal pertama yang saya kunjungi ketika pertama kali mendatangi suatu daerah yang baru adalah mencari pusat kota dan masjid raya. Kenapa? Karena dengan mencari pusat kota atau alunalun saya akan tahu representasi kegiatan pemerintah kota tersebut mulai dari eksekutif, legislatif, yudikatif, aparat keamanan , pelayanan publik lainnya serta adanya taman kota atau tempat terbuka lainnya untuk penduduk kota. Alu-alun yang lengkap dengan fungsi tersebut ditambah terjaga kebersihannya dan ketertibannya merupakan gambaran kecil tertibnya fungsi pemerintahan dalam melayani masyarakat. Biasanya di alun-alun terdapat juga Masjid Raya yang menjadi kebanggan daerah tersebut. Tapi beberapa daerah dengan alasan keterbatasan lahan maka posisi Masjid Raya atau Masjid Agug terpisah dari kumpulan pusat pemerintahan. daerah tersebut. Ketika saya berkesempatan melanjutkan pendidikan di kota Bordeaux Prancis dengan didanai oleh Beasiswa Unggulan (BU) Kemendiknas maka yang pertama saya pelajari tentang kota ini adalah dimana alun-alun dan masjid raya kebanggan kota Bordeaux. Sebelum datang ke Prancis saya sudah mempelajari kehidupan beragama khususnya diterimanya komunitas Islam di Prancis. Banyak informasi yang saya dapatkan dari segala sumber tentang kebijakan pemerintah Prancis dan sikap masyarakat asli Prancis non-Islam terhadap komunitas Islam di Prancis. Lebih banyak informasi yang tidak mendukung keberadaan Islam di Negara Nicolas Sarkozy ini daripada cerita yang menyenangkan. Mulai dari pelarangan burqa (ada juga yang menyebut jilbab) sampai dengan dikucilkannya komunitas/keluarga Islam. Menurut laporan Marchelon Report (lembaga independen) yang diberi tugas langsung oleh Presiden Nicolas Sarkozy untuk mendata populasi pemeluk agama di kalangan warga Prancis maka di dapati 65% di dominasi oleh Katolik, 6% menganut Islam, 2% Protestan, dan diikuti oleh pemeluk Yahudi dan Budha serta tidak beragama. Ini berarti pemeluk Islam nomor dua di Prancis. Setiap agama memiliki perwakilan organisasi yang diakui pemerintah Prancis. Asosiasi yang diakui oleh pemerintah Prancis untuk komunitas Islam yaitu Conseil Francais du Culte Musulman (CFCM). Organisasi ini dibentuk sejak tahun 2003 untuk menfasilitasi komunikasi antar pemeluk Islam dengan pemerintah Prancis. Masjid Raya selain menggambarkan kepedulian pemerintah setempat atas kebutuhan beragama warganya juga menyiratkan kehidupan beragama di

Keberadaan Komunitas Islam Pusat kegiatan kota dan alun-alun di Bordeaux bernama Place de la Victoire. Alun-alum Victoire yaitu tempat favorit warga Bordeaux dan turis untuk berkumpul. Sering sekali diadakan acara di alun-alun ini. Di alun-alun tersebut juga terdapat Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi Universitas Bordeaux 2. Setelah mendapati Victoire saya lanjutkan dengan perjalanan mencari masjid. Akhirnya saya menemukan masjid kebanggaan muslim Bordeaux. Tidak ada nama masjid terpampang di bangunan yang tidak menyerupai masjid tersebut. Di papan masjid terdapat papan tertulis Association des Musulmans de la Gironde Mosque de Bordeaux. Masjid ini beralamat di 50 Rue Jules Guesde, 33800 Bordeaux. Dari obrolan dengan pengurus masjid maka masjid ini diberi nama Al-Huda. Tapi masjid ini lebih dikenal dengan masjid Bordeaux. Awalnya saya mengira masjid raya berlokasi di pinggiran kota. Ternyata masjid Al-Huda ini hanya berjarak 200 meter dari alunalun Victoire. Dan di arah berlawanan dari Victoire degan jarak hanya 300 meter terdapat Stasiun Besar Kereta Api kota Bordeaux. Artinya masjid ini berada di tengah hiruk pikuk kota Bordeaux. Bukan di pinggiran kota. Pemerintah Prancis memberikan perhatian positif terhadap masjid ini. Musim dingin dengan cuaca ekstrim suhu minus alias di bawah 0 C tidak menyurutkan semangat para warga muslim untuk sholat berjamaah. Tua, muda, dari kalangan kaya dan kurang mampu serta dari berbagai etnis yang tinggal di Bordeaux berbondong-bondong menghadiri sholat berjamaah. Bahkan ada juga yang datang walau harus berganti bis dan trem untuk mencapai masjid ini. Ketika tiba waktu sholat Jumat maka bisa dipastikan bangunan 2 lantai ini akan padat dengan jamaah. Lantai 2 yang merupakan ruang kelas, ruang pengurus dan perpustakaan disubah menjadi tempat sholat dan dipenuhi dengan jamaah yang akan melaksanakan sholat jumat. Ada satu ruang yang dikhususkan untuk para muslimah yang akan mengikuti atau mendengarkan khotbah Jumat. Khotbah Jumat disampaikan dengan bahasa Arab pada khotbah pertama dan dengan bahasa Prancis untuk khotbah kedua. Usai Jumatan merupakan ajang silaturahim dengan warga muslim Bordeaux. Hangat sekali mereka ketika bersalaman, berpelukan dan mencium dengan saudara semuslim. Tidak jarang mereka saling berpelukan dan mencium lebih dari empat kali pelukan sambil menebar wajah penuh rindu dan cinta sesama muslim. Ibadah jumat bagi mereka juga sebagai ajang reuni mingguan dengan rekan sejawat yang tinggal jauh dan tidak bisa setiap saat datang ke masjid ini. Tidak ada pedagang kaki lima seusai sholat jumat. Saya berkenalan dengan Trinis. Bapak yang memiliki 2 putri berkebangsaan Tunisia ini bekerja di Bordeaux sebagai teknisi pesawat. Dari Trinis ini saya mendapatkan banyak informasi tentang kegiatan masjid. Rupanya marak sekali aktifitas di masjid ini. Mulai dari pelaksanaan ibadah wajib, pengajian rutin , kelas bahasa arab, perpustakaan, sampai dengan konsultasi keislaman bagi

siapa saja yang membutuhkan. Sudah ada beberapa orang yang menjadi mualaf dengan berikrar di masjid ini. Hanya berjarak 25 meter terdapat toko buku islam Assuniyah yang menjual perlengkapan muslim dan buku-buku islami. Dan antara masjid hingga alun-alun Victoire bertebaran restauran Islam yang tentunya halal dimana menu utama nya adalah Kebab. Hanya dengan 2 kita sudah mendapatkan kebab Turki ukuran jumbo untuk orang Timur Tengah. Selain masjid Al-Huda ada juga masjid Anour lMouhamadi. Berbeda dengan masjid raya AlHuda, masjid ini dengan jelas memasang papan nama masjid dalam bahasa Arab dan bahasa Prancis. Masjid yang beralamat di Rue des Menuts ini juga berlokasi sangat strategis dengan keramaian kota lainnya. Masjid ini hanya berjarak 200 meter dari Port de Bourgogne. Yaitu stasiun pemberhentian trem dan daerah wisata juga. Baru saja diadakan karnaval tahunan Bordeaux dan melewati jalan besar ini. Masjid 2 lantai ini memang tidak sebesar masjid Al-Huda. Tapi kegiatan yang dilakukan oleh masjid ini juga cukup banyak. Di sekitar masjid ini banyak toko kelontong, toko sayur dan toko daging yang dijamin kehalalannya. Para pemilik toko tersebut pastinya muslim dengan kebanyakan turunan timur tengah seperti dari Aljazair, Maroko, Tunisia dan Libanon,. Mereka semua kewarganegaraan prancis. Senang sekali menemukan banyak toko yang di jamin kehalalannya. Rupanya para pembeli bukan hanya dari kalangan muslim tapi juga dari kalangan nonmuslim. Alasan mereka rupanya selain harganya bersaing juga mereka tahu kebersihan yang di jaga oleh pedagang muslim. Bangga juga saya mendengar alasan warga setempat non-muslim yang berbelanja di kawasan muslim rue des menuts ini. Dinamika Islam di Tempat Umum Ada sekitar 3,5 5 juta warga muslim dari 58 juta warga Prancis bermukim di Negara ini. Dengan angka sekitaran 8,5% dari keseluruhan penduduk Prancis menjadikan warga muslim di Prancis memiliki peranan tersendiri di berbagai bidang. Saya mencoba keluar dari kawasan muslim ke kawasan yang lebih umum yaitu di jalan, bis, trem, swalayan, perkantoran dan kampus. Target saya adalah pria yang berjanggut panjang, menggunakan gamis panjang dan mengenakan peci khas muslim. Untuk muslimahnya yaitu wanita yang mengenakan tutup kepala (jilbab pendek dan jilbab besar), berjubah lebar dan panjang. Saya mengira saya akan kesulitan menemui target saya. Ternyata para pria muslim dan muslimah dengan ciri yang saya sebutkan tadi dapat dengan mudahnya saya temui. Beberapa wanita muda Prancis tampak asik berbincang dengan wanita muslimah yang mengenakan jilbab. Sesekali tawa lepas berderai diantara mereka. Pemandangan mereka agak kontras karena wanita non-muslim asik dengan rokok di tangannya sedangkan yang muslimah tetap

berbincang dengan jilbab dan pakaian perbedaan perlakuan diantara mereka.

ala ABG yang dikenakannya.

Tidak ada tanda-tanda

Saya juga menemui muslimah dengan gamis dan jilbab lebarnya di sekitar alun-alun Victoire. Muslimah ini membawa tas dan buku-buku tebal. Rupanya dia menuju Universitas Bordeaux 2 untuk mengikuti kuliah. Dari cara berpakaiannya yang sangat rapih sepertinya sangat tidak mungkin dia akan melepaskan jilbab untuk mengikuti perkuliahan dan mengenakan kembali setelah perkuliahan seperti yang pernah saya dengar. Tampak juga dua lelaki berjanggut dan mengenakan celana panjang sampai di atas mata kaki berjalan di alun-alun ini. Pembuktian diterimanya Islam di Bordeaux ini saya lanjutkan ke Hypermarket terbesar yaitu Achan. Saya mencoba mencari produk-produk dengan mendapat label halal. Ternyata bukan hanya produk dengan label halal yang saya temukan tapi di salah satu sudut Hypermarket tersebut terdapat tempat untuk penjualan barang khusus halal. Biasanya jenis daging-daging mulai dari daging ayam, daging sapi dan lainnya. Rupanya pasar muslim di Bordeaux ini mendapat tempat tersendiri bagi pemilik Hypermarket tersebut. Bagaimana geliat Islam di kampus? Di kampus saya muslimah dengan leluasanya dapat mengikuti perkuliahan tanpa harus risih dengan pakaian muslimahnya. Para dosen dan mahasiswa terutama yang muslim/muslimah berbaur dengan mereka yang non-muslim. Lega sekali rasanya melihat diterimanya komunitas muslim terlebih dengan identitas pakaiannya. Karena tidak ada mushola atau masjid di kampus maka bagi yang muslim melaksanakan ibadah wajib di tempat yang biasanya dgunakan para staf dan mahaiswa muslim misalnya di Laboratorium Bahasa. Kepala Lab Bahasa adalah seorang muslim. Namanya bapak Abdellah Ouzitane. Dari Pak Abdellah ini juga lah saya diyakinkan bahwa tidak ada diskriminasi terhadap mahasiswa/staf di kampus yang beragama Islam. Disaat kami berbincang dia menunjuk teman dosennya yang baru saja selesai mengajar. Dosen tersebut adalah muslimah lengkap dengan pakaian muslimah. Dari Pak Abdellah saya juga mendengar bahwa di daerah perkantoran lainnya juga tidak pernah ditemui adanya diskriminasi terhadap umat Islam. Permasalahan warga muslim di Bordeaux ini juga saya temui. Permasalahan utama adalah ekonomi. Tidak sedikit warga muslim di Bordeaux hidup di bawah kecukupan. Beberapa kali saya temui pengemis di halte trem dan pusat perbelanjaan. Pengemis langganan yang saya temui adalah seorang ibu tua yang mengenakan jilbab seadanya. Memang dari data pemerintah Prancis warga mulim di Prancis banyak meneui kesulita ekonomi. Ini terjadi karena latar belakang pendidikan mereka yang rendah sehingga tidak diterima di dunia kerja.

Setelah melihat langsung kehidupan Islam di kota Bordeaux yang diterima baik oleh warga non-muslim setempat maka tidak ada keraguan bagi saya untuk nantinya mengajak istri saya yang berbusana muslimah dan kedua putri-putri kecil saya yang sudah saya biasakan dengan pakaian muslimah untuk datang ke kota yang banyak sekali bangunan kuno nya ini. Insya Allah pada tanggal 6 s.d. 9 April 2012 akan ada pertemuan tahunan warga muslim Prancis di Paris. Pertemuan akbar tahunan pada saat musim panas yang di tunggu oleh warga muslim di Prancis. Saya pun akhirnya mendapati situasi sebenarnya yang lebih baik dan berbeda dengan apa yang saya dengar selama ini tentang kehidupan beragama di negara ini terutama kota saya tinggal, Bordeaux. Saya teringat pesan imam masjid Al-Huda bahwa warga muslim disana selalu diingatkan untuk berprilaku baik. Tunjukkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pemeluk Islam. Sifat dasar manusia pasti akan menerima kedamaian dan menolak kerusakan atau kejahatan. Tunjukkan Islam memiliki perilaku yang beradab dan penuh kedamaian di mana pun berada karena Islam adalah Rahmatan lil Alalmin.

*Dimuat di harian Republika, Ahad 18/03/2012

Anda mungkin juga menyukai