Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS Telah diajukan sebuah kasus seorang anak perempuan berusia 3 bulan, dengan diagnosis kerja suspect

aspirasi pneumonia, penyakit jantung sianotik ec Tetralogy of fallot, suspect hipotiroid kingenital dan suspect sindrom down. Diagnosis tetralogi Fallot ditegakkan dari Anak tampak kebiruan pada daerah bibir, tangan dan kaki, terutama bila menangis sejak usia 40 hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sianosis pada ujung-ujung ekstremitas dan bibir, dengan saturasi oksigen 60%, suara jantung II tunggal serta bising ejeksi sistolik grade 3/6 terjelas di ruang intercostalis III parasternalis sinistra. Tampak kebiruan pada pasien dikeluhkan setelah berumur satu bulan, hal ini sesuai dengan teori bahwa biasanya sianosis tidak tampak saat baru lahir, gejala ini berkembang setelah 2 dan 6 bulan.pjg Komponen yang paling yang menentukan derajat beratnya sianosis adalah stenosis pulmonal yang bervariasi dari sangat ringan sampai sangat berat.text Pada TOF dengan stenosis pulmonal bentuk klasik biasanya asimptomatis pada saat lahir dan didapatkan adanya bising atau peningkatan sianosis setelah sebulan setelah lahir. Pengecualian untuk pasien dengan PDA besar atau arteri kolateral sistemik-pumonal yang berkembang baik. Sianosis ini bisa ringan segera setelah lahir namun bertambah parah pada hari-hari pertama kehidupan akibat penutupan PDA. Biasanya derajat sianosis dan tekanan oksigen arteri berfluktuasi pada beberapa hari pertama karena konstriksi dan relaksasi duktus arteriosus Setelah masa neonates, derajat sianosis biasanya meningkat bertahap sejalan pertumbuhan pasien yang melebihi aliran darah paru serta
12

dengan meningkatnya

usia, infundibulum akan makin hipertrofik, sehingga pasien akan makin sianotik. . Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan bising ejeksi sisitolik grade 3/6 di RIC II linea parasternal kiri. Bising disebabkan karena turbulensi aliran darah dari ventrikel kanan yang mengalami penyempitan pada katup pulmonal (stenosis pulmonal). Bising pansisitolik yang menandakan adanya VSD pada pasien ini tidak terdengar, dimana hal ini bisa dijelaskan terjadi akibat kerasnya bising ejeksi sistolik tersebut dan turbulensi biasanya tidak ada pada VSDpjg,text Continuous murmur jika terdapat PDA jarang ditemukan. Continous murmur pada anak yang besar dapat didengar di punggung karena adanya lairan arteri kolateral aorta-pulmonal yang melewati paru. pjg

Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan tampak corakan bronkovaskuler paru meningkat,. Cor: CTI 58,3 %, tampak jantung menyerupai sepatu dengan apek terangkat (boot shape appearance). Pada TOF umumnya corakan bronchovascular paru berkurang. Gambaran vascular paru dapat juga terlihat meningkat akibat adanya PDA yang besar, dengan arteri pulmonal sentral yang berkembang atau adanya kolateral arteri sistemik dan pada pasien ini ditambah karena adanya masalah aspirasi pneumonia. Dari EKG didapatkan posisi jantung RAD dan terdapat hipertrofi ventrikel kanan. 9,11,12, 13 Pada saat masuk didapatkan nilai hemoglobin 12,9 g%, leukosit 5300/mm3, hematokrit 40 %, dengan hitung jenis 0/1/6/39/51/3. Kadar hemoglobin normal pada anak dengan sianotik merupakan bentuk anemia relative. Berdasarkan studi restrospektif yang dilakukan pada 100 pasien dengan penyakit jantung congenital di Iran, didapatkan kadar Hemoglobin rata-rata pada asianotik 13.56 9.44 dan pada pasien sianotik 15.97 17.19. Pada penyakit jantung sianotik dengan terdapatnya shunt dari kiri-kanan pada jantung, menyebabkan saturasi oksigen arteri rendah. Keadaan tersebut meransang peningkatan produksi eritropoitin sehingga jumlah sel darah merah meningkat dan menyebabkan hiperviskositas. Tingkat hemoglobin tergantung pada derajat dan durasi hipoksemia,

dengan kadar hemoglobin pada pasien ini, anak akan menunjukkan sianotik jika saturasi darah arteri nya dibawah 76 % Pada penyakit jantung sianotik kadar hemoglobin normal menunjukkan anemia relative dan dapat menimbulkan efek yang berbahaya. Anemia pada PJB asianotik jika didapatkan kadar hemoglobin < 12 mg/dl dan pada PJB sianotik < 15. Pasien dengan PJB sering dengan anemia. Tingginya prevalensi anemia disebabkan kerena defisiensi vitamin dan mineral atau faktor lainnya. Anemia defisiensi besi ditemukan pada lebih dari sepertiga pasien dengan PJB sianotik, yang mana hal tersebut disebabkan karena kombinasi dari factor lain atau bersamaan dengan adanya kelainan lain. Pada pasien ini diduga anemia juga bisa disebabkan karena adanya masalah hipotiroid kongenital. Dengan tidak adanya asupan zat besi yang cukup, anemia relatif dengan

hipokromia dan mikrositosis dapat berkembang. Karena situasi ini dapat menyebabkan gangguan serebrovaskular, anemia relatif harus diterapi dengan pemberian suplemen besi oral sampai hematokrit mencapai kadar yang lebih sesuai 50-55%. Peningkatan hematokrit

lebih lanjut ( lebih dari 60% ) akan mengakibatkan peningkatan viskositas darah yang mencolok dengan tahanan progresif terhadap aliran darah dan meningkatkan risiko thrombosis otak. Pada pasien ini tidak perlu dilakukan transfusi darah karena banyak penelitian menemukan bahwa pemberian dosis rendah suplemen besi atau dosis tunggal rekombinan eritropoietin pre operatif tanpa transfusi darah autolog pada anak dengan penyakit jantung sianotik bermanfaat meningkatkan kadar hematokrit. Pada pemeriksaan echocardiography ditemukan situs solitus, Tetralogy of Fallot, PDA, Left arch. Kelainan jantung yang terlihat berupa tetralogy of fallot dimana ditemukan right atrial dilatasi,VSD malalignment, overriding aorta, stenosis pulmonal valvular dan infundibular sedang. TOF yang berhubungan dengan defek jantung congenital lainnya ditemukan pada 40% pasien, variasi TOF dengan PDA ditemukan kurang dari 1%. Van Praagh mengamati bahwa derajat stenosis pulmonal berkaitan langsung dengan derajat overriding aorta dan membuktikan bahwa masalah utama TOF adalah gangguan perkembangan infundibulum pulmonal dan kelainan lain sebagai efek sekunder dari gangguan pada alur keluar ventrikel kanan Stenosis pulmonal pada pasien ini terdapat pada valvular dan infudibulum. Obstruksi pada TOF dapat terjadi pada infundibular, valvar atau supravalvar atau dapat melibatkan cabang arteri pulmonal. Obstruksi pada infundibular adalah obstruksi yang terbanyak ditemukan pada TOF disebabkan karena malposisi dari crista supraventrikularis. Stenosis valvular bisa disebabkan karena leaflet fusion valvar atau karena ring hypoplasia. Selama pasien ini dirawat tidak pernah terjadi spell hipoksik yang kemungkinan akibat stenosis pulmonal yang terdapat pada pasien ini masih sedang dan belum terdapatnya polisitemia vera serta kemungkinan akibat adanya PDA yang membantu meningkatkan aliran darah ke paru sehingga hipoksemia serebral dapat diatasi Anak kemudian direncanakan untuk pemeriksaan lebih lanjut dan intervensi pembedahan di RSCM Jakarta. Sebelum dilakukan pembedahan harus dilakukan pemeriksaan sadap jantung untuk menilai kondisi kedua arteri pulmonalis. Tekhnik ekhokardiografi tidak bisa memisahkan cabang arteri pumonalis atau sumber auplai arteri pulmonalis; karena itu seringkali kateterisasi diperlukan. Katerisasi jantung berguna untuk

mengetahui anatomi arteri koroner, derajat penyempitan cabang arteri paru, anatomi aorta dengan cabang cabangnya dan besar VSD. Struktur arteri pulmonalis dan sumber aliran darah paru penting untuk dipetakan. Selain itu, tingkat hubungan antara arteri pulmonalis sentral dan MAPCA (arteri kolateral aortopulmonal besar) harus dipastikan sebelum pembedahan.14, 17,18 Pada pemeriksaan didapatkan cabang arteri pulmonal confluens, diameter RPA: 5,96,2 mm dengan half size 6 (normal 4-8,5) dan fungsi ventrikel kiri baik sehingga

dimungkinkan untuk reparasi tahap tunggal operasi koreksi total tanpa bedah palliative sebelumnya. Jika arteri pulmonalnya konfluens, koreksi total satu tahap adalah pilihan operasi tebaik. Syarat dilakukan pembedahan koreksi total adalah ukuran arteri pulmonalis kanan dan kiri cukup besar dan memenuhi kriteria yang diajukan oleh Kirklin yang disesuaikan dengan berat badan, ukuran dan fungsi ventrikel kiri harus baik agar mampu menampung aliran darah. Prosedur koreksi total meliputi penutupan VSD yang dipilih melalui atrial dan arteri transpulmonalis. Right ventricular outflow tract (RVOT) diatasi dengan cara

melebarkan dan atau pemotongan jaringan infundibular dan pulmonary valvotomy, pelebaran RVOT tanpa pemasangan patch lebih dapat diterima jika perbaikan dilakukan di saat masih bayi. Namun demikian, jika telah terjadi hipoplastik pada annulus pulmonary dan arteri pulmonal pemasangan trans annular patch harus dilakukan. Terapi definitif mutlak dilakukan pada pasien ini. Berdasarkan data statistik hanya 10% saja mereka yang tidak dioperasi yang mampu bertahan sampai usia 12 tahun. Setelah pasien mengalami perbaikan bedah lengkap, prognosis dan hasil jangka panjang berhubungan dengan anatomi dan jenis bedah perbaikan, serta kondisi yang terkait. Salah satu studi yang selamat dari tahun pertama setelah perbaikan bedah menunjukkan tingkat kelangsungan hidup aktual 97% pada 10 tahun, 94% pada 20 tahun, 89% pada 30 tahun, dan 85% pada 36 tahun. [33] Pengerjaan operasi koreksi total dianjurkan secepatnya meskipun tidak terdapat

gejala sianotik. Bukti terbaru menyatakan bahwa koreksi pembedahan pada TOF yang dilakukan lebih dini dapat mengurangi efek lanjutan dari hipoksia, mencegah kerusakan organ, mengurangi aritmia ventrikel dan mengoptimalkan fungsi dan curah jantung. Sebuah

hasil penelitian menyimpulkan koreksi bedah dini pada TOF kurang dari satu tahun dapat dilakukan dengan mortalitas perioperatif yang rendah dan menyebabkan ketahanan hidup asimptomatik jangka panjang yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh adrian Ooi dan kawan kawan di Inggris, didapatkan hasil yang baik jika operasi koreksi total tersebut dikerjakan pada usia 3-6 bulan. Bahkan operasi pada usia kurang dari tiga bulan pun juga akan memberikan hasil yang baik, hanya saja pasien lebih lama menjalani rawatan intensif. Saat ini usia operasi koreksi total elektif yang banyak dianjurkan pada usia 3-6 bulan. 19 Disamping TOF, pasien ini diduga dengan sindrom down karena didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien yaitu terdapat konstipasi, anak kurang aktif, didapatkan ada gangguan pernafasan aspirasi pneumonia dan adanya kelainan jantung kongenital. Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita sindrom Down dengan prevelensi 40-50%.Antara penyakit jantung kongenital yang ditemukan

Atrioventricular Septal Defects (AVD) atau dikenal juga sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular Septal Defect (32%), Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan Isolated Patent Ductus Arteriosus (4%).

Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi

penyebab utama retardasi mental dan defek jantung. Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang lemah, Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang rata (Schlote, 2006).
15

. . 13

Anda mungkin juga menyukai