Anda di halaman 1dari 25

Motivasi Kerja

2.1.1 Definisi Motivasi Menurut beberapa penulis motivasi adalah: 1. dapat diperoleh bahwa definisi

Menurut Kreitner dan Kinicki (2008, p210). Motivasi adalah kumpulan proses psikologis yang menyebabkan pergerakan, arahan, dan kegigihan dari sikap sukarela yang mengarah pada tujuan.

2. Menurut Colquitt, LePine, dan Wesson (2009, p178). Motivasi suatu kumpulan kekuatan yang energik yang mengkoordinasi di dalam dan di luar diri seorang pekerja, yang mendorong usaha kerja, dalam menentukan arah , intensitas, dan kegigihan. 3. Menurut George and Jones (2005, p175). Motivasi kerja adalah suatu kekuatan psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang di dalam organisasi, tingkat usaha, dan kegigihan di dalam menghadapi rintangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu kumpulan proses

psikologis

yang memiliki kekuatan di dalam diri seseorang yang menyebabkan

pergerakan, arahan, usaha dan kegigihan dalam menghadapi rintangan untuk mencapai suatu tujuan. 2.1.2 Elemen Motivasi Menurut George and Jones (2005, p175-176) ada tiga elemen dalam motivasi kerja dan tiga elemen tersebut adalah adalah: arah perilaku, tingkat usaha, tingkat kegigihan.

Tabel 2.1 Elemen Motivasi Element Arah perilaku (Direction of Behavior) Tingkat Usaha (Level of Effort) Definition Example Perilaku apakah yang dipilih Apakah seorang engineer memberikan waktu seseorang untuk ditunjukkan dan usahanya untuk meyakinkan pimpinan dalam organisasi? yang skeptis dengan tujuan untuk mengubah spesifikasi desain produk baru dengan Seberapa keras seseorang Apakah seorang engineer mempersiapkan bekerja untuk menunjukkan laporan permasalahan dengan spesifikasi perilaku yang dipilihnya? sebenarnya, atau hanya menyebutkan permasalahan ketika berpapasan dengan seorang pimpinan di dalam lobby dan Ketika menghadapi rintangan, Ketika pimpinan tidak setuju dengan engineer jalan buntu, dan tembok batu, nya dan menunjukkan bahwa perubahan seberapa keras seseorang tetap dalam spesifikasi adalah hanya menyia-nyiakan mencoba untuk menunjukkan waktu, apakah seorang engineer tersebut tetap perilakunya dengan baik? gigih untuk dapat mengimplementasikan perubahan tersebut atau menyerah

Tingkat kegigihan (Level of Persistenc e)

Sumber: George and Jones (2005, p175)

Arah perilaku: Perilaku manakah yang dipilih seseorang untuk ditunjukkan? Dalam pekerjaan manapun, ada banyak perilaku (beberapa tepat, dan beberapa tidak tepat) dimana seorang pekerja dapat terlibat di dalamnya. Arah perilaku mengacu pada perilaku yang dipilih karyawan untuk ditunjukkan dari banyak potensi perilaku yang dapat mereka tunjukkan. Jika seorang pialang dalam perusahaan investment

banking

secara

ilegal

memanipulasi

harga

saham,

jika

seorang

manager

mengangkat karirnya sendiri dengan membebani bawahannya, atau jika seorang

engineer menyakinkan pimpinan yang skeptis untuk mengubah spesifikasi desain


dari sebuah produk baru dengan tujuan untuk menurunkan biaya produksi semua tindakan tersebut merefleksikan perilaku yang dipilih karyawan untuk ditunjukkan. Sebagai contoh, karyawan dapat yang dapat menolong tidak berfungsi yang perusahaan dalam termotivasi dengan cara berfungsi, mencapai tujuannya, atau dengan

menghalangi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Dengan melihat kepada motivasi, manager ingin memastikan bahwa arah perilaku bawahan mereka berfungsi bagi organisasi. Mereka ingin karyawan untuk termotivasi datang tepat waktu, melakukan tugas yang diberikan dan dapat dipercaya, datang dengan ide-ide baru, dan menolong sesamanya. Manager tidak ingin karyawannya untuk datang

terlambat, mengabaikan aturan yang mengutamakan kesehatan dan keamanan, atau menggantikan kualitas dengan mulut manis. Tingkat usaha: Seberapa keras seseorang bekerja untuk menunjukkan perilaku yang dipilihnya? karyawannya Adalah tidak cukup bagi organisasi untuk untuk bagi memotivasi perusahaan,

untuk menunjukkan perilaku

berfungsi

organisasi juga harus memotivasi mereka untuk bekerja keras dalam perilaku ini. Sebagai contoh, jika seorang engineer memutuskan untuk meyakinkan pimpinan yang skeptis untuk perubahan suatu desain, level motivasi engineer tersebut menentukan seberapa jauh ia akan meyakinkan pimpinannya. Apakah engineer tersebut hanya menyebutkan kebutuhan akan perubahan tersebut dalam

percakapan biasa, atau ia akan mempersiapkan laporan detail permasalahan tersebut dengan spesifikasi sebenarnya

yang menunjukkan mendeskripsikan

dan

spesifikasi penurunan biaya baru yang dibutuhkan? Tingkat kegigihan: Ketika menghadapi rintangan, jalan buntu, dan tembok batu, seberapa keras seseorang tetap mencoba untuk menunjukkan perilaku yang dipilihnya dengan baik? Seandainya pimpinan seorang engineer menyatakan bahwa perubahan spesifikasi adalah hanya menyia-nyiakan waktu. Apakah

engineer

tersebut gigih mencoba untuk mendapatkan implementasi perubahan tersebut atau menyerah walaupun dia sangat percaya bahwa hal itu diperlukan? Misalnya, jika mesin pabrik dari salah seorang karyawan rusak, apakah karyawan akan berhenti bekerja dan menunggu seseorang untuk datang memperbaikinya, atau ia mencoba untuk memperbaiki mesin tersebut atau paling tidak memberitahu rekan kerjanya tentang permasalahan tersebut?

2.1.3 Motivasi intrinsik dan ekstrinsik Menurut George dan Jones (2005, p177-179), perbedaan yang harus

diperhatikan dalam mendiskusikan motivasi adalah perbedaan antara sumber motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Perilaku dengan motivasi intrinsik adalah perilaku yang ditunjukkan untuk kepentingannya sendiri, dengan kata lain sumber motivasi biasanya datang dari penunjukkan perilaku itu sendiri. Seorang violin profesional yang menikmati bermain di dalam orkestra pemain tanpa

menghiraukan bayaran yang relatif rendah dan seorang seorang CEO yang menghabiskan 12 jam kerja karena mereka menikmati pekerjaan mereka, dan itu adalah motivasi intrinsik. Perilaku dengan motivasi ekstrinsik adalah perilaku yang ditunjukkan untuk memperoleh materi atau penghargaan sosial atau untuk menghindari hukuman. Perilaku tersebut ditunjukkan bukan untuk kepentingannya sendiri tetapi lebih kepada konsekuensinya. Contoh dari motivasi ekstrinsik termasuk bayaran, pujian, status, dll. Seorang karyawan dapat termotivasi secara ekstrinsik, termotivasi secara instrinsik, atau keduanya. Ketika karyawan lebih terutama termotivasi secara ekstrinsik dan melakukan pekerjaan itu sendiri tidak merupakan sumber motivasi, sangat penting bagi organisasi dan manager untuk membuat hubungan yang jelas antara perilaku yang diinginkan perusahaan untuk dilakukan karyawan dan hasil atau penghargaan yang dinginkan karyawan. Ada hubungan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan nilai kerja Karyawan

intrinsik dan ekstrinsik (akan di bahas pada sub bab kepuasan kerja).

yang memiliki nilai kerja intrinsik ingin menantang pencapain, kesempatan untuk membuat kontribusi dalam pekerjaan mereka dan perusahaan, dan kesempatan untuk mencapai seluruh potensinya di tempat kerja. Karyawan dengan nilai kerja ekstrinsik menginginkan beberapa dari konsekuensi kerja, misalnya menghasilkan uang, mendapatkan status dalam sebuah komunitas, kontak sosial, dan waktu bebas

dari pekerjaan untuk waktu keluarga dan bersantai. Hal ini memberi alasan bahwa

karyawan dengan nilai kerja intrinsik yang kuat biasanya akan termotivasi secara intrinsik di tempat kerja dan mereka yang memiliki nilai kerja ekstrinsik akan termotivasi secara ekstrinsik.

2.1.4 Maslows hierarchy of needs (teori kebutuhan hirarki Maslow) Menurut Hellriegel dan Slocum (2004, p119) ada beberapa hal yang merupakan alasan dasar dari hirarki Maslow: Sekali suatu kebutuhan terpuaskan, kepentingan peran motivasionalnya menurun. Bagaimanapun, setelah satu kebutuhan terpuaskan, kebutuhan lain pada tingkat yang lebih tinggi muncul untuk mengambil alih, jadi orang selalu memuaskan kebutuhannya. Jaringan kebutuhan untuk kebanyakan orang sangat kompleks, dengan beberapa kebutuhan yang mempengaruhi perilaku di dalam satu waktu. Jelas bahwa, ketika seseorang berhadapan dengan situasi darurat, seperti rasa haus yang

amat sangat, kebutuhan tersebut akan mendominasi sampai terpuaskan. Kebutuhan pada level yang lebih rendah harus dipuaskan, sebelum kebutuhan pada level yang lebih tinggi diaktifkan untuk mempengaruhi perilaku. Ada lebih banyak cara untuk memuaskan kebutuhan pada level yang lebih tinggi daripada level yang lebih rendah.

Menurut George dan Jones (2005, p179-183), Seorang psikolog, Abraham Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki 5 kebutuhan universal yang mereka cari untuk dipuaskan: kebutuhan fisiologi, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan rasa penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan ini dan bagaimana mereka dapat dipuaskan dijelaskan dalam tabel berikut ini. Maslow menujukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan ini dapat diatur dalam kepentingan hirarki dengan kebutuhan paling dasar fisiologi dan rasa aman- di paling dasar. Dua kebutuhan ini harus dipuaskan sebelum individu mencari untuk memuaskan

kebutuhan yang lebih tinggi dalam hirarki nya. Maslow juga menyatakan bahwa setelah suatu kebutuhan terpuaskan, maka tidak lagi sumber motivasi.

Tabel 2.2 Kebutuhan hirarki Maslow Need Level Selfactualization (Highest-level needs) Description Examples of how needs are met or satisfied and and one

Needs to realize ones By full using ones skills striving to achieve potential as a human being abilities to the fullest all that can on a job

Esteem needs

Needs to feel good about oneself and ones capabilities, to be By receiving promotions at work respected by others, and to and being recognized for receive recognition and accomplishments on the job appreciation By having good relations with co-workers and supervisors, being Needs for social interaction, a member of a cohesive work friendship, affection, and love group, and participating in social functions such as company picnics and holiday By receiving job security, Needs for security, stability, andadequate medical benefits, safe environment and Basic needs for things such as By receiving a minimum level of pay food, water, and shelter that that enables a worker to buy food must be met in order for an and clothing and have adequate individual to survive housing

Belongingne ss needs

Safety needs Physiologic al needs (Lowestlevel needs)

Sumber: George dan Jones (2005, p179)

Berdasarkan teori Maslow, kebutuhan yang tidak terpuaskan adalah motivator utama dari perilaku, dan kebutuhan yang berada pada level terendah dari hirarki akan didahulukan sebelum level yang lebih tinggi. Di waktu tertentu, bagaimanapun, hanya satu jenis kebutuhan yang memotivasi terjadinya perilaku, dan hal ini tidak mungkin melompati level tertentu. Setelah

seorang individu memuaskan satu jenis kebutuhannya, ia akan mencoba untuk memuaskan kebutuhan pada level berikutnya dalam hirarki, dan level ini akan menjadi fokus motivasi. Dengan menspesifikasi kebutuhan yang berkontribusi pada motivasi, teori Maslow membantu manager menentukan apa yang akan memotivasi seorang karyawan. Pelajaran yang sederhana namun penting dari teori Maslow adalah karyawan berbeda-beda dalam kebutuhannya dan mencoba memuaskannya di tempat kerja, dan apa yang memotivasi seorang karyawan mungkin memotivasi yang lainnya. Hal yang dapat kita simpulkan adalah tidak untuk

memperoleh pekerja yang termotivasi, manager harus mengidentifikasi kebutuhan manakah yang sedang dicari untuk dipuaskan seorang karyawan di tempat kerja, dan setelah kebutuhan- kebutuhan ini terpenuhi, manager harus memastikan bahwa kebutuhan tersebut terpenuhi jika karyawan tersebut menunjukkan perilaku-perilaku tertentu.

2.2

Kepuasan Kerja

2.2.1 Definisi Kepuasan Kerja Definisi kepuasan kerja menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut: 1. Menurut Colquitt, LePine, dan Wesson (2009, p105) Job satisfaction is a

pleasurable emotional state resulting from the appraisal of ones job and what you think about your job. suatu pernyataan emosi yang menyenangkan
yang dihasilkan dari penghargaan terhadap pekerjaan seseorang dan apa yang anda pikirkan tentang pekerjaan anda. 2. Menurut George dan Jones (2005, p75). Job satisfaction is the collection of

feelings and beliefs that people have about their current jobs. merupakan
kumpulan perasaan dan kepercayaan yang dimiliki seseorang tentang

pekerjaan mereka. 3. Menurut Kreitner dan Kinicki, (2008, p170) Job satisfaction is an affective or

emotional response toward various facets of ones job. suatu respon


yang mempengaruhi atau emosional terhadap berbagai segi dari pekerjaan seseorang. Dapat kita simpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu respon berupa pernyataan emosi perasaan dan kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap berbagai segi dari pekerjaannya.

2.2.2 Determinan Kepuasan Kerja Menurut George dan Jones (2005, p80-83) ada beberapa determinan dari kepuasan kerja.

Personalit y Cara seseorang


merasakan, berpikir, dan berperilaku

Work Situation
Pekerjaan itu sendiri Kondisi kerja fisik Jam kerja, gaji

Job Satisfaction
kumpulan perasaan dan kepercayaan yang dimiliki seseorang tentang pekerjaan mereka

Values
Nilai intrinsik dan ekstrinsik kerja, nilai etika

Social influence
Rekan kerja Kelompok (grup) Kultur

Sumber: George dan Jones (2005, p80)

Gambar 2.1 Bagan Determinan Kepuasan Kerja Personality: Personalitas merupakan cara seseorang merasakan, berpikir, dan berperilaku, merupakan determinan pertama dari bagaimana orang berpiir dan merasakan tentang pekerjaan mereka atau kepuasan kerja. Personalitas individu mempengaruhi tingkatan positif atau negatif dari pemikiran dan perasaan tentang sebuah pekerjaan. Seseorang yang tinggi dalam sifat-sifat utama orang ekstrovert biasanya memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi daripada orang yang memiliki tingkatan yang rendah dalam sifat ini. Personalitas membantu menentukan kepuasan kerja dan personalitas, dan personalitas adalah bagian yang merupakan faktor genetis, peneliti-peneliti

terkejut bahwa genetik

mempengaruhi kepuasan kerja. Richard Arvey dari Universitas Minnessota dan rekan kerjanya mengeksplorasi tingkatan level kepuasan kerja yang diwariskan dari orang tua mereka. Mereka meneliti 34 pasang kembar identik yang dibesarkan secara terpisah sejak kecil. Objek peneliti ini menyatakan sifat-sifat genetis yang sama tetapi terekspos dalam pengaruh situasi berbeda dalam beberapa tahun terakhir perkembangan kehidupan mereka. Untuk masing-masing pasangan kembar, peneliti mengukur derajat level kepuasan kerja yang satu sama dengan yang lainnya. Peneliti menemukan bahwa faktor genetik diperhitungkan sekitar 30% dari perbedaan level kepuasan kerja diantara anak kembar di dalam studi mereka. Penemuan menarik lainnya adalah pasangan kembar tersebut cenderung memegang pekerjaan yang mirip/serupa dalam hal kompleksitas, keahlian mesin, permintaan fisik yang dituntut dalam pekerjaan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa orang mencari pekerjaan yang sesuai dengan sifat-sifat genetis mereka. Dengan kata lain, personalitas seseorang (yang sebagian diwariskan) mempengaruhi mereka untuk memilih jenis pekerjaan mereka. Apa arti penemuan ini bagi manager? Esensinya, mereka menunjukkan bahwa sebagian dari kepuasan kerja ditentukan oleh personalitas karyawan, dimana sebuah organisasi atau manager tidak dapat mengubahnya dalam waktu dekat. Apakah ini berarti para manager tidak perlu khawatir tentang level kepuasan kerja dari bawahan mereka atau ini tidak ada artinya untuk meningkatkan kepuasan kerja? Jelas Tidak. Walaupun secara pasti hal ini menyatakan bahwa faktor genetis diperhitungkan 30% dari perbedaan level kepuasan kerja, 70% dari variasi kepuasan kerja sisanya dapat dijelaskan. 70% inilah yang dapat dipengaruhi oleh seorang manager. Jadi manager harus berkonsentrasi terhadap kepuasan kerja karena ini adalah sesuatu yang merupakan kuasa mereka untuk mempengaruhi dan mengubah.

Values: Nilai memiliki dampak terhadap level kepuasan kerja karena mereka merefleksikan keyakinan karyawan tentang hasil yang seharusnya terjadi dan bagaimana seseorang seharusnya berperilaku saat bekerja. Ada dua macam nilai kerja, yaitu: nilai kerja intrinsik dan ekstrinsik. Contohnya, seseorang dengan nilai kerja intrinsik yang kuat (nilai yang berkaitan dengan alamiah dari pekerjaan itu sendiri), kemungkinan besar akan terpuaskan dengan pekerjaan yang menarik dan berarti secara personal (misalnya pekerjaan sosial) tetapi itu juga membutuhkan jam kerja yang panjang dan gaji yang kurang baik. Seseorang dengan nilai kerja ekstrinsik yang kuat

akan terpuaskan dengan pekerjaan dengan gaji yang baik tetapi monoton. Work Situation: Mungkin sumber kepuasan kerja yang paling penting adalah situasi kerja itu sendiri pekerjaan yang dilakukan seseorang (contohnya, bagaimana menarik dan membosankannya hal itu), orang-orang yang berinteraksi dengan seseorang pekerja (customer, bawahan, supervisor), lingkungan dimana seseorang bekerja (tingkat keberisikan, keramaian, dan temperatur), sebagai dan bagaimana petugas

organisasi

memperlakukan

karyawannya

(misalnya

serorang

keamanan, mereka ditawarkan bayaran dan keuntungan yang layak). Setiap aspek dalam pekerjaan dan organisasi merpakan bagian dari situasi kerja dan dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Mengacu pada

Working Mother magazine,

yang mempublikasikan daftar 100 perusahaan teratas untuk ibu yang bekerja, menyatakan bahwa fleksibilitas di tempat kerja merupakan hal yang penting. Fleksibilitas dapat mengambil berbagai macam bentuk mulai dari minggu kerja yang di kompres dan waktu kerja yang fleksibel sampai kepada kemampuan untuk mengambil cuti tambahan untuk mengurus anak yang sakit. Kebanyakan orang dapat menjadi lebih terpuaskan dengan sebuah pekerjaan yang menggaji mereka secara baik dan itu sangat aman dibandingkan pekerjaan yang menggaji mereka sedikit dan ancaman pemberhentian kepada karyawan untuk selalu hadir.

Social Influence: Faktor penentu terakhir dari kepuasan kerja adalah pengaruh sosial atau pengaruh yang dimiliki perorangan maupun kelompok

terhadap sikap dan perilaku seseorang. Sekelompok rekan kerja, sebuah kelompok dimana seseorang terlibat, dan kultur dimana seseorang bertumbuh dan hidup di dalamnya, semuanya memiliki potensi untuk mempengaruhi level kepuasan kerja. Pengaruh sosial dari rekan kerja dapat menjadi faktor penentu yang sangat penting dari kepuasan kerja seorang karyawan karena rekan kerja selalu ada disekeliling mereka, dan memiliki tipe pekerjaan yang serupa, dan seringkali

memiliki beberapa hal yang sama dengan seorang karyawan (misalnya latar belakang edukasi). Rekan kerja dapat memiliki pengaruh potensial dalam kepuasan kerja seorang karyawan baru. Karyawan baru biasanya masih membentuk opini tentang organisasi dan pekerjaannya. Mereka mungkin belum tau apa yang dapat

mereka perbuat atau apakah mereka akan menyukainya atau tidak pada akhirnya. Jika karyawan baru dikelilingi oleh rekan kerja yang tidak terpuaskan dengan pekerjaan mereka, maka biasanya karyawan tersebut juga akan menjadi tidak puas dengan pekerjaan mereka, dan jika karyawan baru tersebut dikelilingi oleh rekan kerja yang menikmati pekerjaan maka ia pun akan terpuaskan dengan pekerjaan mereka. Kelompok dimana seseorang terlibat juga mempengaruhi level kepuasan kerja seorang karyawan. Keluarga dimana seorang anak bertumbuh, anak misalnya,

dapat mempengaruhi bagaimana dimana berpengaruh

memuaskan ketika ia

tersebut dalam

dewasa

pekerjaannya. Seorang karyawan yang bertumbuh dalam keluarga berkecukupan mungkin tidak terpuaskan dengan pekerjaan sebagai seorang guru sekolah karena gajinya dibandingkan dengan tingginya standar kehidupannya ketika masih kecil. Seorang yang lebih rendah hati mungkin juga tidak menginginkan gaji yang lebih tinggi tetapi mungkin tidak terpuaskan dengan pekerjaan mengajar mereka karena bayarannya tersebut.

Variasi

yang

banyak

di

dalam

suatu

grup

dapat

mempengaruhi

kepuasan kerja. Karyawan yang memiliki grup religi biasanya tidak akan terpuaskan dengan pekerjaan yang menuntut untuk bekerja di hari Sabtu dan Minggu. Serikat pekerja dapat memiliki efek yang besar anggotanya. Menjadi anggota serikat dalam level kepuasan kerja para

pekerja

yang percaya

bahwa

manager

tidak memperlakukan karyawan dengan baik seperti seharusnya, sebagai contoh, dapat mengakibatkan seorang pekerja tidak terpuaskan dengan pekerjaannya. Kultur dimana seseorang bertumbuh dan tinggal di dalamnya dapat

menyebabkan juga level kepuasan kerja karyawan. Karyawan yang bertumbuh di dalam kultur (misalnya kultur amerika) yang menekankan pentingnya pencapaian dindividu dan prestasi biasanya terpuaskan dengan pekerjaan yang memberikan tekanan kepada prestasi dan menyediakan bonus dan bayaran lebih bagi pencapaian individu. Karyawan yang bertumbuh dalam kultur (misalnya kultur Jepang) yang menekankan pentingnya melakukan apa yang baik bagi semua orang mungkin tidak akan terpuaskan dengan pekerjaan yang menekankan kompetisi individu dan pencapaian. Dalam kenyataannya, pengaruh kultur dapat membentuk tidak hanya kepuasan kerja tetapi juga sikap yang dimiliki karyawan tentang diri mereka sendiri. Seorang Amerika akan memperkenalkan sebuah perkuliahan dengan sebuah

guyonan yang menunjukkan pengetahuan dan kejenakaannya. Tetapi seorang dosen Jepang di posisi yang sama biasanya akan memulai dengan meminta maaf dengan kekurangan keahliannya. Mengacu pasa Dr Hazel Markus dari University of Michigan dan Dr. Shinobu Kitayama dari University of Oregon, kedua gaya yang kontras ini merefleksikan bagaimana orang Amerika dan orang Jepang menunjukkan dirinya, dimana berdasar pada nilai-nilai dali kultur yang mereka hormati. Konsisten dengan kultur Amerika, Dosen Amerika menampilkan dan

membawakan dirinya sebagai orang yang bebas, otonom, dan berusaha untuk mencapai: hal ini membuatnya merasa nyaman, dan membuat pendengar

Amerikanya nyaman. Sangat berbeda, kultur Jepang

menekankan adalah

ketergantungan

diri

sendiri

dengan

orang

lain;

tujuannya

untuk menyesuaikan diri, bertemu dengan kewajiban seseorang, dan

memiliki relasi interpersonal yang baik. Gaya yang tidak menonjolkan diri dalam dosen Jepang merefleksikan nilai-nilai ini; hal ini menunjukkan bahwa ia merupakan bagian dari sistem yang lebih besar dan menekankan koneksi antara dirinya dan pendengar. Markus dan rekan kerjanya lebih pernah memimpin efek beberapa penelitian sikap

menarik tentang penerangan

jauh

tentang

kultur orang mereka

terhadap

tentang diri seseorang. Mereka meminta pada dan amerika untukmendeskripsikan

murid diri

Jepang menggunakan

apa yang peneliti sebut sebagai skala Who am I. Seorang Anerika cenderung untuk merespon skala ini dengan mendeskripsikan karakter personal (misalnya merupakan seoranng yang atletik atau pandai). Murid-murid Jepang, bagaimanapun cenderung mendeskrpsikan diri mereka dalam peran mereka (misalnya merupakan anak kedua). Respon- respon ini sekali lagi mengilustrasikan bahwa orang Amerika menunjukkan diri mereka dalam karakteristik personal, dan orang Jepang menampilkan diri mereka dalam karakteristik sosial seperti posisi mereka dalam keluarga. Ini merupakan demonstrasi yang sederhana dan kuat yang menunjukkan bagaimana kultur dan lingkungan sosial dimana kita bertumbuh mempengaruhi sikap kita, bahkan sikap sebagai fundamental dari sikap tentang diri kita sendiri. (p80-83) 2.2.3 Dampak Ketidakpuasan Kerja

Menurut Steven P. Robbins dan Timothy A. Judge (2007, p84) ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Satu bingkai kerja teoritis (exit-voice-loyaltyneglect framework) sangat membantu untuk mengeri konsekuensi-konsekuensi ketidakpuasan kerja. Dalam bagan berikut mengilustrasikan 4 respon yang dibedakan dalam dua dimensi, yaitu: konstruktif/destriktif dan aktif/pasif. Dan definisi responrespon tersebut adalah:

Exit

keluar:

ketidakpuasan

ditunjukkan

dengan

perilaku

yang

mengarah

kepada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru

sebaik posisi mereka ketika berhenti. Voice suara: ketidakpuasan kerja ditunjukkan secara aktif dan konstruktif berusaha untuk meningkatkan termasuk konsisi-kondisi yang ada,

memberikan

saran-saran positif,

mendiskusikan permasalahan dengan atasan, dan berbagai bentuk kegiatan serikat pekerja. Loyalty optimistik berbicara kesetiaan: ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif tetapi

dengan menunggu kondisi untuk menjadi lebih baik, termasuk mewakili organisasi kepada kritik eksternal dan mempercayai

organisasi dan pihak manajemen bahwa telah melakukan hal yang benar.

Neglect pengabaian: ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif mengizinkan kondisi menjadi semakin buruk, termasuk masalah absen atau keterlambatan yang kronis, penurunan usaha, dan meningkatnya level kesalahan.

Perilaku exit dan neglect meliputi kinerja, produktivitas, kemangkiran, perputaran. Dan di dalam model ini juga terdapat voice dan loyalty dimana merupakan perilaku konstruktif yang mengizinkan individu untuk mentoleransi situasi yang tidak menyenangkan dan untuk mencapai kondisi kerja yang

memuaskan. Hal ini menolong kita untuk mengerti situasi-situasi, seperti yang seringkali ditemukan dalam anggota serikat pekerja, dimana kepuasan kerja yang rendah berjalan bersamaan dengan perputaran pekerja yang rendah. Anggota serikat pekerja seringkali mengekspresikan ketidakpuasan mereka melalui prosedur keluhan atau melalui negosiasi kontrak formal. Mekanisme suara ini mengizinkan anggota serikat pekerja untuk melanjutkan pekerjaan mereka ketika meyakinkan diri mereka bahwa mereka sedang bertindak untuk membuat situasi menjadi lebih baik.

akti f

EXIT

VOICE

destrukt if

konstruktif

NEGLECT

LOYALTY

Gambar 2.2 Kuadran Ketidakpuasan Kerja

pasi f
Sumber : Steven P. Robbins dan Timothy A. Judge (2007, p84)

Gambar 2.2 Kuadran Ketidakpuasan Kerja

2.2.4 Hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja


Menurut Steven P. Robbins dan Timothy A. Judge (2007, p84) pekerja yang senang biasanya merupakan pekerja yang produktif, walaupun sulit untuk

mengatakan bagaimana kausalitasnya berjalan. Bagaimanapun, beberapa peneliti pernah mempercayai bahwa relasi antara kepuasan kerja dan kinerja

merupakan mitos. Tetapi sebuah review dari 300 studi menyimpulkan bahwa korelasinya cukup kuat. Mulai dari level individu sampai kepada organisasi, juga ditemukan dukungan terhadap relasi kepuasan-kinerja. Ketika kepuasan dan data produktivitas dikumpulkan dari sebuah organisasi, kita akan menemukan bahwa organisasi dengan lebih banyak karyawan yang terpuaskan cenderung lebih efektif daripada organisasi dengan lebih sedikit karyawan yang terpuaskan.

2.3 Stress Kerja

2.3.1 Definisi Stress Stress adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.

Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994).

Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.

Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956).

Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masingmasing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penilaian kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful. Sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu.

2.3.2 Jenis-Jenis Stress

Jenis stres dikategorikan menjadi dua, yaitu:

Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.

Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

2.3.2 Pengertian Stres Kerja

Definisi stres kerja dapat dinyatakan sebagai berikut : Work stress is an individuals response to work related environmental stressors. Stress as the reaction of organism, which can be physiological, psychological, or behavioural reaction (Selye,

Berdasarkan definisi di atas, stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja.

2.3.4 Sumber-sumber Stres Kerja

Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri. Sebuah penelitian dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama, yakni:

Kondisi dan situasi pekerjaan Pekerjaannya Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas Hubungan interpersonal

2.3.5 Penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:

Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.

Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.

Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.

Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.

2.3.6 Penyebab stres dalam pekerjaan terbagi menjadi dua, yakni:

Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.

Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.

2.3.7 Dampak Stres Kerja

Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.

Ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.

Penelitian yang dilakukan di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah: 1. Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.

2.

Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.

Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover

Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:

1. Gejala psikologis

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :

Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)

Sensitif dan hyperreactivity Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi Komunikasi yang tidak efektif Perasaan terkucil dan terasing Kebosanan dan ketidakpuasan kerja Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi Kehilangan spontanitas dan kreativitas Menurunnya rasa percaya diri

2. Gejala fisiologis

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:

1. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular 2. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin) 3. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung) 4. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

5. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis
(chronic fatigue syndrome) 6. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada 7. Gangguan pada kulit 8. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot 9. Gangguan tidur 10. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker 3. Gejala perilaku

Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:

a. b. c. d.

Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan Perilaku sabotase dalam pekerjaan

e.

Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas

f.

Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tandatanda depresi

g.

Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi

h. i. j.

Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.

Anda mungkin juga menyukai