Anda di halaman 1dari 8

Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia

DAMPAK PERUBAHAN FISIK KAWASAN TERHADAP DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERMUKIMAN KOTA PANTAI
oleh: R. Pamekas
Ringkasan: Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL) rencana proyek pembangunan terhadap lingkungan yang spesifik lokasi atau pada sklala lokal sudah banyak dilakukan. ANDAL yang bersifat regional untuk kegiatan yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan (karena perubahan alam) masih jarang dilakukan. Makalah ini membahas Dampak yang bersifat regional, khususnya dampak terhadap daya dukung lingkungan Permukiman kota Pantai. Sebanyak 6 (enam) kawasan kota pantai yaitu Jakarta, Semarang, Surabaya, Palembang, Banjarmasin dan Makasar telah diteliti untuk memperoleh gambaran fisik kawasan pantai Indonesia yang berpotensi terkena dampak pemanasan global. Kota Palembang, dipakai sebagai kota contoh untuk mengetahui tipikal kondisi daya dukung lingkungan permukiman yang mewakili kota pantai. Kenaikan muka air laut sebagai akibat lanjutan dari pemanasan global diperkirakan dapat berpengaruh pada Daya Dukung atau kemampuan kota pantai untuk mendukung kehidupan dan penghidupan warganya. Hasil telaahan ini menyimpulkan bahwa kota Jakarta, Semarang dan Surabaya lebih rawan perubahan dari pada kota kota pantai lainnya. Besarnya perubahan akibat kenaikan muka air bervariasi dari kota pantai yang satu dengan kota pantai lainnya. Keberhasilan upaya adaptasi bervariasi pula. Daya dukung kota Banjarmasin mencapai optimum pada skenario-3, kota Makasar pada skenario-4 sedangkan kota Jakarta, Semarang, Surabaya dan Palembang pada skenaio-5. Daya dukung lingkungan kota Banjarmasin pasca kenaikan muka air laut, dinilai masih lebih tinggi bila dibandingkan kota studi lainnya. Kata Kunci:ANDAL, Permukiman Kota Pantai, Daya Dukung Lingkungan.

PENDAHULUAN Didalam pasal-1 ayat-20 Undang-undang nomor 23 tahun 1997 (UU-23/97) tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ditegaskan bahwa Dampak Lingkungan Hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. Selanjutnya, pada pasal-1 ayat-6 ditegaskan pula bahwa Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung peri kehidupan dan penghidupan manusia dan mahluk lainnya. Mengacu pada pengertian tersebut, maka dampak perubahan fisik kawasan terhadap daya dukung lingkungan permukiman kota pantai, dapat diartikan sebagai pengaruh perubahan fisik kawasan terhadap kemampu layanan permukiman kota pantai dalam mendukung kehidupan warganya. Dukungan tersebut berupa penyediaan perumahan termasuk prasarana dan sarana lingkungan permukiman perkotaan pada skala lokal, regional maupun nasional. Selain bersifat fisik, dukungan harus diberikan pula terhadap kehidupan dan penghidupan social masyarakatnya. Otto Sumarwoto (1989) membagi kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup kedalam 4 (empat) tingkatan yaitu (i) pengelolaan lingkungan secara rutin, (ii) perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu daerah atau kawasan yang menjadi dasar dan tuntunan bagi perencanaan pembangunan (iii) perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak rencana proyek dan (iv) perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Perencanaan lingkungan yang akhir akhir ini banyak mendapat perhatian adalah yang tercakup pada tingkatan ke-tiga dan ke-empat. Contoh pengelolaan lingkungan tingkat ke-tiga antara lain adalah Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Analysis Manfaat dan Risiko Lingkungan (AMRIL). Contoh
Makalah dan Presentasi

25

Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia

pengelolaan lingkungan tingkat ke-empat adalah bentuk bentuk kegiatan Reboisasi, Revitalisasi, rekonstruksi, Rehabilitasi dll. Perencanaan pengelolaan lingkungan demikian lebih bersifat reaktip yaitu bereaksi terhadap suatu perencanaan kegiatan dan keadaan tertentu. Pendekatan ini menimbulkan citra negatip yang berupa anggapan bahwa pengelolaan lingkungan menghambat pembangunan. Pengelolaan lingkungan tingkat kesatu merupakan kegiatan rutin yang dilakukan turun temurun atau berdasarkan kebiasaan dan berdasarkan standard tertentu yang telah baku dan atau dibakukan. Namun, kegiatan rutin tersebut sering tidak disebut sebagai pengelolaan lingkungan. Perencanaan dini atau perencanaan pengelolaan lingkungan tingkat ke-dua, dapat diarahkan pada daerah atau kawasan yang mempunyai potensi besar untuk pembangunan misalnya kawasan kawasan (i) yang mengandung bahan tambang, (ii) sekitar kota, (iii) yang berpotensi untuk transmigrasi, (iv) yang berpotensi wisata, (v) sepanjang jalan raya dll. Perencanaan dini pengelolaan lingkungan, juga dapat dilakukan untuk pengembangan kawasan-kawasan yang berpotensi terkena bencana alam. Perencanaan dini dapat dikembangkan untuk memberi petunjuk tentang (i) pembanguan apa yang sesuai di suatu daerah, (ii) lokasi pembangunan dilakukan dan (iii) cara pelaksanaan pembangunan. karena bersifat proaktip, maka konflik antara lingkungan dengan pembangunan dapat dihindari atau dikurangi dengan mencari pemecahan secara dini. Hal yang sama dapat pula dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya dampak pemanasan global yang berupa kenaikan muka air laut yang diikuti gelombang, abrasi, erosi, dan bentuk bentuk kerusakan lainnya. Apabila hal tersebut dilakukan, maka pengelolaan lingkungan demikian lebih bersifat preventip dan menimbulkan citra positip karena bersifat mendukung pembangunan. Tulisan ini membahas bagaimana perencanaan pengelolaan lingkungan secara dini dilakukan untuk mengantisipasi dampak perubahan fisik kawasan terhadap daya dukung lingkungan permukiman kota pantai yang diakibatkan oleh naiknya permukaan air laut. PENDEKATAN DAN METODOLOGI Analysis dampak perubahan fisik kawasan terhadap daya dukung lingkungan Permukiman kota Pantai mengikuti bagan alir pada Gambar-1.
dDDK(J) = (1-kJ) IDDK(PLB)
Mulai DATA DAYA DUKUNG KOTA PALEMBANG

IDDK(PLB)

MENGHITUNG DAYA DUKUNG SISA

MENYIAPKAN DATA PADA MATRIK DATA

MENGHITUNG KETERKAITAN TIPOLOGIS KWS KOTA PANTAI

MENGHITUNG FAKTOR TIPOLOGIS PERUBAHAN FISIK KWS

MENGHITUNG PERUBAHAN DAYA DUKUNG KOTA PANTAI

Selesa i

MENGHITUNG INDEKS POLA PENGEMBANGAN FISIK KAWASAN

MENGHITUNG INDEKS PERUBAHAN FISIK KAWASAN

FPFK(J)= Jm(J1)-Jm(J0)

KJ = dPFKJ : FPFKJ

IPFK(J) = Cio (j) di(J)

dPFK(J) = dPFK(J1) dPFK(J0)

Gambar-1: Bagan Alir Analisa Dampak Perubahan Fisik Kawasan Terhadap Daya Dukung Lingkungan Permukiman Kota Pantai
Makalah dan Presentasi

26

Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia

Data fisik kawasan yang digunakan dalam analysis mencakup (i) data luas kota pantai yang di-studi, (ii) data tipologi, kemiringan dan panjang garis pantai serta jenis batuan pembentuk pantai, (iii) pola tata guna lahan di kawasan pantai, (iv) kharakteristik pasang surut, abrasi, akresi dan erosi pantai serta arus pantai, (v) sungai yang bermuara di pantai dan pola sedimentasinya, (vi) sumber daya pantai, intrusi air asin dan kualitas air tanah, (vii) tingkat adaptasi masyarakat dalam menghadapi genangan dan atau perubahan fisik kawasan pantai lainnya. Karena variabel data fisik kawasan tersebut relatip bervariasi, maka analisa secara deskriptip belum dapat menyimpulkan kota pantai mana saja yang pola pengembangannya lebih peka daripada kota lainnya. Oleh karena itu, analisa dampak pengaruh perubahan kawasan diawali dengan menentukan indeks totalitas pola pengembangan fisik kawasan sebagai referensi awal. Selanjutnya, dilakukan simulasi untuk mengetahui kepekaan perubahan fisik kawasan terhadap nilai indeks referensi tersebut. Sebanyak 6 (enam) skenario perubahan diamati untuk menilai tingkat perubahan yang terjadi terhadap referensi yang digunakan. Skenario dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Skenario-1 : diasumsikan ada genangan yang diakibatkan pasang naik ataupun akibat

hujan
b) Skenario-2 : diasumsikan ada genangan yang diakibatkan pasang naik dan tambahan

kenaikan muka air laut akibat pemanasan global


c) Skenario-3 : diassumsikan ada adaptasi masyarakat terhadap perubahan tersebut

misalnya melalui peninggian lantai ataupun pembuatan tanggul skala lokal.


d) Skenario-4: lingkup adaptasi masyarakat ditingkatkan satu tahap lebih tinggi atau

menjadi skala yang lebih luas dengan bantuan pemerintah misalnya dengan membuat sistem drainase ataupun bangunan pemecah gelombang.
e) Skenario-5 : Lingkup adaptasi lebih ditingkatkan lagi yaitu dengan melibatkan

swasta misalnya dengan menanbah kolam retensi, sistem pompa dll


f) Skenario-6 : Lingkup adaptasi melibatkan semua stakeholder dengan memasukkan

kegiatan penataan kembali kawasan pantai misalnya perkembangan kawasan industri ataupun permukiman.

dengan

membatasi

Besarnya Indeks perubahan fisik kawasan untuk setiap skenario dihitung dengan membandingkan nilai indeks rona perubahan fsik kawasan dengan rona awalnya. Keterkaitan antara tipologi kota yang satu dengan kota lainnya dianalisis dan perubahan perubahannya untuk setiap skenario dicatat untuk memperoleh faktor tipologi. Bobot perngaruh perubahan fisik kawasan terhadap daya dukung lingkungan diperoleh dengan membandingkan antara tingkat perubahan dengan faktor tipologinya. Bobot pengaruh perubahan fisik kawasan menggambarkan besarnya perubahan yang terjadi terhadap daya dukung lingkungan. Besarnya daya dukung awal (rona daya dukung) untuk setiap kota studi diperkirakan dari bobot perubahan fisik tersebut dikalikan dengan daya dukung referensi yang dalam hal ini menggunakan referensi kota Palembang. Sementara itu, daya dukung kota Palembang telah dikaji berdasarkan aspek aspek (i) kawasan kota, (ii) perumahan, (iii) prasarana dan sarana perkotaan, (iv) Sumber Daya Manusia, dan (v) aspek pendukung lainnya. Aspek kawasan mencakup luas administratip, luas ruang terbuka hijau dan keberadaan prasarana regional & nasional. Aspek perumahan mencakup kepemilikan rumah, jarak antar rumah, jenis konstruksi, bahan bangunan, ukuran rumah, perabot rumah tangga dan prasarana lingkungan. Aspek prasarana dan
Makalah dan Presentasi

27

Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia

sarana mencakup air bersih, sanitasi, persampahan, drainase, transportasi, utilitas listrik & telepon. Aspek SDM mencakup pendapanan, pengeluaran, kemampuan menabung, kemampuan membayar tarip dan retribusi sert pajak. Aspek pendukung mencakup perdagangan, pemerintahan dan pariwisata. Akhirnya, daya dukung lingkungan pasca dampak kenaikan muka air laut diperoleh dengan mengurangi daya dukung awal masingmasing kota studi dengan besarnya perubahan atau pengurangan terhadap daya dukung.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola perubahan fisik kawasan pantai Data rona Lingkungan fisik di 6 (enam) lokasi kota pantai yang di-studi yaitu Jakarta (JKT), Semarantg (SMR), Surabaya (SBY), Palembang (PLB), Banjarmasin (BJM) dan Makasar (MKS) dirangkum pada tabel-1. Tabel-1 Data Rona Fisik Kawasan di 6 (enam) Kota Pantai
No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Parameter (2) Luas Kota Tipe Pantai Kemiringan (Slope) Panjang Garis Pantai Tata Gula Lahan Batuan Pembentuk Pantai Pola Pasang Surut Sungai bermuara di pantai Kualitas Air Tanah Abrasi/Akresi/Erosi Sedimentasi Intrusi Air Asin Sumber daya Pantai Arus Pantai Adaptasi pada Genangan Genangan awal Genangan pasca Dampak JKT (3) 661,67 11,0 0,26 32,00 14,0 2,0 160,0 19,0 3,0 1,0 3,0 2,0 3,0 1,00 4,0 3,26 16,0 SMR (4) 373,67 13,0 0,45 13,60 15,0 2,0 145,0 10,0 3,0 3,0 4,0 2,0 2,0 0,50 4,0 18,95 40,00 SBY (5) 326,00 12,0 0,39 34,11 15,0 3,0 30,0 15,0 3,0 1,0 1,0 2,0 2,0 0,10 2,0 21,75 97,00 PLG (7) 421,00 6,0 0,66 26,14 15,0 3,0 3,0 2,0 1,0 1,0 1,0 2,0 0,10 1,0 12,92 36,90 BJM (8) 72,00 6,0 0,24 18,50 14,0 2,0 30,0 13,0 2,0 1,0 2,0 1,0 2,0 0,10 2,0 22,86 75,20 MKS (9) 175,77 12,0 0,88 16,78 10,0 1,0 30,0 4,0 1,0 1,0 3,0 2,0 3,0 0,60 1,0 9,59 19,70 Rata Rata (10) 338,35 10,0 0,48 23,52 13,83 2,17 65,83 10,67 2,33 1,33 2,33 1,67 2,33 0,40 2,33 14,89 47,47

Gambaran umum potensi perubahan fisik kawasan yang dianalisa secara deskriptip adalah sebagai berikut: a) Berdasarkan tipologi, kemiringan, garis pantai dan batuan pembentuk pantai, maka kota Surabaya menjadi kota pantai yang paling peka terhadap perubahan.
b) Ditinjau dari aspek pola tata guna lahan, maka kecuali kota Makasar semua kota

berpotensi terkena dampak kenaikan muka air.


c) Ditinjau dari kharakteristik pasang surut, abrasi, akresi dan erosi,

maka kota Semarang menjadi kota pantai yang terbesar menerima dampak perubahan fisik

Makalah dan Presentasi

28

Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia

d) Ditinjau terhadap aspek sedimentasi dan sungai sungai yang bermuara di pantai,

maka kota pantai Jakarta menjadi kota yang sangat terpengaruh oleh perubahan sedimentasi.
e) Kota Jakarta juga menjadi kota pantai yang paling peka terhadap intrusi air asin

dan penurunan kualitas air tanah.


f) Ditinjau dari aspek adaptasi, maka masyarakat kota Jakarta dan Semarang lebih

maju dalam mengadaptasi gangguan fisik yang diakibatkan genangan dan banjir. Dari hasil analysis secara deskriptip tersebut, masih relatip sulit untuk memutuskan kota pantai mana yang paling terpengaruh akibat timbulnya dampak kenaikan muka air laut. Walaupun demikian, kota Jakarta dan kota Semarang mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk dikategorikan sebagai kota yang lebih rawan daripada kota lainnya. Hasil analysis pola pengebangan dan perubahan fisik kawasan kota pantai disajikan pada tabel-2. Tabel-2 Hasil Analysis Pola pengembangan dan Perubahan Fisik kawasan kota Pantai
No. Kota I1PFK I2PFK I3PFK I4PFK I4aPFK I4bPFK I4cPFK dFK(1) dFK(2) DFK(3) dFK(4) dPFK(5) dFK(6)

1 2 3 4 5 6

Banjarma sin Makasar Palemban g Surabaya Semarang Jakarta

7,0 104 6,5 819 6,3 987 5,3 030 4,4 800 3,5 952

6,9 997 6,7 491 6,4 918 5,2 965 4,4 960 4,2 457

7,0 335 7,0 904 6,6 921 5,3 022 4,7 720 4,8 107

7,2 124 6,6 945 6,6 957 5,2 921 4,7 604 5,0 740

7,1 618 6,7 033 6,7 045 5,2 241 4,7 592 5,0 727

7,1 306 6,7 931 6,5 793 5,1 830 4,7 574 5,0 708

7,0 780 6,7 476 6,3 912 5,1 184 5,0 621 4,7 492

(0,010 6) 0,16 72 0,09 31 (0,006 5) 0,01 61 0,65 05

0,02 31 0,50 85 0,29 34 (0,000 8) 0,29 21 1,21 55

0,20 21 0,11 27 0,29 70 (0,010 8) 0,28 04 1,47 88

0,15 14 0,12 15 0,30 58 (0,078 9) 0,27 92 1,47 75

0,12 02 0,21 13 0,18 06 (0,120 0) 0,27 75 1,47 56

0,06 76 0,16 57 (0,007 5) (0,184 6) 0,58 22 1,15 40

Berdasarkan hasil analysis tersebut, maka kecenderungan perubahan yang terjadi dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Pada kondisi normal, urutan pola perubahan fisik yang mendekati kepekaan diatas

rata rata adalah kota Jakarta, Semarang dan Palembang. Pada skenario-1, perubahan negatip terjadi di kota Banjarmasin dan kota Surabaya. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan fisik akibat genangan dari pasang surut, relatip tidak mempengaruhi kedua kota tersebut.
b) Pada Skenario-2, kecuali kota Surabaya terpengaruh oleh adanya genangan akibat

pasang surut dan kenaikan muka air karena dampak pemanasan global. Hal itu memberi indikasi bahwa kota Surabaya relatip adaptip bila dibandingkan kota studi lainnya .
c) Pada Skenario-3, adaptasi masyarakat terhadap kemungkinan naiknya muka air

laut dinilai berpengaruh positip di kota kota Makasar, kota Semarang dan kota Jakarta, tetapi relatip tidak berpengaruh terhadap kota Palembang, Surabaya dan Banjarmasin.
d) Pada skenario-4, kecuali Makasar, maka terjadi perubahan yang siknifikan

terhadap daya adaptasi menghadapi dampak pemanasan global. Kota Makasar


Makalah dan Presentasi

29

Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia

yang tidak berubah mengindikasikan bahwa hasil adaptasi optimun terjadi pada skenario-3.
e) Apabila upaya adaptasi ditingkatkan lagi melalui skenario-5 ternyata hanya

berpengaruh pada kota Makasar. Selanjutnya dengan skenario-6, kecuali kota Makasar, kota kota lain mengalami peningkatan daya adaptasi. Analisa tersebut memberi indikasi bahwa upaya adaptasi menghadapi dampak kenaikan muka air laut tidak sama dari kota pantai yang satu dengan kota pantai lainnya.

Daya Dukung Lingkungan Permikiman Kota kota Pantai Kemampuan lingkungan Permukiman kota Pantai dalam mendukung kehidupan penduduknya akan terpengaruh apabila sebagian wilayahnya tergenang. Hal tersebut dikarenakan perumahan dan prasarana dan sarana serta fasilitas perekonomian kota lainnya tidak dapat berfungsi sebagaimana yang direncanakan. Tabel-3 merangkum perubahan atau pengurangan terhadap daya dukung awal yang diakibatkan oleh perubahan fisik kawasan. Tabel-3 Hasil Analysis Daya Dukung Lingkungan Permukiman Kota Pantai Pasca Kenaikan Muka Air dan efektifitas adaptasinya No. 1 2 3 4 5 6 Kota Banjarmasin Makasar Palembang Surabaya Semarang Jakarta DDDk(1) dDDk(2) 17,84 8,83 6,47 4,49 7,84 0,89 15,68 7,47 5,04 4,49 8,26 0,60 dDDk(3) 11,36 5,36 4,53 2,85 4,96 0,5046 dDDk(4) 18,61 10,29 4,95 4,45 7,66 0,71 dDDk(5) 14,13 12,09 5,84 4,43 8,25 0,57 dDDk(6) 15,46 8,72 7,18 12,09 8,75 0,96

Catatan: Daya Dukung dinyatakan dalam Indeks/kapita

Berdasarkan hasil analysis terhadap daya dukung pasca kenaikan muka air analysis terhadap upaya adaptasi yang dilakukan, dapat dikemukakan beberapa hal berikut ini:
a) Pada Skenario-1 tampak bahwa daya dukung disemua kota studi menurun akibat

genangan pasang naik yang disertai hujan dalam kota. Daya dukung lingkungan semakin menurun apabila terjadi kenaikan muka air yang bersamaan waktunya dengan hujan dalam kota dan pasang naik. Secara logika hal tersebut memang seharusnya demikian.
b) Adaptasi pada skenario-3 yaitu yang telah dilakukan masyarakat dan pemerintah

berpengaruh terhadap peningkatan daya dukung lingkungan di semua kota studi.


c) Apabila ditingkatkan sebagaimana pada skenario-4, ternyata nilai daya dukung

kota Banjarmasin dan kota Semarang tidak mengalami peningkatan, bahkan cenderung menurun. Hal itu berarti bahwa kondisi daya dukung yang optimum untuk kedua kota ini telah dicapai pada upaya adaptasi sampai skenario-3. Namun, daya dukung kota Makasar mengalami peningkatan yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Makalah dan Presentasi

30

Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia

d) Pada Skenario-5 dan skenario-6, ternyata nilai daya dukung yang diperoleh

Jakarta, Semarang, Surabaya dan Palembang tidak lebih besar dari yang dihasilkan pada adaptasi skenario sebelumnya. Hal itu berati bahwa kondisi optimum kota kota Jakarta, Semarang, Surabaya dan Palembang tercapai apabila ada upaya yang lebih komprehensip.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Analisa Dampak perubahan fisik kawasan terhadap Lingkungan Permukiman Kota Pantai menyimpulkan bahwa: a) Pola perubahan fisik kawasan untuk kota kota Jakarta, Semarang dan Surabaya melampaui rata rata perubahan kota kota lainnya. b) Perubahan fisik yang terjadi pada kota kota pantai apabila terjadi kenaikan muka air bervaiasi dari satu kota ke kota lainnya. c) Pengaruh upaya adaptasi terkadap perubahan fisik juga tidak sama dari satu kota dengan kota lainnya sehingga kondisi optimum tidak selalu identik dengan besarnua upaya adaptasi. d) Daya dukung kota Banjarmasin mencapai optimum sampai kondisi adaptasi skenario-3, sedangkan kota Makasar tercapai pada kondisi adaptasi skenario-4. e) Kota kota lainnya mencapai daya dukung optimum apabila dilakukan upaya adaptasi menyeluruh yang melibatkan masyarakat, pemerintah dan swasta dan disertai dukungan teknologi yang memadai. Saran
a) Data tipologi yang digunakan pada studi ini relatip terbatas. Oleh karena itu,

diperlukan pendalaman tipologi kota pantai yang dijabarkan dari telaahan terhadap interpretasi data citra satelit yang diikuti dengan pengamatan lapangan (ground survey). b) Analisa Dampak perubahan fisik kawasan pada studi ini bersifat kualitatip, artinya mebggunakan angka Indeks sebagai basis analisa dan tidak terdapat angka yang menjelaskan mengenai besarnya kerugian finansial. Oleh karena itu, diperlukan telaahan dampak finansial yang dapat memberi gambaran kerugian akibat perubahan finansial untuk setiap perubahan skala indeks. c) Analisa dampak pada tulisan ini menggunakan data fisik dan data daya dukung lingkungan Permukiman Kota Palembang. Oleh karena itu, daya dukung masing masing kota pantai perlu diteliti secara terpisah untuk menguji ketelitian analisa yang menggunakan pola analogi dan keterkaitan tipologi fisik.

DAFTAR PUSTAKA 1. Otto Soemarwoto, 1989, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Jambatan
Makalah dan Presentasi

31

Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia

2. R. Pamekas, 2000, Laporan Real Demand Survey, Program Pembangunan Jangka Menengah kota Palembang 2000-2005 3. Tanpa Nama, 1997, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup/Bapedal. 4. Tanpa Nama, 1993, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 5. Tanpa Nama, 2001, The Impact of Sea Level Rise on Indonesian Coastal Cities, Pusat Litbang Permukiman, Balitbang Departemen Kimpraswil.

Makalah dan Presentasi

32

Anda mungkin juga menyukai