Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam proses belajar, pendidikan adalah bidang yang sangat penting terutama di negara berkembang seperti Indonesia, sebab kemajuan dan masa depan bangsa terletak sepenuhnya pada kemampuan anak didik dalam mengikuti kemajuan pengetahuan dan teknologi dengan segala kemudahan. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional, telah berupaya memperbaiki sistem pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, di antaranya perbaikan dan pembaharuan kurikulum, pengadaan buku-buku paket bidang studi, dan penataran guru-guru bidang studi. Salah satu upaya pemerintah berkaitan dengan hal tersebut adalah dengan didirikannya sekolah-sekolah kejuruan di berbagai daerah di Indonesia. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenis lembaga pendidikan formal sebagai akibat dari perkembangan ilmu dan teknologi. SMK ini bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menguasai keterampilan tertentu untuk memasuki lapangan kerja dan sekaligus memberikan bekal untuk melanjutkan pendidikan kejuruan yang lebih tinggi. SMK sebagai lembaga pendidikan memiliki bidang keahlian yang berbeda-beda menyesuaikan dengan lapangan kerja yang ada, dan di SMK para siswa dididik dan dilatih keterampilan agar profesional dalam bidang keahliannya

masing-masing. Bidang keahlian yang ada di SMK cukup banyak, tidak terkecuali di SMK Negeri 3 Makassar.Program Studi Keahlian yang ada di SMK Negeri 3 Makassar terbagi menjadi 5 Program Studi Keahlian yaitu Teknik Bangunan, Teknik Ketenaga Listrikan, Teknik Mesin, Teknik Otomotif, Teknik Komputer dan Informatika. Mata diklat Dasar Kompetensi Kejuruan (DKK) pada siswa SMK untuk Program Studi Keahlian Teknik Mesin Jurusan Teknik Las merupakan mata diklat utama. Hal ini disebabkan mata diklat DKK merupakan mata diklat penunjang untuk praktek. Dari observasi awal yang dilakukan di SMK Negeri 3 Makassar, khususnya pada kelas XI Teknik Las, adanya keluhan dari siswa bahwa kendala utama yang dirasakan dalam mata diklat DKK adalah terlalu monotonnya proses pembelajaran terutama dalam penggunaan model pembelajaran. Menurut siswa model yang digunakan model ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas sementara pelaksanaan penilaian hanya mengandalkan pada ujian tertulis saja. Hal inimenjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa pada mata diklat DKK, terbukti dengan masih banyaknya siswa yang harus melakukan ujian perbaikan (remedial)pada mata diklat DKK. Perolehan nilai siswa pada semester sebelumnya terdapat 7 siswa atau 37% dengan rata-rata 7,50 yang memenuhi standar KKM dan 12 siswa atau 63% dengan rata-rata 5,45 yang tidak memenuhi standar KKM (sumber: guru mata pelajaran). Adapun Standar Ketuntasan Belajar Minimum (SKBM) secara

klasikal adalah 75% dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) mata diklat

DKK adalah 7,00 (sumber: SMK Negeri 3 Makassar). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil belajar mata diklat DKK cukup rendah. Tahap proses perbaikan kondisi siswa di kelas XI Teknik Las SMK Negeri 3 Makassar tahun pelajaran 2010/2011, dilakukan penelitian yang dalam hal ini dilaksanakan pada mata diklat DKK. Pada mata pelajaran ini, kendala yang banyak dihadapi oleh siswa adalah sulitnya memahami materi yang telah diajarkan oleh guru, oleh karena itu penelitian ini perlu dilaksanakan untuk memberikan solusi yang tepat dalam menghadapi permasalahan tersebut. Penerapan model pembelajaran koperatif tipeStudent Teams Achievement Division (STAD) memungkinkan bisa meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata diklat DKK. Hal ini sesuai hasil penelitian yang dilaksanakan Hasriani (2003)pada mata pelajaran matematika dan Wara Yohanes (2007) pada mata pelajaran teknik gerindayang sebelumnya menggunakan model ini dengan hasil yang sangat memuaskan. Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu dilakukan penelitian dengan judulPeningkatan Hasil Belajar Dasar Kompetensi Kejuruan Melalui

Penerapan Model Pembelajaran KoperatifPada Siswa Kelas XI SMK Negeri 3 Makassar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalahapakah hasil belajar siswa kelas XI SMK Negeri 3 Makassar pada mata diklat DKK koperatiftipeSTAD? dapat ditingkatkanmelalui model pembelajaran

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipeningkatkan hasil belajar siswa kelas XI SMK Negeri 3 Makassarmelalui penerapan model pembelajaran koperatiftipeSTAD. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan, dijadikan sebagai bahan informasi dalam upaya perbaikan pembelajaran sehingga dapat menunjang target kurikulum dan daya serap siswa sesuai yang di harapkan. 2. Guru sebagaipengelola pembelajaran, untuk menjadi bahan informasi dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Siswa, dijadikan sebagai metode pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajarnya 4. Pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai bahan pembanding untuk penelitian yang sejenis dengan penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Hasil Belajar Hasil dalam kamus besar bahasa Indonesia disinonimkan dengan kata hasil yang artinya hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan), sedangkan hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka, nilai yang diberikan oleh guru. Gagne dan Driscoll dalam Hasriani (2003:8), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa.Hasil belajar merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil belajar ini dapat diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Slameto (2003: 6), mengemukakan bahwa: Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu intern dan ekstern. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah (kesehatan), faktor psikologis (intelegensi) dan faktor kelelahan, sedangkan faktor ekstern, meliputi faktor lingkungan keluarga, faktor sekolah (model, kurikulum, sarana dan prasarana) dan lingkungan masyarakat (teman bergaul). Selanjutnya Arifin (2010: 15), mengemukakan bahwa: Adapun tujuan penilaian hasil belajar adalah: (1) untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diberikan, (2) untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat, dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran, (3) untuk mengetahui tingkat kemajuan dan kesesuaian belajar peserta didik, (4) untuk mendiagnosis keunggulan dan kelemahan peserta didik dalam mengikuti pelajaran, (5)

untuk seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengan jenis pendidikan tertentu, (6) untuk menentukan kenaikan kelas, (7) untuk menempatkan peserta didik sesuai potensi yang dimilikinya. Pandangan sejumlah ahli mengenai belajar terdapat kesamaan makna bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku. Jadi, perubahan perilaku adalah hasil belajar, artinya seseorang dapat dikatakan telah belajar bila ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam bidang studi tertentu dengan menggunakan tes standar sebagai alat pengukuran keberhasilan belajar seseorang. Berdasarkan hal ini, maka kegiatan belajar mengajar dapat digunakan sebagai ukuran tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam bidang tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah proses perubahan siswa berupa perubahan hasil dalam bidang studi tertentu yang dicapai dan dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun luar diri, dengan menggunakan tes standar sebagai alat pengukuran keberhasilan belajar. 2. Belajar Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Haling (2007: 5), mengemukakan bahwa: Belajar pada manusia merupakan suatu proses psikologis yang berlangsung dalam interaksi aktif subjek dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan

sikap yang bersifat konstan/meneta. Perubahan-perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang segera nampak dalam perilaku nyata. Menurut Slameto (2003: 2), belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan bagi individuindividu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan degan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, harga diri, pengertian, watak dan penyesuaian diri. Dari beberapa pengertian belajar yang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan-perubahan dalam hidupnya melalui latihan, pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya yang akan menghasilkan perubahan tingkah laku yang baru. 3. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang bernaung dalam teori kontruktivisme. Di mana dalam proses pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk mengontruksi pengetahuannya. Artinya siswa harus dilibatkan secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar serta mengkonstribusi dalam membangun pengetahuan, serta tanggung jawab terhadap apa yang ia konstruksikan. Dalam pembelajaran kooperatif akan terlihat bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.

Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Tujuan dibentuk kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dalam kegiatan belajar. Tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan di antara teman kelompoknya saling membantu demi mencapai ketuntasan belajar. Enggen dan Kauchak dalam Trianto (2007: 42) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Slavin (2005: 103), mengemukakan bahwa: Pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap masalah menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda. Model-model pembelajaran kooperatif secara khusus menggunakan kekuatan dari luar sekolah yang menghapuskan perbedaan-kehadiran para siswa dari latar belakang rasa atau etnik yang berbeda-untuk meningkatkan hubungan antar kelompok. Dalam model-model ini, kerjasama di antara para siswa ditekankan melalui penghargaan dan tugas-tugas di dalam kelas dan juga penghargaan oleh guru, yang mencoba mengkomunikasikan sikap semua untuk satu, satu untuk semua. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan hasil siswa, menfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama dengan siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda, yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru.

4.

Model Pembelajaran STAD Menurut Slavin (2005: 144), Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang

mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka dan memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, dan pada saat pemberian tes atau evaluasi mereka tidak diperbolehkan saling membantu. Menurut Slavin (2005: 143) STAD (Student Teams Achievement Division) terdiri dari tahap-tahap kegiatan pengajaran sebagai berikut: a. Penyajian materi Pada tahap penyajian materi siswa masih belum berada dalam kelompokkelompok. Selain dari guru menyampaikan materi pelajaran yang sudah disiapkan, guru perlu menyampikan secara jelas tujuan pembelajaran khusus, memotivasi siswa, menjelaskan kiat-kiat yang perlu mereka lakukan ketika mereka bekerja atau belajar dalam kelompok dan menginformasikan materi prasyarat dalam kaitan dengan materi yang akan dipelajari. b. Kerja kelompok Dalam setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang, tiap siswa diberikan lembar kerja siswa (LKS) berisikan tugas atau kegiatan yang harus dikerjakan berkaitan dengan materi pelajaran yang telah guru jelaskan. Pada tahap kerja kelompok ini siswa akan berinteraksi dan saling membantu, mendiskusikan permasalahan/tugas yang harus mereka selesaikan. Hasil kerja kelompok

10

dituangkan dalam satu lembar kerja siswa dan dikumpulkan. Pada kerja kelompok, guru berperan sebagai motivator dan fasilitator. c. Kuis Sejauh mana keberhasilan siswa dalam belajar dapat diketahui dengan diadakannya soal latihan/kuis oleh guru mengenai materi yang telah dibahas. Setiap siswa mengerjakan kuis secara individu sekalipun skor yang ia peroleh nantinya digunakan untuk menentukan keberhasilan kelompoknya. Kepada setiap individu, guru memberikan skor untuk nanti digunakan dalam menentukan skor bersama bagi setiap kelompok. d. Perhitungan skor Skor yang diperoleh setiap anggota dalam kuis akan berkonstribusi dalam kelompok mereka, dan ini didasarkan pada sejauh mana skor mereka telah meningkat dibandingkan dengan skor rata-rata awal yang telah mereka capai pada kuis sebelumnya. Jika guru menggunakan STAD setelah guru melakukan tiga kuis atau lebih, digunakanlah skor rata-ratanya sebagai skor awal. Berdasarkan skor awal setiap individu ditentukanlah skor peningkatan atau perkembangan. Rata-rata skor peningkatan dari tiap individu dalam suatu kelompok akan digunakan untuk menentukan penghargaan bagi kelompok yang berhasil. Namun hal yang perlu diperhatikan mengenai skor ini adalah bagaimana membandingkan skor yang dicapai siswa dengan penampilannya (skor yang dicapai) pada kuis lalu, dan bukan dengan membandingkannya dengan skor yang dicapai oleh anggota kelompoknya.

11

e. Penghargaan kelompok Penghargaan kelompok akan diberikan kepada kelompok yang berhasil berdasarkan rata-rata skor peningkatan atau perkembangan dalam tiap kelompok, dengan kategori kelompok baik, kelompok sangat baik dan kelompok super (Slavin 2010: 160). Adapun rata-rata skor tiap kelompok sebagai berikut: i. Kelompok kurang baik, rata-rata 15 ii. Kelompok baik, rata-rata 16 iii. Kelompok sangat baik, rata-rata 17 Bentuk penghargaan bagi kelompok yang berhasil dapat dipilih sendiri oleh guru. Hal ini dipandang sebagai suatu upaya untuk mendorong siswa untuk tetap giat dalam upaya meningkatkan hasil belajar mereka secara berkelompok. Untuk mengoptimalkan pencapaian hasil pembelajaran kooperatif dengan pendekatan tipe STAD, maka guru perlu memahami prinsip-prinsip penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar. Berikut dikemukakan prinsip-prinsip penerapan pendekatan tipe STAD dalam pembelajaran kooperatif : A. Bagilah siswa dalam beberapa kelompok, masing-masing terdiri dari 4 sampai 5 orang anggota. Untuk menempatkan siswa dalam kelompok, urutkan mereka dari atas ke bawah berdasarkan kemampuan akademik dan bagilah daftar siswa yang telah diurut. Pastikan bahwa kelompok yang telah terbentuk itu berimbang menurut jenis kelamin, kemampuan akademik, suku, ras dan lain-lain.

12

B. Buatlah LKS dan kuis untuk materi pelajaran yang akan diajarkan. Selama belajar kelompok, setiap anggota kelompok harus menguasai materi yang akan dipresentasikan. C. Pada saat guru menjelaskan tentang STAD di dalam kelas, guru terlebih dahulu membacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh kelompok, yaitu: 1) Mintalah anggota setiap kelompok bekerjasama mengatur meja dan kursi belajar mereka. 2) Bagikan materi pelajaran dan LKS kepada siswa. 3) Anjurkan agar siswa pada setiap kelompok bekerjasama dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Apabila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan soal tersebut, teman kelompok siswa itu berkewajiban untuk menjelaskan soal itu. 4) Beri penekanan pada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar sampai mereka yakin bahwa seluruh anggota kelompoknya dapat menguasai materi yang diajarkan. 5) Pastikan siswa memahami bahwa LKS itu untuk belajar, bukan untuk diisi dan dikumpul. Oleh karena itu penting bagi siswa untuk diberi lembar kunci jawaban LKS pada akhir pertemuan untuk mengecek pekerjaan mereka demi perbaikan jika ada jawaban yang salah. 6) Beri kesempatan kepada siswa untuk saling menjelaskan jawaban mereka, namun tak hanya saling mencocokkan jawaban mereka dengan lembar kunci jawaban.

13

7) Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu timnya sebelum mengajukan pada siswa yang lain atau kepada guru. 8) Pada saat sedang bekerja dalam kelompok, guru berkeliling di dalam kelas sambil memberikan pujian kepada kelompok yang bekerja dengan baik. Pemantauan ini dilakukan pada setiap kelompok yang ada. D. Bila tiba saatnya memberikan kuis, guru memberikan soal-soal kuis atau bentuk evaluasi yang lain dengan alokasi waktu yang cukup bagi tiap kelompok untuk menyelesaikan kuis tersebut. Jangan mengizinkan siswa untuk bekerjasama pada saat mengerjakan kuis itu. Pada saat itu mereka harus menunjukkan bahwa mereka telah belajar sebagai individu. E. Buatlah skor individual dan skor kelompok pada penggunaan tipe STAD yang didasarkan pada peningkatan skor anggota kelompok dibandingkan dengan skor yang lalu. 6. Hakekat Mata Diklat Dasar Kompetensi Kejuruan (DKK) Pelajaran DKK adalah salah satu pelajaran yang diperoleh di bangku sekolah terutama pada SMK. Pelajaran ini diharapkan dapat menata nalar setiap siswa, menanamkan nilai- nilai dalam memecahkan masalah yang berorientasi pada kepentingan pendidikan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Kemampuan memecahkan masalah, penalaran, dan membentuk kepribadian tiap siswa merupakan dasar yang diharapkan tercapai melalui pembelajaran ini. Untuk mencapai kompetensi tersebut, maka guru harus menjabarkan kegiatan belajar mengajar dalam bentuk Rencana Pelaksanaan

14

Pembelajaran (RPP) dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan cara berfikir siswa. Mata diklat DKK diharapkan mampu memberikan pengalaman kepada siswa tentang dasar kejuruan di bidang teknik pengelasan. Siswa diharapkan mampu memahami dan memecahkan masalah di bidang teknik pengelasan. Selain itu, pelajaran ini diharapkan mampu membentuk pola pikir siswa dalam pemahaman suatu konsep atau pengertian melalui penalaran dalam suatu hubungan di antara defenisi teori yang muncul. Siswa terlatih dalam memecahkan masalah yang dihadapi melalui contoh-contoh yang diberikan. Dalam mata diklat DKK mencakup beberapa aspek materi di bidang teknik mesin sebagai bekal untuk lebih mendalami IPTEK khususnya di bidang pengelasan. Materi yang diajarkan dalam mata ajar ini antara lain: kesalahan yang dapat dilihat dengan mata (tampak), kesalahan yang nonvisual, cacat internal, pemeriksaan hasil las. Dengan materi ini diharapkan peserta didik memiliki dasar demi pengembangan ilmu di bidang pengelasan. Selain itu diharapkan mampu menjadi penunjang dalam keberhasilan siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian, DKK merupakan mata diklat yang memegang peranan penting dalam meningkatkan pengetahuan siswa kedepan, khususnya di bidang pengelasan karena dalam mata diklat ini membahas tentang dasar-dasar yang harus diketahui seorang siswa sebelum membahas dan mengkaji ilmu pengelasan lebih mendalam.

15

B. Kerangka Pikir Model pembelajaran yang tepat sangat diperlukan guna meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu model pembelajaran yang kini populer dikembangkan adalah model pembelajaran kooperatif, yang kehadiran dan partisipasi tiap anggota harus diberdayakan atau dimanfaatkan, di mana pada setiap siswa ada tanggung jawab, ada pembagian tugas, harus ada interaksi dan komunikasi antar siswa serta ada hubungan yang saling menguntungkan di antara anggota kelompok. Komunikasi dan interaksi memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang membantu meningkatkan pemikiran serta memberikan gagasan-gagasan baru dalam diri siswa. Hal ini memang dapat terjadi karena dalam kelompok kecil yang dibentuk itu terdiri dari siswa-siswa yang latar belakang dan kemampuan akademis serta pengalaman yang heterogen. Masalah yang didiskusikan oleh siswa itu dalam bentuk tugas terstruktur berupa soal-soal yang disusun dalam sebuah LKS dan dikerjakan dalam kelompok mereka. Ketika ada siswa yang kurang memahami soal tersebut maka disarankan untuk bertanya kepada temannya yang lebih tahu sebelum mereka bertanya kepada guru. Dengan demikian, siswa tersebut dapat memperoleh informasi tambahan dari kelompoknya, karena tidak semua masalah dapat dipecahkan sendiri melainkan dibutuhkan bantuan dari orang lain. Dengan demikian, pembelajaran koperatif tipe STAD dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran model konvensional. Dalam menyelesaikan soal-soal yang terdapat dalam LKS, ketika ada anggota

16

kelompok yang mengalami kesulitan maka dapat didiskusikan bersama anggota kelompoknya sehingga masalah-masalah yang muncul dapat terselesaikan dengan tuntas.

Mulai

MemilihMasalah StudiPendahuluan MerumuskanMasalah MemilihPendekatan PTK Model koperatiftipe STAD Mengkajisilabus MenentukanSumber Menyusun RPP MenentukandanMenyusunInstrumen Melaksanakanpembelajaran Mengumpulkan Data

Analisis Data
Tidak Ya

MenarikKesimpulan MenyusunLaporan Akhir Gambar 1.Flow ChartPenelitian

17

C. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: hasil belajar Dasar Kompetensi Kejuruan dapat ditingkatkan dengan penerapan pembelajaran koperatif tipe STAD pada siswa kelas XI Teknik Las SMK Negeri 3 Makassar.

18

BAB III MODEL PENELITIAN

A. Jenis penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas(classroom action research) dengan tahapan-tahapan pelaksanaan meliputi: perencanaan, pelaksanaan/ tindakan, evaluasi dan refleksi secara berulang. B. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah siswa kelas XI Teknik Las semester genap tahun pelajaran 2010/2011 sebanyak 18 siswa dengan sasaran penelitian, yaitu adanya peningkatan hasil siswa yang dapat dicapai setelah proses belajar mengajar selesai dilaksanakan. C. Prosedur Penelitian Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukandalam dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan 4 kali pertemuan (8 jam pelajaran). Sebelum memasuki siklus terlebihdahulu dilakukan tes awal yang digunakan sebagai acuan dalam pembagian kelompok. Gambaran umum yang dilakukan pada setiap siklus adalah perencanaan(plan), pelaksanaan(act), pengamatan(observe), dan refleksi(reflect) yang digambarkan sebagai berikut:

19

PLAN REFLECT OBSERVE ACT REVISED PLAN REFLECT OBSERVE ACT

Gambar 2. Skema Penelitian Tindakan Kelas Model Spiral (Rochiati 2009: 66) Siklus I 1. Tahap Perencanaan ( plan) Pada tahap perencanaan dilaksanakan: a. Melakukan telaah kurikulum b. Membuat skenario pembelajaran

20

c. Membuat lembar observasi untuk mengamati dan mengidentifikasi yang terjadi selama Proses Belajar Mengajar (PBM) di kelas. 2. Tahap Tindakan ( act) a. Memperkenalkan kepada siswa tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD. b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. c. Membagi siswa kedalam beberapa kelompok yang heterogen yang pembagiannya tiap kelompok berkisar empat sampai lima orang. d. Mengajarkan materi sesuai dengan skenario pembelajaran. e. Guru membagi LKS kepada setiap siswa, kemudian siswa mengerjakan soal yang ada secara individu, jika terjadi kesulitan disarankan untuk meminta bantuan dalam kelompoknya sebelum meminta bantuan ke gurunya. f. Siswa diminta untuk menggali informasi secara kooperatif mengenai materi. g. Pemberiankuis yang dikerjakansecaraindividuolehsiswa. 3. Tahap Observasi ( observe) Observasi ini dilakukan pada saat PBM berlangsung. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa dan kondisi belajar siswa dicatat pada lembar observasi yang telah disiapkan, dalam hal ini menyangkut kehadiran siswa, perhatian dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.

21

4. Tahap Refleksi ( reflect) Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap refleksi adalah: a. Merefleksikan setiap hal yang diperoleh melalui lembar observasi. b. Menilai dan mempelajari perkembangan hasil pekerjaan siswa dalam bentuk kelompok dan individu yang diberikan selama 1 siklus serta nilai akhir siklus, jika siklus I belum sesuai dengan indikator

kinerja/harapan, maka dilakukan siklus II dan begitupun selanjutnya. Siklus II 1. Tahap Meninjau kembali Perencanaan (revised plan ) Melanjutkan tahapan-tahapan perencanaan yang telah dilaksanakan pada siklus I yang dianggap perlu dipecahkan atau diperbaiki pada siklus II. a. Dari hasil refleksi serta tanggapan yang diberikan siswa pada siklus I, guru menyusun rencana baru untuk dibuat tindakan pada siklus II. b. Memberikan motivasi agar siswa dapar lebih bergairah dan senang belajar baik secara kelompok maupun secara individu, di samping itu lebih memperhatikan kondisi belajar siswa. 2. Tahap Tindakan ( act) Pada pelaksanaan tindakan siklus II dilakukan dengan memperhatikan hasil observasi dan refleksi pelaksanaan tindakan pada siklus I. Pelaksanaan tindakan pada siklus II sebagai berikut: a. Melanjutkan tindakan model pembelajaran kooperatif dengan materi yang diajarkan.

22

b. Kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas, diberikan arahan atau bimbingan secara langsung dan sesekali diarahkan secara klasikal, demikian pula halnya dengan tugas perorangan yang dikerjakan secara perorangan. c. Lembar jawaban dari masing-masing kelompok dan individu diperiksa dan dikembalikan ke masing-masing kelompok atau siswa d. Sesekali guru memuji hasil kerja siswa baik diselesaikan secara kelompok maupun individu, serta memberi semangat kepada kelompok atau siswa mana yang masih perlu banyak latihan dan lebih meningkatkan kekompakan dalam kelompoknya. e. Siswa diminta untuk menggali informasi materi yang diajarkan 3. Tahap Observasi ( observe) Secara umum tahap observasi siklus II ini adalah melanjutkan kegiatan pada siklus I yang dilakukan pada saat Proses Belajar Mengajar (PBM) berlangsung. Observasi yang dilakukan lebih ditingkatkan kecermatannya dan diupayakan secara maksimal, agar siswa berpartisipasi secara aktif dalam mengikuti pelajaran. 4. Tahap Refleksi ( reflect) Pada tahap refleksi pada umumnya langkah-langkah yang dilakukan pada siklus II ini seperti hal yang dilakukan pada siklus I. Adapun langkahlangkah yang dilaksanakan pada tahap refleksi ini adalah:

23

a.

Menilai dan mempelajari perkembangan hasil pekerjaan siswa selama siklus II. Jika siklus II belum sesuai dengan indikator kinerja/harapan, maka dilanjutkan pada siklus selanjutnya.

b. Mengamati dan mencatat perkembangan atau perubahan serta halhal yang dialami siswa selama siklus II D. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengambilan data dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Data yang diambil di sini adalah: a. b. Data kuantitatif berupa hasil belajar. Data kualitatif berupa hasil observasi seperti kehadiran siswa, keaktifan bertanya dan mengajukan tanggapan, siswa yang melakukan kegiatan yang lain dan lain-lain yang terdapat pada lembar observasi. E. Teknik Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk analisis kualitatif dilakukan dengan melihat hasil observasi selama melakukan penelitian baik dari segi kerja sama kelompok, sikap siswa, maupun kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa. Untuk analisis secara kuantitatif digunakan analisis deskriptif, yaitu nilai rata-rata dan persentase. Selain itu, ditentukan pula tabel frekuensi, nilai minimum dan maksimum yang siswa peroleh pada pokok bahasan yang diajarkan. Selanjutnya nilai tersebut dikategorisasikan dengan menggunakan kategorisasi skala lima berdasarkan teknik standar yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan seperti yang terlihat pada tabel berikut.

24

Tabel 3.1 Skala kategorisasi standar No 1. 2. 3. 4. Nilai 0 34 35 54 55 - 64 65 - 84 Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

5. 85 100 Sumber: Trianto(2007:27)

Sedangkan untuk analisis kualitatif dilakukan dengan melihat hasil observasi selama proses belajar mengajar dari tiap siklus. Dari aktivitas siswa dalam kelompok dan sikap siswa. Dengan menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh observator. F. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila telah terbentuk keterampilan sosial dalam diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari keaktifan siswa dalam kegiatan kelompok (diskusi maupun memberi tanggapan), bertanya materi yang belum dimengerti, meminta bimbingan materi yang belum dimengerti. Selain itu, terjadi peningkatan nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa setelah dilaksanakan proses belajar mengajar melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. Bila skor rata-rata hasil belajar/ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan menurut ketentuan Depdiknas siswa dikatakan tuntas belajar apabila skor minimum 7,00 dari skor ideal dan tuntas belajar secara klasikal apabila 75% dari jumlah siswa telah tuntas belajar.

25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil dan analisis data penelitian ini dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan penelitian tentang hasil belajar siswa pada mata diklat DKK melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilaksanakan di SMK Negeri 3 Makassar. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 2 siklus. Adapun yang dianalisis adalah hasil tes awal, tes akhir siklus I dan siklus II, serta data tambahan berupa perubahan sikap siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap siswa selama penelitian berlangsung. Hasil dan pembahasan yang diperoleh dari dua siklus selama penelitian ini adalah sebagai berikut: A. Hasil Penelitian 1. Tes Awal Berdasarkan analisis deskriptif tes awal, hasil belajar siswa pada tes awal dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 4.1 Statistik skor penguasaan siswa pada tes awal Statistik Sampel Skor ideal Skor maksimum Skor minimum Rentang skor Skor rata-rata Sumber: Hasil analisis data penelitian 2011 Nilai Statistik 18 100 80 50 30 67,77

26

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa skor rata-rata belajar siswa pada mata diklat DKK setelah tes awal adalah 67,77 dari skor ideal, yaitu 100. Skor maksimum yang diperoleh siswa adalah 80, skor minimum 50 dan rentang skor adalah 30. Apabila kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada tes awal dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.2 Distribusi frekuensi ketuntasan belajar siswa pada tes awal Skor 0 69 70 100 Jumlah Frekuensi 6 12 18 Persentase (%) 33,33 66,67 100 Kategori Tidak tuntas Tuntas

Sumber: : Hasil analisis data penelitian 2011 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada tes awal persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 66,67 % yaitu 12 dari 18 siswa termasuk dalam kategori tuntas, sedangkan 33,33 % atau 6 dari 18 siswa termasuk dalam kategori tidak tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa dari 18 jumlah siswa masih ada 6 siswa yang belum tuntas hasil belajarnya dan memerlukan perbaikan pada pembelajaran siklus I. 2. Siklus I a. Hasil belajar Dari hasil belajar mata diklat DKK pada siklus I diperoleh melalui

pemberian tes hasil belajar DKK . Analisis deskriptif skor hasil belajar DKK

27

Siswa Kelas XI Teknik Las SMK Negeri 3 Makassar setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada tabel 4.3 di bawah menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa pada mata diklat DKK setelah tes siklus I adalah 71,94% dari skor ideal, yaitu 100. Skor maksimum yang diperoleh siswa adalah 85, skor minimum 60 dan rentang skor adalah 25. Tabel 4.3 Statistik skor penguasaan siswa pada tes siklus I Statistik Sampel Skor ideal Skor maksimum Skor minimum Rentang skor Skor rata-rata Sumber: : Hasil analisis data penelitian 2011 Ketuntasan belajar mata diklat DKK dapat dilihat berdasarkan daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan, maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase ketuntasan belajar pada siklus 1 dan dapat dilihat pada Tabel 4.4 Tabel. 4.4 Distribusi ketuntasan belajar mata diklat DKK Siswa Kelas XI Teknik Las SMK Negeri 3 Makassar pada Siklus I Skor 0 69 70 100 Jumlah Frekuensi 5 13 18 Persentase (%) 27,78 72,22 100 Kategori Tidak tuntas Tuntas Nilai Statistik 18 100 85 60 25 71,94

Sumber: Hasil analisis data penelitian 2011

28

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, terlihat bahwa hasil ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 72,22% atau 13 siswa dari 18 siswa berada dalam kategori tuntas dan 27,78% atau 5 siswa dari 18 siswa berada dalam kategori tidak tuntas. Hal ini berarti bahwa terdapat 5 siswa yang perlu perbaikan karena belum mencapai kriteria ketuntasan belajar. Penelitian ini perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya karena berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, peningkatan hasil belajar belum terlihat. b. Keaktifan Siswa Data keaktifan siswa diperoleh melalui lembar observasi selama proses belajar berlangsung setiap pertemuan yang dilakukan oleh observator. Keaktifan siswa yang diamati selama proses belajar sebanyak enam komponen. Distribusi Keaktifan siswa dapat dilihat pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Observasi Keaktifan Siswa pada Siklus I No 1 2 3 4 Komponen Yang Diamati Siswa yang hadir pada saat proses belajar mengajar Siswa yang aktif dalam kegiatan kelompok Siswa yang bertanya tentang materi yang belum dimengerti Siswa yang meminta bimbingan kepada guru dalam menyelesaikan LKS Siswa yang mengejakan tugas LKS Pertemuan II III IV 16 10 6 7 16 17 10 8 6 17 18 12 7 6 18 Rata-rata (%) 94,44 55,56 41,67 40,28 94,44

I 17 8 9 10 17

5 6

Siswa yang melakukan kegiatan lain baik dalam proses pemberian 8 materi pelajaran maupun disaat mengerjakan tugas Sumber: Hasil analisis data penelitian 2011

37,50

29

Dari tabel 4.5 di atas perubahan sikap siswa pada siklus I dipaparkan sebagai berikut:

dapat

1) Siswa yang hadir pada saat proses belajar mengajar mulai dari awal pertemuan hingga akhir pertemuan mengalami peningkatan dengan ratarata 94,44% 2) Siswa yang aktif dalam kegiatan kelompok pada awal pertemuan masih kurang sampai pada akhir pertemuan namun terjadi peningkatan dari pertemuan pertama sampai akhir pertemuan yaitu pada pertemuan pertama 8 siswa yang aktif dalam kegiatan kelompok meningkat menjadi 12 siswa dengan rata-rata 55,56%. 3) Siswa yang bertanya tentang materi yang belum dimengerti pada siklus ini sangat kurang mulai dari awal pertemuan hingga berakhirnya siklus I dengan rata-rata 41,67%, hal ini disebabkan karena dalam siklus ini siswa yang bertanya hanya siswa yang memiliki kemampuan dan cukup memperhatikan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dan mungkin disebabkan juga oleh adanya rasa malu dan takut siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dimengerti 4) Siswa yang meminta bimbingan kepada guru dalam menyelesaikan LKS dari awal pertemuan hingga akhir pertemuan terjadi penurunan dengan rata-rata 40,28%, ini karena siswa mulai menyadari pentingnya kerja sama dalam kelompok dalam menyelesaikan tugas LKS dan juga mungkin ada siswa yang malu ataupun takut untuk meminta bimbingan kepada guru.

30

5) Siswa yang mengejakan tugas LKS pada siklus ini mulai dari awal pertemuan hingga akhir pertemuan mengalami peningkatan dengan ratarata 94,44% disebabkan karena siswa mulai sadar bahwa mengerjakan tugas LKS merupakan penilaian tersendiri oleh guru 6) Siswa yang melakukan kegiatan lain baik dalam proses pemberian materi pelajaran maupun disaat mengerjakan tugas pada awal pertemuan terdapat 8 siswa dan pertemuan berikutnya sampai akhir pertemuan mengalami penurunan yaitu 6 siswa dengan rata-rata siswa yang kurang perhatian dalam proses belajar mengajar yaitu 37,50%.

c. Analisis Refleksi Siklus I Hasil belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa hasil ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 72,22% atau 13 siswa dari 18 siswa berada dalam kategori tuntas dan 27,28% atau 5 siswa dari 18 siswa berada dalam kategori tidak tuntas. Karena berdasarkan kriteria hasil belajar mengenai ketuntasan kelas secara klasikal, yaitu 75 % dari jumlah siswa yang tuntas, data hasil penelitian dari siklus I yaitu hasil belajar siswa dianggap belum tuntas karena yang tuntas hanya 72,22% dari jumlah siswa yang tuntas sehingga perlu adanya perbaikanpada siklus berikutnya dengan cara menyusun perencanaan dan tindakan menyempurnakan segala kekurangan pada siklus I. Dari hasil observasi yang dilakukan pada siklus I ternyata masih ada beberapa hal perlu diperbaiki antara lain: 1) Masih banyak siswa yang melakukan kegiatan lain ( mengganggu teman kelompok, bermain ) pada saat diskusi kelompok berlangsung. yang dapat

31

2) Pengawasan guru tidak merata pada saat diskusi berlangsung. 3) Keaktifan siswa pada saat diskusi kelompok masih rendah. Dari hasil analisis kualitatif yang diperoleh melalui lembar observasi diatas tedapat beberapa masalah yang perlu direfleksikan guna perbaikan tindakan pada siklus selanjutnya atau siklus II sehingga hal-hal yang masih

kurang dapat ditingkatkan 3. Siklus II

a. Hasil belajar Hasil belajar mata diklat DKK pada siklus II diperoleh melalui pemberian tes hasil belajar DKK. Analisis deskriptif skor hasil belajar mata diklat DKK Siswa Kelas XI Teknik Las SMK Negeri 3 Makassar setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat pada Tabel 4.6 Tabel 4.6 Statistik skor penguasaan siswa pada tes siklus II Statistik Sampel Skor ideal Skor maksimum Skor minimum Rentang skor Skor rata-rata Sumber: Hasil analisis data penelitian 2011 Data pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa kelas XI Teknik Las SMK Negeri 3 Makassar yang mengikuti pelajaran Nilai Statistik 18 100 90 65 30 78,05

32

DKK yang menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan skor tertinggi 90, skor terendah 65 dan skor rata-rata siswa sebesar 78,05 serta rentang skor 30. Sedangkan ketuntasan belajar mata diklat DKK dapat dilihat berdasarkan daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan dikelompokkan dalam kategori tuntas dan tidak tuntas, maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase ketuntasan belajar mata diklat DKK pada siklus II dan dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel. 4.7 Distribusi ketuntasan belajar mata diklat DKK Siswa Kelas XI Teknik Las SMK Negeri 3 Makassar pada Siklus II Frekuensi 2 16 18 Persentase (%) 11,11 88,89 100 Kategori Tidak tuntas Tuntas

Skor 0 69 70 100 Jumlah

Sumber: Hasil analisis data penelitian 2011 Berdasarkan Tabel 4.7 di atas, terlihat bahwa hasil ketuntasan belajar pada siklus II sebesar 88,89% atau 16 siswa dari 18 siswa berada dalam kategori tuntas dan 11,11 % atau 2 siswa dari 16 siswa berada dalam kategori tidak tuntas. Namun untuk kedua siswa tersebut akan dilakukan perbaikan dengan mengadakan remedial. Hal ini berarti bahwa penelitian ini tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya karena berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, yaitu terjadi peningkatan hasil belajar yang dinyatakan berdasarkan kriteria hasil belajar mengenai ketuntasan kelas secara klasikal, yaitu 75 % dari jumlah siswa yang tuntas, data hasil penelitian pada siklus II di atas dianggap tuntas dikarenakan siswa yang sudah tuntas telah mencapai 88,89%.

33

b. Keaktifan Siswa Data keaktifan siswa diperoleh melalui lembar observasi selama proses belajar berlangsung setiap pertemuan yang dilakukan oleh observator. Keaktifan siswa yang diamati selama proses belajar sebanyak enam komponen. Keaktifan siswa dapat dilihat pada Tabel 4.8 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Observasi Keaktifan Siswa pada Siklus II No 1 2 3 4 Komponen Yang Diamati Siswa yang hadir pada saat proses belajar mengajar Siswa yang aktif dalam kegiatan kelompok Siswa yang bertanya tentang materi yang belum dimengerti Siswa yang meminta bimbingan kepada guru dalam menyelesaikan LKS Siswa yang mengejakan tugas LKS Pertemuan II III IV 17 11 6 4 17 18 14 4 4 18 18 16 2 3 18 Rata-rata % 97,22 70,83 25 23,61 97,22

I 17 10 6 6 17

5 6

Siswa yang melakukan kegiatan lain baik dalam proses pemberian 7 5 3 3 25 materi pelajaran maupun disaat mengerjakan tugas Sumber: Hasil analisis data penelitian 2011 Dari tabel 4.8 di atas perubahan sikap siswa pada siklus II dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Kehadiran siswa saat proses belajar mengajar berlangsung pada siklus II terjadi peningkatan mulai dari awal pertemuan yaitu dari 17 siswa yang dijadikan sebagai sampel 18 siswa yang hadir dan meningkat menjadi 18 siswa atau sudah tidak ada lagi yang yang tidak hadir pada akhir pertemuan dengan rata-rata kehadiran siswa pada siklus II ini adalah 97,22%

34

2) Siswa yang aktif dalam kegiatan kelompok pada siklus II ini semakin meningkat ini terlihat dari pertemuan pertama terdapat 10 siswa yang aktif dalam kegitan kelompok meningkat menjadi 16 siswa atau hanya 2 siswa saja yang masih kurang aktif dalam kegitan kelompok dengan rata-rata keaktifan siswa 70,83% 3) Dari awal pertemuan hingga akhir pertemuan pada siklus II siswa yang bertanya tentang materi yang belum dimengerti semakin berkurang yaitu dari 6 siswa turun menjadi 2 siswa, dengan rata-rata siswa yang bertanya yaitu 25% 4) Siswa yang meminta bimbingan kepada guru dalam menyelesaikan LKS pada siklus II ini semakin berkurang dengan rata-rata 23,61%, ini disebabkan karena siswa mulai memahami bahwa masalah yang muncul dapat didiskusikan dengan teman kelompok tanpa meminta bimbingan dari guru. 5) Pada siklus II ini siswa yang mengerjakan LKS terjadi penigkatan dengan rata-rata 97,22% yaitu pada awal pertemuan terdapat 17 siswa yang megerjakan LKS dan pada akhir pertemuan siswa yang diambil sebagai sampel semuanya mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru. 6) Pada siklus II ini siswa yang kurang perhatian atau melakukan kegiatan lain baik dalam proses pemberian materi pelajaran maupun disaat mengerjakan tugas semakin berkurang dengan rata-rata 25%, ini terlihat pada awal pertemuan masih ada 7 siswa dan di akhir pertemuan turun

35

menjadi 3 siswa yang kurang perhatian dalam pemberian materi ataupun disaat mengerjakan tugas.

c.

Analisis Refleksi Siklus II Hasil belajar siswa pada siklus II setelah melalui perbaikan tindakan

menunjukkan bahwa persentase hasil ketuntasan belajar pada siklus II sebesar 88,89% atau 16 siswa dari 18 siswa berada dalam kategori tuntas dan 11,11% atau tinggal 2 siswa dari 18 siswa berada dalam kategori tidak tuntas. Karena berdasarkan kriteria hasil belajar mengenai ketuntasan kelas secara klasikal, yaitu 75 % dari jumlah siswa yang tuntas, data hasil penelitian dari siklus II yaitu hasil belajar siswa dianggap tuntas karena mencapai 88,89% yang berarti telah melebihi kriteria ketuntasan belajar secara klasikal. Namun untuk siswa yang belum memenuhi kriteria tersebut akan dilakukan perbaikan dengan mengadakan remedial. Setelah dilakukan siklus II terjadi perbaikan-perbaikan dari siklus I, antara lain: 1) Siswa yang melakukan kegiatan lain pada saat diskusi kelompok berlangsung sudah berkurang dibandingkan pada saat siklus I 2) Pengawasan guru terhadap siswa pada saat diskusi berlangsung sudah bisa menjangkau sumua kelompok sehingga siswa lebih fokus pada kegiatan diskusi daripada melakukan kegiatan lain. 3) Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok semakin meningkat

36

B. Pembahasan Dari hasil observasi yang dilakukan selama dua siklus dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan banyak perubahan kepada siswa, diantaranya: 1. Siswa lebih termotivasi untuk giat belajar. 2. Siswa merasa senang dengan model yang diterapkan. 3. Siswa lebih akrab dengan siswa yang lain. 4. Siswa lebih termotivasi dalam mengerjakan soal LKS. 5. Perhatian siswa pada saat proses pembelajaran meningkat. Pada dasarnya diawal pertemuan terdapat kendala yang terjadi dalam proses pembelajaran, yaitu masih banyak siswa yang tidak memiliki keberanian untuk bertanya, serta masih banyak siswa yang malas mengerjakan tugas LKS. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena diakhir siklus I sudah terjadi perubahan ke arah yang lebih baik, siswa sudah mulai berani untuk bertanya, tingginya perhatian siswa terhadap proses belajar mengajar serta siswa lebih giat untuk mengerjakan tugas LKS. Pada siklus II kendala yang ditemukan pada siklus I sudah dilakukan perbaikan sehingga sudah terjadi perubahan. Ini terlihat dari semakin meningkatnya minat belajar siswa dan mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Pada siklus I persentase kehadiran siswa sekitar 97,22 % dan meningkat pada siklus II menjadi 99,22 %.

37

Perubahan-perubahan lain yang terjadi pada siklus I ke siklus II yaitu: 1. Siswa yang aktif dalam kegiatan kelompok pada siklus I sebesar 70,83% dan pada siklus II meningkat menjadi 84,73%. 2. Siswa yang mengerjakan tugas LKS pada siklus I sebesar 85,53 % dan pada siklus II meningkat menjadi 94,73 %. 3. Siswa yang melakukan kegiatan lain pada saat guru menjelaskan pada siklus I sebesar 37,50% dan pada siklus II sudah mulai menurun menjadi 25 %. 4. Pada siklus I siswa yang tuntas hasil belajarnya sebanyak 13 orang atau 72,22% dan meningkat pada siklus II menjadi 16 siswa atau 88,89%. Hal ini membuktikan bahwa pada siklus II hasil belajar siswa tuntas secara klasikal, tetapi masih ada dua orang siswa yang masih memperoleh nilai di bawah KKM mata diklat DKK. namun untuk kedua siswa tersebut dilakukan perbaikan dengan mengadakan remedial dengan beberapa pertimbangan mengenai kehadiran dan aktivitas saat proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan pada indikator keberhasilan, siswa dikatakan tuntas hasil belajarnya apabila memperoleh skor minimal 70 dari skor ideal yaitu 100, dan tuntas secara klasikal jika 75 % dari jumlah siswa yang telah tuntas hasil belajarnya. Maka hasil belajar siswa dari siklus I sampai pada siklus II meningkat dan telah memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan oleh DEPDIKNAS.

38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwapenerapan model pembelajaran koperatif tipe STAD pada mata diklat DKK Siswa Kelas XI Teknik Las SMK Negeri 3 Makassar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dengan peningkatan hasil belajar yang pada siklus I hanya mencapai 72,22% sehingga belum tuntas secara klasikal namun pada siklus II telah mencapai 88,89% sehingga sudah tuntas secara klasikal. B. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian dan demi mencapai hasil yang optimal, maka beberapa hal yang disarankan adalah: 1. Diharapkan kepada kepala sekolah SMK Negeri 3 Makassar agar menganjurkan kepada guru mata diklat DKK untuk menerapkan model pembelajaran koperatif tipe STAD sebagai salah satu model dalam proses pembelajarannya. 2. Diharapkan kepada guru mata diklat DKK, kiranya model pembelajaran koperatif tipe STAD dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan dalam melaksanakan proses belajar mengajar DKK untuk membantu siswa lebih meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. 3. Diharapkan kepada siswa agar lebih serius dalam menjalankan model

pembelajaran koperatif tipe STAD yang nantinya diterapkan oleh guru pada

39

saat sebelum melakukan proses belajar mengajar agar dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. 4. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dalam bidang kependidikan khususnya penelitian tindakan kelas agar dapat meneliti lebih lanjut tentang model yang efektif dan efisien untuk mengatasi kesulitan belajar siswa.

40

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2010. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka. Haling, Abdul. 2007. Belajar dan Pembelajaran . Makassar: UNM. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Hasriani.2003. Peningkatan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran cooperative learning dengan pendekatan STAD pada siswa kelas IIA SLTP Negeri 21 Makassar. Skripsi Jurusan matematika FMIPA UNM. Makassar. Sardiman A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin. Robert. E. 2005. Coorperative Learning: teori, riset dan praktik. Bandung: Nusa Media. Tirtaraharja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Konstruktivistik.Jakarta: Hasil Pustaka. Inovatif Berorientasi

Yohanes, Wara. 2009. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam peningkatan hasil belajar teknik gerinda siswa kelas II SMK Negeri 2 Ende. Skripsi Jurusa Pendidikan teknik Mesin FT UNM. Makassar. Winkel, WS. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. Wiriaatmadja, Rochiati, 2009. Model Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

41

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai