0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
21 tayangan26 halaman
that one of the measures to prevent an accumulation
of biological toxin referred to In letter a is establishing
an Indones~an Shellfish Sanitation System
that one of the measures to prevent an accumulation
of biological toxin referred to In letter a is establishing
an Indones~an Shellfish Sanitation System
Hak Cipta:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online dari Scribd
that one of the measures to prevent an accumulation
of biological toxin referred to In letter a is establishing
an Indones~an Shellfish Sanitation System
Hak Cipta:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online dari Scribd
NOMOR : KEP.17JMENJ2004 TENTANG SISTEM SANITASI KEKERANGAN INDONESIA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang: a. bahwa kekerangan secara alamiah dapat mengakumulasi toksin hayati yang dapat membahayakan kesehatan manusia; b. bahwa salah satu tindakan untuk mencegah berakumulasinya toksin hayati sebagaimana dimaksud dalam butir a, adalah dengan menetapkan Sistem Sanitasi Kekerangan !ndonesia; c. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Nenteri;
Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik !ndonesia Nomor +6 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299); 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik !ndonesia Nomor 99 Tahun 1996, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Republik !ndonesia Nomor 198 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Nomor +019); +. Peraturan Pemerintah Nomor 5+ Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara Republik !ndonesia Nomor 100 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor +230); 5. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2001 tentang Badan Standardisasi Nasional; 6. Keputusan Presiden Nomor 228fN Tahun 2001; 7. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor +5 Tahun 2002; 8. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon ! Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor +7 Tahun 2002; 9. Keputusan Nenteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.2+fNENf2002 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan; 10. Keputusan Nenteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.05fNENf2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG SISTEM SANITASI KEKERANGAN INDONESIA.
PERTAMA : Nemberlakukan Sistem Sanitasi Kekerangan !ndonesia, sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini.
KEDUA : Sistem Sanitasi Kekerangan !ndonesia sebagaimana dimaksud diktum PERTAMA digunakan sebagai acuan bagi petani ikan, nelayan, pengolah, pedagang, konsumen, pembina dan pengawas mutu kekerangan di !ndonesia dalam pelaksanaan sanitasi kekerangan. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 April 200+
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Ttd
ROKHMIN DAHURI
Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi
NARMOKO PRASMADJI
LAMPIRAN : Keputusan Nenteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.17fNENf200+ Tentang Sistem Sanitasi Sanitasi Kekerangan !ndonesia
SISTEM SANITASI KEKERANGAN INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerangan merupakan salah satu produk perikanan yang mempunyai nilai ekonomis penting. Produk ini selain dikonsumsi di dalam negeri juga merupakan produk ekspor, terutama dalam bentuk beku dan dikalengkan. Untuk konsumsi di dalam negeri, kekerangan selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, juga disajikan di restoran besar maupun kecil yang umumnya dalam bentuk setengah matang. Praktek penyajian demikian mempunyai resiko yang tinggi terhadap kesehatan manusia, bila kekerangan tersebut diperoleh dari perairan yang tidak terkontrol atau tercemar dan tidak ditangani dengan cara yang saniter. Secara umum kekerangan setelah diitangkap dari perairan !ndonesia belum ditangani dengan baik. Nutu produk kekerangan sangat dipengaruhi oleh perairan dimana kekerangan tersebut ditangkap. Beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Kanada sudah mengembangkan Sistem Sanitasi Kekerangan. Oleh karena itu, agar produk kekerangan !ndonesia dapat diterima di pasar internasional dan memberikan jaminan bahwa produk aman dikonsumsi maka perlu disusun Sistem Sanitasi Kekerangan !ndonesia. Tuntutan kebutuhan atas komoditi perikanan khususnya kekerangan akan terus berkembang dan semakin komplek terutama mengenai persyaratan mutu produk yang tinggi dan keamanan terhadap konsumen. Selain itu negara-negara pengimpor saat ini banyak yang memberlakukan persyaratan standar yang sama antara produk dalam negeri dan impor sehingga cara penanganan dan pengawasan mutu kekerangan harus menyesuaikan dengan ketentuan negara-negara pengimpor. Nenghadapi era perdagangan bebas sesuai dengan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade OrganizationfWTO) dan perdagangan antar Negara di beberapa kawasan, misalnya Uni Eropa, Kawasan Perdagangan Bebas Amerika Utara (North America Free Trade Areaf NAFTA), Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade AreafAFTA) serta Kawasan Ekonomi Asia Pasifik (Asia Pacific Economy ConferencefAPEC), !ndonesia harus secara sungguh-sungguh, rasional dan efektif berupaya memainkan peran aktif dalam memperoleh manfaat sebesar- besarnya bagi negara dan masyarakat. Salah satu faktor penentu dapat diterimanya ekspor kekerangan !ndonesia dalam perdagangan internasional adalah adanya penanganan, pengolahan dan pengawasan kekerangan yang baik di !ndonesia. Dalam menyusun Sistem Sanitasi Kekerangan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap - Departemen Kelautan dan Perikanan melibatkan beberapa instansi yang terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Lembaga !lmu Pengetahuan !ndonesia (L!P!). Kementerian Lingkungan Hidup membuat peraturan mengenai pengawasan lingkungan perairan yang tertuang dalam Undang-undang Lingkungan Hidup yang diterbitkan pada tahun 1985. L!P! melakukan sejumlah penelitian dalam hal pemetaan alga di perairan !ndonesia yang berpotensi menghasilkan racun hayati. !ndustri pengolahan kekerangan mendukung program ini dalam hal menangkap kekerangan dari perairan yang aman, mempunyai unit pengolahan yang sesuai dengan standar sanitasi, menerapkan dan mempertahankan kondisi operasi sanitasi, menempatkan nomor sertifikat yang sesuai untuk setiap partai kekerangan dan memelihara rekaman untuk pemeriksaan oleh !nstansi berwenang yang menunjukkan keaslian dan disposisi dari produk.
Dalam kerangka proyek ASEAN- Canada Fisheries Post Harvest Technology, tahun 1992- 1997, salah satu kegiatannya adalah melakukan persiapan penyusunan Sistem Sanitasi Kekerangan, antara lain peningkatan sumber daya manusia, penetapan institusi yang menangani pemantauan daerah pertumbuhan kekerangan dan melakukan pemetaan wilayah daerah pertumbuhan kekerangan.
B. Tujuan
Tujuan dari Sistem ini adalah memberikan petunjuk kepada pihak - pihak yang terkait dengan penangkapan, penanganan, produksi dan pengawasan kekerangan. Hal ini juga digunakan untuk membuat persyaratan dan prinsip pengawasan sanitasi kekerangan yang diproduksi dan didistribusikan untuk pasar ekspor dan dalam negeri selain untuk membuat Nota Kesepakatan dengan instansi berwenang dari negara-negara yang akan menerima produk kekerangan !ndonesia. Sasaran utama Sistem Sanitasi Kekerangan !ndonesia ini adalah memberikan jaminan bahwa kekerangan !ndonesia aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Selain itu dengan adanya globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan membawa konsekuensi perlunya kesiapan !ndonesia agar mampu bersaing di pasaran luar negeri. C. Definisi
a. Kekerangan adalah semua jenis (spesies) dari kekerangan antara lain: Oyster (Pinctada sp), Kepah (Neritrix meritrix), Tiram (Crassostrea cuculata), Simping (Common minolowpen) Remis, dan Kijing, baik hidup ataupun telah terlepas dari kulitnya, segar atau beku, utuh atau berupa bagian. b. Toksin hayati adalah senyawa beracun yang terakumulasi dalam kekerangan yang memakan plankton yang mengandung racun. c. Daerah pertumbuhan adalah perairan tempat kehidupan kekerangan secara alami atau perairan atau muara sungai yang menghasilkan kekerangan atau suatu tempat yang digunakan untuk membudidayakan kekerangan. d. Pemberokan adalah kegiatan pemindahan tempat hidup bagi kekerangan yang dipanen atau ditangkap dari perairan klasifikasi terbatas (C) untuk kurun waktu tertentu sehingga kekerangan terbebas dari cemaran dan aman untuk dikonsumsi. e. Daerah pemberokan adalah setiap perairan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang, mempunyai batas-batas yang jelas dengan menggunakan pelampung atau tanda yang tetap lainnya dan khusus digunakan untuk pemberokan secara alami. f. Tempat pengumpulan adalah setiap instalasi di darat untuk penerimaan, pengkondisian, pencucian, pembersihan, pengelompokan dan pengemasan kekerangan hidup yang aman bagi konsumsi manusia. g. Depurasi adalah suatu proses pembersihan dengan menggunakan sirkulasi ulang untuk memperkecil cemaran mikroba,kotoran, logam berat dan lain-lain. h. Unit pengumpul adalah suatu instalasi baik di darat maupun di laut yang diijinkan untuk menerima, mengkondisikan, mencuci, membersihkan, memilah, dan mengepak kekerangan hidup yang memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi manusia. i. Pengepakan adalah suatu kegiatan untuk membungkus atau menempatkan kekerangan ke dalam suatu wadah dengan menggunakan bahan pengepak yang memenuhi persyaratan. j. Partai barang adalah sejumlah kekerangan hidup yang telah ditangani di unit pengumpul atau telah mengalami perlakuan di tempat depurasi dan selanjutnya siap dipasarkan. k. Penangkap adalah orang atau badan hukum yang melakukan pengambilan kekerangan yang berasal dari daerah pertumbuhan dengan alat apa saja.
l. Perairan tercemar adalah masuknya organisme, zat, energi, danfatau komponen lain ke dalam perairan oleh kegiatan manusia baik sengaja atau tidak, sehingga kualitasnya turun ke tingkat tertentu yang menyebabkan perairan tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. m. Sertifikat Kelayakan Pengolahan adalah Surat Keterangan yang dikeluarkan oleh Nenteri Kelautan dan Perikanan melalui Direktur Jenderal Perikanan Tangkap yang menerangkan bahwa Unit Pengolahan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan. n. Surat Keterangan Sanitasi adalah Surat Keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas provinsi yang menerangkan bahwa unit penangkapan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan. o. Nenteri adalah Nenteri Kelautan dan Perikanan p. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap q. Dinas Provinsi adalah dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang perikanan dan kelautan. r. LPPNHP adalah Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Nutu Hasil Perikanan.
D. Administrasi dan Perundang-undangan
1. Deskripsi Singkat
Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal, dan Dinas Provinsi di Seluruh !ndonesia adalah lembaga yang bertanggung jawab langsung dalam implementasi, pengendalian dan pengawasan Sistem Sanitasi Kekerangan !ndonesia. Secara teknis operasional, Direktorat Jenderal menugaskan Direktur Nutu dan Pengolahan Hasil untuk melaksanakan tugas di bidang Sistem Sanitasi Kekerangan tingkat Nasional dan dibantu oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengembangan dan Pengujian Nutu Hasil Perikanan (BPPNHP), khususnya dalam melaksanakan tugas pemantauan secara nasional sanitasi kekerangan. Direkturat Jenderal juga memiliki pejabat fungsional pengawas mutu yang bertugas untuk melakukan kegiatan pengujian dan penilikan mutu secara nasional. Kedudukan mereka dapat bertempat di BPPNHP atau di Direktorat Nutu dan Pengolahan Hasil. Dinas Provinsi yang secara struktural berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Gubernur merupakan instansi teknis yang secara administratif melakukan koordinasi pelaksanaan Sistem Sanitasi Kekerangan. Dalam menjalankan tugasnya, Dinas Provinsi memiliki satu atau lebih LPPNHP yang memiliki tugas langsung menerbitkan Sertifikat Kesehatan dan melakukan pemantauan sanitasi kekerangan. Di samping itu pemerintah provinsi juga memiliki tenaga fungsional pengawas perikanan yang mempunyai tugas pengujian ataupun melakukan penilikan produk perikanan. Nereka dapat berkedudukan di Dinas Provinsi, di LPPNHP, dan di Tempat Pendaratan !kan. Struktur dan tanggung jawab tersebut di atas dapat digambarkan sebagaimana diagram di bawah ini.
Tingkat Daerah Pusat
2. Lembaga dan Kewenangan
a. Lembaga Pusat Lembaga Pusat terdiri dari: 1. Direktorat Jenderal; dan 2. Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP).
Direktorat Jenderal sebagai instansi yang berwenang, bertanggung jawab melakukan penetapan klasifikasi dan status perairan untuk budidaya atau penangkapan kekerangan. Penetapan klasifikasi dan status perairan didasarkan pada hasil survei menyeluruh dan pemantauan perairan pertumbuhan kekerangan yang dilakukan oleh BRKP - DKP. Direktorat Jenderal juga bertanggung jawab terhadap pengawasan proses penanganan, penyimpanan, transportasi, pengolahan, pelabelan dan pengendalian sanitasi kekerangan. Agar pelaksanaan kegiatan ini berjalan efektif dibentuk suatu tim pelaksana tingkat pusat yang ditetapkan oleh Nenteri. Tim pelaksana di tingkat pusat anggotanya terdiri dari pegawai Direktorat Jenderal dan Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
b. Lembaga Daerah Dinas Provinsi dan LPPNHP bertanggung jawab dalam melakukan verifikasi penerapan Sistem Sanitasi Kekerangan !ndonesia. Gubernur Badan Riset Kelautan dan Perikanan Pengawas Mutu Daerah Dinas Provinsi Pengawas Mutu Pusat Pelaku Usaha Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan {BPPMHP) Laboratorium Pembinaan Pengujian Mutu Hasil Perikanan {LPPMHP ) Direktorat Mutu dan Pengolahan Hasil Direktorat Jenderal Menteri
1) Kewenangan Dinas Provinsi a) Nelakukan penilikan Unit Pengolahan !kan, tempat pendaratan ikan dan tempat pengumpulan ikan sesuai dengan prinsip kelayakan dasar yang meliputi penerapan, prosedur operasi standar sanitasi (Sanitation Standard Operational ProcedurefSSOP), Cara Pengolahan yang Baik (Good Nanufacturing PracticesfGNP) dan Cara Penanganan yang Baik (Good Handling PracticesfGHP). b) Nelakukan pravalidasi dan audit terhadap penerapan Sistem Nanajemen Nutu Terpadu (PNNT) berdasarkan konsepsi Analisa Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis (Hazard Analysis Critical Control PointsfHACCP), Unit Pengolahan !kan, tempat pengumpulan ikan dan tempat pendaratan. c) Sebagai ketua tim, mengkoordinasikan kegiatan pemantauan kualitas dan kondisi perairan, pengambilan, penanganan dan analisis sampel, serta melakukan pengendalian daerah pertumbuhan. d) Tim melaporkan seluruh hasil yang diperoleh ke Direktorat Jenderal sebagai !nstansi berwenang.
2) Kewenangan LPPMHP: a) Nelakukan pengujian mutu terhadap produk perikanan termasuk kekerangan dengan mengacu pada Petunjuk Teknis dan Administrasi Pengelolaan LPPNHP dan Pedoman Badan Standardisasi Nasional (BSN) Nomor 17025, mengenai kewenangan laboratorium penguji. b) Nelakukan audit penerapan Program Nanajemen Nutu Terpadu berdasarkan konsepsi HACCP. c) Nengeluarkan Sertifikat Kesehatan produk perikanan termasuk kekerangan untuk dan atas nama Direktorat Jenderal sebagai !nstansi berwenang. d) Nelakukan pemantauan berdasarkan program pemantauan nasional.
Tim harus membuat program kerjasama dan salah satu kegiatannya adalah Agenda Pertemuan Rutin yang dilaksanakan di daerah yang dihadiri oleh instansi terkait termasuk Dinas Provinsi, perwakilan lembaga pusat yang berada di daerah dari Departemen Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Nakanan (BPON), Badan Riset Kelautan dan Perikanan, dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA). c. Agenda Pertemuan Rutin Agenda pertemuan rutin Tim Pelaksana adalah sebagai berikut: 1. Neninjau ulang klasifikasi daerah pertumbuhan kekerangan yang sudah ditetapkan. 2. Nengkaji ulang semua kebijakan, prosedur, tata cara dan peraturan tentang penerapan klasifikasi daerah pertumbuhan kekerangan.
d. Penerapan Sistem Sanitasi Kekerangan Indonesia, meliputi : 1. semua perairan pertumbuhan kekerangan. 2. pembudidaya kerangfnelayan. 3. perorangan danfatau badan usaha yang menangani dan mengolah kekerangan. +. instansi terkait yang melakukan pengendalian dan pemantauan daerah pertumbuhan kekerangan.
3. Peraturan Perundang-undangan a. Dasar Hukum Keamanan Pangan 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. b. Struktur Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Ketetapan NPR Nomor !!!fNPRf2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan serta Surat Nenteri Kehakiman dan Hak Asasi Nanusia Nomor N.UN.01.06-27 tanggal 23 Februari 2001, tata urutan peraturan perundang-undangan terdiri dari: a. UUD 19+5 (Undang-Undang Dasar 19+5); b. UU (Undang-Undang); c. Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang); d. PP (Peraturan Pemerintah); e. Keputusan Presiden; f. Keputusan Nenteri; g. Peraturan Daerah.
c. Peraturan-peraturan yang terkait langsung: 1) Keputusan Nenteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.01fNENf 2002 tentang Sistem Nanajemen Nutu Terpadu Hasil Perikanan (sebagai pengganti Keputusan Nenteri Pertanian Nomor +1fKptsf!K.210f2f98). 2) Keputusan Nenteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.06fNENf 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Nutu Hasil Perikanan Yang Nasuk Ke Wilayah Republik !ndonesia sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Nenteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.+3fNENf2003.
d. Peraturan-peraturan lain: 1) Standar Nasional !ndonesia tentang Kekerangan, No. 02-3919-1995 mengenai Kekerangan yang dikalengkan dan No. 01-3+6+-199+ mengenai Daging Kerang beku. 2) Netoda pengambilan sampel, Standar Nasional !ndonesia (SN!) atau FAOfWHO Codex Alimentarius Sampling Plans for Prepackaged Foods (AQL 6.5). 3) Keputusan Nenteri Kesehatan Nomor 01fB!RHUKNASfif1975, tentang Persyaratan dan Pemeriksaan Air Ninum. 4) Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Nomor 1+128fKptsf!K.130f X!!f 1998, tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Nanajemen Nutu Terpadu Hasil Perikanan. 4. Prosedur Administrasi
Dalam Sistem Sanitasi Kekerangan, instansi berwenang melaksanakan kegiatan: a. Klasifikasi daerah pertumbuhan kekerangan yang potensial dengan dasar pertimbangan mutu sanitasi dan keamanan kesehatan masyarakat. !nstansi yang berwenang dapat menetapkan daerah terlarang untuk penangkapan kekerangan. b. Pengendalian penangkapan kekerangan dari daerah terlarang, instansi berwenang, bertanggung jawab untuk: Nelakukan patroli di daerah pertumbuhan; Nenangkap dan Nenyidik penangkapfpembudidaya kerang yang melakukan pelanggaran.
c. Nengatur dan mengawasi pemberokan, pembersihan, dan purifikasi kekerangan. d. Nencegah penangkapan kekerangan dari daerah pertumbuhan yang secara nyata danfatau potensial tercemar. e. Nencegah penjualan, distribusi, penyimpanan atau pemilikan kekerangan yang tidak memenuhi syarat atau tidak aman untuk dikonsumsi manusia. f. Nenerbitkan sertifikat, apakah produk memenuhi persyaratan penanganan yang baik dan benar. g. Nengatur kondisi pengapalan dan persyaratan pelabelan kekerangan dan menyediakan identifikasi awal asal yang akurat atau melindungi produk dari kontaminasi. h. Nengatur ekspor, impor, pengolahan, pengepakan, pengapalan, penyimpanan, dan pengepakan ulang terhadap kekerangan untuk melindungi konsumen dari kontaminasi dan penurunan mutu. i. Nengatur depurasi kekerangan untuk mencegah pendistribusian produk yang tidak sah, menjamin kebersihan, melindungi produk dari kontaminasi ulang, verifikasi mutu produk dan efektifitas depurasi. j. Nenghentikan operasi pengolahan dan sertifikasi unit pengolahan dengan pertimbangan cara penanganan yang baik dan benar. k. Nelakukan evaluasi terhadap laboratorium penguji dalam kaitannya dengan persyaratan Direktorat Jenderal. l. Nengambil contoh dan melakukan pengujian mikrobiologi, kimia dan fisika yang penting untuk menentukan mutu produk dan memonitor efektifitas dan kinerja operasional proses. m. Nelarang ekspor kekerangan yang tidak jelas asal-usulnya, dan unit pengolahan yang tidak mempunyai Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP). E. Sertifikasi Sertifikasi merupakan syarat penting untuk melaksanakan Sistem Sanitasi Kekerangan !ndonesia. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sertifikasi :
1. Ketentuan Umum a. Keterangan mengenai sumber asal, pemasok dan penangkap kekerangan di perairan !ndonesia. Suplier harus melengkapi surat garansi ke unit pengolahan pada saat tiba. Direktorat Jenderal tidak menerbitkan persetujuan terhadap unit pengolahan yang menerima kekerangan yang ditangkap dari daerah yang dilarang. Pada Tempat Pendaratan !kan, Pengawas Nutu akan mengecek apakah kekerangan ditangkap dari daerah yang diijinkan. b. Kondisifklasifikasi perairan tempat kekerangan ditangkap harus memenuhi syarat. c. Laboratorium pengujian mutu baik LPPNHP yang terdapat di seluruh !ndonesia ataupun laboratorium lain yang telah diakreditasi. d. Unit pengolahan yang mengolah kekerangan harus memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dengan nilai minimal C. 2. Standar Mutu Kekerangan Indonesia
a. Standar mutu produk yang digunakan sesuai dengan mutu yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional !ndonesia. b. Pengecualian butir a. dapat dilakukan apabila ada permintaan standar mutu dari Negara importir dengan ketentuan standar mutu tersebut telah melalui prosedur analisa resiko.
3. Pelaksanaan Pengujian
a. Pengambilan contoh harus dilakukan sesuai dengan metoda pengambilan contoh yang benar dan dilakukan oleh petugas pengambil contoh terlatih. b. Netode pengujian yang digunakan harus metode pengujian yang mutakhir dan baku atau metode yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal, kecuali metode tersebut telah diverifikasi oleh BPPNHP. c. Pengujian contoh harus dilakukan dengan benar oleh analis terlatih yang disupervisi oleh penyelia. d. verifikasi terhadap hasil uji dengan cara mengecek kembali semua perhitungan dan pemindahan data.
BAB II SURVEI DAN KLASIFIKASI DAERAH PERTUMBUHAN KEKERANGAN
A. Program Pengawasan Daerah Pertumbuhan Untuk meminimalkan resiko kesehatan yang potensial sebagai akibat mengkonsumsi kekerangan dan untuk melindungi kesehatan masyarakat dari racun hayati, mutu perairan dan kondisi daerah pertumbuhan kekerangan perlu di survei secara menyeluruh dan diidentifikasi sumber-sumber pencemaran yang potensial. Program pengawasan daerah pertumbuhan kekerangan merupakan garis terdepan pertahanan terhadap pengendalian sanitasi kekerangan. Program ini dirancang untuk mengidentifikasi dan evaluasi semua sumber pencemaran di daerah pertumbuhan kekerangan, karena perairan merupakan jalan masuk dari organisme pathogen dan racun hayati yang diakumulasi oleh plankton tertentu dan cemaran lain seperti logam berat ke dalam tubuh kekerangan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa wabah penyakit terjadi pada manusia karena menkonsumsi kekerangan yang terkontaminasi. Jenis penyakit yang berasal dari kekerangan yang terkontaminasi ini, meliputi infeksi Salmonella, Tiphoid, Gastroenteritis, vibrio parahaemolyticus, dan racun hayati, seperti racun kekerangan paralitik (Paralityc Shellfish PoisonfPSP), racun kekerangan diaretik (Diaeretic Shellfish PoisonfDSP), dan racun kekerangan amnestik (Amnestic Shellfish PoisonfASP). Sumber polusi digolongkan menjadi 2 bagian. Pertama, sumber polusi masuk ke perairan pada lokasi tertentu, misalnya masuknya kotoran dari tempat pengolahan limbah, pabrik kertas, pabrik pengolahan makanan, lubernya tempat penampungan limbah, dan juga tempat pembuangan materialfbahan dari industri atau kotoran manusia. Kedua, sumber polusi yang berkaitan dengan kegiatan manusia dan proses alami di dasar laut yang larut dalam perairan. Sumber polusi tersebut tidak masuk ke tempat pembuangan atau lokasi yang mudah diidentifikasi dan sulit untuk diukur atau dijelaskan. Kedua kategori cemaran tersebut mengeluarkan cemaran mikroba dan kimia yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan masyarakat. Di bawah ini menerangkan prosedur dan persyaratan administrasi untuk melaksanakan survei dan klasifikasi daerah pertumbuhan kekerangan sehingga sesuai untuk penangkapan.
B. Survei Daerah Pertumbuhan Kekerangan Ruang lingkup survei daerah pertumbuhan kekerangan pada lokasi tertentu tergantung dari tingkat pengetahuan tentang mutu air, jenis pencemaran dan akibatnya. Survei dikategorikan kedalam + (empat) jenis yaitu: 1. Survei sanitasi menyeluruh 2. Kaji ulang, 3. Pemantauan +. Evaluasi ulang tergantung dari informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan tentang klasifikasi perairan.
1. Survei Sanitasi Menyeluruh Survei sanitasi menyeluruh dilaksanakan di perairan-perairan yang belum memiliki data mengenai kondisi perairan, perairan yang data kondisinya sudah tidak mutakhir atau perairan yang sudah mengalami perubahan tingkat pencemarannya. Survei sanitasi dilakukan oleh sebuah Tim dari Pusat yaitu Direktorat Jenderal. Elemen-elemen dari Survei sanitasi adalah sebagai berikut : a. Penelitian Sanitasi Lingkungan Pantai. Kegiatan ini meliputi: 1) Evaluasi terhadap seluruh sumber-sumber yang dapat menyebabkan pencemaran danfatau hal-hal yang berpotensi sebagai sumber pencemaran. 2) !dentifikasi peta lokasi sumber pencemaran perairan untuk penangkapan kekerangan. 3) Evaluasi terhadap efektifitas penanganan limbah. 4) Dokumentasi keberadaan limbah industri termasuk pestisida dan radioaktif dan dampaknya terhadap kesehatan manusia. 5) Dokumentasi terhadap keberadaan kotoran manusiafhewan (faecal), meskipun dalam jumlah sekecil apapun.
Tabel 1. Komponen utama dalam Survei sanitasi yang menyeluruh Identifikasi Sumber Hidrografi Penelitian Bakteri A
1 2
B
1 2 3 + 5 Lokasi yang bersumber dari kota Tempat pengolahan limbah Limbah dari sumber industri Sumber-sumber lingkungan pantai Domistik seperti tangki kotoran Perpindahan penduduk Pertanian Kehidupan liar Lainnya seperti pembuangan limbah dari kapal A 1
2
B C D E F G Aliran air Catatan-catatan sebelumnya a. aliran sungai b. Pengaruh hujan Waktu Survei a. aliran sungai b. Pengaruh hujan Air pasang Arus Suhu, dan Salinitas Air dari darat Cuaca Bathymetry A B 1 2 3 C D E Lokasi Waktu Nusiman Hari-hari berurutan Harian Jumlah contoh !nterpretasi Lainnya, seperti: sedimen, analisis kekerangan, masuk cemaran
b. Penelitian Hidrografi Tujuan dari kegiatan studi ini adalah untuk : 1) Nenentukan pengaruh : hujan, angin, air pasang dan arus dalam menyebarkan pencemaran di perairan untuk penangkapan; 2) Estimasi terhadap keberadaan jumlah air yang dapat melarutkan bahan-bahan pencemaran, sehingga mencapai standar yang diijinkan. 3) Estimasi terhadap lamanya waktu yang diperlukan untuk penyebaran pencemaran dari sumbernya sampai ke perairan untuk penangkapan; 4) Penentuan sifat-sifat fisika dari air termasuk salinitas, suhu dan kekeruhan.
c. Pengamatan Nikrobiologi Pengamatan ini dilakukan untuk : 1) Nenentukan tingkat kontaminasi faecal (bakteri dari kotoran manusiafhewan) 2) Nendapatkan data kuantitatif untuk menentukan kelas dari perairan. 3) Nenggambarkan garis batas kelas perairan.
2. Peninjauan Kembali Peninjauan kembali dilakukan secara berkala paling sedikit setahun sekali terhadap kualitas sanitasi perairan pertumbuhan untuk budidaya atau penangkapan, diperlukan untuk menetapkan bahwa kondisi lingkungan belum berubah dan klasifikasi perairan yang telah ditentukan masih berlaku.
Peninjauan kembali harus mencakup: a. Peninjauan terhadap dokumen sebelumnya mengenai status perairan untuk penangkapan. b. Rekaman untuk semua pengolahan dan pembuangan limbah industri. c. Laporan status penurunan pencemaran yang berasal dari sumber-sumber pencemaran yang telah diidentifikasi pada tinjauan sebelumnya. d. Evaluasi terhadap sumber-sumber pencemaran baru. e. Pengambilan contoh untuk analisis mikrobiologi pada tempat-tempat yang cukup mewakili dengan frekuensi yang memadai.
3. Pemantauan a. Pemantauan daerah pertumbuhan kekerangan Pemantauan dilakukan dengan pemeriksaan rutin termasuk pengambilan contoh air dan kekerangan untuk keperluan analisis mikrobiologi, phytoplankton, merkuri, PSP, ASP dan DSP. Pemantauan meliputi: 1) Pemantauan secara berkala daerah pertumbuhan kekerangan dan daerah pemberokan dalam rangka: a) Nencegah segala kegiatan yang menyimpang dari tujuan semula kekerangan. b) Nemeriksa mutu mikrobiologi kekerangan di daerah pertumbuhan kekerangan. c) Nemeriksa kemungkinan adanya plankton yang menghasilkan racun di dalam daerah pertumbuhan dan daerah pemberokan serta adanya kandungan racun hayati di dalam kekerangan. d) Nemeriksa kemungkinan adanya cemaran kimia. Untuk tujuan butir (c) dan (d), rencana pengambilan contoh harus ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam rangka memeriksa kemungkinan adanya racun hayati dan cemaran kimia, baik secara reguler maupun kasus per kasus.
2) Rencana pengambilan contoh seperti dalam butir 1 a, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) variasi cemaran faecal di setiap daerah pertumbuhan dan daerah pemberokan. b) Kemungkinan keberadaan berbagai jenis plankton yang mengandung racun hayati di daerah pertumbuhan atau daerah pemberokan. Pengambilan contoh harus dilaksanakan sebagai berikut :
i. Pemantauan: Pengambilan contoh secara berkala dilakukan untuk mendeteksi perubahan komposisi plankton yang mengandung racun dan juga daerah penyebarannya. Pengambilan contoh dilakukan sekali dalam dua minggu. ii. Pengambilan contoh secara intensif: Frekuensi pemantauan ditingkatkan satu kali dalam seminggu apabila terdapat indikasi red tide atau bahkan sesering mungkin dengan penambahan titik pengambilan contoh dan jumlah contoh yang diambil apabila terjadi kematian massal dari hayati laut. Pemasaran produk kekerangan dari daerah tersebut tidak diijinkan sampai diperoleh hasil pengujian terhadap bahan-bahan beracun menunjukkan hasil yang memuaskan. c) Kemungkinan kontaminasi kekerangan di daerah pertumbuhan dan daerah pemberokan. Apabila hasil pengambilan dan pengujian contoh menunjukkan bahwa kekerangan yang dipasarkan dapat membahayakan kesehatan manusia, maka instansi yang berwenang harus menutup daerah pertumbuhan kekerangan tersebut sampai situasi kembali pulih. 3) Pengujian laboratorium untuk memeriksa kesesuaian terhadap standar mutu produk akhir yang disajikan dalam Bab v.
b. Pengawasan dan pemantauan unit pengolahan. Pengawasan terhadap unit pengolahan dilakukan secara periodik dengan interval waktu tertentu. Pengawasan ini meliputi pemeriksaan hal-hal berikut ini : 1) Nelakukan verifikasi apakah kondisi unit pengolahan masih sesuai dengan persyaratan. 2) Kebersihan tempat, fasilitas, peralatan dan kesehatan karyawan. 3) Nelakukan verifikasi apabila kekerangan telah ditangani dan diolah dengan benar. +) Penerapan dan penggunaan sistem purifikasi atau pengkondisian yang benar. 5) Nemeriksa mutu mikrobiologi kekerangan dalam hubungannya dengan daerah pertumbuhan dan pemberokan. 6) Nemeriksa kemungkinan adanya plankton yang menghasilkan racun hayati di daerah pertumbuhan dan pemberokan serta kandungan racun hayati dalam kekerangan. 7) Nemeriksa kemungkinan adanya cemaran kimia. 8) Penggunaan label yang benar. 9) Nemeriksa kondisi tempat penyimpanan dan transportasi untuk proses pengiriman kekerangan.
c. Mutu sanitasi perairan kekerangan Untuk melindungi populasi kekerangan dari polusi yang dihasilkan dari kotoran bahan-bahan polutan ke dalam laut, pemerintah membuat dan melaksanakan program untuk menurunkan serendah mungkin dampak polusi agar didapatkan mutu produk kekerangan yang memenuhi syarat mutu dan dapat dikonsumsi secara langsung oleh manusia. Kualitas daerah pertumbuhan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Tabel 2. Frekuensi dan parameter pemeriksaan mutu sanitasi perairan harus dilaksanakan secara teratur dan pengambilan contoh dapat dikurangi atau tidak dilanjutkan apabila hasil pengujian contoh cukup memuaskan.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan daftar kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya. Jika laporan pengamatan menunjukkan adanya bukti-bukti dari pencemaran bakteri coliform faecal, air raksa atau racun hayati (PSP, ASP, DSP), maka pengambilan contoh air dan produk kekerangan harus dilakukan untuk pengujian laboratorium. Data atau temuan hasil pemeriksaan dapat mengubah status daerah tersebut. Jika data atau temuan menunjukkan bahwa kondisi daerah yang diijinkan telah berubah atau tidak sesuai lagi dengan persyaratan sanitasi, evaluasi ulang akan dilakukan dan daerah tersebut akan diklasifikasikan sebagai daerah yang dilarang.
4. Evaluasi ulang Evaluasi ulang terhadap daerah pertumbuhan harus dilakukan bila hasil kaji ulang menunjukkan bahwa mutu sanitasi perairan daerah pertumbuhan secara nyata menurun akibat perubahan sumber-sumber potensi. Kompleksitas dan cakupan dari evaluasi ulang akan spesifik untuk tiap- tiap daerah dan mungkin membutuhkan semua elemen pada Tabel 1 dari survei sanitasi menyeluruh. Survei sanitasi menyeluruh tentang klasifikasi daerah pertumbuhan kekerangan dilakukan sekali dalam 3 (tiga) tahun. Daerah yang terpencil dengan potensi resiko yang rendah dapat dievaluasi dengan frekuensi yang rendah dan contoh air mungkin tidak diperlukan. Tindakan perbaikan dimaksudkan untuk mengembalikan kondisi perairan yang telah berubah sesuai kriteria yang memenuhi persyaratan untuk pertumbuhan kekerangan. Tindakan yang diambil tergantung pada sejauh mana ketidaksesuaian tersebut. Untuk alasan ini, ada kebutuhan utama untuk melakukan identifikasi yang lengkap untuk melakukan investigasi faktor penyebabnya.
Ada 2 faktor penyebab terjadinya penurunan kualitas perairan yaitu : 1. Terjadinya pencemaran yang tinggi baik dari limbah industri maupun limbah rumah tangga. 2. Terjadinya ledakan populasi mikroalgae tertentu yang menghasilkan racun hayati seperti PSP, DSP dan ASP.
BAB III KLASIFIKASI DAN PENUTUPAN DAERAH PERTUMBUHAN
A. Klasifikasi Daerah Pertumbuhan Daerah pertumbuhan kekerangan dalam Sistem Sanitasi Kekerangan !ndonesia diklasifikasikan ke dalam empat (+) kelas: daerah yang diijinkan (kelas A), daerah yang diijinkan dengan kondisi tertentu (Kelas B), daerah yang terbatas (kelas C), dan daerah yang tertutup (kelas D). Nasing- masing kelas berhubungan dengan mutu mikrobiologi perairan dan tingkat serta potensi terjadinya pencemaran baik alamiah maupun yang berasal dari aktifitas di sekitarnya. Klasifikasi tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Kelas A {Daerah yang diijinkan) Daerah yang diijinkan merupakan daerah pertumbuhan kekerangan dimana produk kekerangan yang dihasilkan dari perairan ini dapat dikonsumsi langsung dan tidak membahayakan kesehatan manusia serta sesuai dengan persyaratan yang tertuang pada BAB v. Daerah pertumbuhan digolongkan sebagai daerah pertumbuhan kelas A apabila memenuhi kondisi sebagai berikut:
Perairan tidak tercemar oleh kotoran atau tinja, bahan-bahan yang beracun dan racun hayati pada tingkat yang membahayakan bila manusia mengkonsumsi kekerangan tersebut. Rata-rata geometrik kandungan Angka Paling Nemungkinkan (APN) bakteri coliform faecal dalam perairan tidak melebihi 1+f100 ml air dan kurang dari 10 dari contoh mengandung bakteri coliform faecal tidak melebihi +3f100 ml air.
2. Kelas B {Daerah yang diijinkan dengan kondisi tertentu) Daerah yang diijinkan dengan kondisi tertentu merupakan daerah pertumbuhan kekerangan dimana produk kekerangan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi langsung pada waktu-waktu panen diijinkan atau kondisi tertentu. Kondisi untuk menghindarkan penangkapan di daerah yang ditetapkan sebagai daerah yang diijinkan dengan kondisi tertentu, harus mudah diidentifikasi dengan pengukuran rutin dan pelaporan serta dapat diprediksi dan dikendalikan. Daerah pertumbuhan dikategorikan sebagai daerah pertumbuhan kelas B apabila memenuhi kondisi sebagai berikut: Rata-rata geometrik kandungan Angka Paling Nemungkinkan (APN) bakteri coliform faecal dalam perairan tidak melebihi 1+f100 ml air dan kurang dari 10 dari contoh mengandung bakteri coliform faecal tidak lebih dari +3f100 ml air.
3. Kelas C {Daerah yang terbatas) Daerah pertumbuhan termasuk kelas C (daerah yang terbatas) bila survei sanitasi yang dilakukan menunjukkan tingkat polusi kotoran tinja dan bahan-bahan beracun cukup rendah dan penerapan depurasi atau pemberokan dapat membuat produk kekerangan aman dikonsumsi manusia. Daerah pertumbuhan ini harus memenuhi kriteria rata-rata median bakteri coliform faecal dari air 88 per 100 ml, dan kurang 10 dari contoh mengandung tidak lebih dari 260 bakteri coliform faecal per 100 ml. Kekerangan dari perairan ini tidak dapat dikonsumsi langsung tetapi harus diproses dengan pemanasan, depurasi atau dilepas kembali ke perairan pemberokan atau perairan kelas A selama sekurang-kurangnya 2 bulan.
4. Kelas D {Daerah yang tertutup) Daerah pertumbuhan dinyatakan tertutup bagi penangkapan oleh instansi berwenang bila kondisi tertentu tidak terpenuhi. Daerah ini mengindikasikan pencemaran tingkat tinggi oleh faecal (tinja) atau merupakan tempat pembuangan tinja tanpa diolah terlebih dulu dan mengandung racun hayati PSP yang melebihi standar. Daerah pertumbuhan ini juga dinyatakan terlarang bila belum pernah dilakukan survei sanitasi lengkap.
Daerah pertumbuhan ini menghasilkan kekerangan dengan kandungan racun hayati (PSP) sama atau lebih besar dari 80g per 100 gram contoh, kandungan ASP sama atau lebih besar dari 20 g per 100 gram contoh.
Batas daerah yang aman untuk dinyatakan sebagai daerah tertutup ditentukan sebagai berikut: a. Ninimal 300 meter penutupan bila terdapat sumber pembuangan limbah yang dapat terlihat dengan segera. b. Dalam jarak minimal 125 meter bila terdapat bangunan atau fasilitas yang permanen ataupun mengapung yang mungkin menjadi sumber pencemaran.
Apabila daerah pertumbuhan dikategorikan sebagai daerah pertumbuhan tertutup, maka semua kegiatan penangkapan kekerangan atau tujuan lain dilarang dilakukan di daerah pertumbuhan ini sampai memenuhi persyaratan Kelas A, B, atau C.
Setiap perubahan dalam demarkasi daerah pertumbuhan dan penutupan sementara atau permanen harus segera diberitahukan oleh instansi yang berwenang kepada instansi-instansi terkait dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Direktorat Jenderal memberitahukan perubahan demarkasi daerah pertumbuhan kepada Dinas Provinsi. 2. Dinas Provinsi memberitahukan batas demarkasi yang baru kepada seluruh produsen atau penangkap. 3. Setiap perubahan daerah penangkapan kekerangan juga diinformasikan kepada pembeli. +. Departemen Kelautan dan Perikanan dan Dinas Provinsi melakukan patroli di daerah tertutup untuk penangkapan.
B. PENUTUPAN DAERAH PERTUMBUHAN
Data atau temuan kaji ulang atau evaluasi ulang dapat menyebabkan perubahan status dari daerah. Bila kaji ulang menunjukkan bahwa mutu sanitasi perairan di daerah yang diijinkan berubah secara signifikan dengan perubahan sumber-sumber polusi, penutupan sementara daerah pertumbuhan dapat dilakukan dan bila kondisi daerah yang diijinkan berubah menjadi buruk dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi, maka daerah tersebut akan diklasifikasikan sebagai daerah tertutup.
Penutupan dan pembukaan kembali daerah pertumbuhan menjadi tanggung jawab Direktur Jenderal dengan prosedur sebagai berikut: 1. BPPNHP bersama-sama dengan LPPNHP melakukan Survei lengkap danfatau evaluasi ulang. Bila bukti secara ilmiah menunjukkan bahwa kriteria untuk daerah pertumbuhan tidak terpenuhi, Direktur Jenderal akan memberitahukan Dinas provinsi. 2. Dinas Provinsi mengundang semua pihak terkait, termasuk nelayan, pengumpul, pengolah, petugas pelabuhan perikanan, petugas patroli untuk mengadakan pertemuan dan mengumumkan bahwa daerah pertumbuhan ditutup atau dihentikan untuk aktifitas penangkapan. 3. Selama waktu penutupan, LPPNHP melaksanakan aktivitas pemantauan yang intensif. +. Jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa semua kriteria untuk pembukaan kembali daerah pertumbuhan dipenuhi, Dinas provinsi melaporkan ke Direktorat Jenderal untuk membuka kembali daerah pertumbuhan tersebut. 5. Direktorat Jenderal membuat revisi peta penangkapanf daerah pertumbuhan.
BAB IV PENANGKAPAN DAN PENANGANAN PASCA PANEN
Kegiatan pasca panen seperti penanganan, pengumpulan, pengolahan atau distribusi kekerangan merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari Sistem Sanitasi Kekerangan. Hal ini penting untuk dinyatakan oleh setiap penangkap yang melakukan penangkapan dari perairan yang bersih seperti tercantum pada Bab !v butir 1,2 dan 3. Setiap kekerangan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia tidak diperbolehkan untuk diproses, dikumpulkan, diolah atau didistribusikan lebih lanjut ke konsumen.
A. Penangkapan 1. Pengendalian Penangkapan Pengendalian penangkapan kekerangan dari daerah pertumbuhan merupakan bagian yang sangat penting dari prosedur pengendalian penangkapan untuk menjamin bahwa kekerangan hanya ditangkap dari daerah yang diijinkan. Pencegahan kekerangan dari pencemaran yang membahayakan selama penanganan dan penangkapan dilakukan sebagai berikut :
a. Pada saat terdapat bukti-bukti bahwa suatu perairan tercemar oleh bahan- bahan yang berbahaya atau kotoran tinja sampai tingkat yang membahayakan danfatau terjadi kasus keracunan pada manusia yang diakibatkan mengkonsumsi kekerangan maka perairan tersebut harus segera ditutup untuk segala kegiatan seperti pembudidayaan atau penangkapan kekerangan selama waktu tertentu sampai Direktur Jenderal membuat keputusan untuk mengubah status klasifikasi. b. Daerah penangkapan dalam status daerah tertutup harus dimonitor secara teratur dan diawasi dengan frekuensi yang lebih sering oleh !nstansi berwenang. c. Teknik penangkapan tidak boleh menyebabkan kerusakan yang berlebihan terhadap kekerangan dan tidak menyebabkan kontaminasi tambahan terhadap produk atau mengurangi mutu produk secara signifikan. d. Kekerangan tidak boleh direndam ulang dalam air yang dapat menyebabkan kontaminasi tambahan diantara penangkapan dan pendaratan.
2. Kapal Penangkap dan Peralatan
Semua kapal yang digunakan untuk penangkapan atau pengangkutan kekerangan dan semua peralatan yang digunakan untuk penanganan harus dirancang, dioperasikan dan dipelihara sesuai dengan persyaratan sanitasi hygiene untuk mencegah kontaminasi ulang dan kerusakan cangkang kekerangan. Nereka harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah yang baik dan dapat dibersihkan dengan mudah.
Dalam hal pengangkutan dengan sistem curah dan untuk jarak jauh ke tempat pengumpulan, tempat pemberokan atau unit pengolahan, alat transportasi harus dibuat sedemikian rupa untuk menjamin kekerangan dalam kondisi hidup.
3. Persyaratan Pengangkutan
!dentifikasi bagian dari partai produk kekerangan selama pengangkutan dari daerah pertumbuhan ke tempat pengumpulan, tempat depurasi, daerah pemberokan atau unit pengolahan harus disertai dengan dokumen registrasi yang dicatat di tempat pendaratan. Dokumen registrasi tersebut diterbitkan oleh instansi berwenang atas permintaan penangkap. Dokumen tersebut harus mencakup informasi sebagai berikut: a. !dentitas dan alamat penangkap b. Nama dan nomor register kapal penangkap c. Tanggal penangkapan d. Lokasi daerah pertumbuhan e. Klasifikasi daerah pertumbuhan (status kesehatan derah pertumbuhan) f. Jenis dan jumlah kekerangan g. Nomor ijin dan tujuan unit pengolahan, tempat pengumpulan, tempat depurasi atau daerah pemberokan untuk kekerangan yang ditangkap dari daerah yang terbatas.
Dokumen tersebut harus diberi tanggal dan ditandatangani oleh pengumpul atau penangkap dan harus diberi nomor urut. !nstansi berwenang harus menyimpan daftar tentang jumlah dokumen register. Dokumen harus diberi stempel dan tanggal pemberangkatan ke tempat pengumpulan, tempat depurasi, daerah pemberokan atau unit pengolahan, dan harus disimpan oleh operator pusat, daerah atau UP! untuk minimal 12 bulan. Namun, apabila pengumpulan dilakukan oleh staf yang sama dengan tempat pengumpulan, tempat depurasi, daerah pemberokan atau UP! atau tujuan, dokumen registrasi dapat diganti dengan autorisasi transportasi permanen yang dijamin oleh !nstansi berwenang.
Bila daerah pertumbuhan atau pemberokan ditutup untuk sementara, !nstansi berwenang harus menahan penerbitan dokumen registrasi untuk daerah tersebut dan segera membatalkan seluruh dokumen registrasi yang telah diterbitkan. Alat pengangkutan kekerangan hidup harus digunakan di bawah kondisi yang dapat melindungi kekerangan dari kontaminasi tambahan dan kerusakan cangkang kekerangan. Alat tersebut cukup memungkinkan pembuangan air limbah dan pembersihan yang baik.
4. Persyaratan untuk pemberokan kekerangan
Persyaratan untuk pemberokan kekerangan meliputi: a. Teknik penanganan kekerangan hidup untuk tujuan pemberokan harus memungkinkan aktivitas penyaringan makanan setelah dimasukkan dalam perairan alami. b. Kekerangan harus direndam dalam air laut di daerah pemberokan dalam waktu yang memadai dan harus melebihi waktu yang diperlukan untuk mengurangi bakteri faecal ke tingkat yang diperbolehkan sesuai persyaratan dan standar produk yang ditetapkan dalam keputusan ini. c. Daerah untuk pemberokan kekerangan harus disetujui oleh instansi berwenang. d. Batasan dari daerah tersebut harus diidentifikasi secara jelas dengan menggunakan pelampung atau alat permanen lain. Jarak antara daerah pemberokan yang satu dengan daerah pemberokan lain atau antara daerah pemberokan dengan daerah pertumbuhan minimal berjarak 300 meter. e. Lokasi dalam daerah pemberokan itu sendiri harus dipisahkan dengan baik untuk menghindari tercampurnya antara partai produk yang satu dengan lainnya. Sistem pertama masuk pertama keluar (first in first out system) harus digunakan. Dengan kata lain, produk yang masuk pertama harus keluar lebih dulu dan produk yang masuk akhir harus keluar lebih akhir. f. Selama pengangkutan ke tempat pengumpulan, pusat depurasi atau unit pengolahan, produk kerang harus dilengkapi dengan dokumen registrasi. Apabila kegiatan ini dilakukan oleh karyawan yang sama di daerah pemberokan dan di tempat pengumpulan, tempat depurasi atau unit pengolahan, maka dokumen regristrasi tidak diperlukan.
g. Rekaman tetap dari sumber kekerangan hidup, waktu pemberokan, daerah pemberokan dan tujuan selanjutnya dari partai produk setelah pemberokan harus disimpan oleh operator daerah pemberokan untuk bahan inspeksi oleh instansi berwenang.
5. Persyaratan Untuk Tempat Pengumpulan
Persyaratan untuk tempat pengumpulan meliputi: a. Tempat pengumpulan harus ditempatkan di daerah yang bebas dari sumber kontaminasi seperti bau, asap, banjir, debu dll. b. Bangunan harus memenuhi persyaratan prosedur operasional standar. c. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan kekerangan hidup harus terbuat dari bahan yang tahan karat yang dapat dengan mudah dicuci dan dibersihkan secara berulang- ulang. d. Bangunan, peralatan dan kondisi bekerja harus dioperasionalkan pada kondisi kebersihan dan higiene yang tinggi. e. Pengkondisian harus digunakan sesuai dengan prosedur yang disetujui oleh instansi berwenang dalam hal cemaran mikroba dan kimia dari air laut yang digunakan. f. Setiap pencucian atau pembersihan kekerangan hidup harus dilakukan dengan menggunakan air laut bersih atau air minum yang bertekanan, air pencucian tidak boleh disirkulasi ulang.
g. Tempat pengumpulan hanya dapat menerima partai produk yang dilengkapi dengan dokumen registrasi, yang berasal dari daerah pertumbuhan atau daerah pemberokan yang diijinkan. h. Tempat pengumpulan harus menyimpan hal-hal yang diterbitkan instansi berwenang berikut ini: Hasil pengujian mikrobiologi terhadap kekerangan hidup dari daerah pertumbuhan, daerah pemberokan, atau tempat yang diijinkan. Tanggal dan jumlah kekerangan hidup yang diangkut dari tempat pengumpulan yang disertai dengan dokumen registrasi. Data rinci mengenai pemberangkatan dari tempat pengumpulan termasuk nama dan alamat penerima produk, tanggal dan jumlah kekerangan hidup yang diberangkatkan, serta nomor dokumen registrasi. Data-data tersebut di atas harus diklasifikasikan secara kronologis dan disimpan untuk jangka waktu yang ditentukan oleh !nstansi berwenang dan tidak kurang dari 12 bulan. i. Pengangkutan dari tempat pengumpulan 1) Pengiriman kekerangan hidup yang ditujukan untuk konsumsi manusia harus diangkut dalam keadaan terbungkus dengan kemasan tertutup dari tempat pengumpulan, seperti dipasarkan kepada konsumen atau pedagang eceran. 2) Alat transportasi yang digunakan untuk pengiriman kekerangan hidup harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : a. Dinding bagian dalam dan bagian-bagian yang berhubungan langsung dengan produk harus terbuat dari bahan yang tidak korosif, halus dan mudah untuk dibersihkan. b. Harus dilengkapi dengan perlindungan yang efisien bagi kekerangan hidup terhadap perubahan suhu yang drastis, kontaminasi oleh debu atau kotoran, dan kerusakan cangkang kerang karena guncangan dan gesekan antar kerang. c. Kekerangan hidup tidak boleh diangkut bersama-sama dengan produk lain yang mungkin dapat mencemari kerang. 3) Kekerangan hidup harus diangkut dan didistribusikan dengan menggunakan kendaraan atau wadah tertutup yang mampu mempertahankan produk pada suhu yang tidak mempengaruhi mutu kekerangan dan kelangsungan hidupnya. Kemasan kekerangan hidup tidak boleh diangkut secara kontak langsung dengan lantai kendaraan atau kontainer tetapi harus ditunjang oleh permukaan yang lebih tinggi atau alat lain yang mencegah kontak. Bila es digunakan dalam transportasi kekerangan hidup, es harus terbuat dari air minum atau air laut bersih.
B. Penanganan Hasil 1. Pencucian a. Kekerangan yang baru saja ditangkap harus segera dicuci untuk menghilangkan lumpur dan kotoran lainnya. Apabila hal ini tidak bisa dilakukan, maka pencucian harus segera dilakukan setelah tiba di unit pengolahan. b. Air yang digunakan untuk mencuci kekerangan harus berasal dari daerah pertumbuhan kekerangan yang diijinkan atau dari sumber lain yang disetujui oleh pengawas mutu. c. Bila pencucian dilakukan di tempat pendaratan setelah ditangkap, maka tempat tersebut harus memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene yang telah ditetapkan.
2. Pengepakan dan pelabelan a. Wadah untuk pengepakan (boks,karung) harus bersih dan dibuat dari bahan-bahan yang diijinkan; b. Setiap partai produk harus diberi label yang menunjukkan asal bahan, tanggal penangkapan, nama produk (spesies) dan suhu penyimpanan. c. Kekerangan hidup harus dikemas pada kondisi yang higienis, sedang bahan kemasan atau wadah harus: tidak mempengaruhi karakteristik organoleptik dari kerang hidup, tidak menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia terhadap kekerangan hidup, dan harus cukup kuat untuk memberikan perlindungan kepada kekerangan hidup. d. Oyster harus dikemas dalam kondisi cangkang yang menghadap ke bawah. e. Seluruh kemasan kekerangan harus dalam keadaan tertutup dan dipertahankan dari tempat pengumpulan sampai pengiriman ke konsumen atau pedagang eceran.
3. Pembersihan {Depurasi)
Pembersihan dapat dilakukan dengan berbagai macam alat pembersih. Salah satunya menggunakan alat pembersih dengan sistem sirkulasi ulang. Hal ini memerlukan sterilisasi air yang biasanya menggunakan sinar ultra violet dan air harus tetap jernih sehingga perlu dilengkapi sistem penyaringan. Untuk menghindari terjadinya kondisi tertekan pada kekerangan dan menjamin lancarnya sistem pembersihan perlu dilakukan tindakan sebagai berikut : a. Sebelum dimasukkan dalam alat pembersih, kerang harus dibersihkan dari lumpur dan kotoran lain. Kotoran-kotoran yang melekat dapat dihilangkan dengan menggunakan semprotan air bertekanan tinggi. b. Hanya kekerangan yang masih hidup yang dimasukkan dalam air bersih. c. Suhu, salinitas dan kandungan oksigen di dalam air harus mencukupi sehingga kekerangan tidak tertekan karena perubahan lingkungan.
Persyaratan untuk depurasi a. Lantai dan dinding tangki depurasi dan tempat penyimpanan air harus mempunyai permukaan yang halus, keras, kedap air, dan mudah dibersihkan dengan menggunakan sikat atau air yang bertekanan tinggi. Dasar tangki depurasi harus cukup landai dan dilengkapi dengan pembuangan limbah cair sesuai dengan beban pekerjaan. b. Kekerangan hidup harus dicuci, dibersihkan dari lumpur dengan menggunakan air laut bersih atau air minum sebelum proses depurasi. Pencucian awal dapat juga dilakukan dalam tangki depurasi sebelum proses dimulai, lubang pembuangan air dibiarkan terbuka selama pencucian awal dan setelah itu sistem depurasi harus dibilas sebelum proses dimulai. c. Tangki depurasi harus dipasok dengan aliran air laut yang mencukupi untuk setiap jam dan setiap kuantitas tertentu dari kekerangan hidup yang diproses. d. Air laut bersih atau air laut yang dibersihkan harus digunakan untuk membersihkan kekerangan hidup. Jarak antara letak air laut yang masuk (bersih) dengan air limbah harus memenuhi syarat, untuk menghindari kontaminasi. Bila perlakuan air laut diperlukan, proses tersebut harus disetujui oleh instansi berwenang setelah diverifikasi efektifitasnya. Air layak minum yang digunakan untuk dijadikan air laut dari bahan kimia penyusunnya, harus sesuai dengan persyaratan.
e. Operasi sistem depurasi harus memungkinkan kekerangan hidup untuk memulai lagi kegiatan penyaringan makanan, membuang kontaminasi limbah, tidak terkontaminasi ulang dan mampu bertahan hidup dalam kondisi setelah depurasi, selama pengemasan, penyimpanan, dan transportasi sebelum dipasarkan. f. Jumlah kekerangan hidup yang akan didepurasi tidak melebihi kapasitas alat, kekerangan hidup harus didepurasi secara terus menerus dengan jangka waktu yang mencukupi untuk menurunkan kandungan bakteri hingga memenuhi standar sesuai dengan Bab v. Periode ini dimulai dari saat kekerangan hidup dalam tangki depurasi tertutup air sampai saat diambil dari tangki. Tempat depurasi harus mempertimbangkan data yang berhubungan dengan bahan baku (jenis kerang, daerah asal, kandungan mikro dll), hal ini mungkin diperlukan untuk memperpanjang periode purifikasi sehingga menjamin bahwa kekerangan hidup memenuhi standar yang diuraikan dalam Bab v. g. Bila tangki depurasi berisi beberapa partai produk, maka spesies kekerangan tersebut harus sama dan diambil dari daerah pertumbuhan yang sama atau berbeda tetapi memiliki kelas daerah pertumbuhan yang sama. h. Lamanya perlakuan harus berdasarkan waktu yang dibutuhkan oleh partai produk yang memerlukan periode depurasi paling lama. i. Wadah yang digunakan untuk kekerangan hidup pada sistem depurasi harus mempunyai konstruksi yang dapat memungkinkan air laut mengalir, tebalnya lapisan kekerangan tidak boleh menghalangi pembukaan cangkang selama depurasi. j. Tangki yang digunakan untuk depurasi kekerangan, tidak boleh terdapat udang, ikan, atau jenis hayati laut lain. k. Setelah proses depurasi selesai, cangkang kekerangan harus dicuci bersih dengan menyemprotkan air layak minum atau air laut bersih. Hal ini dapat dilakukan dalam tangki depurasi bila diperlukan, dan air pencucian tidak boleh disirkulasi ulang. l. Tempat depurasi harus mempunyai laboratorium yang dilengkapi dengan fasilitas yang diperlukan untuk memeriksa efektifitas proses depurasi dengan menggunakan spesifikasi mikrobiologi. Bila menggunakan laboratorium di luar tempat depurasi maka harus disetujui oleh instansi berwenang. m. Tempat depurasi harus secara teratur menyimpan data-data mengenai : Hasil uji mikrobiologi dari air masuk yang akan digunakan dalam sistem purifikasi. Hasil uji mikrobiologi kerang sebelum proses purifikasi Hasil uji mikrobiologi kerang setelah proses produksi Tanggal dan jumlah kekerangan hidup yang dikirim ke pusat purifikasi dengan nomor dokumen regitrasinya. Waktu pengisian dan pengosongan sistem purifikasi (lamanya proses purifikasi), dan Rincian pengiriman produk setelah purifikasi. Rekaman ini harus lengkap dan akurat, jelas dan dicatat dalam buku induk dan harus tersedia pada saat inspeksi oleh instansi berwenang. n. Tempat depurasi hanya boleh menerima partai produk yang dilengkapi dengan dokumen registrasi sesuai dengan BAB !v. Tempat depurasi yang memberangkatkan produk kekerangan hidup ke tempat pengumpulan harus memberikan dokumen registrasi, nomor ijin dan alamat tempat depurasi, lamanya proses depurasi, tanggal masuk dan keluar tempat depurasi dan informasi lain yang diperlukan untuk identifikasi dan penelusuran kembali produk. o. Setiap kemasan yang berisi kekerangan yang telah didepurasi harus diberi label yang menerangkan bahwa kekerangan tersebut telah didepurasi.
4. Penyimpanan Dingin
Setelah proses depurasi, kekerangan hidup disimpan pada temperatur yang tidak dapat mempengaruhi mutu dan mengancam kelangsungan hidupnya. Pengemasan tidak boleh kontak langsung dengan lantai ruang penyimpanan, tetapi harus ditempatkan pada permukaan yang lebih tinggi dan bersih, Kebersihan ruang penyimpanan harus dipelihara untuk mencegah kontaminasi silang dan hanya orang tertentu yang diperbolehkan masuk ke ruang penyimpanan. Perendaman kembali atau penyemprotan dengan air terhadap kerang hidup tidak boleh dilakukan setelah dikemas atau bila telah meninggalkan tempat pengumpulan kecuali bila dijual eceran di tempat pengumpulan.
BAB V STANDAR MUTU KEKERANGAN
Kekerangan hidup dan produk olahannya yang digunakan untuk dikonsumsi manusia secara langsung harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Nemenuhi karakteristik secara visual yang berhubungan dengan kesegaran dan kelangsungan hidup, termasuk cangkang bersih dari kotoran, memberikan reaksi terhadap ketukan dan mengandung cairan intravalvular yang normal. 2. Kandungan faecal coliform kurang dari 300 atau E. coli kurang dari 230 per 100 gr daging kerang berdasarkan 5 tabung, 3 pengenceran uji NPN. 3. Tidak boleh mengandung salmonella dalam 25 gram daging kerang +. Kandungan total PSP dalam daging kerang tidak boleh lebih dari 80 gf100g daging kerang dengan menggunakan metode uji bioassay. 5. Netode uji bioassay untuk Diarrertic Shellfish Poison (PSP) harus memberikan hasil yang negatif. 6. Kandungan Amnesic Shellfish Poison (ASP) dalam daging kerang tidak boleh lebih dari 20 g asam domoic per gram dengan menggunakan metode HPLC. 7. Kandungan Nerkuri (Hg) tidak lebih dari 0,5 mgfkg berat bersih. 8. Kandungan Timbal (Pb) maksimum 1,5 mgfkg berat bersih 9. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 1.0 mgfkg berat bersih
BAB VI PENANDAAN PARTAI PENGIRIMAN
1. Seluruh partai pengiriman kekerangan hidup harus dilengkapi dengan tanda kesehatan sehingga asal tempat pengumpulan dapat diidentifikasi selama transportasi dan distribusi hingga ke penjual eceran. Tanda tersebut harus memuat informasi sebagai berikut : Negara pengirim; Jenis kekerangan (nama umum dan nama ilmiah); !dentifikasi dari tempat pengumpulan (Nomor ijin) yang diterbitkan oleh !nstansi berwenang; Tanggal pengemasan, sekurang-kurangnya memuat tanggal dan bulan. 2. Penandaan dapat dicetak pada bahan pengemas atau di dalam kemasan. Label yang menggunakan perekat tidak boleh digunakan, kecuali bila label tersebut tidak dapat dilepas kembali. Semua Jenis penandaan hanya digunakan untuk satu kali pemakaian dan tidak boleh dipindahtempatkan.
3. Penandaan harus tahan lama dan kedap air, dan informasi yang ditampilkan harus jelas, tidak dapat dihapus dan mudah dimengerti. +. Penandaan yang ditempelkan pada partai pengiriman kekerangan hidup yang tidak dibungkus dalam kemasan untuk konsumsi perorangan harus disimpan oleh pedagang eceran selama sekurang-kurangnya 60 hari setelah partai tersebut dipisah-pisahkan.
BAB VII PEMELIHARAAN REKAMAN
Seluruh kegiatan pemantauan dalam Sistem Sanitasi Kekerangan dicatat dan didokumentasikan sedemikian rupa untuk mengantisipasi keperluan pengecekan ulang dan evaluasi ulang dimasa yang akan datang bila perlu. Prioritas dokumentasi terutama mencakup : a. Kegiatan penangkapan yang meliputi tanggal penangkapan, lokasi dan volume yang ditangkap. b. Nama jenis kekerangan dan nama penangkap c. Hasil uji mikrobiologi terhadap mutu air d. Hasil uji mikrobiologi, kimia dan racun hayati terhadap kekerangan e. Pengamatan harian mengenai suhu air, salinitas, data curah hujan, kandungan oksigen, kekeruhan, dan pH air.
BAB VIII PROSEDUR PELAPORAN
Tim daerah harus memberikan laporan resmi secara periodik setiap 3 bulan kepada Direktorat Jenderal, mengenai hasil pemantauan dari implementasi Sistem Sanitasi Kekerangan dan harus diterima paling lambat pada minggu pertama pada awal catur wulan berikutnya. Hasil pengujian harus mencakup sekurang-kurangnya hasil analisa air, phytoplankton dan produk akhir.
BAB IX METODE ANALISIS
Pengujian laboratorium yang dilakukan dalam Sistem Sanitasi Kekerangan terdiri dari analisis mikrobiologi untuk Coliform, E.coli, dan Salmonella, analisis kimia untuk Nerkuri, DSP, ASP dan analisis PSP. Netoda analisis yang digunakan adalah sebagai berikut :
A. Pengujian Phytoplankton
1. Metoda Pengambilan Contoh Pengambilan contoh dilakukan dengan dua cara: a. Nenggunakan jaring plankton yang mempunyai diameter 31 cm, panjang 120 cm dan ukuran mata jaring 80 m. Jaring ditarik secara horizontal pada permukaan laut dengan kecepatan rata-rata 1 mfmenit. volume air yang disaring diukur dengan flow meter yang dipasang pada mulut jaring. Pada perairan yang dangkal, pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan jaring plankton ukuran kecil dengan panjang 60 cm, diameter 25 cm dan ukuran mata jaring 20 m. Jaring plankton dioperasikan secara vertikal pada kecepatan yang rendah. b. Nenggunakan van Dom Sampler" kapasitas 5 liter yang dapat ditenggelamkan di bawah permukaan untuk mendeteksi phytoplankton pada berbagai kedalaman air.
2. Preparasi penghitungan sel { sedimentasi, filtrasi) a. Netoda pengawetan Contoh phytoplankton diawetkan dengan menggunakan formalin + yang terlebih dahulu dinetralisir dengan borax selama sekurang-kurangnya 6 jam. Jika penyimpanan kurang dari 6 jam, air laut ditambahkan ke dalam botol contoh dan disimpan dalam kotak pendingin. b. Penghitungan sel Phytoplankton yang telah diawetkan tersebut, dipotong-potong untuk mendapatkan fraksi contoh. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan Sledgwick - Rafter" dengan ukuran panjang 50 mm x lebar 20 mm x tinggi 1 mm (volume 1 ml). Pipet khusus stemple pipette" digunakan untuk mengambil fraksi contoh. Contoh dihaluskan dan diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10 x +0. Phytoplankton segar (tidak diawetkan) dihaluskan dengan mengguna kan settling chamber. Untuk mempermudah proses penghalusan, ditambahkan cairan lugol ke dalam settling chamber. Settling chamber kemudian disimpan terbalik di bawah mikroskop untuk proses penghalusan dan identifikasi.
B. Analisis Mikrobiologi Analisis Coliform dan E.coli mengacu pada metoda analisis baku SN!-01-2332-1991. Analisis Salmonella mengacu pada metoda analisis baku SN!-01-2335-1991.
C. Analisis Kimia Analisis kandungan Nerkuri mengacu pada metoda analisis baku SN!-01-236+-1991. Analisis kandungan timbal mengacu pada metoda analisis baku SN! 01-2368-1991. Analisis untuk cadmium mengacu pada metoda analisis baku SN! 01-2362-1991.
D. Analisis PSP dan DSP Analisis PSP dan DSP dilakukan dengan uji hayati yang mengacu pada metoda AOAC dengan sedikit modifikasi pada proses ekstraksi.
E. Analisis ASP Analisis ASP dilakukan dengan menggunakan HPLC yang mengacu pada metoda AOAC C. Tabel 2. Mutu Sanitasi Perairan Kekerangan
No. Parameter Pedoman Persyaratan Minimal Metode pengujianJAlat Frekuensi minimal pengambilan contoh dan pengukuran 1. pH pH unit
7 - 9 ElektrometrifpH meter diukur di tempat pada saat pengambilan contoh Triwulan
2. Suhu C Limbah yang mempengaruhi perairan tidak boleh menyebabkan suhu air meningkat lebih dari 2 C dari suhu air yang tidak terpengaruh Thermometrifthermom eter diukur di tempat pada saat pengambilan contoh Triwulan
3. Pewarnaan (setelah penyaringan) mg Ptfl
Limbah yang mempengaruhi perairan kekerangan tidak boleh menyebabkan warna air setelah penyaringan menyimpang lebih dari 10 mg Ptfl dari warna perairan daerah penangkapan Penyaringan melalui kertas saring :0,+5 m. Netoda Fotometrik , menggunakan skala platinumfcobalt Triwulan
No. Parameter Pedoman Persyaratan Minimal Metode pengujianJAlat Frekuensi minimal pengambilan contoh dan pengukuran +. Padatan terlarut mgfl Limbah yang mempengaruhi perairan tidak boleh menyebabkan kandungan padatan terlarut dalam air melebihi 30 dari kandungan pada air yang tidak terpengaruh Penyaringan melalui kertas saring : 0,+5 m, pengeringan pada suhu 105 C dan penimbangan, pemusingan (sekurang-kurangnya selama 5 menit dengan percepatan rata-rata 2800 to 3 200 g, pengeringan pada suhu 105 C dan penimbangan Triwulan
5. Salinitas 12 to 38 - +0 - Limbah yang mempengaruhi perairan tidak boleh menyebabkan salinitas air melebihi 10 dari salinitas air yang tidak terpengaruh Conductimetryfsalinom eter Setiap bulan
6. Oksigen terlarut Jenuh 80 70 (nilai rata-rata) * pengukuran secara individu yang menunjukkan nilai lebih rendah dari 70 , harus diulang. * pengukuran secara individu mungkin tidak memberikan indikasi suatu nilai kurang dari 60 asalkan tidak ada resiko bahaya bagi kelangsungan hidup kekerangan methoda Winkler methoda elektrochemikal
Setiap bulan, dengan minimal satu contoh yang mewakili dengan kondisi oksigen rendah pada hari pengambilan contoh. Apabila ditemukan variasi harian yang besar, minimal 2 (dua) contoh dalam satu hari harus diambil 7. Petroleum Hydrocarbons Hydrocarbons tidak boleh ada di perairan dalam jumlah tertentu sehingga: membentuk lapisan yang terlihat pada permukaan air danfatau kumpulan pada kekerangan.
mempunyai efek yang berbahaya pada kekerangan Pengujian secara visual Triwulan
8. Bahan - bahan yang mengalami Organohalogensi
Konsentrasi setiap bahan dalam daging kekerangan harus terbatas sehingga memberikan kontribusi terhadap mutu kekerangan yang tinggi
Konsentrasi setiap bahan dalam perairan atau daging kekerangan tidak boleh mencapai atau melebihi suatu tingkat yang memiliki pengaruh yang merugikan kekerangan dan larvanya Gas chromatography setelah ekstraksi dengan pelarut yang sesuai dan purifikasi
6 bulan
9. Logam berat Perak Ag Arsen As Cadmium Cd Chromium Cr Tembaga Cu Raksa Hg Nikel Konsentrasi setiap bahan dalam daging kekerangan harus terbatas yang memberikan kontribusi terhadap mutu kekerangan yang tinggi
Konsentrasi setiap bahan dalam perairan atau daging kekerangan tidak boleh mencapai atau melebihi tingkat yang membahayakan kekerangan dan larvanya Effek sinergi dari logam berat ini harus dipertimbangkan
Sprektrophotometri absorbsi atom (atomic absorbtion spectrophotometry - AAS).
6 bulan
No. Parameter Pedoman Persyaratan Minimal Metode pengujianJAlat Frekuensi minimal pengambilan contoh dan pengukuran Ni Timbal Pb Seng Zn dalam mgfl 10. Faecal coliformsf100 ml
< atau = 300 dalam daging kerang dan cairan intervalvular
Netoda pengenceran dengan fermentasi cairan substrat dalam, sekurang-kurangnya 3 tabung pengenceran. Penanaman dari tabung positif pada media konfirmasi. Hitung sesuai dengan Angka Paling Nemungkinkan = APN. Suhu inkubasi ++ C 0:5 C Triwulan
11. Bahan- bahan yang mempengaruhi rasa daging kerang
Konsentrasi lebih rendah dari konsentrasi yang dapat mempengaruhi rasa daging kerang
Pengujian kekerangan dilakukan dengan mencicipinya bila dianggap terdapat salah satu dari bahan tersebut
Menteri Kelautan dan Perikanan ttd. Rokhmin Dahuri
Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi Narmoko Prasmadji