Anda di halaman 1dari 15

BAB II LANDASAN TEORI

A. Depresi 1. Pengertian Depresi adalah suatu kondisi umum yang terjadi pada lansia dan terjadinya alasan kondisi ini dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia (Roger & Watson, 2003). Depresi dapat juga diartikan sebagai suatu kesedihan atau perasaan berduka berkepanjangan. Dapat digunakan untuk menunjukan tanda, gejala, sindrom, keadaan emosional, reaksi penyakit klinik (Stuart & Sudden, 1998). Sedangkan menurut Keliat (1996), depresi merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan perasaan kosong. Depresi dibagi menjadi dua tipe, yaitu eksogen atau depresi reaktif danendogen. Individu dengan depresi endogen benar-benar dapat mengalami gangguan mental bahkan mengalami delusi, dan sering kali bunuh diri. Sedangkan individu dengan depresi eksogen biasanya mendapat dukungan yang cukup pada situasi depresi seperti setelah berduka karena kehilangan atau selama tinggal di rumah sakit (Roger & Watson, 2003).

2. Etiologi Kebanyakan depresi dipacu karena pengalaman eksternal. Menurut (Lahaye, 2005), penyebab-penyebab depresi sesuai dalam urutan kepentingan dan frekuensinya antara lain adalah : a. Kekecewaan Hampir semua penderita depresi mengeluh adanya kekecewaan dalam hidupnya. Kekecewaan disebabkan oleh faktor intrinsik dari dalam dirinya sendiri dan ekstrinsik yang berasal dari fenomena-fenomena yang terjadi di

lingkungannya. Hal ini nampak pada kepribadian tertentu yang tidak pernah puas dengan keadaannya, diperberat lagi dengan rasa kecewa yang berlebihan. b. Kurang Harga Diri Hal ini khususnya pada individu yang perfectionis, yang tidak pernah puas dengan apa yang telah dicapainya. Hampir semua penderita depresi merasa kurang harga diri sebagai penyebabnya. c. Terperangkap Seseorang yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nuraninya sering dengan depresi, terutama bila terperangkap dan tidak bisa lepas dari hal tersebut.

d. Perbandingan yang Pincang Sebenarnya setiap perbandingan selalu pincang. Akan tetapi jika seseorang selalu membandingkan dirinya dengan orang lain dan terjadi ketidakpasan dengan apa yang dia punyai, hal tersebut dapat menimbulkan depresi. e. Ambivalensi Ambivalensi adalah rasa terjebak, yaitu tidak dapat memperbaiki suatu keadaan yang tidak dapat diterima. Misalnya disatu pihak merasa benci tetapi juga cinta, atau sikap marah tetapi sebenarnya kasihan. f. Penyakit Kronis Berbagai penyakit kronis sering menimbulkan depresi, misalnya penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus, hepatitis, penyakit hati, dan sebagainya yang merupakan penyakit yang sudah lama tidak sembuh-sembuh. g. Kepribadian Kepribadian memegang peranan penting terjadinya depresi. Terutama orang dengan kepribadian melankolis. Pada kepribadian ini, biasanya orangnya cenderung sensitif, mudah tersinggung, selalu ingin terlihat sempurna, tidak ingin salah, dan berpikir bahwa penderitaan adalah bagian dari hidupnya.

h. Aktivitas Mental yang Luar Biasa Orang yang produktif dan aktif kadang-kadang menemui suatu bentuk depresi. Misalnya apabila ada kesulitan besar yang sulit diatasinya, hal ini dapat menimbulkan depresi. Sedangkan menurut Wardoyo (2001), ada dua hal penting yang dapat menimbulkan depresi, yaitu :
1. Faktor intrinsik antara lain adalah kepribadian sebelum sakit (peka, mudah tersinggung, ingin sempurna, tidak mau disalahkan, romantis, bersedia menerima penderitaan atau rela berkorban), kematangan, dan kedewasaan pribadi dan tingkat pendidikan. 2. Faktor ekstrinsik antara lain adalah kekecewaan, terperangkap oleh situasi, penolakan, sudah tidak kuasa, kurang percaya diri, selalu membandingkan dengan orang lain, tujuan atau harapan hidup yang sangat sulit dicapai, sikap mendua (ambivalensi), serta penyakit-penyakit kronis.

3. Gejala-gejala Depresi Menurut (Wardoyo, 2001), gejala depresi mencakup dua hal, yaitu gejala badaniah dan gejala emosi. Pada umumnya, gejala badaniah muncul lebih awal dan lebih menonjol dari gejala emosi. Gejala-gejalanya diantaranya :
1. Gejala badaniah antara lain adalah : sakit kepala, pusing, gangguan tidur, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit tengkuk atau pinggang, berdebar-debar, nyeri dada, sesak nafas, dada seperti tersumbat, leher terasa tercekik, mulut kering, sulit menelan, kembung, nyeri ulu hati, mual, muntah, mencret atau sembelit, pengeluaran air mani terlalu cepat, impotent,gangguan haid pada wanita dan tidak dapat mencapai kepuasan seks, sering kencing, penglihatan kabur, kelopak mata bergetar, suara serak dan bergetar, keringat dingin terutama di telapak tangan, jari-jari bergetar, dan rambut rontok. 2. Gejala-gejala emosi dapat berupa cemas, was-was, khawatir, takut, tegang, tertekan, tidak dapat santai, perhatian menurun, pelupa, daya ingat menurun, peka, mudah tersinggung, cepat marah karena hal-hal sepele, tidak tahan kritik, ceroboh, banyak membuat kesalahan, menyendiri, sedih, murung, putus asa, mudah menangis, tidak mampu menikmati kesenangan, gairah kerja menurun, melalaikan kerja, kurang memperhatikan diri, sulit memusatkan pikiran, sulit mempelajari hal-hal baru, tidak dapat duduk diam, merasa selalu letih, tidak bertenaga, menyalahkan diri sendiri, raguragu dalam bertindak, cemas, dan takut kalau menderita penyakit yang berbahaya dan berat.

Menurut Pedoman dan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III (2001). Gangguan depresi ditandai oleh beberapa gejala yaitu :

1. Gejala utama (pada tidak depresi, sedang, dan berat), diantaranya gangguan pada afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatkan keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. 2. Gejala lainnya seperti : konsentrasi dan perhatiannya berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan rasa bersalah dan tidak bermakna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan yang membahayakan diri atau bunuh diri, keadaan tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang.

4. Tingkatan Depresi Depresi menurut PPDGJ-III (2001) dibagi dalam tiga tingkatan depresi, yaitu tidak depresi, tingkat sedang, dan tingkat berat. Untuk dapat membedakannya, terletak pada penilaian klinis yang komplek meliputi jumlah, bentuk, dan keparahan gejala yang ditemukan. a. Tidak Depresi Penilaian klinis yang menentukannya adalah : sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresif seperti yang tersebut diatas dan ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala lainnya serta tidak ada gejala berat yang menyertai diantaranya, lamanya berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu dan hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang bisa dikerjakan.

b. Depresi Sedang Penilaian klinis yang menentukan, yaitu : sekurang-kurangnya ada dua dari tiga gejala utama depresif seperti pada tidak depresi dan ditambah tiga sampai empat dari gejala lain. Berlangsung minimum sekitar dua minggu, menghadapi kesulitan yang nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga. c. Depresi Berat

Penilaian klinis yang menentukan, yaitu : minimal tiga gejala utama harus ada ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya, beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Selain itu, ada gejala penting yang menyertai, misalnya agitasi, atau retardasi psikomotor yang mencolok, berlangsung sekurangkurangnya dua minggu, kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga sangat tidak mungkin dilakukan kecuali pada taraf yang sangat terbatas. Jika gejala tersebut sangat berat dan ber-onset cepat, maka dibenarkan menegakan diagnosis dalam waktu kurang dari dua minggu.

B. Terapi Musik 1. Pengertian Terapi Musik Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi dan musik. Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteksmasalah fisik dan mental (Djohan, 2006). Sedangkan kata musik menurut World Book Encyclopedia adalah suara atau bunyi-bunyian yang diatur menjadi sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Dengan kata lain, musik dikenal sebagai sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Dengan kata lain musik dikenal sebagai sesuatu yang terdiri atas nada dan ritme yang mengalun secara teratur (Rachmawati, 2005). Jadi dalam terapi, musik digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara khusus dalam rangkaian kegiatan terapi. Dalam rumusan The American Music Therapy Association, terapi musik secara spesifik disebutkan sebagai sebuah profesi dibidang kesehatan yaitu terapi musik adalah suatu profesi dibidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktifitas musik untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif, dan kebutuhan sosial individu yang mengalami cacat fisik (Djohan, 2006). Word Music Therapy Federation mengemukakan definisi terapi musik yang lebih menyeluruh yaitu terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik oleh seseorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap

klien atau kelompok dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai tujuan terapi lainnya. Proses ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi, mental, sosial, maupun kognitif dalam rangka upaya pencegahan, rehabilitasi, atau pemberian perlakuan. Bertujuan mengembangkan potensi dan atau memperbaiki individu, baik melalui penataan diri sendiri maupun dalam relasinya dengan orang lain, agar ia dapat mencapai keberhasilan dan kualitas hidup yang lebih baik (Djohan, 2006). 2. Manfaat Terapi Musik Rachmawati (2005), mengutip pada penelitian Crithley & Hensen tentang musik dan otak melaporkan bahwa karena sifatnya non-verbal, musik bisa menjangkau sistem limbik yang secara langsung dapat mempengaruhi reaksi emosional dan reaksi fisik manusia seperti detak jantung, tekanan darah, dan temperatur tubuh. Hasil pengamatan mereka menyebutkan bahwa dengan mengaktifkan aliran ingatan yang tersimpan di wilayah corpus collosum musik meningkatkan intergrasi seluruh wilayah otak. Penelitian yang berkenaan dengan pengaruh musik terhadap kondisi psikologis individu telah banyak dilakukan, dan hasilnya memperlihatkan adanya reaksi fisik dan jiwa sebagai respon terhadap musik. Reaksi tersebut dapat berupa ketenangan, relaksasi ataupun berupa perubahan dalam ritme pernafasan, tekanan darah pada jantung dan aliran darah. Menurut Djohan (2005), terapi musik secara khusus sangat efektif dalam tiga bidang pengobatan, yaitu :
1. Sakit, kecemasan, dan depresi. 2. Cacat mental, emosi, dan fisik. 3. Gangguan neurologis.

(Campell, cit Rachmawati, 2005), mengemukakan beberapa gagasan beradasarkan data-data hasil penelitian berkenaan dengan cara kerja musik dalam memberikan pengaruh terhadap kehidupan manusia dan memberikan daya penyembuh diantaranya adalah :
1. Musik menutupi bunyi atau perasaan yang tidak menyenangkan. 2. Musik dapat memperlambat atau menyeimbangkan gelombang otak. 3. Musik mempengaruhi pernafasan. 4. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi, dan tekanan darah. 5. Musik mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki gerak dan koordinasi tubuh. 6. Musik mempengaruhi suhu badan.

7. Musik dapat menaikan tingkat endofrin (zat candu otak yang dapat mengurangi rasa .sakit dan menimbulkan fly alamiah).

8. Musik dapat mengatur hormonal.

Menurut Djohan (2006), ada delapan alasan penggunaan terapi musik dalam kegiatan medis adalah :
1. Sebagai audioanalgesik atau penenang dan sebaliknya untuk menimbulkan pengaruh biomedis yang positif atau psikososial. 2. Sebagai fokus latihan dan mengatur latihan. 3. Meningkatkan hubungan terapis, pasien, dan keluarga. 4. Memperkuat proses belajar. 5. Sebagai stimulator auditori atau pengaruh arus balik atau menghilangkan kebisingan. 6. Mengatur kegembiraan dan interaksi personal yang positif.

7. Sebagai penguat untuk kesehatan dalam hal keterampilan fisiologis, emosi, dan gaya hidup. 8. Mereduksi stres pada pikiran dan kesehatan tubuh.

Menurut (Djohan, 2006), penggunaan terapi musik ditentukan oleh intervensi musikal dengan maksud memulihkan, menjaga, memperbaiki emosi, fisik, psikologis, dan kesehatan serta kesejahteraan spiritual. Adapun elemen-elemen pokok yang ditetapkan sebagai intervensi dalam terapi musik, yaitu :
1. Terapi musik digunakan oleh terapis musik dalam sebuah tim perawatan yang anggotanya termasuk tim medis, pekerja sosial, psikolog, guru, atau orang tua. 2. Musik merupakan alat terapi yang utama. Musik digunakan untuk menumbuhkan hubungan saling percaya, mengembangkan fungsi fisik, dan mental klien melalui aktifitas yang teratur secara terprogram. Contoh intervensi bisa berupa bernyanyi, mendengarkan musik, bermain alat musik, mengkomposisikan musik, mengikuti gerakan musik, dan melatih imajinasi. 3. Materi musik yang diberikan akan diatur melalui latihan-latihan sesuai arahan terapis. Intervensi musikal yang dikembangkan akan digunakan terapis didasarkan pada pengetahuannya tentang pengaruh musik terhadap perilaku, baik kelemahan atau kelebihan klien sebagai sasaran terapi. 4. Terapi musik yang diterima klien disesuaikan secara fleksibelserta dengan memperhatikan tingkat usia. Terapis musik bekerja langsung pada sasaran dengan tujuan terapi yang spesifik. Sasaran yang hendak dicapai termasuk komunikasi, intelektual, motorik, emosi, dan keterampilan sosial.

Lebih lanjut (Djohan, 2006), menambahkan tiga konsep utama mengenai pengaruh musik, yaitu :

1. Musik penting karena merupakan sesuatu hal yang baik. 2. Musik merupakan bagian dari kehidupan serta salah satu keindahan budaya manusia, selain terdapat nilai-nilai positif yang sangat berguna.

3. Dengan mengembangkan kemampuan musik, maka akan dimiliki keunggulan-keunggulan yang menyertainya. Kegiatan latihan, mendengarkan, dan menghargai musik akan meningkatkan perkembangan kognitif, fisik, emosi, dan sosial.

Menurut berbagai sumber kepustakaan, jenis musik tertentu memiliki pengaruh terhadap fisik dan psikologis. Tabel 1 berikut menggambarkan pengaruh jenis musik yang didengar oleh manusia. Tabel 1 Musik dan Pengaruhnya
No. Jenis Musik Pengaruh Pemicu kecenderungan merusak diri dan keinginan bunuh diri pada kaum remaja dan dewasa muda Merusak sistem tubuh, bertentangan dengan ritme tubuh Memisahkan tubuh dan jiwa serta pemicu sifat agresif dan menentang Kegelisahan merupakan ritme yang merusak tubuh Ditolak plato karena dianggap terlalu lunak dan kurang jantan Agresif (serdadu Hitler) Sumber

1.

Musik Rock Musik yang beriramaanapestic (tekanan diakhir)

Merrit (2003)

2.

Merrit (2003)

3.

Musik hangar bingar, sumbang

Merrit (2003)

4.

Musik yang bising (berasal dari kegelisahan)

Khan (2002)

5. 6.

Tangga nada lydis (c-c) Musik Ricard Wagner Komposisi klasik Rite of Spring karya Stravinsky,dan La Valse karya Ravel Musik yang mengumbar hawa nafsu dan syahwat, syair ratapan dan menyesali nasib (rendah moral) Musik Waltz (teratur, penekanan pada irama pertama)

Plato (Prier, 2002) Merrit (2003)

7.

Melemahkan otot

Merrit (2003)

8.

Melemahkan jiwa, agresif, perilaku tidak terkendali, liar, budi pekerti rendah Melatih keteraturan, sesuai dengan ritmetubuh Meniru keadaan jiwa mereka yang penuh kebijaksanaan bertugas memimpin negara Penuh sifat aktif, meniru semangat perjuangan para pahlawan

Khan (2002) John Diamon (Merrit 2003)

9.

10.

Tangga nada Doris (e-e) tangga nada mulia

Plato (Prier, 2002)

11.

Tangga nada frigis (d-d) tanda nada menyala, berapi-api

Plato (Prier, 2002)

12.

Musik klasik (Mozart)

Kompleksitas tinggi, matematis, terstruktur, memiliki keseimbangan yang tinggi, dinamis, kreatif, meningkatkan kecerdasan dan kecerdasan spatial Bersifat spiritual, memberi kedamaian, kesadran yang tenang Musik yang mengajarkan jati diri individu secara umum Melembutkan hati, menenangkan, melatih keanggunan, reduksi stres, dan meningkatkan produktifitas

Bodner (2002), A.M.S., Merrit (2003), Madaule (2002)

13.

Musik Gregorian

Madaule (2002), Prier (2002)

14.

Musik tradisional daerah (etnis)

ATM, SS, Rachmawati (1998)

15.

Jenis musik lembut

ATM, SS, Rachmawati (1998)

Sumber : Rachmawati 2005

3. Mekanisme Musik Dalam Tubuh Manusia Musik yang didengar melalui telinga akan distimulasi ke otak, kemudian di otak, musik tersebut akan diterjemahkan menurut jenis musik dan target yang akan distimulasi. Menurut (Campbell, cit, Rachmawati, 2005), musik berinteraksi pada suatu tingkat organik dengan berbagai macam struktur syaraf. Musik menghasilkan rangsangan ritmis yang kemusian ditangkap melalui organ pendengaran dan diolah melalui sistem syaraf dan kelenjar yang selanjutnya mengorganisasikan interprestasi bunyi kedalam ritme internal pendengarannya. (Reowijiko, cit Rachmawati 2005), menjelaskan bahwa gelombang suara musik yang dihantarkan ke otak berupa energi listrik melalui jaringan syaraf akan membangkitkan gelombang otak yang dibedakan atas fekuensi alfa, beta, theta, dan delta. Gelombang alfa membangkitkan relaksasi, gelombang beta terkait dengan aktifitas mental, gelombangtetha dikaitkan dengan situasi stres dan upaya kreatifitas, sedangkan gelombang delta dihubungkan dengan situasi mengantuk. Suara musik yang didengar, dapat mempengaruhi frekuensi gelombang otak sesuai dengan jenis musiknya. Musik sebagai stimulus memasuki sistem limbik yang mengatur emosi, dari bagian tersebut, otak memerintahkan tubuh untuk merespon musik sebagai tafsirannya. Jika musik ditafsirkan sebagai penenang, sirkulasi tubuh, degup

jantung, sirkulasi nafas, dan peredaran nafas pun menjadi tenang. Perilaku individupun menjadi tenang pula (Rachmawati, 2005). 4. Jenis Terapi Musik Dalam Kongres Terapi Musik ke-9 di Washington tahun 1999 (Djohan, 2006), dipresentasikan lima model terapi musik, terapi musik tersebut adalah : a. Guide Imagery and Music dari Helen Bony Merupakan terapi yang disusun secara berurutan guna mendukung, membangkitkan, dan memperdalam pengalaman yang terkait dengan kebutuhan psikologis dan fisiologis. Sepanjang perjalanan musik yang didengar, klien diberi kesempatan untuk menghayati berbagai aspek kehidupannya melalui perjalanan imajinatif. Musik yang berjalan akan membantu klien mendekonstruksikan kisah kehidupan lama dan menstimulinya dengan hal-hal baru. b. Creatif Music Therapy dari Poul Nordoff & Clive Robbins Merupakan terapi yang memposisikan klien dan terapis sebagai pusat pengalaman. Bermain musik adalah fokus dalam sesi terapi dan mulai dari awal terapi individu dan pengalaman musikal akan diserap melalui sesi-sesi yang berlangsung. c. Behavioral Music Therapy dari Clifford K. Madsen Yaitu terapi yang menggunakan musik sebagai kekuatan atau isyarat stimulus untuk meningkatkan atau memodifikasi perilaku adaptif dan menghilangkan perilaku mal-adaptif. Musik disini digunakan untuk membantu program memodifikasi perilaku. d. Improvisasi Music Therapy dari Juliette Alvin Yaitu terapi musik yang didasarkan atas pemahaman suatu terapi musik akan berhasil jika klien dibebaskan untuk mengembangkan kreasinya, memainkan, atau memperlakukan alat musik sekehendak hati. Terapis samasekali tidak memberikan intervensi, mencampuri atau ataupun memberikan peraturan, struktur, tema, ritme, maupun bentuk musik. Dalam arti, tanpa seorang terapis profesional pun terapi ini bisa dilaksanakan. Adapun batasnya adalah penggunaan musik yang terpantau dalam proses pengobatan, rehabilitasi, pendidikan, atau pelatihan bagi anak-anak atau orang dewasa yang mengalami gangguan fisik, mental, atau emosional.

Tiga pendekatan yang diwujudkan untuk menolong klien yang membutuhkan bantuan, yaitu : 1) Pendekatan Klinis Terapi musik digunakan sebagai bagian dari terapi medis atau psikologis yang sedang dijalani klien untuk mengatasi hambatan fisik, mental, atau emosionalnya.

2) Pendekatan Rekrasional Musik digunakan sebagai sarana hiburan, tidak ada tuntuan apapun yang diminta dari klien, karena tujuannya untuk menciptakan suasana hati yang postitif bagi klien. 3) Pendekatan Edukatif Penerapan terapi musik dalam lingkup pendidikan yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan belajar. Pendidikan yang diberikan tidak memiliki target tertentu dan tidak ditetapkan untuk mencapai suatu tingkat kemampuan tertentu karena penerima terapi adalah anak-anak atau orang dewasa yang mengalami gangguan atau mempunyai hambatan. e. Analisis Music Therapy dari Mary Priesley Merupakan jenis terapi musik yang mengijinkan klien bertukar informasi sebanyak-banyaknya dengan terapis. Dialog yang terjadi memungkinkan terapis menggali alam bawah sadar klien. Landasan kerjanya merupakan gabungan antara konsep-konsep Psikoanalisis dengan kebebasan ber-Improvisasi pada terapi musik Improvisasi.

C. Usia Lanjut 1. Pengertian Usia Lanjut Menurut UU RI No.13/1998 tentang kesejahteraan usia lanjut, mendefinisikan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 keatas.

Dikatakan usia lanjut bila seseorang telah mencapai usia 60 tahun keatas dan memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi biologi, psikologi, dan sosial. Berhubungan dengan hal itu, Birren dan jannet cit Nugroho (2000), membedakan usia menjadi usia biologi, usia psikologis, dan usia sosial. Usia biologis menunjukan pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam hidup hingga kematiannya. Usia psikologis menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapi. Sedangkan usia sosial adalah usia yang menunjukan kepada peran-peran yang diharapkan dan diberikan kepada seseorang sehubungan dengan usianya. 2. Proses Menua Menua atau menjadi tua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo-Martono, 2004). Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah, dimulai sejak lahir dan umumnya dialami semua makhluk hidup. Proses menua didalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang. Hanya lambat cepatnya proses tersebut tergantung pada masing-masing individu yang bersangkutan (Nugroho, 2000). 3. Perubahan Pada Usia Lanjut a. Perubahan Fisik Perubahan fisik memiliki dampak perubahan pada usia lanjut dalam membatasi hubungan sosial. Perubahan minat pada usia lanjut berhubungan dengan menurunnya kemampuan fisik yang dipengaruhi oleh faktor sosial dan kurang kontak dengan orang lain. Adapun perubahan fisik yang dialami oleh usia lanjut seperti perubahan sel, persyarafan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, pengaturan temperatur tubuh, respirasi, gastrointestinal, endokrin, kulit, dan muskuloskeletal (Nugroho, 2000) b. Perubahan Kognitif

Perubahan kognitif pada usia lanjut terutama dipengaruhi oleh perubahanperubahan fisik yang terjadi, tingkat pendidik, dan lingkungan. Perubahan yang terjadi tidak sama tingkatannya pada masing-masing orang. Perubahan fungsi kognitif yang sering muncul antara lain : 1) Lanjut usia memerlukan waktu yang lebih banyak untuk menyimak keadaan sekelilingnya. 2) Kemampuan berkonsentrasi mulai berkurang. 3) Perlu waktu lama untuk menerima dan mencerna hal baru karena umumnya usia lanjut mengalami gangguan pada proses memori jangka pendek, namun memori jangka panjang biasanya tidak mengalami gangguan. 4) Proses berpikir menurun sehingga lambat dalam menerima informasi dan mengembangkan ide dan gagasan. c. Perubahan Psikososial 1) Masa Pensiun Pekerjaan sering digunakan untuk menilai produktivitas seseorang. Kehilangan pekerjaan dapat menimbulkan pengaruh antara lain : kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan hubungan dengan teman-teman dan aktifitas yang biasa dilakukan. Usia lanjut yang telah pensiun dapat merasa terasing dari lingkungan dan mengalami isolasi sosial. 2) Perpisahan Secara perlahan-lahan, usia lanjut akan kehilangan hubungan atau relasi dengan lingkungannya karena perubahan-perubahan yang dialami. Meninggalnya pasangan hidup dan kepergian teman-teman sejawat dapat menimbulkan rasa kesepian dan terasing dari pergaulan. 3) Sadar akan Kematian yang Mulai Dekat

Lanjut usia sudah merasakan akan kematiannya yang sudah dekat, hal ini tampak pada perubahan spiritual seperti baik terhadap lingkungannya dan meningkatkan kegiatan keagamaannya.

D. Depresi Pada Usia Lanjut Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : faktror biologis, psikologis, dan faktor sosial. Faktor biologis sebagai akibat dari hilang dan terjadinya kerusakan sel-sel syaraf maupun neurotransmitter, risiko genetik, dan adanya penyakit fisik. Faktor psikologis yang berperan dalam timbulnya depresi pada lansia adalah rendah diri dan menderita penyakit kronis. Sedangkan faktor sosial adalah kurangnya interaksi sosial, kesepian, bergabung dengan kemiskinan. Hal tersebut sering tidak disadari dan dikenali pada usia lanjut sehingga memiliki potensi untuk menghancurkan kualitas hidup lanjut usia itu sendiri. Menurut (Rochmah, dkk, 2001), depresi sering terjadi pada lanjut usia dibandingkan pada populasi umum. Depresi pada lanjut usia berhubungan dengan status sosial ekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang menyertai, dan isolasi sosial. Menurut (Nugroho, 2000), lansia yang mengalami depresi dapat menunjukan gejala-gejala umum, diantaranya pandangan kosong, kurang atau hilangnya perhatian diri, orang dan lingkungan, inisiatif kurang, ketidakmampuan berkomunikasi, aktifitas menurun, kurang nafsu makan, mengeluh tidak enak badan, hilangnya semangat, sedih, serta cepat capai, dan susah tidur pada malam hari. Gambaran klinis depresi pada lanjut usia dibandingkan dengan pasien yang lebih muda berbeda. Usia lanjut lebih cenderung memainkan alat atau meminimalkan atau penyangkal depresinya dan lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya, disamping itu mengeluh tentang gangguan memorinya. Pada lanjut usia juga, biasanya kurang mau meminta bantuan psikiatri karena kurang dapat menerima penjelasan yang bersifat (psikologis) untuk gangguan supresi yang dialaminya.

Share this:

Anda mungkin juga menyukai