A. Pendahuluan
Fitrah makhluk hidup didunia ini adalah ketidakmampuannya untuk hidup sendiri. Untuk itu Allah SWT. menciptakan setiap makhluknya saling
berpasang-pasangan, begitu pula dengan manusia. Setiap manusia oleh Allah SWT. dikarunia perasaan kecenderungan terhadap lawan jenisnya.
Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan cinta wanita kepada laki-laki adalah perasaan yang manusiawi yang bersumber dari fitrah yang diciptakan
Allah SWT di dalam jiwa manusia, yaitu kecenderungan kepada lawan jenisnya ketika telah mencapai kematangan pikiran dan fisiknya.
Sebagaimana firman Allah SWT.:
Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
Islam sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT. sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia di dunia ini telah mengatur dengan sebaik-baiknya
hubungan antara manusia. Demikian pula hubungan antar lawan jenisnya, semuanya telah diatur dengan seksama agar perasaan cinta dan
kecenderungan terhadap lawan jenis tidak menjerumuskan manusia kedalam jurang kenistaan.
Jalinan pernikahan merupakan jalan keluar yang menghalalkan hubungan lawan jenis dalam Islam. Bahkan Rasulullah saw. sendiri melarang keras
seorang muslim untuk hidup membujang. Sebaliknya, beliau menganjurkan dengan sangat pernikahan bagi seorang muslim yang telah mampu
melaksanakannya.
Berdasarkan alasan diatas, kami -penulis- didalam makalah ini akan berusaha memaparkan beberapa hadis yang mengandung perintah dan
petunjuk bagi setiap muslim dalam melaksanakan pernikahan.
B.
Pengertian nikah
Nikah menurut bahasa adalah ad dhommu wa al wathu yakni bersenggama atau bercampur[1]. Sedangkan menurut istilah yaitu suatu akad yang
mengandung kebolehan untuk melakukan wathI dengan lafadh inkahatau tazwij.[2]
Djaman Nur mengatakan bahwa Abdurrahman al Jarizi dalam kitabnya al fiqh ala Mazhibil Arbaah[3] menerangkan bahwa nikah memiliki 3 arti:
1)
2)
Menurut mana ushuliyah dan mana syarI, terdapat perbedaan dikalangan para ulama.
Pendapat pertama mengatakan bahwa nikah adalah bersenggama dan dalam arti majaz adalah akad.
Pendapat kedua mengatakan bahwa nikah adalah akad, sedangkan mana majaznya adalah senggama.
Sedangkan pendapat yang ketiga mengatakan bahwa nikah adalah musytarak atau gabungan dari akad dan bersenggma.
3) Menurut ahli Fiqh perkawinan adalah akad yang ditetapkan oleh syara bahwa seorang suami dapat bersenang-senang dengan istrinya. Jika
masing-masing ulama diteliti lebih mendalam, maka kita akan menemukan perbedaan diantaranya. Golongan Hanafiyah mengatakan nikah adalah
akad yang menfaedahkan memliki, bersenang-senang dengan sengaja. Golongan Syafiiyah mengatakan nikah adalah akad yang mengandung
ketentuan hukum kebolehan bersenggama dengan lafadz nikan atau tazwij atau yang semana dengan keduanya. Golongan Malikiyah mengatakan
bahwa nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum yang semata-mata untuk membolehkan bersenggama, bersenang-senang, dan
menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh menikah dengannya.
Dari pengertian diatas, memberikan pemahaman bagi kita bahwa kebanyakan para ulama terdahulu mendefinisikan nikah adalah akad untuk
menghalalkan hubungan suami istri tanpa ada penjelasan mengenai tujuan dan akibat dan pengaruh yang ditimbulkannya.
C. Anjuran Untuk Menikah
Hadits Abdullah bin Mas'ud tentang anjuran untuk menikah
, ,
[ 4]
Diberitahukan dari Abu Bakar bin Syaibah dan Abu Kuraib mereka berkata kami diberitahu sebuah hadis oleh muawiyah dari al-Amas dari Umaroh
bin Umair dari Abdurahman bin Yazid dari Abdullah ia berkata: bersabda kepada kami Rasulullah saw.:Wahai para pemuda,barang siapa
diantaramu telah mempunyai kemampuan dari segi al-baah hendaklah ia menikah, karena pernikahan itu lebih menundukkan pandangan (dari
penglihatan yang tidak baik) dan lebih menjaga kemaluan (dari berbuat zina). Dan barang siapa yang belum mampu untuk menikah hendaklah ia
berpuasa; karena berpuasa itu baginya adalah pengekang hawa nafsu. (H.R. Muslim)
, ialah pemuda yang belum berumur tiga puluh tahun. Tapi menurut Ibnu Syas, belum berumur genap empat puluh tahun.[5]
Nabi menandaskan bahwa siapa saja diantara para pemuda yang mempunyai kesanggupan untuk nikah dan mempunyai penghasilan untuk
membelanjai rumah tangga serta berkeinginan hidup berumah tangga hendaklah menikah, tidak boleh hidup membujang. Mereka yang tidak
sanggup memelihara rumah tangga, atau tidak mempunyai kemampuan untuk menikah hendaklah dia berpuasa, karena berpuasa baginya sama
dengan mensterilkan diri.
Kata-kata pada hadits di atas mengandung arti kemampuan untuk melakukan hubungan kelamin dan kemampuan dalam biaya hidup
perkawinan. Kedua hal ini merupakan persyaratan suatu perkawinan. Pembicaraan tentang hukum asal dari suatu perkawinan yang
diperbincangkan dikalangan ulama berkaitan dengan telah dipenuhinya persyaratan tersebut.[6]
Oleh karena itu berdasarkan dengan term al-baah dalam matan hadits diatas para mujtahid menyimpulkan bahwa hukum melakukan pernikahan
adalah bisa wajib, sunnah, haram mubah atau makruh.[7]
1.
Wajib
Bagi yang sudah mampu menikah dan nafsunya sudah mendesak dan takut terjerumus kedalam perzinaan, maka hukumnya wajib.
2.
Sunnat
Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menikah tetapi kalau tidak menikah tidak dikhawatirkan untuk berbuat zina, maka
hukum menikah bagi orang tersebut adalahsunnat.
3.
Haram
Bagi orang yang mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dalam dalam rumah
tangga, sehingga akan menelantarkan dirinya serta isterinya maka hukum menikah bagi orang tersebut adalah haram.
4.
Makruh
Bagi orang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja kepada isterinya maka hukum menikah baginya adalahmakruh.
5.
Mubah
Bagi seorang laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan atau mengharamkan dia untuk menikah maka hukum menikah
baginya adalah mubah.
Selain berisi anjuran untuk menikah bagi yang telah memenuhi syarat, matan hadis diatas juga mencantumkan jalan keluar bagi orang yang
mempunyai keinginan untuk menikah namun belum mampu atau belum memenuhi syarat untuk menikah. Jalan keluar yang diberikan bagi mereka
menurut hadis diatas yaitu dengan berpuasa.
Berdasarkan matan hadis diatas fungsi puasa bagi orang yang sudah berkeinginan menikah namun belum mampu adalah sebagai al-Wijaa .
Al-Wijaa secara bahasa berarti mengebiri yaitu memotong testis agar hilang syahwatnya.[8] Sedang maksud dari matan hadis yang artinya puasa
itu adalah pengebirian baginya yaitu bahwa puasa adalah salah satu cara untuk mengurangi sahwat birahi. Hal ini dikarenakan syahwat
birahi berbanding lurus dengan syahwat (nafsu) untuk makan, bertambah ketika nafsu makan bertambah dan berkurang ketika nafsu makan
berkurang.[9]
Oleh karena itu dapat kita pahami, penyamaan puasa dengan pengebirian adalah sebuah majaz yang mana mengambil persamaan dari keduanya
(puasa dan pengebirian) yaitu sama-sama bertujuan untuk memotong nafsu birahi.[10]
D. Hadits Aisyah tentang Nikah sebagai sunnah Nabi
, , , ,
[11]
Diberitahukan dari Ahmad al-Azhar dari Adam dari Isa bin Maimun dari al-Qosim dari Aisyah, dia berkata Rasulullah saw. Bersabda: "Nikah itu
sunnahku, barangsiapa yang tidak mau mengamalkan sunnahku,maka dia bukan termasuk golonganku !, sesungguhnya aku (senang)
kalian memperbanyak umatku, dan barang siapa (diantara kalian) telah memiliki kemampuan/kesiapan (untuk menikah, maka
menikahlah, dan barang yang belum mendapati (pada dirinya kemampuan/kesiapan) maka hendaklah ia berpuasa, sesungguhnya
puasa merupakan (seperti) pemotongan hawa nafsu (pengebirian) baginya " (HR. Ibnu Majah)
Hadis diatas diriwayatkan dengan sanad dhaif. Namun hadis tersebut dapat dipakai karena dapat diperkuat oleh riwayat lain yang senada
dengannya.
Hadis-hadis lain yang memperkuat riwayat diatas antara lain:
1. Hadis tentang anjuran menikah yang diriwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Hadis ini
diriwayatkan dengan sanad shahih dan substansinya sama dengan hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Aisyah rah.
2.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Ayub ra. yang artinya:[12]
Rasulullah Saw bersabda: "Ada empat hal yang termasuk sunnah para Nabi: Malu, memakai, wangi-wangian, bersiwak dan menikah"
Pernikahan yang mana merupakan jalan yang menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan didalam Islam, mendapat kedudukkan yang
istimewa di dalam Islam yaitu sebagai sunnah nabi saw. Bahkan didalam hadis lain disebutklan bahwa pernikahan adalah sunnah para nabi
terdahulu. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw. sendiri dalam sebuah hadis yang diriwayat oleh Tirmidzi dari Abu Ayyub ra. yang kurang
lebih artinya:
Rasulullah Saw bersabda: "Ada empat hal yang termasuk sunnah para Nabi: Malu, memakai, wangi-wangian, bersiwak dan menikah"
Kedudukan pernikah sebagai sunnah nabi menunjukkan betapa pentingnya pernikahan itu. Bahkan nabi sendiri melarang keras seorang muslim
untuk hidup membujang, sebagaimana sabda beliau ketika ada laki-laki yang memilih membujang agar bisa memaksimalkan hidupnya untuk ibadah
yang kurang lebih artinya:
Saya adalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepadaNya, namun saya melakukan qiyamul lail, kadang pula juga tidak,
saya berpuasa, dan saya juga berbuka, dan saya juga menikahi perempuan. maka barangsiapa tidak suka kepada sunnahku, maka dia bukan dari
golonganku. (HR Bukhari)
Al-Bukhari meriwayatkan pula sebuah hadis yang menerangkan bahwa buruk-buruknya seorang muslim adalah yang hidup membujang:
Rasulullah SAW. bersabda : "Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah" (HR.
Bukhari)
Dan juga hadis yang diriwayatkan oleh Abu Yala dan Tabrani yang artinya kurang lebih:
Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian
orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Yala dan Thabrani)
Kedudukan nikah sebagai sunnah yang sangat ditekankan Rasulullah sebenarnya tidak lain adalah bertujuan untuk memelihara setiap
muslim dalam menjalin hubungan antara lawan jenis. Menjaga mereka agar tidak jatuh kelembah kenistaan dikarenakan melakukan
hubungan bebas tanpa ikatan serta menjaga garis keturunannya agar keturunannya kelak dapat lahir dengan terhormat.
Selain tujuan tersebut, didalam matan hadis diatas disebutkan pula bahwa Rasulullah senang jika kita membantunya untuk
memperbanyak umatnya. Oleh karena itu dapat kita pahami bahwa tujuan yang lain dari pernikahan sesama muslim adalah untuk
memperbanyak umat muslim itu sendiri. Pernyataan ini senada dengan hadis Rasulullah yang lain yang kurang lebih artinya:
Rasulullah Saw bersabda: "Nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang, karena aku berlomba dengan para nabi (untuk menjadi) nabi
paling banyak ummatnya kelak pada hari Kiamat" (HR. Abu Dawud).
E.
Diberitahukan dari Musaddad dari Yahya dari Ubaidillah dia berkata Said bin Abi Said memberitahukan saya sebuah hadis dari ayahnya dari Abu
Hurairah ra. dari nabi saw. beliau bersabda wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya, karena derajat kedudukannya, karena
kecantikannya dan karena agamanya, maka menangkanlah (carilah) yang mempunyai agama, (yang demikian itu) yang dibutuhkan oleh kedua
tanganmu (yang dapat menolongmu) (HR. Bukhari)
tunkahul marah li arba bukan berarti bahwa empat criteria yang disebutkan didalam hadis diatas merupakan empat criteria yang dianjurkan
Rasulullah kepada seorang muslim ketika akan memilih jodohnya. Namun maksud dari lafadz diatas adalah Rasulullah memberitahukan bahwa
empat hal yang menjadi kebiasaan laki-laki ketika memilih perempuan.[14]
Hasab artinya derajat wanita tersebut. Yang dimaksud yakni garis keturunan yang dimuliakan oleh orang-orang (keturunan bangsawan).[15]
Taribat yadaaka sebagian mufassir hadis mengartikan iftaqarat yadaaka, artinya membutuhkan. Yakni bahwa wanita yang memiliki agama
(akhlak) yang baiklah yang kelak akan kita butuhkan,[16] karena wanita shalihah selalu senantiasa bersedia menemani dan menjaga kehormatan
sang suami bagaimanapun keadaannya.
Namun ada keterangan yang menafsiri taribat yadaak adalah seabuah majaz yang berarti puas yakni berdasarkan pemaknaan katataribat berasal
dari kata turaab yang artinya debu. Sehingga logikanya bahwa orang yang tangan berdebu setelah bekerja akan menepuk-nepukkan tangannya
ketika pekerjaan tersebut telah selesai. Kebiasaan seseoarang pekerja yang menepuk-nepukkan tangannya setelah selesai bekerja biasanya
merupakan ungkapan kepuasaannya atas keberhasilnya dalam bekerja. Sehingga dalam hal ini pengibaratan kepuasan orang yang dapat menikahi
seorang wanita karena agamanya dapat diibaratkan sebagaimana seorang pekerja yang puas karena telah berhasil menyelesaikan tugasnya.
Dari hadis diatas dapat kita pahami bahwa sudah menjadi rumusan bagi seorang laki-laki memilih wanita adalah berdasarkan salah satu dari empat
hal, yaitu:
1.
Hartanya
Berkaitan dengan criteria ini nabi saw. pernah bersabda yang artinya:
Barang siapa menikahi wanita karena hartanya maka tidak akan bertambah baginya kecuali kefakiran[17]
2.
Lelaki yang menikahi seorang perempuan berdasarkan kemuliaan saja ini pun dihinakan oleh nabi sebagaimana sabdanya:
barang siapa menikah wanita karena kemuliaannya maka tidak akan bertambah baginya kecuali kehinaan[18]
3.
Kecantikannya
Kecantikan yang dimiliki oleh perempuan kadangkala malah menjadi boomerang bagi si suami. Karena kadang kebagusan rupa seorang istri dapat
menimbulkan fitnah bagi si suami apabila si istri tidak dapat menjaga dirinya. Berkitan dengan hal ini rasulullah pernah bersabda:[19]
Janganlah kamu menikahi perempuan karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya akan menimbulkan kerusakan atas dirinya sendiri. Dan
jangan kamu menikahi perempuan karena hartanya, bisa jadi hartanya akan membuatnya sombong. Akan tetapi nikahilah mereka karena
agamanya. Sesungguhnya hamba sahaya hitam yang baik agamanya adalah lebih baik (HR. Baehaqi)
4.
Agamanya (akhlaknya)
Dari keempat kriteria diatas, memilih perempuan untuk dinikahi berdasar agamanya adalah yang dianjurkan oleh nabi saw. Hal ini senada dengan
tujuan pernikahan yakni untuk menghasilkan keturunan yang baik pula, yang mana kelak akan menjadi penerus perjuangan agama Islam. Keturunan
yang seperti inilah yang dimaksud oleh rasulullah sebagai keturunan yang dapat memperbanyak umat beliau. Oleh karena itu, buah yang akan sulit
dihasilkan kecuali oleh pohon yang baik pula.
Al Ghazali dalam Ihya berkata nabi menyuruh kita mencari yang beragama bukan maknanya Nabi melarang kita untuk mencari yang cantik, tetapi
yang dilarang yaitu mengutamakan yang cantik daripada yang beragama[20]
F.
Tujuan Pernikahan
Dari uraian ketiga hadis diatas setidaknya kami selaku pemakalah dapat menyimpulkan bahwa diantara tujuan pernikahan didalam Islam yaitu:
1.
2.
Ketenangan Jiwa dengan memelihara kehormatan diri (menghindarkan diri dari perbuatan maksiat / perilaku hina lainnya).
3.
4.
5.
G.
Penutup
Demikianlah makalah penjelasan tentang hadis-hadis pernikahan, Tentunya banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, kritik serta saran yang konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan, terutama dosen pengampu mata kuliah ini, untuk
membenahi kesalahan yang kami lakukan sebagai kaca perbandingan agar kedepannya menjadi lebih baik. manusia merupakan tempat salah dan
lupa, karena semua kebaikan datangnya dari Allah, maka kami meminta maaf khususnya kepada dosen pengampu, dan umumnya kepada para
pembaca. Akhirnya, kami berharap makalah ini bermanfaat bagi kita semua dimasa mendatang.
,
!
,
,
; )
(
, ,
,
,
:
,
)
( :
,
: ,
, )
,
, :
( :
, , ,
, :
)
;
,
( :
) ,
,
, ,
,
:
(
, , ,
:
,
,
,
,
, , )
,
:
(
,
,
, ) ,
,
;
:
,
:
,
( :
: . : ? :
)
-
: -
(
, )
,
( : -
!
:
,
,
: .
,
.
!
:
, : ?
,
: .
, : ? ,
?
.
,
: .
, ,
.
- :
-
?
,
;
, ,
: ?
: . ,
: ,
,
: , : ?
)
,
( : ,
)
, ,
( :
)
( : :
: . ,
: ?
)
; ,
( :
, )
(
:
)
,
,
,
:
(
, ,
,
)
,
,
( :
: ,
) : ?
,
(
)
, ,
,
( : .
,
,
)
)
,
,
( : ,
;
:
)
,
-
( -
,
:
, )
,
,
,
,
( :
, , ) ,
:
(
,
, ) ,
,
( :
) ,
:
, (
( : )
)
)
( :
-
( : -
)
( :
)
:
(
,
)
( :
) , ,
( :
)
(
)
( :
( :
,
, )
:
(
,
, )
( : ,
, ,
, ,
,
:
, )