Anda di halaman 1dari 11

PERNIKAHAN

A. Pendahuluan
Fitrah makhluk hidup didunia ini adalah ketidakmampuannya untuk hidup sendiri. Untuk itu Allah SWT. menciptakan setiap makhluknya saling
berpasang-pasangan, begitu pula dengan manusia. Setiap manusia oleh Allah SWT. dikarunia perasaan kecenderungan terhadap lawan jenisnya.
Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan cinta wanita kepada laki-laki adalah perasaan yang manusiawi yang bersumber dari fitrah yang diciptakan
Allah SWT di dalam jiwa manusia, yaitu kecenderungan kepada lawan jenisnya ketika telah mencapai kematangan pikiran dan fisiknya.
Sebagaimana firman Allah SWT.:
Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
Islam sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT. sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia di dunia ini telah mengatur dengan sebaik-baiknya
hubungan antara manusia. Demikian pula hubungan antar lawan jenisnya, semuanya telah diatur dengan seksama agar perasaan cinta dan
kecenderungan terhadap lawan jenis tidak menjerumuskan manusia kedalam jurang kenistaan.
Jalinan pernikahan merupakan jalan keluar yang menghalalkan hubungan lawan jenis dalam Islam. Bahkan Rasulullah saw. sendiri melarang keras
seorang muslim untuk hidup membujang. Sebaliknya, beliau menganjurkan dengan sangat pernikahan bagi seorang muslim yang telah mampu
melaksanakannya.
Berdasarkan alasan diatas, kami -penulis- didalam makalah ini akan berusaha memaparkan beberapa hadis yang mengandung perintah dan
petunjuk bagi setiap muslim dalam melaksanakan pernikahan.
B.

Pengertian nikah

Nikah menurut bahasa adalah ad dhommu wa al wathu yakni bersenggama atau bercampur[1]. Sedangkan menurut istilah yaitu suatu akad yang
mengandung kebolehan untuk melakukan wathI dengan lafadh inkahatau tazwij.[2]
Djaman Nur mengatakan bahwa Abdurrahman al Jarizi dalam kitabnya al fiqh ala Mazhibil Arbaah[3] menerangkan bahwa nikah memiliki 3 arti:
1)

Menurut bahasa nikah adalah bersenggama atau bercampur

2)

Menurut mana ushuliyah dan mana syarI, terdapat perbedaan dikalangan para ulama.

Pendapat pertama mengatakan bahwa nikah adalah bersenggama dan dalam arti majaz adalah akad.
Pendapat kedua mengatakan bahwa nikah adalah akad, sedangkan mana majaznya adalah senggama.
Sedangkan pendapat yang ketiga mengatakan bahwa nikah adalah musytarak atau gabungan dari akad dan bersenggma.
3) Menurut ahli Fiqh perkawinan adalah akad yang ditetapkan oleh syara bahwa seorang suami dapat bersenang-senang dengan istrinya. Jika
masing-masing ulama diteliti lebih mendalam, maka kita akan menemukan perbedaan diantaranya. Golongan Hanafiyah mengatakan nikah adalah
akad yang menfaedahkan memliki, bersenang-senang dengan sengaja. Golongan Syafiiyah mengatakan nikah adalah akad yang mengandung
ketentuan hukum kebolehan bersenggama dengan lafadz nikan atau tazwij atau yang semana dengan keduanya. Golongan Malikiyah mengatakan
bahwa nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum yang semata-mata untuk membolehkan bersenggama, bersenang-senang, dan
menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh menikah dengannya.
Dari pengertian diatas, memberikan pemahaman bagi kita bahwa kebanyakan para ulama terdahulu mendefinisikan nikah adalah akad untuk
menghalalkan hubungan suami istri tanpa ada penjelasan mengenai tujuan dan akibat dan pengaruh yang ditimbulkannya.
C. Anjuran Untuk Menikah
Hadits Abdullah bin Mas'ud tentang anjuran untuk menikah







, ,
[ 4]

Diberitahukan dari Abu Bakar bin Syaibah dan Abu Kuraib mereka berkata kami diberitahu sebuah hadis oleh muawiyah dari al-Amas dari Umaroh
bin Umair dari Abdurahman bin Yazid dari Abdullah ia berkata: bersabda kepada kami Rasulullah saw.:Wahai para pemuda,barang siapa
diantaramu telah mempunyai kemampuan dari segi al-baah hendaklah ia menikah, karena pernikahan itu lebih menundukkan pandangan (dari
penglihatan yang tidak baik) dan lebih menjaga kemaluan (dari berbuat zina). Dan barang siapa yang belum mampu untuk menikah hendaklah ia
berpuasa; karena berpuasa itu baginya adalah pengekang hawa nafsu. (H.R. Muslim)

, ialah pemuda yang belum berumur tiga puluh tahun. Tapi menurut Ibnu Syas, belum berumur genap empat puluh tahun.[5]
Nabi menandaskan bahwa siapa saja diantara para pemuda yang mempunyai kesanggupan untuk nikah dan mempunyai penghasilan untuk
membelanjai rumah tangga serta berkeinginan hidup berumah tangga hendaklah menikah, tidak boleh hidup membujang. Mereka yang tidak
sanggup memelihara rumah tangga, atau tidak mempunyai kemampuan untuk menikah hendaklah dia berpuasa, karena berpuasa baginya sama
dengan mensterilkan diri.
Kata-kata pada hadits di atas mengandung arti kemampuan untuk melakukan hubungan kelamin dan kemampuan dalam biaya hidup
perkawinan. Kedua hal ini merupakan persyaratan suatu perkawinan. Pembicaraan tentang hukum asal dari suatu perkawinan yang
diperbincangkan dikalangan ulama berkaitan dengan telah dipenuhinya persyaratan tersebut.[6]
Oleh karena itu berdasarkan dengan term al-baah dalam matan hadits diatas para mujtahid menyimpulkan bahwa hukum melakukan pernikahan
adalah bisa wajib, sunnah, haram mubah atau makruh.[7]
1.

Wajib

Bagi yang sudah mampu menikah dan nafsunya sudah mendesak dan takut terjerumus kedalam perzinaan, maka hukumnya wajib.

2.

Sunnat

Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menikah tetapi kalau tidak menikah tidak dikhawatirkan untuk berbuat zina, maka
hukum menikah bagi orang tersebut adalahsunnat.
3.

Haram

Bagi orang yang mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan dan tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dalam dalam rumah
tangga, sehingga akan menelantarkan dirinya serta isterinya maka hukum menikah bagi orang tersebut adalah haram.
4.

Makruh

Bagi orang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja kepada isterinya maka hukum menikah baginya adalahmakruh.
5.

Mubah

Bagi seorang laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan atau mengharamkan dia untuk menikah maka hukum menikah
baginya adalah mubah.
Selain berisi anjuran untuk menikah bagi yang telah memenuhi syarat, matan hadis diatas juga mencantumkan jalan keluar bagi orang yang
mempunyai keinginan untuk menikah namun belum mampu atau belum memenuhi syarat untuk menikah. Jalan keluar yang diberikan bagi mereka
menurut hadis diatas yaitu dengan berpuasa.
Berdasarkan matan hadis diatas fungsi puasa bagi orang yang sudah berkeinginan menikah namun belum mampu adalah sebagai al-Wijaa .
Al-Wijaa secara bahasa berarti mengebiri yaitu memotong testis agar hilang syahwatnya.[8] Sedang maksud dari matan hadis yang artinya puasa
itu adalah pengebirian baginya yaitu bahwa puasa adalah salah satu cara untuk mengurangi sahwat birahi. Hal ini dikarenakan syahwat
birahi berbanding lurus dengan syahwat (nafsu) untuk makan, bertambah ketika nafsu makan bertambah dan berkurang ketika nafsu makan
berkurang.[9]
Oleh karena itu dapat kita pahami, penyamaan puasa dengan pengebirian adalah sebuah majaz yang mana mengambil persamaan dari keduanya
(puasa dan pengebirian) yaitu sama-sama bertujuan untuk memotong nafsu birahi.[10]
D. Hadits Aisyah tentang Nikah sebagai sunnah Nabi

, , , ,


[11]

Diberitahukan dari Ahmad al-Azhar dari Adam dari Isa bin Maimun dari al-Qosim dari Aisyah, dia berkata Rasulullah saw. Bersabda: "Nikah itu
sunnahku, barangsiapa yang tidak mau mengamalkan sunnahku,maka dia bukan termasuk golonganku !, sesungguhnya aku (senang)
kalian memperbanyak umatku, dan barang siapa (diantara kalian) telah memiliki kemampuan/kesiapan (untuk menikah, maka
menikahlah, dan barang yang belum mendapati (pada dirinya kemampuan/kesiapan) maka hendaklah ia berpuasa, sesungguhnya
puasa merupakan (seperti) pemotongan hawa nafsu (pengebirian) baginya " (HR. Ibnu Majah)

Hadis diatas diriwayatkan dengan sanad dhaif. Namun hadis tersebut dapat dipakai karena dapat diperkuat oleh riwayat lain yang senada
dengannya.
Hadis-hadis lain yang memperkuat riwayat diatas antara lain:
1. Hadis tentang anjuran menikah yang diriwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Hadis ini
diriwayatkan dengan sanad shahih dan substansinya sama dengan hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Aisyah rah.
2.

Hadis diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Ayub ra. yang artinya:[12]

Rasulullah Saw bersabda: "Ada empat hal yang termasuk sunnah para Nabi: Malu, memakai, wangi-wangian, bersiwak dan menikah"

Pernikahan yang mana merupakan jalan yang menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan didalam Islam, mendapat kedudukkan yang
istimewa di dalam Islam yaitu sebagai sunnah nabi saw. Bahkan didalam hadis lain disebutklan bahwa pernikahan adalah sunnah para nabi
terdahulu. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw. sendiri dalam sebuah hadis yang diriwayat oleh Tirmidzi dari Abu Ayyub ra. yang kurang
lebih artinya:
Rasulullah Saw bersabda: "Ada empat hal yang termasuk sunnah para Nabi: Malu, memakai, wangi-wangian, bersiwak dan menikah"

Kedudukan pernikah sebagai sunnah nabi menunjukkan betapa pentingnya pernikahan itu. Bahkan nabi sendiri melarang keras seorang muslim
untuk hidup membujang, sebagaimana sabda beliau ketika ada laki-laki yang memilih membujang agar bisa memaksimalkan hidupnya untuk ibadah
yang kurang lebih artinya:
Saya adalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepadaNya, namun saya melakukan qiyamul lail, kadang pula juga tidak,
saya berpuasa, dan saya juga berbuka, dan saya juga menikahi perempuan. maka barangsiapa tidak suka kepada sunnahku, maka dia bukan dari
golonganku. (HR Bukhari)
Al-Bukhari meriwayatkan pula sebuah hadis yang menerangkan bahwa buruk-buruknya seorang muslim adalah yang hidup membujang:
Rasulullah SAW. bersabda : "Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah" (HR.
Bukhari)
Dan juga hadis yang diriwayatkan oleh Abu Yala dan Tabrani yang artinya kurang lebih:
Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian
orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Yala dan Thabrani)
Kedudukan nikah sebagai sunnah yang sangat ditekankan Rasulullah sebenarnya tidak lain adalah bertujuan untuk memelihara setiap
muslim dalam menjalin hubungan antara lawan jenis. Menjaga mereka agar tidak jatuh kelembah kenistaan dikarenakan melakukan
hubungan bebas tanpa ikatan serta menjaga garis keturunannya agar keturunannya kelak dapat lahir dengan terhormat.
Selain tujuan tersebut, didalam matan hadis diatas disebutkan pula bahwa Rasulullah senang jika kita membantunya untuk
memperbanyak umatnya. Oleh karena itu dapat kita pahami bahwa tujuan yang lain dari pernikahan sesama muslim adalah untuk
memperbanyak umat muslim itu sendiri. Pernyataan ini senada dengan hadis Rasulullah yang lain yang kurang lebih artinya:
Rasulullah Saw bersabda: "Nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang, karena aku berlomba dengan para nabi (untuk menjadi) nabi
paling banyak ummatnya kelak pada hari Kiamat" (HR. Abu Dawud).

E.

Kategori Pemilihan Jodoh

Hadits Abu Hurairah tentang kategori pemilihan jodoh



, ,


[ 13]




Diberitahukan dari Musaddad dari Yahya dari Ubaidillah dia berkata Said bin Abi Said memberitahukan saya sebuah hadis dari ayahnya dari Abu
Hurairah ra. dari nabi saw. beliau bersabda wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya, karena derajat kedudukannya, karena
kecantikannya dan karena agamanya, maka menangkanlah (carilah) yang mempunyai agama, (yang demikian itu) yang dibutuhkan oleh kedua
tanganmu (yang dapat menolongmu) (HR. Bukhari)

tunkahul marah li arba bukan berarti bahwa empat criteria yang disebutkan didalam hadis diatas merupakan empat criteria yang dianjurkan
Rasulullah kepada seorang muslim ketika akan memilih jodohnya. Namun maksud dari lafadz diatas adalah Rasulullah memberitahukan bahwa
empat hal yang menjadi kebiasaan laki-laki ketika memilih perempuan.[14]
Hasab artinya derajat wanita tersebut. Yang dimaksud yakni garis keturunan yang dimuliakan oleh orang-orang (keturunan bangsawan).[15]
Taribat yadaaka sebagian mufassir hadis mengartikan iftaqarat yadaaka, artinya membutuhkan. Yakni bahwa wanita yang memiliki agama
(akhlak) yang baiklah yang kelak akan kita butuhkan,[16] karena wanita shalihah selalu senantiasa bersedia menemani dan menjaga kehormatan
sang suami bagaimanapun keadaannya.
Namun ada keterangan yang menafsiri taribat yadaak adalah seabuah majaz yang berarti puas yakni berdasarkan pemaknaan katataribat berasal
dari kata turaab yang artinya debu. Sehingga logikanya bahwa orang yang tangan berdebu setelah bekerja akan menepuk-nepukkan tangannya
ketika pekerjaan tersebut telah selesai. Kebiasaan seseoarang pekerja yang menepuk-nepukkan tangannya setelah selesai bekerja biasanya
merupakan ungkapan kepuasaannya atas keberhasilnya dalam bekerja. Sehingga dalam hal ini pengibaratan kepuasan orang yang dapat menikahi
seorang wanita karena agamanya dapat diibaratkan sebagaimana seorang pekerja yang puas karena telah berhasil menyelesaikan tugasnya.
Dari hadis diatas dapat kita pahami bahwa sudah menjadi rumusan bagi seorang laki-laki memilih wanita adalah berdasarkan salah satu dari empat
hal, yaitu:
1.

Hartanya

Berkaitan dengan criteria ini nabi saw. pernah bersabda yang artinya:
Barang siapa menikahi wanita karena hartanya maka tidak akan bertambah baginya kecuali kefakiran[17]
2.

Derajat (kemuliaan) keluarganya.

Lelaki yang menikahi seorang perempuan berdasarkan kemuliaan saja ini pun dihinakan oleh nabi sebagaimana sabdanya:
barang siapa menikah wanita karena kemuliaannya maka tidak akan bertambah baginya kecuali kehinaan[18]
3.

Kecantikannya

Kecantikan yang dimiliki oleh perempuan kadangkala malah menjadi boomerang bagi si suami. Karena kadang kebagusan rupa seorang istri dapat
menimbulkan fitnah bagi si suami apabila si istri tidak dapat menjaga dirinya. Berkitan dengan hal ini rasulullah pernah bersabda:[19]
Janganlah kamu menikahi perempuan karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya akan menimbulkan kerusakan atas dirinya sendiri. Dan
jangan kamu menikahi perempuan karena hartanya, bisa jadi hartanya akan membuatnya sombong. Akan tetapi nikahilah mereka karena
agamanya. Sesungguhnya hamba sahaya hitam yang baik agamanya adalah lebih baik (HR. Baehaqi)
4.

Agamanya (akhlaknya)

Dari keempat kriteria diatas, memilih perempuan untuk dinikahi berdasar agamanya adalah yang dianjurkan oleh nabi saw. Hal ini senada dengan
tujuan pernikahan yakni untuk menghasilkan keturunan yang baik pula, yang mana kelak akan menjadi penerus perjuangan agama Islam. Keturunan
yang seperti inilah yang dimaksud oleh rasulullah sebagai keturunan yang dapat memperbanyak umat beliau. Oleh karena itu, buah yang akan sulit
dihasilkan kecuali oleh pohon yang baik pula.
Al Ghazali dalam Ihya berkata nabi menyuruh kita mencari yang beragama bukan maknanya Nabi melarang kita untuk mencari yang cantik, tetapi
yang dilarang yaitu mengutamakan yang cantik daripada yang beragama[20]
F.

Tujuan Pernikahan

Dari uraian ketiga hadis diatas setidaknya kami selaku pemakalah dapat menyimpulkan bahwa diantara tujuan pernikahan didalam Islam yaitu:
1.

Melaksanakan perintah Allah dan Sunnah Rasul.

2.

Ketenangan Jiwa dengan memelihara kehormatan diri (menghindarkan diri dari perbuatan maksiat / perilaku hina lainnya).

3.

Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam.

4.

Mewujudkan keluarga Muslim menuju masyarakat Muslim.

5.

Agar kaya (sebaik-baik kekayaan adalah isteri yang shalihat).

G.

Penutup

Demikianlah makalah penjelasan tentang hadis-hadis pernikahan, Tentunya banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, kritik serta saran yang konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan, terutama dosen pengampu mata kuliah ini, untuk
membenahi kesalahan yang kami lakukan sebagai kaca perbandingan agar kedepannya menjadi lebih baik. manusia merupakan tempat salah dan
lupa, karena semua kebaikan datangnya dari Allah, maka kami meminta maaf khususnya kepada dosen pengampu, dan umumnya kepada para
pembaca. Akhirnya, kami berharap makalah ini bermanfaat bagi kita semua dimasa mendatang.

HADITS-HADITS TENTANG NIKAH

Hadits No. 993


Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada
kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara
kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin,
karena ia dapat menundukkan pandangan dan
memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu
hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu."
Muttafaq Alaihi.



,

!
,
,



; )

Hadits No. 994


Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah memuji Allah dan
menyanjung-Nya bersabda: "Tetapi aku sholat, tidur,
berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan.
Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk
ummatku." Muttafaq Alaihi.

(

, ,

,
,
:



,


)

Hadits No. 995


Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami
berkeluarga dan sangat melarang kami membujang.
Beliau bersabda: "Nikahilah perempuan yang subur dan
penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku
akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat."
Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.



( :
,

: ,
, )


Hadits No. 996


Hadits itu mempunyai saksi menurut riwayat Abu Dawud,
Nasa'i dan Ibnu Hibban dari hadits Ma'qil Ibnu Yasar.


,
, :

Hadits No. 997


Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan itu
dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan,
kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat
beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan
Imam Lima.


( :
, , ,
, :


)


Hadits No. 998


Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila mendoakan seseorang
yang nikah, beliau bersabda: "Semoga Allah
memberkahimu dan menetapkan berkah atasmu, serta
mengumpulkan engkau berdua dalam kebaikan." Riwayat
Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi,
Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.

;

,
( :

) ,

,

, ,
,

Hadits No. 999


Abdullah Ibnu Mas'ud berkata: Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam mengajari kami khutbah pada suatu
hajat: (artinya = Sesungguhnya segala puji bagi Allah,
kami memuji-Nya, kami meminta pertolongan dan
ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari
kejahatan diri kami. Barangsiapa mendapat hidayah Allah
tak ada orang yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa
disesatkan Allah, tak ada yang kuasa memberinya
petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan
utusan-Nya) dan membaca tiga ayat. Riwayat Ahmad dan
Imam Empat. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan Hakim.

:




(
, , ,
:


,
,



,
,





, , )
,

Hadits No. 1000


Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kamu
melamar perempuan, jika ia bisa memandang bagian
tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaknya ia
lakukan." Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan
perawi-perawi yang dapat dipercaya. Hadits shahih
menurut Hakim.

:


(



,

,
, ) ,


,

Hadits No. 1001


Hadits itu mempunyai saksi dari hadits riwayat Tirmidzi
dan Nasa'i dari al-Mughirah.

;
:
,

Hadits No. 1002


Begitu pula riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari
hadits Muhammad Ibnu Maslamah.

:
,

Hadits No. 1003


Menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada
seseorang yang akan menikahi seorang wanita: "Apakah
engkau telah melihatnya?" Ia menjawab: Belum. Beliau
bersabda: "Pergi dan lihatlah dia."

( :

: . : ? :
)

Hadits No. 1004


Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah
seseorang di antara kamu melamar seseorang yang
sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama
meninggalkan atau mengizinkannya." Muttafaq Alaihi dan
lafadznya menurut Bukhari.

-
: -
(

, )
,

Hadits No. 1005


Sahal Ibnu Sa'ad al-Sa'idy Radliyallaahu 'anhu berkata:
Ada seorang wanita menemui Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, aku datang untuk
menghibahkan diriku pada baginda. Lalu Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memandangnya dengan
penuh perhatian, kemudian beliau menganggukkan
kepalanya. Ketika perempuan itu mengerti bahwa beliau
tidak menghendakinya sama sekali, ia duduk. Berdirilah
seorang shahabat dan berkata: "Wahai Rasulullah, jika
baginda tidak menginginkannya, nikahkanlah aku
dengannya. Beliau bersabda: "Apakah engkau
mempunyai sesuatu?" Dia menjawab: Demi Allah tidak,
wahai Rasulullah. Beliau bersabda: "Pergilah ke
keluargamu, lalu lihatlah, apakah engkau mempunyai
sesuatu." Ia pergi, kemudian kembali dam berkata: Demi
Allah, tidak, aku tidak mempunyai sesuatu. Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Carilah,
walaupun hanya sebuah cincin dari besi." Ia pergi,
kemudian kembali lagi dan berkata: Demi Allah tidak ada,
wahai Rasulullah, walaupun hanya sebuah cincin dari
besi, tetapi ini kainku -Sahal berkata: Ia mempunyai
selendang -yang setengah untuknya (perempuan itu).
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apa
yang engkau akan lakukan dengan kainmu? Jika engkau
memakainya, Ia tidak kebagian apa-apa dari kain itu dan
jika ia memakainya, engkau tidak kebagian apa-apa."
Lalu orang itu duduk. Setelah duduk lama, ia berdiri.
Ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
melihatnya berpaling, beliau memerintah untuk
memanggilnya. Setelah ia datang, beliau bertanya:
"Apakah engkau mempunyai hafalan Qur'an?" Ia
menjawab: Aku hafal surat ini dan itu. Beliau bertanya:
"Apakah engkau menghafalnya di luar kepala?" Ia
menjawab: Ya. Beliau bersabda: "Pergilah, aku telah
berikan wanita itu padamu dengan hafalan Qur'an yang
engkau miliki." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut
Muslim. Dalam suatu riwayat: Beliau bersabda padanya:
"berangkatlah, aku telah nikahkan ia denganmu dan
ajarilah ia al-Qur'an." Menurut riwayat Bukhari: "Aku
serahkan ia kepadamu dengan (maskawin) al-Qur'an
yang telah engkau hafal."



( : -


!
:



,


,

: .
,

.

!

:

, : ?

,
: .


, : ? ,
?




.




,
: .

, ,


.
- :
-





?



,



;


, ,
: ?
: . ,
: ,

,


: , : ?
)

,
( : ,
)
, ,
( :


)

Hadits No. 1006


Menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah
Radliyallaahu 'anhu beliau bersabda: "Surat apa yang
engkau hafal?". Ia menjawab: Surat al-Baqarah dan
sesudahnya. Beliau bersabda: "Berdirilah dan ajarkanlah
ia dua puluh ayat."

( : :

: . ,

: ?

)

Hadits No. 1007


Dari Amir Ibnu Abdullah Ibnu al-Zubair, dari ayahnya
Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda: "Sebarkanlah berita pernikahan."
Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Hakim.


; ,

( :



, )

Hadits No. 1008


Dari Abu Burdah Ibnu Abu Musa, dari ayahnya
Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda: "Tidak sah nikah kecuali dengan
wali." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih
menurut Ibnu al-Madiny, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban.
Sebagian menilainya hadits mursal.


(
:

)
,
,
,

Hadits No. 1009


Imam Ahmad meriwayatkan hadits marfu' dari Hasan,
dari Imran Ibnu al-Hushoin: "Tidak sah nikah kecuali
dengan seorang wali dan dua orang saksi."

Hadits No. 1010


Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan
yang nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil. Jika
sang laki-laki telah mencampurinya, maka ia wajib
membayar maskawin untuk kehormatan yang telah
dihalalkan darinya, dan jika mereka bertengkar maka
penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak
mempunyai wali." Dikeluarkan oleh Imam Empat kecuali
Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Uwanah, Ibnu
Hibban, dan Hakim.



:

(

, ,
,



)

,

,

Hadits No. 1011


Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang janda
tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diajak berembuk
dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah
diminta izinnya." Mereka bertanya: Wahai Rasulullah,
bagaimana izinnya? Beliau bersabda: "Ia diam." Muttafaq
Alaihi.

Hadits No. 1012


( :
: ,
) : ?

,

Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa


Sallam bersabda: "Seorang janda lebih berhak
menentukan (pilihan) dirinya daripada walinya dan
seorang gadis diajak berembuk, dan tanda izinnya adalah
diamnya." Riwayat Imam Muslim. Dalam lafaz lain
disebutkan, "Tidak ada perintah bagi wali terhadap janda,
dan anak yatim harus diajak berembuk." Riwayat Abu
Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.




(
)
, ,

,
( : .
,
,
)


Hadits No. 1013


Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan
tidak boleh menikahkan perempuan lainnya, dan tidak
boleh pula menikahkan dirinya." Riwayat Ibnu Majah dan
Daruquthni dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya.

)

,
,

Hadits No. 1014


Nafi' dari Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang perkawinan
syighar. Syighar ialah seseorang menikahkan puterinya
kepada orang lain dengan syarat orang itu menikahkan
puterinya kepadanya, dan keduanya tidak menggunakan
maskawin. Muttafaq Alaihi. Bukhari-Muslim dari jalan lain
bersepakat bahwa penafsiran "Syighar" di atas adalah
dari ucapan Nafi'.

( : ,

;

:





)

,





Hadits No. 1015


Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang
gadis menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lalu
bercerita bahwa ayahnya menikahkannya dengan orang
yang tidak ia sukai. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam memberi hak kepadanya untuk memilih.
Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Ada yang
menilainya hadits mursal.

-
( -



,
:

, )

,
,

Hadits No. 1016


Dari Hasan, dari Madlmarah Radliyallaahu 'anhu bahwa
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang
perempuan yang dinikahkan oleh dua orang wali, ia milik
wali pertama." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits
hasan menurut Tirmidzi.

,
,

( :
, , ) ,

Hadits No. 1017


Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang budak
yang menikah tanpa izin dari tuannya atau keluarganya,
maka ia dianggap berzina." Riwayat Ahmad, Abu Dawud,
dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu
Hibban.



:
(
,
, ) ,
,


Hadits No. 1018


Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak boleh
dimadu antara seorang perempuan dengan saudara
perempuan ayahnya dan antara seorang perempuan
dengan saudara perempuan ibunya." Muttafaq Alaihi.


( :

) ,

Hadits No. 1019


Dari Utsman Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang yang
sedang berihram tidak boleh menikah dan menikahkan."
Riwayat Muslim. Dalam riwayatnya yang lain: "Dan tidak
boleh melamar." Ibnu Hibban menambahkan: "Dan
dilamar."

:

, (

( : )
)
)
( :

Hadits No. 1020


Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menikahi Maimunah ketika
beliau sedang ihram. Muttafaq Alaihi.

-
( : -


)

Hadits No. 1021


Menurut riwayat Muslim dari Maimunah sendiri: Bahwa
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menikahinya ketika
beliau telah lepas dari ihram.

( :
)

Hadits No. 1022


Dari Uqbah Ibnu Amir bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya syarat yang
paling patut dipenuhi ialah syarat yang menghalalkan
kemaluan untukmu." Muttafaq Alaihi.

:
(




,
)

Hadits No. 1023


Salamah Ibnu Al-Akwa' berkata: Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam pernah memberi kelonggaran untuk
nikah mut'ah selama tiga hari pada tahun Authas (tahun
penaklukan kota Mekkah), kemudian bleiau melarangnya.
Riwayat Muslim.

( :





) , ,

Hadits No. 1024


Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam melarang nikah mut'ah pada waktu
perang khaibar. Muttafaq Alaihi.

Hadits No. 1025


( :

)


Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah


Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang menikahi
perempuan dengan mut'ah dan memakan keledai negeri
pada waktu perang khaibar. Riwayat Imam Tujuh kecuali
Abu Dawud.

(






)

Hadits No. 1026


Dari Rabi' Ibnu Saburah, dari ayahnya Radliyallaahu
'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Aku dahulu telah mengizinkan kalian menikahi
perempuan dengan mut'ah dan sesungguhnya Allah telah
mengharamkan cara itu hingga hari kiamat. maka
barangsiapa yang masih mempunyai istri dari hasil nikah
mut'ah, hendaknya ia membebaskannya dan jangan
mengambil apapun yang telah kamu berikan padanya."
Riwayat Muslim, Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad,
dan Ibnu Hibban.



( :




Hadits No. 1027


Ibnu Mas'ud berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam melaknat muhallil (laki-laki yang menikahi seorang
perempuan dengan tujuan agar perempuan itu
dibolehkan menikah kembali dengan suaminya) dan
muhallal lah (laki-laki yang menyuruh muhallil untuk
menikahi bekas istrinya agar istri tersebut dibolehkan
untuk dinikahinya lagi)." Riwayat Ahmad, Nasa'i, Dan
Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi.

( :


,
, )

Hadits No. 1028


Dalam masalah ini ada hadits dari Ali yang diriwayatkan
oleh Imam Empat kecuali Nasa'i.

Hadits No. 1029


Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda: "Orang berzina yang telah
dicambuk tidak boleh menikahi kecuali dengan wanita
yang seperti dia." Riwayat Ahmad dan Abu Dawud
dengan para perawi yang dapat dipercaya.

:
(



,
, )

Hadits No. 1030


'Aisyah .ra berkata: ada seseorang mentalak istrinya tiga
kali, lalu wanita itu dinikahi seorang laki-laki. Lelaki itu
kemudian menceraikannya sebelum menggaulinya.
Ternyata suaminya yang pertama ingin menikahinya
kembali. Maka masalah tersebut ditanyakan kepada
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu beliau
bersabda: "Tidak boleh, sampai suami yang terakhir
merasakan manisnya perempuan itu sebagaimana yang
dirasakan oleh suami pertama." Muttafaq Alaihi dan
lafadznya menurut Muslim.



( : ,
, ,
, ,
,




:


, )

Anda mungkin juga menyukai