Anda di halaman 1dari 35

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Malaria adalah penyakit menular pada manusia. Sekita 350-500 juta orang trinfeksi dan lebih dari satu juta kematia di setiap tahunnya, terrutama di daeerah tropis. Penyebab penyakit malaria pertama kali ditemukan oleh seorang dokter militer Prancis, Charles Louis Alphonse Laeran. Penyakit malaria adala salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Berdasarkan survei unit kerja SPP(Serangga Penular Penyakit) di Indonesia telah ditemukan 46 spesies nyamuk Anopheles. Dari sepesies-spesies nyamuk tersebut terdapat 20 spesies yang dapat menularkan penyakit malaria. di Indonesia sendiri, malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat . angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Indonesia masih tergolong ke dalam negara beresiko penyakit malaria.

1.2

RUMUSAN MASALAH

1.3

TUJUAN

BAB II. PEMBAHASAN 2.1 KONSEP DAN PENULARAN PENYAKIT MALARIA Malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp) betina. Definisi penyakit malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh agent tertentu yang infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat disebarkan dari suatu sumber infeksi kepada host. Penyakit malaria termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menyerang semua orang, bahkan mengakibatkan kematian terutama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum. 2.1.1 Faktor Penularan Malaria Secara umum penyebaran penyakit malaria sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yang saling mendukung yaitu host, agent dan environment sesuai teori The Traditional (Ecological) Model yang dikemukakan oleh Dr.John Gordon (Kodim, dalam

repository.usu.ac.id). A. Faktor Host (Manusia dan Nyamuk) Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu Host Intermediate (manusia) dan Host Definitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai Host Intermediate (penjamu sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria. Sedangkan nyamuk Anopheles spp disebut sebagai Host Definitif (penjamu tetap) karena di dalam tubuh nyamuk terjadi siklus seksual parasit malaria (Depkes, dalam repository.usu.ac.id). 1. Host Intermediate Pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi oleh agent biologis (Plasmodium), tetapi ada beberapa faktor intrinsik yang dapat memengaruhi kerentanan host terhadap agent yaitu usia, jenis kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya hidup, sosial ekonomi, status gizi dan tingkat immunisasi. 1. Usia, bagi anak laki-laki lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria. 2. Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kerentanan individu, tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil akan menimbulkan dampak buruk bagi

kesehatan ibu dan anaknya, seperti anemia berat, berat badan lahir rendah (BBLR), abortus, partus prematur dan kematian janin intrauterine. 3. Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya : orang Negro di Afrika Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan darah Duffy (-) tidak dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena golongan ini tidak mempunyai reseptornya (Pribadi, dalam repository.usu.ac.id). 4. Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria berikutnya. 5. Cara hidup, kebiasaan tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di luar rumah pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria. 6. Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria. 7. Status gizi, keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap malaria. Ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibanding anak yang bergizi buruk. 8. Immunitas, masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya mempunyai immunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah terhadap infeksi malaria (Depkes, dalam repository.usu.ac.id). 2. Host definitif Host definitif yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari orang yang sakit malaria kepada orang yang sehat adalah nyamuk Anopheles spp betina. Hanya nyamuk Anopheles spp betina yang menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya. Host definitif ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu perilaku nyamuk itu sendiri dan faktor-faktor lain yang mendukung (Depkes, dalam repository.usu.ac.id). 1. Perilaku nyamuk, pada prinsipnya perilaku nyamuk dengan kategori: a. Perilaku nyamuk, suatu daerah akan disenangi nyamuk sebagai habitatnya apabila daerah tersebut memenuhi syarat sebagai berikut : tersedia tempat beristirahat, tersedia tempat untuk mencari darah dan tersedia tempat untuk berkembangbiak. b. Perilaku berkembangbiak, masing-masing jenis nyamuk mempunyai kemampuan untuk memilih tempat berkembangbiak sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya, misalnya Anopheles sundaicus lebih senang di air payau dengan kadar garam 12

18 dan terkena sinar matahari langsung, sedangkan Anopheles maculatus lebih senang di air tawar dan terlindung dari sinar matahari (teduh). c. Perilaku mencari darah, hanya nyamuk Anopheles spp betina yang menghisap darah dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila dipelajari lebih jauh perilaku nyamuk mencari darah terbagi atas empat hal yaitu : berdasarkan waktu menggigit, mulai senja hingga tengah malam dan menggigit mulai tengah malam hingga dini hari pagi, berdasarkan tempat, eksopagik (lebih suka menggigit di luar rumah) dan endopagik (lebih suka menggigit di dalam rumah), berdasarkan sumber darah, anthropofilik (lebih suka menggigit manusia) dan zoofilik (lebih suka menggigit hewan) dan Anthrozoofilik (lebih suka menggigit manusia dan hewan), berdasarkan frekuensi menggigit, tergantung spesiesnya dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang disebut dengan siklus gonotrofik. Untuk daerah tropis biasanya siklus ini berlangsung sekitar 48-96 jam. d. Perilaku istirahat, istirahat berdasarkan kebutuhan yaitu istirahat sebenarnya yang merupakan masa menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara, yaitu masa sebelum dan sesudah mencari darah, istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka beristirahat di luar rumah) dan endofilik (lebih suka istirahat di dalam rumah). 2. Faktor lain yang mendukung : a. Umur nyamuk, semakin panjang umur nyamuk semakin besar kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor malaria. b. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit. c. Frekuensi menggigit manusia. d. Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk mematangkan sel telur sebagai indikator untuk mengukur interfal menggigit nyamuk pada objek yang digigit (manusia). 3. Syarat-syarat nyamuk sebagai vektor : a. Tingkat kepadatan Anopheles spp disekitar pemukiman manusia yang sesuai dengan daya jangkau atau kemampuan terbang nyamuk antara 2-3 km.

b. Umur nyamuk, lamanya hidup nyamuk harus cukup lama sehingga parasit dapat menyelesaikan siklus sporogoni di dalam tubuh nyamuk. c. Adanya kontak dengan manusia, jika nyamuk yang ada kesukaannya menghisap darah manusia (Anthropofilik). d. Kerentanan nyamuk terhadap parasit, hanya spesies nyamuk Anopheles spp tertentu yang efektif sebagai penular malaria kepada manusia. e. Adanya sumber penular, pada umumnya nyamuk yang baru menetas tidak mengandung parasit dan baru akan menjadi vektor bila terdapat parasit yang berasal dari objek gigitan dan menjadi infektif setelah menyelesaikan siklus hidupnya (Depkes, dalam repository.usu.ac.id). 3. Reservoir Hanya manusia menjadi reservoir terpenting untuk malaria. Primata secara alamiah terinfeksi berbagai jenis malaria termasuk P. knowlesi, P. brazilianum, P. inui, P. schwetzi dan P. simium yang dapat menginfeksi manusia di laboratorium percobaan, akan tetapi jarang terjadi penularan/transmisi secara alamiah. Tipe reservoir pada manusia. Malaria memiliki tipe reservoir Carriers, adalah orang yang terkena infeksi, tetapi belum memiliki tanda atau gejala yang jelas dan dapat menularkan infeksi yang diderita kepada orang lain. Carier malaria merupakan sumber infeksi yang potensial karena darah pada tubuh manusia ini dapat menularkan parasit melalui gigitan nyamuk.

B. Faktor Agent (Plasmodium) Pada tahun 1880 Charles Louis Alphonso Laveran di Al Jazair menemukan parasit malaria dalam darah manusia. Selanjutnya pada tahun 1886 Golgi di Italia menemukan Palasmodium vivax dan Plasmodium malariae, serta pada tahun 1890 Celli dan Marchiava menemukan Plasmodium falciparum (Pribadi, dalam repository.usu.ac.id). Parasit malaria yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu : 1. Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang menyebabkan malaria berat. 2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana. 3. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana. 4. Plasmodium ovale spesies ini banyak dijumpai di Afrika dan Fasifik Barat (Depkes, dalam repository.usu.ac.id).

C. Faktor Environment (Lingkungan) Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada yang memungkinkan terjadinya penularan malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya. 1. Lingkungan fisik Faktor geografi dan meteorology di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu berbeda bagi setiap spesies. Pada suhu 26,7oc masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P. falciparum an 8-11 hari untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P. malariae dan P. ovale (Harijanto, 2000:6). a. Suhu Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20-30oc. Semakin tinggi suhu (pada batas tertentu) maka semakin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya semakin rendah suhu maka semakin panjang masa inkubasi ekstrinsik. b. Kelembaban Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, walaupun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memumgkinka hidup nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. c. Hujan Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemic malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vector dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk anopheles. d. Ketinggian Secara umum malaria berkurang pada ketinggia yang semakin bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bias berubah bila terjadi pemanansan bumu. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lenih sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih mungkin transmisi malaria ialah 2500m di atas permukaan laut. e. Angin

Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. f. Sinar matahari Pengaruh sinar matahri terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-besa. An. Sunndaicus lebih suka tempat yang teduh, An. Hyrcanus spp dan An. Pinctulatus spp lebih suka menyukai tempat yang terbuka. An. Barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang. g. Arus air An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis atau mengalir lambat, sedangkan An. Minimus menyukai aliran air yang deras An. Letifer menyukai air tergenang. h. Kadar garam An.sunndaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% ke atas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan An. Sundaicus dalam air tawar. B. Lingkungan Biologik Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak eperti sapi, kerbau, dan babi dapat memgurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah. C. Lingkungan social-budaya Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vector yang bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan saniatsi lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru atau transmigrasi sering mengabaikan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria.

Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi factor penting untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya pariwisata dan perjalanan dari daerah endemic mengakibatkan meningkatnya kasus malaria. 2.1.2 Cara Penularan Malaria Rampengan dan Laurentz (1992) menyatakan bahwa cara penularan malaria secara umum dapat dibagi atas: 1. Penularan secara alamiah (natural infection) yaitu melalui gigitan namuk anopheles. 2. Penularan yang tidak alamiah dibagi atas: a. Malaria bawaan atau Congenital, terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya mengidap malaria. Penularan terjadi melalui plasenta. b. Secara mekanik, terjadi melalui tanfusi darah atau jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik terjadi pada para morfinis yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril. c. Secara oral.

2.2

ETIOLOGI PENYAKIT MALARIA Penyakit malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari

genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu: a) Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria

tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga). b) Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai

perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam). c) Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae

(demam tiap hari empat). d) Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, di Indonesia

dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.

Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001). 2.3 RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT MALARIA Dalam transmisinya ke manusia memerlukan vektor yaitu nyamuk Anopheles betina. Ciri-ciri nyamuk Anopheles yaitu sewaktu hinggap dan menggigit badannya menungging ( membentuk sudut ), biasanya menggigit pada malam hari didalam maupun diluar rumah. Sesudah menggigit, nyamuk beristirahat pada dinding dalam rumah yang gelap, lembab, dibawah meja, ditempat tidur atau dibawah dan di belakang lemari. Nyamuk juga dapat beristirahat diluar rumah, di semak, tebing parit dan sekitar kandang. Terdapat empat spesies Anopheles di Jawa Tengah dengan tempat perindukan yang berbeda beda yaitu: a) An. sundaicus ( sekitar pantai / air payau yang ditumbuhi lumut atau ganggang, kolam / tambak tak terawat, lagon ) b) An. maculatus ( mata air pegunungan dan belik ) c) An. ballabencis ( kobakan air, kebun dan sekitar hutan )

d) An. acconitus ( persawahan, terutama sawah bertingkat, aliran air sungai pada musim kemarau sekitar persawahan ). 2.3.1 Dalam Tubuh Nyamuk Secara alamiah, hanya nyamuk betina yang memakan darah, nyamuk jantan tidak sehingga tidak berfungsi sebagai vektor. Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoid yang akan masuk ke kelenjar liur nyamuk. Sporozoid ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. 2.3.2 Dalam tubuh Manusia Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoid dikelenjar liur nyamuk masuk kedalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoid masuk kedalam sel hati dan menjadi tropozoid hat. Kemudian berkembang menjadi scizon hati yang terdiri dari 10.000 30.000 merozoid hati ( tergantung spesiesnya ), siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama 2 minggu.

Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian tropozoid hati tidak langsung berkembang menjadi scizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormant yang disebut hipnozoid, hipnozoid ini dapat hidup didalam hati selama berbulan bulan bahkan bertahun tahun dan pada saat imunitas tubuh turun akan menjadi aktif dan menyebabkan relaps ( kambuh ). Merozoid yang berasal dari scizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi eritrosit ( sel darah merah ). Di dalam sel darah merah , parasit tersebut berkembang dari stasium tropozoid sampai scizon ( 30 300 merozoid, tergantung spesiesnya ), proses perkembangan aseksual ini disebut Scizogoni, selanjutnya eritrosit yang terinfeksi ( scizon) pecah dan merozoid yang keluar akan menginfeksi sel darah merah yang lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2 3 siklus scizogoni darah, sebagian merozoid yang menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual ( gametosit jantan dan betina ) yang akan masuk ke dalam tubuh nyamuk saat ia menghisap darah manusia terinfeksi ini. 2.4 DAUR HIDUP PLASMODIUM Dalam siklus hidupnya plasmodium peneyebab malaria mempunyai dua hospes yaitu pada manusia dan nyamuk. Siklus aseksual plasmodium yang berlangsung pada manusia disebut skizogoni dan siklus seksual plasmodium yang membentuk sporozoit didalam nyamuk disebut sporogoni. 2.4.1 Siklus aseksual Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan kedalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik dari pada daur hidupnya. Didalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit (10.000-30.000 merozoit, tergantung spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik yang berlangsung selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kekambuhan).

Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan betina) setelah melalui 2-3 siklus skizogoni darah. 2.4.2 Siklus seksual Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit/ menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah siklus pre eritrositik.

Siklus hidup Plasmodium 2.5 Patogenesis Penyakit Malaria Patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dari pada koagulasi intravaskular. Oleh karena skizogeni menyebabkan kerusakan eritrosit. Akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak sebanding dengan parasitemia menunjukan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Pada percobaan binatang dibuktikan adanya gangguan transportasi natrium sehingga keluar dari eritrosit yang mengandung parasit dan tanpa parasit malaria. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagaian eritrosit pecah saat melalui limfa dan keluarlah parasit. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black water fever, adalah suatu bentuk malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium falcifarum, yang ditandai oleh adanya hemolisis intravaskuler berat, hemoglobinuria, kegagalan ginjal mendadak sebagai akibat nekrosis tubulus, disertai angka kematian yang tinggi. Telah lama dicurigai bahwa Kina dapat memprovokasi terjadinya black water fever. Sebagai tambahan, kasus meninggal yang disebabkan malaria selalu menunjukkan adanya perubahan yang menonjol dari retikuloendotelial dan mungkin juga melibatkan berbagai sistem organ.

Limfa membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limfa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindrom pembesaran limfa di daerah tropis atau penyakit pembesaran limfa pada malaria kronis biasanya dijumpai bersama dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi terhadap malaria ini mungkin menimbulkan respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis. Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel Kuffer seperti sel dalam sistem retikuloendotelial terlibat dalam respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati menjadi berwarna kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltasi difus oleh sel mononukleus pada periportal yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan malaria. Hepatomegali dengan infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari sindrom pembesaran hati di daerah tropis. 2.6 PROGNOSIS PENYAKIT MALARIA

1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan. 2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. 3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ. Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%. Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%. Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%. Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Pada malaria berat, tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnose dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi antara 15%-60% tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas, misalnya penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikemi, peningkatan kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dari pada malaria serebral saja.

Prognosis untuk malaria nonfallciparum secara umum baik pada penderita yang responsive untuk melakukan terapi. Relaps P. ovale dan P. vivax dapat dihindari dengan terapi yang sesuai. P. malariae dapat ditangani dengan terapi yang baik sehingga tidak ada kontribusi untuk menyebabkan mortalitas dan morbiditas. Prognosis malaria falciparum, terutama untuk nonimun perlu berhati-hati. Kerusakan organ secara multisystem dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Wilson,2001). Gejala & Tanda Penyakit Malaria Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara berurutan: a. Periode dingin Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature. b. Periode panas Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. c. Periode berkeringat Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa. Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis. Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu sebagai berikut: 1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11. 2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan >10.000/l. 3. Gagal ginjal akut (urin <400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.

4. Edema paru. 5. Hipoglikemia gula darah <40 mg%. 6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC. 7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. 8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis. 9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L). 10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. 11. Diagnosapost-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.

2.7

IDENTIFIKASI PENYAKIT MALARIA 1. Pemeriksaan labolatorium Pemeriksaan penyakit malaria adalah laboratorium dengan untuk penegakan pemeriksaan diagnosa mikroskopis pasti untuk

melakukan

menemukan parasit Plasmodium dalam sediaan darah. Sediaan darah tipis akan memberikan gambaran bentuk parasit yang lebih baik dan sempurna morfologinya, namun perlu ketelitian dan kesabaran dalam melakukan pemeriksaan. Tes serologi untuk malaria bisa dilakukan dengan IHA ( Indirect Hemaglutination Test ) dan ELISA ( Enzym Linked Immuno Sobent Assay ) 2. Teknik Pewarnaan Giemsa Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria yaitu Gustav Giemsa. Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan sitogenetik dan untuk diagnosis histopatologis parasit malaria dan parasit lainnya. Prinsip dari pewarnaan giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam metanol. Pewarnaan giemsa digunakan untuk membedakan inti sel dan morfologi sitoplasma dari sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan parasit yang ada di dalam darah. Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling bagus digunakan untuk identifikasi parasit yang ada di dalam darah (blood-borne parasite). d. Plasmodium Vivax

1. Eritrosit yang terinfeksi oleh parasit ini mengalami pembesaran dan pucat karena kekurangan hemoglobin. 2. Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti pada satu sisi. 3. Tropozoit tua tampak sebagai cincin amuboid akibat penebalan sitoplasma yang tidak merata. 4. Dalam waktu 36 jam parasit akan mengisi lebih dari setengah sel eritrosit yang membesar. 5. Proses selanjutnya inti sel parasit akan mengalami pembelahan dan menjadi bentuk schizont yang berisi merozoit berjumlah antara 16 18 buah. 6. Gametosit mengisi hampir seluruh eritrosit. Mikrogametosit berinti besar dalam pewarnaan Giemsa akan berwarna merah muda sedangkan sitoplasma berwarna biru. 7. Terdapat bintik-bintik merah yang disebut titik Schuffner pada eritrosit yang terinfeksi parasit ini.

e. Plasmoduim Falcifarum 1. Hanya ditemukan bentuk tropozoit dan gametosit pada darah tepi, kecuali pada kasus infeksi yang berat. 2. Schizogoni terjadi di dalam kapiler organ dalam termasuk jantung. 3. Sedikit schizont di darah tepi, terkait berat ringannya infeksi. 4. Schizont berisi merozoit berjumlah 16 20 buah. 5. Eritrosit yang terinfeksi tidak mengalami pembesaran.

6. Bisa terjadi multiple infeksi dalam eritrosit (ada lebih dari satu parasit dalam eritrosit), bentuk acolle (inti menempel dinding eritrosit) dan spliting (inti parasit terpecah dua). 7. Gametosit berbentuk pisang, makrogametosit inti kompak (mengumpul) biasanya di tengah sedangkan makrogametosit intinya menyebar. 8. Sitoplasma eritrosit terdapat terdapat bercak-bercak merah yang tidak teratur disebut titik Maurer.

f. Plasmodium Malariae 1. Tropozoit muda : 1. Cincin lebih tebal dengan inti yang kasar dan sedikit sitoplasma yang biasanya tertutup tanpa vakuola, 2. Pigmen berbentuk lebih awal, 3. Praktis tingkat yang lebih tua selalu ada bersama cincin ini. 2. Tropozoit sedang berkembang : 1. Kecil, kompak, biasanya bulat, pigmen menjadi padat gelap dengan butir butir agak kasar, sehingga kelihatan terbenam dalam pigmen, 2. Fase tropozoit ini langsung lama, jadi tingkat ini adalah yang paling lazim dan paling sering dijumpai. 3. Tropozoit dewasa : 1. Kompak, warna lebih tua dan ukuran lebih besar dari tingkat sebelumnya. 2. Pigmen yang kasar, coklat tua dan berlimpah, sering menutupi inti, 3. Sukar membedakannya dengan gametosit P. falciparum yang membulat atau dengan gametosit P. malariae.

4. Skizon muda :1. Sangat mirip P. vivax kecuali parasitnya yang lebih kecil, 2. Sering sangat kompak sehingga sulit mengenal susunan dalam dari parasit, 3. Biasanya bersama-sama dengan parasit tingkat lainnya, 4. Sukar dibedakan dengan skizon muda P.vivax. 5. Skizon tua : 1. Stadium yang kadang menjadi dalam sediaan darah tebal, 2. Dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak dan biasanya bersama tropozoit atau skizon muda atau kedua-duanya. 6. Gametosit muda : 1. Pigmen padat dan gelap, lebih sering mengumpul kadang kadang memancar, 2. Sama dengan P. vivax kecuali tidak begitu sering dijumpai, 3. Menyerupai tropozoit yang sehingga sulit untuk dibedakan. 7. Gametosit tua : 1. Biasanya jumlah sedikit dan agak kecil dari P. vivax, 2. Pigmen lebih kasar dan lebih gelap dan dapat menyerupai gametosit P. falciparum yang membulat.

Bentuk stadium Plasmodium malariae dalam sediaan darah tipis 8. Plasmodium malariae, dapat menyebabkan malaria kuartana, serangan panas berulang setiap 72 jam, dan menginfeksi sel-sel darah yang tua P. malaria merupakan satu-satunya spesies parasit malaria manusia yang ditemukan juga menginfeksi simpanse dan beberapa binatang lainnya ( Kus Irianto, 2009 ).

g. Plasmodium Ovale

1. Bentuk Cincin : 1. Ukuran 1/3 eritrosit, 2. Bentuk cincin padat, 3. Kromatin massa padat berbatas tegas, 4. Bentuk accole tidak ada, 5. Pigmen pada stadium ini tidak ada. 2. Bentuk Tropozoit sedang berkembang : 1. Ukuran kecil, 2. Bentuk padat, vakuola tidak dikenal, 3. Kromatin mempunyai kelompok besar irregular, 4. Pigmen bentuk kasar, warna kuning coklat dan jumlahnya sedang, 5. Penyebaran parikel kasar tersebar. 3. Bentuk Skizon Imature : 1. Ukuran hampir mengisi eritrosit, 2. Bentuk berpigmen, 3. Merozoit 6-12, dan rata-rata 8, ukuran besar, 4. Pigmen terkumpul ditengah ( kuning coklat ). 4. Bentuk Mikrogametosit : 1. Waktu timbul 12 14 hari, 2. Jumlah dalam darah sedikit, 3. Ukuran besar eritrosit, berbentuk bulat padat, 4. Sitoplasma biru pucat, 5. Kromatin dan pigmen seperti P. vivax. 5. Bentuk Makrogametosit : 1. Waktu timbul 12 14 hari, 2. Jumlah dalam darah sedikit, 3. Ukuran sebesar eritrosit berbentuk bulat padat, 4. Sitoplasma biru tua, 5. Kromatin dan pigmen seperti P. vivax 6. Plasmodium ovale, dapat menyebabkan malaria tertian benigna atau lebih cepat disebut malaria ovale. Predileksinya terhadap sel-sel darah merah mirip dengan vivax yang menginfeksi sel darah merah muda ( Harijanto, P. N, 2009 ).

2.8 SITUASI MALARIA DI INDONESIA 2.8.1 Gambaran Berdasarkan Laporan Rutin a. Stratifikasi Malaria Tahun 2007 kementerian kesehatan RI mensyaratkan kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan Antermisinin atau ACT (Antermisinin-based Combination Therapies). Penyakit malaria masih dapat ditemukan diseluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan Api (Annual Parasite Incidence), Indonesia bagian Timur menduduki stratifikasi malaria tertinggi, stratifikasi sedang diduduki Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera, sedangkan di Jwa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat area fokus malaria tinggi.

API dari tahun 2008-2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 185 per 1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008-2009 provinsi dengan

API tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua. Terdapat 12 provinsi dengan angka API diatas nasional.

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, dalam buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2011 Gbr. API per 100.000 Penduduk per provinsi Tahun 2009

b. Plasmodium Plasmodium penyebab malaria yang ada di Indonesia terdapat beberapa jenis yaitu plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran. Pada tahun 2009 penyebab malaria yang tertinggi adalah plasmodium vivax (55,8%), kemudian plasmodium falsifarum, sedangkan plasmodium ovale tidak

dilaporkan. Data ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium vivax sebanyak 6,9%.

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, dalam buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2011 Gbr. Plasmodium Penyebab Malaria Tahun 2009

c. KLB Tahun 2007-2009 Dari tahun 2006 2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) selalu terjadi di pulau Kalimantan walaupun kabupaten/kota yang terjangkit berbeda-beda tiap tahun. Pada tahun 2009 , KLB dilaporkan terjadi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten), Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulawesi (Sulawesi Barat), NAD dan Sumatera (Sumatera Barat, Lampung) dengan total jumlah penderita adalah 1.869 orang dan meninggal sebanyak 11 orang. KLB terbanyak di pulau Jawa yaitu sebanyak 6 kabupaten/kota . Sebaran KLB dari tahun 2006 2009 dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, dalam buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2011 Gbr: Kejadian Luar Biasa (KLB) Tahun 2006 - 2009

2.8.2 Gambaran Berdasarkan Survei a. Prevalensi Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2010 . Point prevalence menunjukan proporsi orang di populasi yang terkena penyakit pada waktu tertentu. Data malaria dikumpulkan dengan dua cara yaitu wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan pemeriksaan darah

menggunakan dipstick (Rapid Diagnostic Test/RDT). Besarnya sampel untuk pemeriksaan RDT yang merupakan subsampel dari sampel Kesehatan masyarakat adalah sejumlah 75.192 dan yang dapat dianalisis adalah 72.105 (95,9%). Dari hasil Riskesdas diperoleh Point prevalence malaria adalah 0,6%, namun hal ini tidak menggambarkan kondisi malaria secara keseluruhan dalam satu tahun karena setiap wilayah dapat mempunyai masa-masa puncak (pola epidemiologi) kasus yang berbeda-beda. Spesies parasit malaria yang paling banyak ditemukan adalah Plasmodium falciparum (86,4%) sedangkan sisanya adalah Plasmodium vivax dan campuran antara P. falciparum dan P. Vivax. Namun data sebaran parasit perwilayah tidak diperoleh, sehingga tidak dapat diketahui jenis parasit yang dominan per suatu wilayah.

Sumber : Riskesdas 2010, dalam buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2011

Sumber : Riskesdas 2010 Gambar 12. Point Prevalence Malaria Menurut Karakteristik Responden

Menurut karakteristik umur, point prevalence paling tinggi adalah pada umur 5-9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok umur 1-4 tahun (0,8%) dan paling rendah pada umur <1 tahun (0,3%). Sedangkan menurut period prevalence, prevalens paling tinggi adalah pada kelompok umur >15 tahun (10,8%), nomor dua paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun (10,7%) dan paling rendah tetap pada

umur <1 tahun (8,2%). Dari data diatas tampak kecenderungan kelompok yang berisiko tinggi terkena malaria bergeser dari usia >15 tahun ke usia 1-4 tahun. Oleh karena itu perlu intervensi pencegahan malaria pada usia 1-4 tahun, memperkuat promosi anak dibawah lima tahun tidur dibawah kelambu berinsektisida serta menyediakan obat malaria yang sesuai dengan umur balita. Untuk karakteristik jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan, point prevalensi dan period prevalensi hampir sama. Pada point prevalensi, prevalensi pada laki-laki sama dengan perempuan (0,6%), di perdesaan (0,8%) dua kali prevalensi di perkotaan (0,4%). Kelompok pendidikan tidak tamat SD (0,7%) dan tidak pernah sekolah (0,8%) merupakan dua kelompok yang paling tinggi prevalensinya dan kelompok tamat PT merupakan kelompok yang paling rendah prevalensinya (0,2%). Kelompok sekolah dan petani/nelayan/buruh merupakan kelompok pekerjaan yang tertinggi prevalensinya (masing-masing 0,7%) sedangkan yang paling rendah adalah Pegawai/TNI/POLRI (0,3%) b. Mass Blood Surrvei (MBS) Pada tahun 2008 dilakukan Mass Blood Survei (MBS) di 14 provinsi (Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bengkulu, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Papua Barat, Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur) yang menjadi wilayah kegiatan The Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria (GF ATM). Pada MBS dilakukan pengambilan sediaan darah berdasarkan mikroskop dan Rapid Diagnostic Test (RDT). Hasil MBS menunjukkan bahwa Provinsi dengan kasus positif tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (32.321 orang) dan Maluku (23.754 orang). Jumlah sediaan darah yang diambil dan kasus positif malaria dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini. Menurut Mass Blood Survei (MBS) pada tahun 2008 kasus infeksi pada ibu hamil yang terbanyak adalah Nusa Tenggara Timur (624 orang), kemudian Maluku (455 orang). Secara absolut provinsi yang mempunyai kasus bumil malaria tertinggi adalah NTT, namun provinsi yang mempunyai persentase kasus bumil malaria tertinggi adalah Sumatera Barat (6,36%) dan Riau (2,24%) yang dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah ini.

c. Vektor Malaria Indonesia Menurut tempat berkembang biak, vektor malaria dapat dikelompokkan dalam tiga tipe yaitu berkembang biak di persawahan, perbukitan/hutan dan pantai/aliran sungai. Vektor malaria yang berkembang biak di daerah persawahan adalah An. aconitus, An. Annullaris, An. barbirostris, An. kochi, An karwari, An.nigerrimus, An.sinensis, An.tesellatus, An.Vagus, An. letifer. Vektor malaria yang berkembang biak di perbukitan/hutan adalah An.balabacensis, An.bancrofti, An.punculatus, An.Umbrosus. Sedangkan untuk daerah pantai/aliran sungai jenis vekor malaria adalah An.flavirostris, An.Koliensis, An.ludlowi, An.minimus, An.punctulatus, An.parangensis, An.sundaicus, An.subpictus. Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah diketahui yaitu jam 17.00-18.00, sebelum jam 24 (20.00-23.00), sete-lah jam 24 (00.00-4.00).Vektor malaria yang aktivitas menggigitnya jam 17.00-18.00 adalah An.tesselatus, sebelum jam 24 adalah An.Aconitus, An.annullaris, An.barbirostris, An.kochi, An.sinensis, An.Vagus, sedangkan yang menggigit setelah jam 24 adalah An.farauti, An.koliensis, An.leucosphyrosis, An.unctullatus.

2.9

PROGRAM PEMBERANTASAN MALARIA

2.9.1 Program Pemberantasan Malaria berdasar Keputusan Menkes Program pemberantasan penyakit malaria telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/Menkes/Sk/Iv/2009 Tentang Eliminasi Malaria Di Indonesia. Secara umum dapat dijelaskan bahwa program berdasarkan keputusan menteri tersebut terdiri

atas berbagai perlakuan pada tahap Pemberantasan, Pra Eliminasi, Eliminasi, dan pemeliharaan. Keterangan lebih lanjut dijelaskan dalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/Menkes/Sk/Iv/2009 Tentang Eliminasi Malaria Di Indonesia. 2.9.2 Program Pemberantasan Malaria berdasar Referensi Dalam bukunya, Widoyono (2005) menjelaskan program pemberantasan malaria adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Umum: Khusus Morbiditas kurang dari 0,08/1000 penduduk. Jumlah kecamatan dengan insidensi kasus yang tinggi kurang dari sepuluh dan kelurahan kurang dari seratus. 2. Sasaran Sasaran nasional pada tahun2001 adalah morbiditas kurang dari sama dengan 1% di Jawa dan Bali 3. Kebijaksanaan a. Memperluas daerah bebas malaria. b. Menanggulangi fokus. c. Meningkatkan aspek menejerial petugas. d. Meningkatkan kualitas surveillans. e. Memberantas vektor. f. Meningkatkan kerja sama litas program dan sektor. 4. Stratifikasi Wilayah a. Indikator Statis HCI(High Case Incidence) API>5%. MCI (Middl Cas Incidence) API = 1-5%. LCI (Lo Cas Incidnc) API <1%. Menekan morbiditas dan mortalitas malaria. Mempertahankan daerah bebas malaria.

b. Indikator Dinamis 1) Desa Rawan

Lingkungan yang cocok bagi vektor malaria seperti perbukitan dengan sawah brteras dan mata ai yang alianna lambat srta hutan primer. Desa yang memeiliki riwayat HCI. Mobilitas penduduknya tinggi. Daerah terpencil.

2) Desa Fokus Rendah Dsa MCI/LCI dengan kasus indigenous bulanan konstan atau mnurun. Desa HCI denga kondisi lingkungan yang tidak kondusif bagi pnularan malaria. 3) Desaa Fokus Tinggi Desa rawan mulai ada kasus indigenous. Desa rawan tiga bulan berturt-turut kasus idigenousnya konstan atau naik dibanding bulan sbelumnya. 4) Desa bebas malaria yaitu desa yang bebas dari penularan malaria selama tiga tahun teakhir. 5. Kegiatan 1) Desa Rawan. Menemukan dan mengobati pendeerita. Melakukan surveillans rutin. Melakukan mass fever survei (MFS) terutama konfirmasi. Mengendalikan vektor. Memetakan lingkungan dan breeding place. Melakukan surveillans migrasi. Melakukan survei entomologi. Memberi penyuluhan kepada masyarakat.

2) Low Focus Zone(LFZ). Melakukan semua tindakan di desa rawan. Melakukan tes resistensi pada insektisida. Mengendalikan vektor dengan larvasida. Menebar ikan. Menanam padi seara serentak. Memperbaiki konstruksi pengairan.

3) High Focus Zone (HFZ).

Melakukan semua tindakan di LFZ. Melakukan penyemprotan di rumah-rumah.

Jenis Kegiatan: 1) Active Case Detection (ACD) Sasaran adlah seluruh penderita malaria klinis. Mengambil preparat darah tebal yang dilakukan oleh juru malaria desa(JMD) Wkatu: HCI(2 minggu sekali) MCI (1 bulan sekali)

2) Passive Case Detection (PCD) Sasaran adalah seluruh penderita malarria klinis dan penderita gagal obat yang datang. Melakukan pengambilan preparat darah tebal oleh JMD. Dilakukan setiap hari kerja.

3) Mass Fever Survei(MFS) Sasarannya adalah seluruh penderita demam pada daerah penderita malaria klinis. Mengambil preparat darah tebal oleh JMD, diikuti Mass Fever Treathmen (MFT) yang dibagi menjadi MFT khusus dan MFT konfirmasi. 4) Suveillans Passive SMPI (sebelum musim penularan) Untuk menemukan da mengobati penderita. Dilakukan selama 4 hari dan diulang 10 hari kemudian. Sasaran adalah desa HCI/MCI. Dilakukan selama 1-2 bulan sebelum dan sesudah musimpenularan (MP)

5) Surveillans Migrasi Sasaran adalah seluruh penduduk yang datang dari daerah endemik. Peparat darah tebal diambil oleh JMD, jika hasilnya positif maka dilakukan pengobatan radikal. 6) Survei penatalaksanaan penderrita 6. Survei Suvei kualitas penyemprotan. Sasaran adlah kabupaten/kota/puskesmas endemik. Metode dengan check list. Dilakukan pada saaat MP.

Surveillans pola vektor. Survei longitudinal entomologi. Survei vektor sebelum MP. Survei spot entomologi. Surveillans status esistensi vektor. Uji coba status klorokuin. Audit program amlaria.

2.9

PENCEGAHAN

Menurut Widoyono (2005), pencegahan penyakit malaria terdapat dua basis, antara lain: 1. Berbasis Masyarakat a. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat harus teus ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan, diskusi kelompok maupun melalui kampanye masal untuk mengurangi tempat sarang nyamuk. b. Menemukan dan mengobati penderita sedini mungki. c. Melakukan penyemprotan melalui kajian secara mendalam mengenai bionomik anopheles 2. Berbasis Pribadi a. Pencegahan gigitan nyamuk, yaitu antara lain tidak keluar rumah pada senja dan malam hari, kelua dengan pakaian panjang bewarna terang, menggunakan replan yang mngandung zat anti nyamuk, membuat kontruksi rumah yang anti nyamuk, menggunakan kelambu dengan insektisida, menggunakan obat nyamuk bakar atau semprot. b. Pengobatan profilaksis apabila akan memasuki wilayah endemi, meliputi: Pada daeerah plasmodium masih sensitif terhadap klorokuin, diberikan 300mg klorokuin basa atau 500mg klorokuin fosfat, satu tablet dimulai satu minggu sebelum memasuki daeah endemis sampai minggu keempat seetelah kelua dai daerah tersebut. Pada daeh resisten kloro kuin diberikan meflokuin 5mg/kgBB/minggu atau doksisiklin 100mg/kgBB/minggu atau sulfodoksin 500mg/piimetamin 25mg, 3 tablet sekali minum. c. Pencegahan dan pengobatan malaria pada ibu hamil, meliputi:

Klorokuin, bukan kontra indikasi. Profilaksis deengan klookuin 5mg/kgBB/minggu dan proguanil 3

mg/kgBB/minggu untuk daerah sensitif klorokuin. Meflokuin 5 mg/khBB/minggu diberikan pada kehamilan empat minggu pada plasmodium ang esistn pada klorokuin. Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan.

d. Informasi tentang donor darah. Informasi mengenai daerah asal pendonor, informasi penggunakan profilaksis pada daerah endemis, dan sebagai.nya.

2.10

PENGOBATAN

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan. Widoyono (2005) menyatakan pengobatan malaria meliputi: 1. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi A. Malaria Falsiparum Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah Artemisinin Combination Therapy (ACT), yaitu : 1. Artesunate Amodiaquin 2. Dihydroartemisinin Piperaquin ( pada saat ini khusus digunakan di Papua dan wilayah tertentu lainnya). 1. Lini Pertama Artesunat + Amodiakuin + Primakuin Kemasan Artesunate Amodiaquin yang ada pada program pengendalian malaria : a. Kemasan Artesunat + Amodiaquin terdiri dari 2 blister. Obat kombinasi diberikan per oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian. b. Kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 3 blister (setiap hari 1 blister untuk dosis dewasa), setiap blister terdiri dari : - 4 tablet artesunate @ 50 mg. - 4 tablet amodiaquin @ 150 mg. 2. Lini kedua Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin.

a. Kina tablet Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kin diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7 hari. b. Doksisiklin Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung 50 mg dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari, dengan dosisi orang dewasa adalah 4 mg/kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin. c. Tetrasiklin Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang mengandung 250 mg atau 500 m tetrasiklin HCl. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 hari dengan dosis 4-5 mg/kgbb/kali. Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak umur dibawah 8 tahun dan ibu hamil. d. Primakuin Pengobatan dengan primakuin diberikan pada lini pertama. Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis maksimal penderita dewasa yang dapat diberikan untuk kina 9 tablet dan primakuin 3 tablet. B. Pengobatan malaria vivaks, malaria ovale, malaria malariae 1. Lini pertama Malaria vivaks dan ovale Pengobatan malaria vivax dan ovale saat ini menggunakan ACT (Artemisinin Combination Therapy ) yaitu artesunate + amodiaquin atau Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP)). Dosis obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falciparum, dimana perbedaannya adalah pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgbb. Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7. Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat : a. Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau b. Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali sebelum hari ke 14 (kemungkinan resisten). c. Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke 15 sampai hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

2. Pengobatan Lini kedua Malaria vivaks Kina + Primakuin a. Kina tablet Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kina diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7 hari. Dosis kina adalah 30 mg/kgbb/hari. Pemberian kina pada anak usia dibawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan. b. Primakuin Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb/hari yang diberikan selama 14 hari. 3. Pengobatan malaria vivaks yang relaps Pengobatan kasus malaria vivaxs relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan selama 14 hari dengan 0,5 mg/kgbb. C. Pengobatan malaria malariae Pengobatan malaria malaria cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya. D. Pengobatan malaria mix (P.Falciparum + P.vivax) dengan ACT Pengobatan malaria mix diberikan pengobatan dengan ACT selama 3 hari serta pemberian primakuin pada hari I dengan dosis adalah 0,75 mg/kgbb dilanjutkan pada hari 2-14 primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgbb. 2. Pengobatan Malaria Klinis Pada fasilitas pelayana ksehatan tanpa sarana diagnostik pnyakit malaria, penderita dengan gejala malaria dapat diobati sementara dengan regimen klorokuin dan primakuin. Apabila pengobatan tidak efektif, penderita harus segera dirujuk diagnostik dan pengobatan adekuat. 3. Pengobatan Malaria Komplikasi Malaria berat atau komplikasi adalah ditemukan plasmodium fase aseksual pada tubuh penderita dengan satu atau beberapa keadaaan berikut: Malaria erebral, malaria yang dapat menurunkan kesadaran. Anemia berat, saat parasit lebih dari 10.000/ Gagal ginjal akut. Edema paru. Hipoglikemia. Gagal sirkulasi. . untuk mendapatkan kepastian

Pendarahan pada hidung, gusi, dansaluran pencernaa. Kejang berulang, lebih dari 2 kali selama 24 jam. Hemoglobinuria makroskopik.

Pengobatan dapat dilakukan dengan: Derivat artesimin. Artesunat parenteral untuk pelayanan kesehatan dengan perawatan, sedangkan pada lapangan tanpa perawatan menggunakan artemeter intramuskular. Obat alternatif adalah kinadihidroklorida parenteral. Penderita gagal ginjal tidak dapt diberika loading dose dan pengobatan kina dosisnya diturunka setengah dari dosis awal. 4. Kemoprofilaksis Bagi yang berpergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak lama dapat menggunakan Doksisiklin 2 tablet sehari sebelum berangkat dan selama berada di daerah endemis 1 tablet sehari tidak lebih dari 12 minggu. Dengan dosis 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.Untuk kelompok atau individu yang akan berpergian / tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu LLIN, repellent, kawat kassa dan lain-lain.

DAFTA PUSTAKA Widoyono.2005.Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan,Pencegahan dan Pemberantasan.Jakarta:Erlangga Laihad, Ferdinand J, Paul Harijanti, dkk.2011. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Epidemiologi Malaria di Indonesia Triwulan I,2011. Kementerian Kesehatan RI http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20325/4/Chapter%20II.pdf [9 Maret 2013]
Anonim, 2008. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Depkes RI : Jakarta Sudoyo, A. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta.

http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2010/10/malariadefinisietiologipatofisiologim an.html http://noormaawaddahworld.blogspot.com/2011/05/etiologi-penyakit-malaria.html http://epidemiologiunsri.blogspot.com/2011/11/malaria.html

http://mediskus.com/penyakit/siklus-hidup-plasmodium-penyebab-malaria.html http://rudizr.wordpress.com/2012/05/17/penyakit-menular-dan-tidak-menular/ (serial online, 3 April 2013) Hrijanto. 2000. Malaria Epedemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan. Jakarta: EGC Laurentz, I dan Rampengan, T. 1990. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Manado: EGC

Anda mungkin juga menyukai