Anda di halaman 1dari 8

BAB II PEMBAHASAN KASUS PEMBUNUHAN BERENCANA

Liputan6.com, Batam: Sebuah kotak kayu berisi jasad manusia ditemukan di kawasan Batam Center, Kelurahan Baloi Permai, Batam Kota, Kepulauan Riau, 3 Maret silam. Penemuan ini dilaporkan warga ke kantor kepolisian terdekat. Saat kotak yang panjangnya 1,5 meter dibuka, jasad laki-laki itu berada dalam posisi telungkup dan tak bisa dikenali. Tim forensik Kepolsian Kota Besar Barelang dan aparat Kepolisian Sektor Batam Kota menduga korban tewas akibat tindak kekerasan. Menurut Kepala Forensik Poltabes dokter Novita, di bagian kepala korban ada beberapa bagian tulang hilang. Selain itu,di dada juga terdapat irisan yang bentuknya persegi. Di dalamnya kita tak temukan sisa jaringan organ dalam, kata Novita. Di betis juga terdapat irisan. Sehari kemudian, identitas jenazah itu dikenali bernama Fahmi Iswandi (30). Kasus ini terungkap setelah aparat Polsekta Batam Kota melakukan evakuasi. Saat itu, kepala Polsekta Batam Kota, AKP Suka Irawanto, mencurigai seseorang yang berada di antara kerumunan warga yaitu Harun. Setelah ditangkap Harun mengakui telah membunuh teman sejak kecilnya,Fahmi, karena Fahmi mengaku punya ilmu kebal. Nah untuk membuktikan kekebalan Fahmi, Harun melakukan uji coba dengan memukul kepala Fahmi dengan martil. Pembunuhan dilakukan jam dua belas malam. Waktu itu Harun membangunkan Fahmi yang sedang tidur dan mengajak Fahmi katanya untuk mengintip orang yang sedang pacaran di semak-semak belakang tempat tinggal mereka, kawasan perumahan liar depan SLTP 12, kawasan Legenda Malaka, Kota Batam. Dia bangun dan ikut saya. Saat itu dia cuma pake celana pendek, nggak pake baju, ujar Harun. Harun mengajak Fahmi ke semak-semak. Fahmi beberapa kali bertanya tentang posisi orang yang sedang pacaran. Harun pura-pura mundur. Dengan posisi itu, Harun yang
1

sebelumnya sudah mempersiapkan martil, leluasa memukuli kepala Fahmi. Dia langsung jatuh, sempat teriak sekali, darahnya kena muka saya. Terus saya pergi cuci muka dulu, ungkap Harun. Setelah cuci muka, Harun kembali dan memukuli kepala Fahmi sebanyak tiga kali Harun mengaku menghabisi nyawa korban, Oktober 2009 silam. Setelah membunuh, tersangka kemudian mengambil organ tubuh bagian dalam Fahmi untuk dimakan. Selama beberapa bulan hingga ditemukan 3 Maret 2010, pelaku menyimpan mayat korban. Organ tubuh tersebut dimakannya setiap malam Jumat yang menurut Harun berguna untuk meningkatkan ilmu kebal serta kesaktian. Saya pukul pakai martil sekali, lalu saya sembunyi di sumur, saya tunggu setengah jam dia diam saja, terus saya belah perutnya, dan saya ambil hati dan jantung untuk saya makan kata Harun. Kepolisian Daerah Kepulauan Riau kemudian menghadirkan tenaga psikiater untuk memeriksa kejiwaan Harun. Pada awalnya, polisi meragukan kejiwaan tersangka. Dari hasil pemeriksaan, Harun memakan organ tubuh Fahmi dalam kondisi sehat alias normal. Atas perbuatannya itu, Harun dijerat pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun. Sementara jenazah Fahmi dimakamkan di kampung halamannya di Desa Pagerbarang, Tegal, Jawa Tengah, 10 Maret lalu. Korban yang menyandang gelar sarjana muda kesehatan ini dikenal sebagai pribadi yang baik serta supel kepada tetangga. Keluarga mengaku ikhlas dan berharap tersangka mendapat hukuman yang setimpal.(BOG) Sumber : Liputan6.com dengan penambahan dari indonesiaheadline.com dan klip21.com

BAB III ANALISIS KASUS


I. Unsur unsur Berdasarkan kasus, pelaku dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Pasal 340 KUHP : Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tersebut adalah : 1. Barangsiapa, adalah subyek hukum dimana subyek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah Naturlijk person, yaitu manusia. Menurut doktrin, tindak pidana melekat pada pelakunya Manusia yang dapat dimintai pertanggung jawaban adalah siapa saja oleh orang dengan pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III, yaitu : a. alasan pembenar : daya paksa (pasal 48 KUHP), bela paksa (pasal 49 ayat (1) KUHP), melaksanakan ketentuan UU (pasal 50 KUHP), dan perintah jabatan sah (pasal 51 ayat (2) KUHP) b. alasan pemaaf : ketidakmampuan bertanggungjawab (pasal 44 KUHP), Daya paksa dalam arti sempit (Pasal 48 KUHP), Bela paksa lampau batas (pasal 49 ayat (2) KUHP), dan perintah jabatan tidak sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP) Dalam kasus, yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah Harun, sebab dia merupakan pelaku tunggal dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Fahmi, dan Harun tidak memenuhi pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III KUHP tersebut

1. Sengaja, Adalah pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat tertentu yang telah diatur dalam perundang-undangan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif) Dalam kasus, Pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk memukulkan martil ke kepala Harun agar Harun mati sebab didorong oleh motif ingin mengetahui kebenaran pengakuan Harun yang menyatakan dirinya memiliki ilmu kebal dimana tindak pidana tersebut telah diatur dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana 1. Dengan rencana lebih dahulu, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan dengan tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis terlebih dahulu lalu baru diikuti dengan tindakannya. Dalam kasus, tidak dijelaskan mengenai waktu perencanaan dengan waktu tindakan, namun dijelaskan bahwa sebelumnya pelaku mempersiapkan alat yaitu martil terlebih dahulu yang menunjukkan adanya niat pelaku untuk merampas nyawa korban. Selain itu berdasarkan kronologis kejadian sejak korban dibangunkan dari tidur hingga korban dikelabui untuk mengikuti pelaku ke semak-semak untuk kemudian dibunuh, merupakan kronologis yang terjadi akibat sebelumnya telah dipikirkan terlebih dahulu II. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan Berdasarkan pasal tersebut, Tidak ada suatu tindak pidana yang dapat dipidana tanpa ada peraturan tertulis yang mengaturnya terlebih dahulu. Dalam pasal 1 ayat (1) tersebut mengandung asas-asas hukum pidana, yaitu : 1. Asas legalitas Bahwa harus ada peraturan tertulis yang mengatur tindakan tersebut

2. Asas larangan berlaku surut maka seseorang dalam melakukan suatu tindakan tidak perlu merasa terikat pada undang-undang yang tidak diancam pidana walaupun kelak ditentukan sebagai tindak pidana sebab tidak ada undang undang yang berlaku surut atau mundur waktunya. 3. Asas larangan analogi Bahwa dilarang dalam menyelesaikan suatu perkara yang sebenarnya tidak terdapat perumusannya dalam ketentuan tertulis dengan menggunakan pasal yang mirip dengan kejahatan itu Berdasarkan kasus pembunuhan diatas, maka tersangka dapat dikenakan hukuman sebab telah ada peraturan tertulis yang mengatur larangan pembunuhan sebelum tindak pidana dilakukan, yaitu pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP : Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun III. Berdasarkan hukum islam Sedangkan dalam hukum Islam sendiri diatur dalam Al Quran surat Al Baqarah a yat 178 hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishos berkenan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, Hamba dengan hamba, wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapatkan suatu pemaafan dari saudaranya, maka hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, Dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu maka baginya siksa yang sangat pedih , Surat Al Isra ayat 31 dan 32, Al Maidah ayat 45, An Nisa ayat 92 serta hadist Nabi. Sedangkan dari segi pengampunan yang diberikan oleh wali korban untuk hukum positif sama sekali tidak bisa menghilangkan pidana hanya meringankan, Beda dengan yang diatur dalam
5

hukum Islam, bahwasanya pengampunan itu menghapus pidana (qishas). Sedangkan persamaan dari segi pengampunan yang diberikan oleh wali korban adalah keduanya melibatkan penguasa dalam pelaksanaan hukuman. Untuk fungsi pidana ternyata antara hukum positif dan hukum Islam tidak jauh berbeda yaitu fungsi pidana dalam hukum positif sebagai pembalasan bertujuan agar si pelaku tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut, sedangkan dalam hukum Islam tujuan tersebut dimasukkan dalam fungsi pencegahan. Selain itu dalam hukum positif tidak mencantumkan fungsi pidana sebagai suatu pengajaran, sedangkan dalam hukum Islam fungsi pengajaran bertujuan untuk memberi pengertian bahwa perbuatan tersebut tidak disenangi oleh Allah. Adapun persamaan fungsi pidana antara hukum positif dan hukum Islam, bahwa keduanya sama-sama setuju fungsi pidana ini bertujuan untuk menjaga kemaslahatan manusia, yang dalam hukum Islam menyangkut masalah Maqashid Al-Syariah.

BAB IV KESIMPULAN Delik pembunuhan merupakan salah satu perbuatan yang menjatuhkan hak asasi manusia oleh karenanya delik pembunuhan ini diatur dalam KUHP sebagai suatu tindak pidana terhadap nyawa manusia. Begitu juga dalam hukum Islam, Pengaturan tentang delik pembunuhan ini diatur dalam Al Quran dan dipertegas oleh hadist, Keduanya mengatur tentang jenis delik pembunuhan, sanksi, serta bagaimana pelaksanaan hukuman. Meskipun masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, hukum yang diterapkan adalah hukum peninggalan Belanda, yang pada kenyataanya berbeda sekali dengan hukum Islam. Dalam hukum positif juga diatur mengenai delik agama, salah satunya Agama Islam yaitu dalam pasal 156a. KUHP Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun, barang siapa dengn sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan
6

perbuatan: a. yang ada pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ketuhanan Yang Maha Esa. Walaupun secara spesifik tidak mengatur tentang delik pembunuhan, namun disitu membuktikan bahwa hukum positif juga mengakui keberadaan hukum Islam. Antara hukum positif dan hukum Islam ada beberapa perbedaan dan persamaan khususnya dalam delik pembunuhan, baik dari segi pengaturan hukumnya, pengampunan oleh wali korban, dan dari segi fungsi pidana. Dari segi pengaturan hukumnya delik pembunuhan itu diatur dalam KUHP yaitu pasal 338 sampai pasal 350 dan pasal 359 (L.N. 1960-1). Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan kematian orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Sedangkan dalam hukum Islam sendiri diatur dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 178 hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishos berkenan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, Hamba dengan hamba, wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapatkan suatu pemaafan dari saudaranya, maka hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, Dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu maka baginya siksa yang sangat pedih , surat Al Isra ayat 31 dan 32, Al Maidah ayat 45, An Nisa ayat 92 serta hadist Nabi. Sedangkan dari segi pengampunan yang diberikan oleh wali korban untuk hukum positif sama sekali tidak bisa menghilangkan pidana hanya meringankan, Beda dengan yang diatur dalam hukum Islam, bahwasanya pengampunan itu menghapus pidana (qishas). Sedangkan persamaan dari segi pengampunan yang diberikan oleh wali korban adalah keduanya melibatkan penguasa dalam pelaksanaan hukuman. Untuk fungsi pidana ternyata antara hukum positif dan hukum Islam tidak jauh berbeda yaitu fungsi pidana dalam hukum positif sebagai pembalasan bertujuan agar si pelaku tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut, sedangkan dalam hukum Islam tujuan tersebut dimasukkan dalam fungsi pencegahan.

Selain itu dalam hukum positif tidak mencantumkan fungsi pidana sebagai suatu pengajaran, sedangkan dalam hukum Islam fungsi pengajaran bertujuan untuk memberi pengertian bahwa perbuatan tersebut tidak disenangi oleh Allah. Adapun persamaan fungsi pidana antara hukum positif dan hukum Islam, bahwa keduanya sama-sama setuju fungsi pidana ini bertujuan untuk menjaga kemaslahatan manusia, yang dalam hukum Islam menyangkut masalah Maqashid Al-Syariah.

Anda mungkin juga menyukai